Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
KAJIAN PENGENAAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS SMARTPHONE<br />
Pengertian Smartphone<br />
Seperti dikutip dari www.kompas.com tanggal 8 September 2013, diketahui bahwa Badan<br />
Pusat Statistik (BPS) mencatat, periode Januari hingga Juni 2013, nilai impor telepon selular<br />
terutama yang berteknologi tinggi atau sering disebut smartphone menempati urutan kelima, di<br />
bawah nilai impor oil and gas related yang meliputi kendaraan bermotor, minyak mentah, solar<br />
untuk industri dan bahan bakar diesel lainnya. Tingginya impor smartphone ini menjadi penyumbang<br />
defisitnya neraca perdagangan Indonesia.<br />
Tidak ada definisi yang pasti dari smartphone, namun untuk menggambarkan bagaimana<br />
smartphone tersebut, Tim Peneliti mengutip definisi smartphone dari Oxford Dictionary: "a mobile<br />
phone that is able to perform many of the functions of a computer, typically having a relatively large<br />
screen and an operating system capable of running general-purpose applications"<br />
Meskipun tidak ada definisi standar dari “smartphone”, namun terdapat beberapa hal yang<br />
membantu untuk mengenalinya, yaitu dengan menunjukkan fitur dan kemampuan apa saja yang<br />
dimiliki oleh smartphone serta membedakannya dengan ponsel biasa. Berikut adalah beberapa fitur<br />
yang dimiliki smartphone:<br />
1. Sistem Operasi<br />
Secara umum, smartphone memiliki sistem operasi yang memungkinkannya menjalankan<br />
berbagai aplikasi.<br />
2. Aplikasi<br />
Sementara hampir semua ponsel memiliki beberapa jenis perangkat lunak, smartphone<br />
memiliki kemampuan yang lebih baik lagi. Smartphone memungkinkan Anda membuat dan<br />
mengedit dokumen Microsoft Office – atau setidaknya melihat file. Smartphone juga<br />
memiliki kemampuan men-download berbagai aplikasi seperti software keuangan, personal<br />
assistant, dan banyak lagi. Smartphone mungkin juga dilengkapi dengan GPS dan<br />
kemampuan editing foto serta memutar musik.<br />
3. Web Access<br />
Smartphone dapat mengakses internet pada kecepatan yang lebih tinggi, berkat<br />
pertumbuhan 4G dan jaringan data 3G, serta penambahan dukungan Wi-Fi untuk banyak<br />
handset.<br />
4. Keyboard QWERTY<br />
Smartphone umumnya sudah dilengkapi dengan keyboard QWERTY. Keyboard QWERTY bisa<br />
berbentuk fisik maupun virtual (diketik melalui layar sentuh).<br />
5. Messaging<br />
Semua ponsel dapat mengirim dan menerima pesan teks, tapi apa yang membuat<br />
smartphone lebih unggul adalah kemampuannya menangani e-mail. Sebuah smartphone<br />
dapat disinkronisasi dengan akun e-mail sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerja.<br />
Praktek Pengenaan Pungutan <strong>atas</strong> Handphone di Beberapa Negara<br />
Sektor jasa komunikasi termasuk sektor yang memiliki pertumbuhan tertinggi, bukan hanya<br />
di Indonesia, bahkan di dunia. Beberapa <strong>kajian</strong> dengan data empiris menyebutkan bahwa terdapat<br />
hubungan langsung antara ketersediaan jaringan komunikasi dengan pertumbuhan ekonomi.
Bahkan kemudahan akses pada harga yang dapat dijangkau pada berbagai tingkatan populasi<br />
penduduk sangat penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan 1 .<br />
Berbagai negara menerapkan berbagai aturan yang berbeda terhadap bisnis handphone.<br />
Terdapat negara yang mengenakan pajak, namun juga ada yang mengenakan cukai. Pengenaan<br />
pajak atau cukai terhadap handphone memiliki dampak yang sangat besar dalam hal kemudahan<br />
untuk memperoleh akses komunikasi.<br />
Besarnya perpajakan <strong>atas</strong> akses komunikasi ini dapat dilihat dari beberapa cara, yaitu:<br />
1. Perbandingan beban pajak terhadap total biaya kepemilikan<br />
Terdapat berbagai macam pajak yang dikenakan <strong>atas</strong> kepemilikan handphone, misalnya<br />
pajak <strong>atas</strong> perangkat handphone, biaya tambahan untuk berlangganan dan airtime. Analisa proporsi<br />
pajak terhadap kepemilikan handphone (the total cost of mobile ownership/ TCMO), dengan<br />
rumusan TCMO termasuk pajak dibagi dengan TCMO tanpa pajak, memperlihatkan bahwa beberapa<br />
negara menetapkan tingkat pajak yang berbeda :<br />
Rata-rata tingkat TCMO dunia adalah sebesar 17,5 %<br />
Negara-negara yang menerapkan TCMO tinggi yaitu Turki, Tanzania, Uganda, Brazil, Ukraina,<br />
Zambia, Republik Dominica, Ekuador, Yunani dan Argentina (di <strong>atas</strong> 25%)<br />
Sebanyak 4 negara yang menerapkan TCOM yang rendah, yaitu China, Bhutan, Myanmar dan<br />
Swaziland (dibawah 5%)<br />
TCMO di Indonesia masih sekitar 12,5%<br />
Tingginya TCMO di Turki, dengan tax burden sekitar 44,6%, disebabkan karena negara<br />
tersebut mengenakan pajak <strong>atas</strong> konsumsi, serupa dengan PPN di negara lain ditambah tarif spesifik<br />
berupa: pajak komunikasi khusus sebesar US$ 16.87, biaya ijin berlangganan handphone sebesar<br />
US$ 6.99 dan biaya penggunaan tahunan sebesar US$ 6.99.<br />
2. Pajak dan biaya jasa komunikasi handphone<br />
Pajak <strong>atas</strong> jasa telekomunikasi bersifat lebih sensitif bagi konsumen, karena dapat terus<br />
dikenakan selama ada pemanfaatan jasa komunikasi. Analisa dengan membandingkan pajak<br />
terhadap biaya <strong>atas</strong> jasa komunikasi (termasuk pajak konsumsi dan biaya yang dikenakan <strong>atas</strong> sewa<br />
dan penggunaaan handphone) dikenal dengan total cost of mobile services/ TCMS). Hasil analisa<br />
memperlihatkan bahwa:<br />
Rata-rata tingkat TCMS adalah sebesar 17 %<br />
Negara-negara yang menerapkan TCMS tinggi yaitu Turki, Uganda, Brazil, Republik Dominica,<br />
Zambia, Ukraina, Ekuador, Tanzania, Yunani dan Kenya (di <strong>atas</strong> 25%)<br />
Sebanyak 74 negara mengenakan pajak antara 10% – 20, sementara hanya 5 negara<br />
mengenakan pajak <strong>atas</strong> konsumsi di <strong>atas</strong> 20%<br />
Beberapa negara mengenakan TCMS yang rendah, yaitu Angola, Malaysia, Suriah dan China<br />
(dibawah 5%)<br />
TCMS di Indonesia masih sekitar 10%<br />
3. Beban pajak <strong>atas</strong> perangkat handphone (mobile handsets).<br />
Pajak <strong>atas</strong> perangkat handphone merupakan variabel yang signifikan yang dipergunakan<br />
untuk menghitung TCMO. Pada dasarnya, pajak yang dikenakan terhadap perangkat handphone<br />
terdiri dari pajak impor (biasanya sudah termasuk dalam harga retail) dan Pajak Pertambahan Nilai<br />
1 Mohsen A. Khalil, Taxation and the Growth of Mobile in East Africa, GSM Association, 2007
(PPN) atau Pajak Penjualan dan pajak-pajak lainnya yang langsung dibayar oleh konsumen. Selain itu,<br />
berdasarkan hasil penghitungan diketahui bahwa:<br />
Rata-rata pajak <strong>atas</strong> perangkat handphone sebesar 24,8%<br />
Sekitar 45 % dari seluruh negara menerapkan pajak <strong>atas</strong> impor<br />
Negara-negara yang menerapkan pajak <strong>atas</strong> perangkat handphone tinggi yaitu Suriah, Iran,<br />
Kamerun, Chad, Rwanda, Brazil dan Tanzania (di <strong>atas</strong> 50%)<br />
Beberapa negara mengenakan pajak <strong>atas</strong> perangkat handphone yang rendah, yaitu Thailand,<br />
India, Yordania, Republik Dominika dan Pakistan (dibawah 10%)<br />
Pajak <strong>atas</strong> perangkat handphone di Indonesia masih sekitar 18%<br />
Suriah menetapkan PPN sebesar 20 % dan pajak impor 10% serta pajak tambahan (fixed<br />
taxes) sebesar US$ 24,00. Sementara Iran menetapkan pajak impor tertinggi (60%) dan Kamerun<br />
menetapkan pajak impor sebesar 30 % dan tambahan berupa PPN sebesar 21%.<br />
Perkembangan Konsumsi Handphone di Indonesia<br />
Pasar handphone di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang cukup<br />
signifikan. Menurut hasil <strong>kajian</strong> yang dilakukan oleh Business Wire 2 pasar handphone di Indonesia<br />
mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir, dengan jumlah<br />
pelanggan lebih dari 150 juta pada awal 2010. Tiga tahun sebelumnya jumlah pemakai handphone<br />
baru mencapai 85 juta.<br />
Ke depan nampaknya pasar handphone di Indonesia masih akan terus berkembang,<br />
setidaknya apabila dibandingkan dengan beberapa tetangganya di Asia. Perubahan daya beli di<br />
masyarakat menjadi faktor utama berkembangnya handphone di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari<br />
posisi handphone yang dulunya merupakan barang mewah, namun sekarang masyarakat mulai dari<br />
kelas menengah dapat dengan mudah mendapatkannya dan menjadi salah satu kebutuhan yang<br />
tidak dapat dipisahkan.<br />
Produk handphone diproyeksikan akan menyumbang 23 persen dari belanja konsumen<br />
elektronik di Indonesia pada tahun 2010. Tingkat pertumbuhan rata-rata untuk penjualan ponsel<br />
adalah sebesar 8 persen dengan 28,2 juta unit. Tingkat pertumbuhan penetrasi pelanggan seluler<br />
diperkirakan mencapai 145 persen. Penjualan tetap didominasi oleh ponsel murah di segmen<br />
massal, namun juga ada lonjakan permintaan untuk telepon pintar.<br />
Kecenderungan Smartphone Sebagai E-lifestyle di Indonesia<br />
Orientasi terhadap kepuasan konsumen bahwa fenomena yang ada ternyata tidak bisa lepas<br />
dari pemahaman salah kaprah, terutama terkait dengan permintaan smartphone. Tidak semua<br />
pemilik smartphone memenuhi kriteria simbol status itu karena banyak yang sekadar ingin bergaya<br />
dengan smartphone. Dengan demikian, fungsi smartphone sebagai telepon cerdas tidak<br />
termanfaatkan maksimal. Artinya, banyak kasus ditemukan bahwa pemilik smartphone hanya<br />
dipakai SMS, menelpon dan membuka situs jejaring. Optimalisasi smartphone sangat tergantung<br />
kepada konsumen. Oleh karena itu, jika konsumen tidak optimal memanfaatkan smartphone maka<br />
identifikasi dari smartphone tidak ada bedanya dengan telepon seluler lainnya. Fakta di <strong>atas</strong><br />
menunjukan kebutuhan terhadap gadget saat ini semakin berkembang terutama karena adanya<br />
tuntutan e-lifestyle.<br />
Fenomena peningkatan minat pengguna smartphone di Indonesia berdasarkan survei dan<br />
analisis yang dilakukan oleh International Data Corporation (IDC) adalah sebagai berikut:<br />
2<br />
http://www.businesswire.com/news/home/20110406005759/en/Research-Markets-Indonesia---<br />
Mobile-Communications, diunduh 24 April 2012
Tabel 1. Jumlah Penjualan Smartphone tahun 2009-2012 dan Perkiraan Penjualan<br />
Smartphone Tahun 2013 di Indonesia (dalam Juta Unit)<br />
Tahun<br />
Jumlah Penjualan Smartphone<br />
2009 2,04<br />
2010 4,50<br />
2011 9,50<br />
2012 13,20<br />
2013* 15,30<br />
Sumber : Olahan data International Data Coorporation (IDC), dari berbagai sumber, 2013<br />
Keterangan: )* Prediksi Berdasarkan tahun-tahun sebelumnya<br />
Penjualan smartphone di kawasan Asia Tenggara hingga September 2013 meningkat 61%<br />
atau mencapai US$ 10,8 miliar atau setara Rp 128,3 triliun. Dikutip dari The Next Web, dalam<br />
catatan GFK Asia Indonesia merupakan penyumbang terbesar dari pencapaian tersebut dengan<br />
total penjualan sebesar US$ 3,33 miliar (sekitar Rp 39,4 triliun) yang seluruhnya berasal dari 14,8<br />
juta unit smartphone yang terjual. Hal ini berarti Indonesia berkontribusi sekitar 30% bagi total<br />
penjualan smartphone di Asia Tenggara.<br />
Pengenaan <strong>PPnBM</strong> Sebagai Upaya Pemerintah untuk Menekan Pola Konsumsi Smartphone<br />
Penerapan Pajak Penjualan Atas Barang Merah (<strong>PPnBM</strong>) untuk smartphone diharapkan<br />
dapat menjaga neraca perdagangan, selain itu untuk menekan jumlah impor ponsel yang cukup<br />
tinggi. Karena jenis ponsel yang banyak diminati di dalam negeri terbanyak berasal dari impor, salah<br />
satunya kategori smartphone. Alhasil, pemerintah kesulitan menahan masuknya barang-barang tadi.<br />
Dengan jumlah impor yang tinggi, produk ini ikut bertanggung jawab pada makin lebarnya defisit<br />
perdagangan. Penolakan pengenaan <strong>PPnBM</strong> muncul karena banyak pihak yang menganggap ponsel<br />
pintar sebagai produk barang modal yang mampu meningkatkan produktivitas.<br />
Atas barang mewah, disamping dikenakan PPN juga dikenakan <strong>PPnBM</strong>. Barang yang<br />
dikategorikan mewah ialah yang bukan bahan pokok, dikonsumsi oleh masyarakat dengan<br />
penghasilan tertentu, dan dibeli untuk menunjukkan status sosial. Pengenaan <strong>PPnBM</strong> terhadap<br />
smartphone merupakan upaya nyata untuk menegakkan keadilan dalam pembebanan pajak dan<br />
sekaligus merupakan upaya untuk mengurangi pola konsumsi tinggi yang tidak produktif dalam<br />
masyarakat. Dalam beberapa penelitian yang dilakukan bahwa smartphone penggunaannya lebih<br />
menuju lifestyle. Meski cenderung melek internet dan melek teknologi, namun ketertarikan<br />
terhadap smartphone cenderung sebagai lifesytle dan mengabaikan peran – fungsi kebutuhan dan<br />
keinginan terkait kepemilikan smartphone.<br />
Berikut beberapa penelitian terkait dengan smartphone yang telah dilakukan sebelumnya:<br />
Tabel 2 Beberapa Penelitian Sebelumnya Terkait Smartphone<br />
NO Peneliti Temuan Lokasi<br />
1 Verkasalo (2008) Dalam risetnya tentang smartphone di Finlandia<br />
menunjukkan ada beberapa faktor yang<br />
mendasari pembelian smartphone, motivasi<br />
penggunaan serta aspek pertimbangan terkait<br />
Finlandia
NO Peneliti Temuan Lokasi<br />
dengan status sosial.<br />
2 Suki dan Suki (2007) Temuan riset menunjukan bahwa penggunaan<br />
ponsel dan smartphone untuk kepentingan<br />
entertainment adalah dominan dan temuan ini<br />
mendukung temuan dari International Data<br />
Corporation (2006).<br />
3 Chuzaimah, et.al.(2010) Temuan riset antara lain alasan kepemilikan<br />
smartphone yaitu didominasi dari aspek gaya<br />
hidup dan trend tentang ponsel berkarakter<br />
smartphone.<br />
Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber, 2013<br />
Malaysia<br />
Indonesia<br />
Dari beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa smartphone lebih dekat dengan hal<br />
yang terkait dengan aspek status sosial, kepentingan entertainment, dan juga aspek gaya hidup<br />
maupun trend. Jika demikian, melihat dari berbagai penelitian tersebut dapat digolongkan bahwa<br />
smartphone bukan termasuk barang kebutuhan pokok.<br />
Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet.<br />
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 82/M-DAG/PER/12/2012<br />
Tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet, di<br />
Pasal 1 disebutkan mengenai kategori Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan<br />
Komputer Tablet, berikut adalah penjelasannya tiap ayat:<br />
Ayat 1. Telepon Seluler termasuk smartphone adalah setiap alat perlengkapan yang<br />
digunakan dalam berkomunikasi jarak jauh dengan menggunakan jaringan seluler<br />
dan jaringan nirkabel lainnya, kecuali telepon satelit dengan Pos Tarif/HS ex.<br />
8517.12.00.00<br />
Ayat 2. Komputer Genggam (Handheld) termasuk Personal Digital Assistant (PDA) dan<br />
palmtop adalah suatu mesin pengolah data otomatis genggam (handheld) dengan<br />
Pos Tarif/HS 8471.30.10.00<br />
Ayat 3. Komputer Tablet adalah suatu mesin pengolah data otomatis portabel yang<br />
menggunakan layar sentuh datar sebagai monitor dan peranti masukan dengan<br />
menggunakan stilus, pena digital, atau ujung jari, selain menggunakan papan ketik<br />
atau tetikus, dapat berfungsi sebagai alat komunikasi maupun tidak dengan Pos<br />
Tarif/HS ex. 8471.30.90.00<br />
Berdasarkan peraturan tersebut maka dilakukan penelusuran berdasarkan kode HS untuk<br />
mengetahui impor <strong>atas</strong> barang-barang tersebut di <strong>atas</strong>. Masing-masing kode HS tersebut adalah Pos<br />
Tarif/HS ex. 8517.12.00.00; Pos Tarif/HS 8471.30.10.00; Pos Tarif/HS ex. 8471.30.90.00.<br />
Tabel 3 Total Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam (Handheld), dan Komputer Tablet<br />
Tahun 2013 dan <strong>2014</strong> (Jan – Feb)
Sumber: BPS<br />
Berdasarkan data tabel di <strong>atas</strong>, diketahui bahwa impor tertinggi terdapat pada Telephones<br />
for cellular networks dengan Nilai/Val sebesar US$ 2.78 miliar. Jika merujuk pada pengertian Pasal 1<br />
ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 82/M-DAG/PER/12/2012,<br />
makasmartphone termasuk dalam kategori tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa Nilai/Val<br />
impor terhadap smartphone cukup tinggi. Impor terhadap smartphone yang tinggi dikarenakan<br />
tingginya angka permintaan produk tersebut di dalam negeri.<br />
Kelayakan Smartphone untuk Dikenai <strong>PPnBM</strong><br />
<strong>PPnBM</strong> seharusnya diterapkan dengan tidak melihat asal barang, baik dalam negeri maupun<br />
luar negeri, karena yang dikenakan pajak tersebut sebenarnya adalah konsumsinya. <strong>PPnBM</strong> juga<br />
bersifat umum dan tidak dapat dilakukan diskriminatif, baik barang yang diproduksi di dalam negeri<br />
maupun luar negeri. Apabila ditujukan untuk mengurangi laju impor, maka kebijakan <strong>PPnBM</strong><br />
merupakan kebijakan yang kurang tepat. Kebijakan yang lebih tepat dan dapat bersifat diskriminasi<br />
terhadap asal barang adalah Bea Masuk (BM) dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Impor.<br />
Terkait dengan hal tersebut, maka salah satu langkah yang dilakukan oleh pemerintah dalam<br />
mengurangi produk impor dan defisitnya neraca perdagangan pada tahun 2013, adalah dengan<br />
menerapkan PPh Impor, terutama Produk Ponsel dan Elektronika. Pemerintah tetap akan<br />
memasukkan handphone dan laptop dalam golongan barang yang akan mengalami kenaikan tarif<br />
PPh impor dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen pada awal tahun <strong>2014</strong>. Pasalnya, kedua jenis barang<br />
tersebut, khususnya handphone, merupakan barang penyumbang impor terbesar setelah migas.<br />
Menurut Kementerian Keuangan, terdapat sebanyak 870 kategori barang konsumsi dengan<br />
nomor HS 10 digit dan dua jenis barang modal yang akan dikenakan kenaikan tarif PPh impor dari<br />
2,5 persen saat ini menjadi 7,5 persen. Adapun kedua jenis barang modal tersebut, merupakan<br />
handphone dan laptop. Namun, keduanya tersebut adalah barang modal yang tidak bisa diolah lebih<br />
lanjut. Kenaikan PPh impor tersebut hanya dilakukan pada barang final atau bukan merupakan<br />
barang yang digunakan untuk proses produksi dan tidak memberikan dampak signifikan pada inflasi.<br />
Untuk menjamin efektivitas pengenaan <strong>PPnBM</strong> <strong>atas</strong> smartphone, perlu didukung upayaupaya<br />
terpadu dari para stakeholder terkait, untuk mencegah makin maraknya peredaran<br />
smartphone selundupan yang disebabkan oleh kenaikan harga smartphone resmi.