17.01.2015 Views

NK- RAPBN 2014

NK- RAPBN 2014

NK- RAPBN 2014

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Bab 5<br />

Kebijakan Desentralisasi Fiskal<br />

fasilitas dan infrastruktur yang diperlukan untuk menerima pengalihan pemungutan PBB P2,<br />

dan sekaligus sebagai public announcement, khususnya kepada masyarakat dan aparat yang<br />

akan menangani pemungutan PBB P2.<br />

Selanjutnya, sebagai upaya Pemerintah mendukung suksesnya pengalihan PBB P2, khususnya<br />

terkait dengan penyiapan sumber daya manusia, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, bekerjasama<br />

dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, telah<br />

membuka program D1 Keuangan Spesialisasi Pajak Konsentrasi Penilai PBB P2 dan D1 Keuangan<br />

Spesialisasi Pajak Konsentrasi operator console (OC). Pemerintah Daerah dapat mengirimkan<br />

beberapa pegawai yang akan menangani pemungutan PBB P2 untuk dididik dan dipersiapkan<br />

agar pada saatnya nanti bisa mengelola PBB P2 dengan baik.<br />

5.2.3.3 Kebijakan Pajak Rokok<br />

Selain mengalihkan BPHTB dan PBB P2 menjadi pajak daerah, dalam UU Nomor 28 Tahun<br />

2009 juga diatur kebijakan penambahan jenis pajak daerah baru yaitu Pajak Rokok. Secara<br />

efektif, pemungutan Pajak Rokok mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari <strong>2014</strong>. Mengingat<br />

tax base Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok, maka<br />

pelaksanaan pemungutan Pajak Rokok dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bukan<br />

oleh Pemerintah Daerah sebagaimana pajak daerah lainnya. Hasil penerimaan Pajak Rokok yang<br />

dipungut tersebut selanjutnya disetorkan ke Rekening Kas Umum Provinsi secara proporsional<br />

berdasarkan jumlah penduduk. Untuk bisa mendapatkan pajak rokok, pemerintah provinsi,<br />

harus menyusun dan menetapkan peraturan daerah mengenai pajak rokok.<br />

Berdasarkan target penerimaan cukai hasil tembakau, yang merupakan dasar pengenaan Pajak<br />

Rokok, penerimaan Pajak Rokok tahun <strong>2014</strong> diperkirakan sekitar Rp9,0 triliun. Penerimaan<br />

Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit<br />

50 persen yang dipergunakan untuk:<br />

a. Mendanai pelayanan kesehatan masyarakat.<br />

Pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain: pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan<br />

sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai<br />

bagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan<br />

iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok.<br />

b. Penegakkan hukum oleh aparat yang berwenang.<br />

Penegakan hukum sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah yang dapat<br />

dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain: pemberantasan peredaran<br />

rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan<br />

perundang-undangan.<br />

Dalam UU Nomor 28 Tahun 2009, juga diatur bahwa hasil penerimaan Pajak Rokok diserahkan<br />

kepada kabupaten/kota sebesar 70 persen. Bagian kabupaten/kota tersebut ditetapkan<br />

dan dialokasikan provinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan/atau potensi<br />

antarkabupaten/kota.<br />

Ketentuan lebih lanjut mengenai bagi hasil penerimaan Pajak Rokok ditetapkan dengan<br />

Peraturan Daerah Provinsi.<br />

5-10<br />

Nota Keuangan dan <strong>RAPBN</strong> <strong>2014</strong>

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!