05.01.2015 Views

Download - KontraS

Download - KontraS

Download - KontraS

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

KABAR DARI DAERAH<br />

Kekerasan Aparat Masih Terjadi Di Berbagai Daerah<br />

Kekerasan. Entah mengapa menjadi tontonan yang kerap, bahkan terlalu sering kita<br />

lihat. Ironisnya, segala bentuk kekerasan itu jadi “santapan rutin” bagi para penegak<br />

dan pengayom masyarakat. Mereka yang mengingkrarkan diri dan profesinya pada<br />

hukum dan kebenaran, malah menjadi para pelaku kekerasan itu sendiri. Cerita dari<br />

kekerasan di berbagai daerah jadi potret bagaimana “janji” untu membela hukum dan<br />

kebenaran telah dinodai oleh mereka sendiri.<br />

Cerita kekerasan di bulan Juni jadi awal dari dari begitu<br />

banyak cerita kekerasan lainnya. Pembunuhan terhadap Caci<br />

bin Tibu (40 th), warga Dusun Pakkeng, Desa Mamampang<br />

Kecamatan Tombolo Pao, diduga kuat dilakukan oleh anggota<br />

Kepolisian Sektor Tombolo Pao. Korban “sengaja dihabisi”<br />

dengan tuduhan melakukan tindakan kriminal.<br />

Korban awalnya ditangkap Selasa (26/06), sekitar pukul 11.00<br />

WITA, oleh aparat kepolisian ketika hendak menuju ke Kota<br />

Makasar. Pada saat itu mobil yang ditumpanginya dihentikan<br />

oleh Kapolsek AKB Abidin WSC. Dari keterangan sopir angkot<br />

yang sedang makan di rumah makan Bonto Aji, korban<br />

dibawa oleh polisi (tidak diketahui korban dibawa kemana).<br />

Penangkapan tersebut tidak diinformasikan pada keluarga.<br />

Sedang kabar meninggalnya korban diketahui dari Kepala<br />

Rukun Kampung (RK). dari keterangan Kapolsek (lewat<br />

telepon yang dilakukan oleh keponakan korban), dikatakan<br />

bahwa Caci ditangkap dan ditembak karena berusaha<br />

melawan dan melarikan diri.<br />

Malam harinya, sekitar pukul 20.00 WITA, Jenasah korban<br />

tiba di rumah orang tuanya dengan diantar menggunakan<br />

mobil ambulance Puskesmas Tamaona. Di dalam mobil ini<br />

terdapat pula tiga orang perawat. Entah mengapa, jenazah<br />

korban juga diiringi satu mobil kijang pribadi yang<br />

digunakan aparat Polsek Tombolo Pao, berjumlah sekitar<br />

lima orang, turut pula kepala dusun (tiga orang aparat<br />

tersebut membawa senjata laras panjang).<br />

Korban diserahkan pada pihak keluarga. Dari tubuh korban<br />

terlihat bahwa korban mengalami luka tembak sebanyak<br />

lima kali (dua di bagian dada sebelah kanan tembus, satu di<br />

bagian perut sebelah kanan, satu di paha sebelah kanan<br />

tembus, dan satu di betis sebelah kanan). Pipi sebelah kiri<br />

bengkak (memar) warna biru. Selain itu tangan dan kaki<br />

korban remuk. Pihak keluarga menguburkan korban pada<br />

pukul 12.20 malam. penguburan ini dilakukan atas<br />

permintaan kepala dusun, yang meminta korban dikubur<br />

secara cepat dengan alasan takut membusuk akibat luka<br />

tembak.<br />

Esok harinya, Kepala Desa Mamampang membawa dua pucuk<br />

surat ke rumah orang tua korban dan meminta mereka<br />

menandatangani surat-surat tersebut. Surat pertama<br />

menyangkut bukti bahwa jenasah korban sudah diterima<br />

pihak keluarga, surat kedua menyangkut penolakan autopsi<br />

oleh orang tua korban. Berada ‘dalam tekanan” kedua surat<br />

ditandatangani oleh meraka.<br />

Dua harinya setelah peristiwa (28/06), datang lagi, dua orang<br />

polisi ditemani salah seorang membawa surat pernyataan untuk<br />

ditandatangani oleh orang tua korban, berisikan pernyataan<br />

bahwa, orang tua korban tidak merasa keberatan atas<br />

meninggalnya korban dan menganggap korban meninggal<br />

akibat sudah ajal, dan juga karena kelalaian sendiri melarikan<br />

diri. Dalam surat tersebut, dinyaakan pula bahwa selaku orang<br />

tua tidak putus-putusnya menasihati untuk tidak berbuat salah,<br />

namun korban tidak menghiraukan hingga saya (korban)<br />

menganggap bahwa sudah sepantasnya meninggal dengan jalan<br />

seperti itu.<br />

Jumlah surat satu lembar rangkap lima, namun surat tidak<br />

ditandatangani oleh orang tua korban. Saat itu, keluarga korban<br />

yang ingin melihat isinya meminta satu rangkap surat tersebut.<br />

Satu lembar surat tersebut akhirnya diberikan kepada keluarga<br />

korban. Namun, sekitar pukul 01.30 dini hari, Kepala Desa datang<br />

kembali meminta surat yang diberikan, dengan alasan akan<br />

mencari tahu pembuat surat itu (mengatasnamakan Kapolsek<br />

Tombolo Pao). Kepala Desa berjanji akan mengembalikannya<br />

setelah mengetahui pembuat surat. Esok harinya, keponakan<br />

korban menghubungi Kepala Desa (telpon) meminta surat yang<br />

telah diambil. Namun kepala desa mengatakan, surat telah basah<br />

dan hancur lantaran ia malam itu terjatuh dengan motornya<br />

saat menuju kantor Polsek Tombolo Pao.<br />

Pasca peristiwa tersebut, aparat polsek dan kepala desa<br />

menggalang dukungan dari masyarakat agar menandatangani<br />

surat yang mengucapkan terima kasih kepada polisi karena<br />

sudah menangkap korban (Caci), serta menyukuri tewasnya Caci<br />

karena yang bersangkutan dianggap pelaku tindak kriminal/<br />

kejahatan.<br />

Tindakan tak terhormat dan tak prikemanusiaan ini jelas adalah<br />

tindak pidana dan pelanggaran HAM. Semestinya aparat<br />

kepolisian bertindak profesional dan transparan dalam<br />

menegakkan hukum, termasuk menindak pihak-pihak yang<br />

dianggap bersalah dengan menerapkan azas praduga tak<br />

bersalah serta menghormati HAM. Semestinya pula aparat<br />

menghindari penggunaan kekerasan dalam upaya menggali<br />

bukti keterangan dan informasi dari siapapun, termasuk kepada<br />

pelaku kriminal.<br />

22<br />

Berita Kontras No.03/V-VI/2007

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!