05.01.2015 Views

Download - KontraS

Download - KontraS

Download - KontraS

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

BERITA UTAMA<br />

Setahun terintimidasi<br />

Ternyata penderitaaan yang dialami oleh warga Alas Trogo<br />

sudah berlangsung lama, dimana hampir setahun warga<br />

terus berada dalam teror dan intimidasi. Dari hasil laporan<br />

atas penyidikan yang dilakukan Kontras, LBH Surabaya dan<br />

LSM lainnya, sebelum berpuncak pada tragedi hujan peluru<br />

tajam dari senjata prajurit marinir, sedikitnya ada lima<br />

peristiwa intimidasi sepanjang 2006 yang dialami oleh<br />

warga, yaitu mulai 29 Maret, 9 April, 6 Juli, 20 November<br />

dan 14 Desember.<br />

Sementara pada tahun 2007, tercatat dua kasus teror, yakni<br />

pada 10 Januari dan 5 Maret. Semua itu sangat mengelisahkan<br />

warga. Rangkaian kekerasan sejak setahun lalu berupa<br />

pengambilan paksa alat pertanian, perusakan kebun dan<br />

barang (batu bata) oleh tank-tank marinir, pematokan lahan,<br />

bahkan sampai pemukulan. Aksi itu sempat mengundang<br />

protes warga dengan memblokir jalan propinsi.<br />

Kemudian empat hari menjelang peristiwa penembakan<br />

maut, pada akhir bulan April, warga Alas Tlogo, mengalami<br />

intimidasi beruntun dan ancaman penembakan saat Marinir<br />

mengawal pengerjaan lahan oleh PT Rajawali Nusantara.<br />

“Saat itu warga meminta PT. Rajawali Nusantara<br />

menghentikan pengolahan lahan, namun dijawab Marinir<br />

bahwa perintah atasan harus terus dilakukan, “ Ujar Usman<br />

Hamid.<br />

Sedangkan dari kesaksian warga bernama Musniatu dan<br />

Munaji, yang berdiri 1,5 meter dari komandan Marinir saat<br />

peristiwa penembakan, terungkap marinir hanya<br />

mendapatkan ancaman verbal, bukan senjata tajam seperti<br />

yang dituduhkan TNI selama ini. Jumlah warga yang<br />

berkumpul di lokasi pun hanya 50-60, bukan 300. Yang lain<br />

hanya berdiri di halaman rumah.<br />

Arah penembakan ternyata ditujukan pada beberapa warga<br />

yang vokal. Dari awal kejadian, Marinir maju hingga 50-60<br />

meter. Mayoritas luka diderita warga juga di belakang tubuh<br />

sehingga menegaskan bahwa mereka dikejar, dipukul, dan<br />

ditembaki dari belakang, bukan menyerang Marinir. Usman<br />

menyimpulkan, Marinir telah menggunakan kekuatan<br />

berlebihan. “ Ini dapat dikategorikan pelanggaran HAM berat,<br />

“ ujarnya.<br />

Menuntut pertanggungjawaban<br />

Sementara itu, paska terjadinya peristiwa, warga Alas Tlogo<br />

menumpahkan kekecewaan, kemarahan dan rasa duka,<br />

dengan memblokir jalan propinsi Pantura jurusan Surabaya<br />

– Banyuwangi. Warga menutup jalan menuntut<br />

pertanggungjawaban TNI-AL atas peristiwa penembakan<br />

tersebut dan meminta pemerintah Kabupaten Pasuruan<br />

mengatasi persoalan ini. Penutupan jalan dilakukan mulai<br />

sekitar pukul 11.00-18.00 WIB.<br />

Pada pukul 17.30 WIB, perwakilan warga datang dari<br />

Pemerintah Kabupaten Pasuruan dengan M. Kholil disertai<br />

pihak aparat kepolisian, membacakan pernyataan resmi Bupati<br />

Pasuruan yang pada intinya menyatakan, meminta agar PT.<br />

Rajawali tidak melakukan penggarapan sebelum sengketa selesai<br />

dan meminta agar letnan Budi Santoso untuk bertanggung<br />

jawab atas kekerasan tersebut. Saat itu Bupati berjanji akan<br />

memfasilitasi warga berdialog dengan Pangarmatim, BPN,<br />

Dephankam, dengan pejabat Pemkab Pasuruan besok hari (31/<br />

05).<br />

Sementara jalur hukum juga bakal ditempuh Partai Kebangkitan<br />

Bangsa (PKB). Ketua Dewan Syuro PKB Abdurrahman Wahid,<br />

menunjuk Mahfud MD sebagai kuasa hukum untuk menuntut<br />

para pelaku. “Ini negara hukum, bukan rimba belantara.<br />

Selesaikan semua masalah secara hukum. Jangan main tembak<br />

sendiri. Ini bukan zamannya, “ ujarnya.<br />

Potensial sosiologis<br />

Insiden 30 Mei di Desa Alas Tlogo, Pasuruan, Jawa Timur, jelas<br />

menggambarkan sebuah kerumitan berbagai simpul masalah<br />

potensial sosiologis di Indonesia, yang dalam konteks tempat<br />

dan waktu lain mungkin menghasilkan kisah serupa. Insiden<br />

Alas Tlogo merupakan hasil dari problem sengketa/konflik<br />

agraria yang akut di Indonesia, yang sebagian lahir dari<br />

dinamika politik militer pasca kolonial, warisan sistem peradilan<br />

yang sangat tidak mandiri dan independen di masa lalu, residu/<br />

warisan watak militer yang belum profesional, dan tidak adanya<br />

preseden yang meyakinkan bagaimana supremasi hukum bisa<br />

menjamah (menghukum) aparat militer secara memadai, yang<br />

secara konseptual dinyatakan sebagai impunitas.<br />

Kasus konflik agraria di Indonesia diperkirakan hingga tahun<br />

2007 ini masih tercatat oleh KPA (Konsorsium Pembaruan<br />

Agraria) 1.753 buah dengan melibatkan 10 juta penduduk,<br />

sementara BPN (Badan Pertanahan Nasional) mencatat ada 2.810<br />

kasus. Insiden Alas Tlogo sendiri juga berakar dari sengketa<br />

tanah sejak tahun 1960. Sengketa ini terus juga berlangsung,<br />

baik itu lewat proses peradilan maupun lewat proses politik.<br />

Publik sendiri baru menyaksikan kasus sengketa tanah lain yang<br />

tidak kalah rumitnya, yaitu kasus sengketa tanah antara warga<br />

Meruya Selatan, Jakarta Barat dengan PT Portanigra. Bahkan<br />

kasus sengketa tanah ini sudah diputus oleh putusan hukum<br />

tertinggi di tingkat Mahkamah Agung. Sayangnya kali ini di Alas<br />

Tlogo, sengketa tanah tersebut memakan korban jiwa.<br />

Kecaman juga dilontarkan oleh Ketua MPR, Hidayat Nurwahid.<br />

Menurutnya, pemerintah seharusnya dapat lebih tegas<br />

mengatur penggunaan lahan. Konflik terkait tanah selama ini<br />

terjadi, seperti di Desa Alas Trogo, yang mengakibatkan empat<br />

warga tewas, antara lain dipicu pemakain lahan yang tidak<br />

sesuai rencana. “Jika TNI AL segera memakai tanah di Desa Alas<br />

Trogo sesuai peruntukan awal, yaitu untuk pusat pendidikan,<br />

insiden ini mungkin tidak akan terjadi, “ kata Nur Wahid.<br />

Kesimpulan itu diambil sebab, menurut Hidayat, awalnya warga<br />

Desa Alas Trogo bersedia menjual tanahnya karena akan dipakai<br />

untuk Pusat Pendidikan TNI AL. Namun, mereka heran dan<br />

kecewa saat ternyata dipakai untuk menanam jarak dan<br />

4<br />

Berita Kontras No.03/V-VI/2007

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!