Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
BERITA UTAMA<br />
Andreas mengatakan soal olah TKP, visum, uji balistik, dan<br />
uji forensik, kemampuan polisi lebih baik daripada aparat<br />
hukum lainnya.<br />
Sedangkan menurut Hakim Garuda Nusantara Ketua Komnas<br />
HAM, dirinya mengkhawatirkan penerapan impunitas dalam<br />
peradilan militer. “ Dalam UU TNI tertuang prinsip<br />
pengadilan militer, yakni anggota yang melakukan tindak<br />
pidana umum di luar tugas kemiliteran seperti perang dapat<br />
disidangkan di pengadilan umum. Apabila pimpinan TNI<br />
mau mereformasi, kasus ini bisa dibawa ke pengadilan sipil<br />
dan disidik polisi sipil yang lebih netral, “ ujarnya.<br />
Sementara itu Komisi I DPR mengeluarkan lima kesimpulan,<br />
sekaligus rekomendasi, terkait insiden penembakan empat<br />
warga hingga tewas oleh prajurit Marinir TNI Angkatan Laut<br />
di Desa Alas Trogo.<br />
Kelima hal itu, antara lain, kesimpulan penembakan sebagai<br />
bentuk pelanggaran hukum<br />
dan harus diproses secara<br />
transparan, penilaian<br />
penembakan melanggar<br />
fungsi dan peran pertahanan<br />
TNI sesuai UU, serta desakan<br />
agar TNI segera memutus<br />
seluruh kontrak kerja sama<br />
dengan pihak swasta.<br />
Kelima kesimpulan tadi<br />
dihasilkan dalam rapat kerja<br />
Komisi I dengan Panglima TNI<br />
Marsekal Djoko Suyanto yang<br />
didampingi ketiga kepala staf<br />
angkatan dan seluruh jajaran<br />
Markas Besar TNI, (13/06).<br />
“Tindakan prajurit Marinir<br />
menembak warga desa Alas<br />
Trogo yang menewaskan<br />
empat orang adalah sesuatu<br />
yang tidak dapat diterima.<br />
Pelaku harus dihukum apa pun alasannya. Prajurit itu<br />
seharusnya tahu kalau mereka tidak sedang menghadapi<br />
separatis bersenjata atau serangan negara lain, “ ujar<br />
Sutradara Ginting dari F-PDIP.<br />
Yuddy Chrisnandi dari F-PG mempertanyakan komitmen<br />
Panglima TNI yang menjanjikan proses hukum kasus itu akan<br />
dilakukan secara transparan. Transparansi jangan hanya<br />
diartikan sebats proses persidangan yang dapat ditonton<br />
melalui liputan media massa.<br />
Sementara dari hasil penelusuran lapangan yang dilakukan,<br />
Komnas HAM menyimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM<br />
pada persitiwa penembakan warga di Alas Trogo ini. “Ini<br />
bisa masuk pada kategori pembunuhan berencana, “ kata Abdul<br />
Hakim Garuda Nusantara. Menurutnya, penembakan yang<br />
dilakukan oleh marinir bukan rangka bela diri. “Karena<br />
masyarakat tidak melakukan penyerangan, “ ujarnya. Para<br />
anggota marinir yang menenbaki warga ini ternyata juga<br />
dilengkapi peluru karet dan hampa.<br />
“Salah seorang prajurit, Budi Santoso, mengaku setiap berpatroli<br />
(ke daerah), mereka (Marinir) membawa tiga jenis peluru. Peluru<br />
hampa, peluru karet, dan peluru tidak tajam. Agak aneh, situasi<br />
panas, kok pimpinannya ngasih ijin bawa peluru, “ kata Garuda.<br />
Ia menyayangkan penggunaan peluru tajam oleh anggota<br />
marinir saat mereka menghadapi warga. Padahal, mereka<br />
dibekali juga dengan peluru karet, bahkan peluru hampa.<br />
“Kalau peluru hampa kan tidak mematikan sehingga jatuhnya<br />
jatuhnya korban sebenarnya bisa dihindari. Masalahnya yang<br />
digunakan peluru tajam sehingga mematikan. Kita masih<br />
menelusuri kenapa yang digunakan<br />
justru peluru tajam tersebut,<br />
bukan yang lainnya, “ jelas Garuda.<br />
(Dok. Tim Investigasi Insiden Pasuruan)<br />
Suasana penguburan korban Pasuruan<br />
Menyerahkan tanah<br />
Dari tragedi berdarah ini, Kontras<br />
berharap Panglima TNI<br />
menyerahkan kasus ini ke<br />
Pengadilan di lingkungan peradilan<br />
umum, termasuk pengadilan HAM,<br />
sebagai terobosan momentum<br />
untuk mendorong reformasi TNI.<br />
Tuntutan serupa juga diungkapkan<br />
oleh mantan Presiden, Gus Dur,<br />
yang meminta ke-13 prajurit<br />
marinir, yang kini ditahan di<br />
Markas Polisi Militer TNI AL di<br />
Surabaya, diadili di Pengadilan<br />
Negeri Pasuruan.<br />
Sementara itu, Presiden dan Kepala<br />
BPN dapat menyerahkan tanah<br />
sengketa tersebut kepada warga 11 desa yang terletak di 3<br />
Kecamatan Lekok (9 desa), Nguling (1 desa), Grati (1 desa),<br />
Kabupaten Pasuruan. Pemerintah harus membuat kajian dan<br />
kebijakan yang pro rakyat terkait dengan sengketa tanah antara<br />
warga dan TNI yang banyak terjadi di berbagai daerah.<br />
Kontras juga mengusulkan agar Presiden dan Kepala BPN<br />
menyediakan Tanah bagi tempat latihan tempur TNI AL di<br />
Pasuruan, ke lokasi di luar Pulau Jawa dan yang jauh dari<br />
wilayah penduduk. Lokasi yang berdekatan dengan pemukiman<br />
warga sipil amat berpotensi bagi terjadinya kekerasan militer<br />
terhadap warga sipil. Dalam kasus Pasuruan, kekerasan aparat<br />
militer terhadap warga sipil bukan pertama kalinya terjadi di<br />
sekitar lokasi tempat latihan militer, melainkan terjadi secara<br />
berulang. ***<br />
6<br />
Berita Kontras No.03/V-VI/2007