Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
REMPAH-REMPAH<br />
Teror, paska kedatangan Hina Jilani<br />
Baru pertengahan Juni lalu, pemerintah Indonesia menerima kunjungan Wakil Khusus<br />
Sekjen PBB untuk Perlindungan Pembela HAM Hina Jilani (5-12 Juni) serta<br />
menegaskan komitmennya untuk memberikan perlindungan bagi para pembela HAM.<br />
Namun pasca kepulangan Hina Jilani, masih terjadi beberapa peristiwa kekerasan<br />
terhadap pembela HAM di berbagai daerah.<br />
Akhirnya pemerintah Indonesia mengundang Wakil Khusus<br />
Sekjen PBB untuk Perlindungan Pembela HAM, Hina Jilani untuk<br />
mencari, menerima, meneliti, dan menjawab informasi<br />
perlindungan bagi pembela HAM. Hina Jilani juga mengunjungi<br />
Papua (8/6) dan Aceh (9/6) untuk bertemu dengan aparat<br />
pemerintah setempat serta mendengar langsung kesaksian para<br />
pembela HAM yang mengalami intimidasi dan kekerasan saat<br />
menjalankan kerja-kerja kemanusiaan.<br />
Di Jakarta, secara khusus Hina Jilani bertemu dengan Komite<br />
Solidaritas Aksi untuk Munir untuk mendapatkan informasi<br />
tentang perkembangan kasus ini. Sementara di Aceh, Hina Jilani<br />
menitikberatkan pada ketiadaan pencegahan serta<br />
penghukuman terhadap kasus-kasus kekerasan kepada pembela<br />
HAM pada saat darurat militer berlangsung.<br />
Saat bertemu dengan jajaran Muspida di Papua, Hina Jilani<br />
langsung mengkonfirmasikan kasus-kasus kekerasan terhadap<br />
para pembela HAM di Papua. Aparat Muspida di Papua,<br />
termasuk pihak kepolisian dan militer menjamin tidak adanya<br />
kebijakan untuk menyerang para pembela HAM dan bahkan<br />
berjanji untuk melindungi mereka.<br />
Ironisnya, pada hari yang sama kekerasan dan intimidasi justru<br />
diterima oleh Frederika Korain dan Pdt. Perinus Kogoya dari<br />
SKP Jayapura. Mobil mereka ditabrak oleh mobil yang<br />
dikendarai dua aparat yang mengaku sebagai Komandan Intel<br />
Kodam XVII Trikora dalam perjalanan dari bandara Sentani<br />
menuju Jayapura.<br />
Intimidasi juga diterima oleh Albert Rumbekwam Ketua Komnas<br />
Perwakilan di Papua, setelah bertemu dengan Hina Jilani di<br />
Papua. Albert menerima ancaman pembunuhan melalui telepon<br />
serta dibuntuti oleh orang-orang tak dikenal. Kantor Komnas<br />
HAM juga dikepung sementara rumahnya terus diawasi oleh<br />
orang-orang tersebut. Walaupun telah melaporkan kepada pihak<br />
kepolisian, namun intimidasi tersebut terus berlangsung sejak<br />
11 Juni.<br />
Hal serupa juga diterima oleh Yan Christian Warinussy Direktur<br />
Eksekutif LP3BH Manokwari, yang terus dimata-matai<br />
aktifitasnya, baik ketika berada di rumah maupun ketika berada<br />
di kantor. Peristiwa terjadi setelah pertemuannya dengan Hina<br />
Jilani, masing-masing pada (9/06) pukul 20.00 wib dan pukul<br />
23.00 wib (11, 16, 18, Juni ).<br />
Ancaman dan teror terhadap para pembela HAM juga diterima<br />
oleh dua orang staf LBH Medan Oktober Siahaan (Okto) dan<br />
Ahmad Irwandi, di Pengadilan Negeri Pancur Batu –<br />
Sumatera Utara (5/06). Pada saat melakukan pembelaan<br />
terhadap kliennya, mereka diancam dengan menggunakan<br />
senjata api oleh enam orang aparat TNI AD dari Batalyon<br />
Kavaleri (Yon Kav) 6 Kodam I/Bukit Barisan yang dipimpin<br />
oleh Lettu Bina Satria Sembiring dan diancam akan ditikam<br />
jika LBH meneruskan pembelaan terhadap klien mereka.<br />
Sementara Lembaga Pengabdian Hukum (LPH) YAPHI dan<br />
Interaksi Solidaritas antar elemen Masyarakat (Insan Mas)<br />
Solo mengalami intimidasi dan tindak kekerasan berupa<br />
ancaman dan pembubaran acara seminar nasional oleh<br />
Kapolsek Colomadu Karanganyar dan Kasat Intelkam Polres<br />
Karanganyar, pada (21/06) di Rumah Makan Taman Sari, Solo.<br />
Seminar Nasional dengan tema “Memperkuat Masyarakat<br />
Sipil Tanpa Kekerasan” dibubarkan dengan alasan atas<br />
permintaan kelompok Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS).<br />
Di Jakarta, Jhonson Panjaitan dan kawan-kawan yang<br />
tergabung dalam Solidaritas Masyarakat untuk Karyawan<br />
(SEMARAK) RCTI, mengalami tindak kekerasan berupa<br />
pemukulan, dan perusakan barang dari aparat keamanan<br />
Security Group Artha (SGA) pada (22/07) di depan gedung<br />
BEJ, ketika mereka melakukan unjuk rasa berkaitan dengan<br />
launching penjualan saham PT. MNC ke publik. Tujuan<br />
Jhonson dkk melakukan unjuk rasa untuk melindungi<br />
masyarakat calon investor dari kebohongan yang dilakukan<br />
PT. MNC dalam prosperktusnya di harian Seputar Indonesia.<br />
<strong>KontraS</strong> melaporkan peristiwa kekerasan tersebut ke Komnas<br />
HAM dan aparat kepolisian untuk mendapatkan perhatian<br />
yang khusus. Namun, baik Komnas HAM maupun aparat<br />
kepolisian tidak memberikan respon yang cukup untuk<br />
mendorong berjalannya proses hukum terhadap para pelaku.<br />
Makin marak<br />
Dari beberapa kejadian kekerasan dan teror yang diterima<br />
oleh para pembela HAM diatas, terlihat jelas bahwa sampai<br />
saat ini cara-cara kekerasan masih diberlakukan untuk<br />
membungkam kebebasan masyarakat sipil dan jaminan hakhak<br />
sipil masyarakat. Praktek-praktek intimidasi dan<br />
kekerasan makin marak dan dipertontonkan secara<br />
gamblang, baik secara fisik atau psikis. Ironisnya, tak satupun<br />
dari para pelaku kekerasan tersebut yang diadili secara<br />
transparan, sementara para korban pun tidak mendapatkan<br />
perbaikan kondisi secara layak. Kondisi ini yang membuat<br />
kekerasan terus berulang. Kekerasan dan ketiadaan<br />
Berita Kontras No.03/V-VI/2007 27