Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
KABAR DARI DAERAH<br />
Bentrokan Dua Kubu di Kampus UISU Medan<br />
Konflik dualisme kepemimpinan<br />
rektorat antara Sahriani Siregar dan<br />
Helmi Nasution yang telah<br />
berlangsung sejak tahun lalu,<br />
akhirnya berujung pada tindak<br />
kekerasan antar dua kelompok<br />
bertikai dengan pengerahan massa<br />
(10/05). Peristiwa serangan subuh<br />
sekitar pukul 05.00 Wib itu, dilakukan<br />
oleh kelompok Sahriani terhadap<br />
kelompok Helmi yang menguasai<br />
kampus Universitas Islam Sumatera Utara (UISU). Keduanya<br />
mengklaim berhak atas kepemimpinan di perguruan tinggi<br />
yang terletak di Jalan Sisingamangaraja, Medan, itu.<br />
Mereka saling menyerang dengan batu serta mengacungacungkan<br />
senjata tajam. Kurang-lebih 400 orang dari kubu<br />
Sahrani menguasai kampus. Massa merazia mahasiswa,<br />
anggota satuan pengamanan, dan pengawai kampus yang<br />
mendukung Helmi. Mereka juga menggeledah sejumlah<br />
ruangan. Aksi ini mengakibatkan jatuhnya puluhan korban<br />
luka. Bahkan, sejumlah mahasiswa lainnya hingga kini belum<br />
diketahui nasibnya.<br />
Sekitar pukul 08.00 Wib, aparat kepolisian datang, yang<br />
disusul sejumlah warga yang ikut membantu melerai<br />
bentrokan. Tak lama kemudian anggota DPRD Sumatera<br />
Utara, diantaranya Abdul Hakim Siagian dan Nurdin<br />
Ahmad, tiba. Namun, kedatangan sejumlah pihak ini tak<br />
berhasil menyelesaikan dualisme kepemimpinan Yayasan<br />
UISU. Di tengah negosisasi, massa pendukung Sahriani dan<br />
Helmi kian membeludak. Suasana kampus pun memanas lagi.<br />
Sekitar pukul 12.30 Wib bentrokan yang kedua pecah.<br />
Perang batu berlangsung sekitar setengah jam. Satu unit<br />
mobil ambulans inventaris kampus rusak dan tiga unit<br />
sepesa motor hangus dibakar. Atap gedung dan jendela kaca<br />
kampus berantakan. Masjid As-sholihin di lingkungan<br />
kampus juga tak luput dari sasaran perusakan.<br />
Kekerasan yang terjadi akibat dualisme kepemimpinan ini<br />
bukanlah yang pertama. Pada 25 April lalu, sejumlah<br />
mashasiswa UISU yang melakukan aksi damai<br />
mempertanyakan kejelasan tentang kepengurusan rektorat<br />
juga mengalami tindak kekerasan. Tindak kekerasan itu<br />
dilakukan oleh satpam dan pengawai kampus terhadap lima<br />
mahasiswa peserta aksi. Tindakan penganiayaan yang<br />
dilakukan pihak kampus itu telah dilaporkan oleh para<br />
mahasiswa ke Mapoltabes Medan (26/04), namun hingga saat<br />
ini belum ada tindakan yang jelas terhadap para pelaku.<br />
Dualisme kepemimpinan di kampus ini, menurut dia, sudah<br />
beberapa kali memicu keributan di antara dua kelompok yang<br />
bertikai. Kubu Sahriani merasa paling berhak memimpin<br />
yayasan karena ditunjuk oleh Direktorat Pendidikan Tinggi<br />
Departemen Pendidikan Nasional. Adapun Helmi Nasution<br />
merasa lebih berhak memimpin UISU karena mendapat<br />
amanat melalui pemilihan anggota yayasan.<br />
Diproses secara hukum<br />
Anggota Komisi II DPR, Arbab Paproeka, meminta kemelut yang<br />
di terjadi UISU diproses secara hukum. “Dari data dan fakta<br />
yang saya pelajari menunjukkan apa yang terjadi di UISU<br />
merupakan rekayasa yang sistematis. Siapapun yang<br />
mendesainnya harus dibongkar tuntas. Ada indikasi<br />
keterlibatan oknum di Kepolisian daerah Sumatera Utara di<br />
balik kekisruhan UISU, “ katanya, Rabu (23/05). Karena itu, ia<br />
meminta kepada pihak yang berwenang, terutama Kapolri,<br />
untuk mengungkap rekayasa sistematis yang diduga<br />
melibatkan oknum pensiunan dan aparat.<br />
Arbab mengatakan semestinya tugas polisi adalah<br />
menciptakan rasa aman dan kepastian hukum di masyarakat.<br />
Tapi, yang terjadi justru membiarkan sebaliknya; aparat justru<br />
membiarkan terjadinya kekisruhan. Seharusnya polisi bisa<br />
mengantisipasi bentrok fisik di kampus UISU. “Medan itu bukan<br />
sebuah desa terpencil yang susah dijangkau aparat kepolisian.<br />
Apalagi, sebelum memasuki kampus, pihak yayasan UISU yang<br />
sah sudah melayangkan permohonan tertulis kepada<br />
Kapoldassu, “ tegas Arbab, wakil rakyat yang berasal dari<br />
Fraksi Partai Amanat Nasional.<br />
Sementara itu, dari informasi yang berhasil dikumpulkan<br />
Kontras Medan di lapangan, memang terlihat adanya sesuatu<br />
yang janggal, khususnya berkenaan dengan profesionalisme<br />
kepolisian dalam menjaga keamanan masyarakat. Sejumlah<br />
pertanyaan-pun mengemuka. Antara lain, apakah benar polisi<br />
mempunyai hubungan bisnis (conflik of interest) dengan PT.Wira<br />
sebagai outsourcing jasa pengamanan yang digunakan oleh<br />
kelompok Helmi Nasution<br />
Hal janggal lainnya, Pihak Sahriani mengklaim bahwa sebelum<br />
melakukan serangan subuh itu, mereka telah memberitahukan<br />
kepada pihak Polda. Polsek Medan Kota pun telah<br />
mempersiapkan diri dengan melakukan apel (sekitar pukul<br />
04.15). Namun, baru pada pukul 06.30 polisi baru bergerak ke<br />
lokasi peristiwa. Padahal jarak Polsek dengan tempat perkara<br />
hanya 200 meter.<br />
Dari bentrokan ini, kita berharap agar Kapolri dapat bertindak<br />
profesional dan menjalankan mandatnya untuk memelihara<br />
keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan melindungi<br />
keselamatan jiwa, harta benda dan masyarakat dari gangguan<br />
ketertiban. Disamping itu, polisi harus mengembalikan kampus<br />
dalam suasana normal, dengan memberikan jaminan<br />
keamanan bagi berlangsungnya perkuliahan secara normal,<br />
serta meniadakan keberadaan para preman/jasa pengamanan<br />
yang digunakan oleh pihak yang bertikai. Ketiadaan jaminan<br />
akan tindakan polisi ini akan selalu membuahkan tindakan<br />
main hakim sendiri menjadi kian subur di masyarakat.<br />
Yang terpenting lainnya, aparat kepolisian segera bisa<br />
melakukan penyelidikan secara menyeluruh, termasuk<br />
memberikan jaminan peradilan yang fair (fair trial) terhadap<br />
pihak-pihak yang dianggap bertanggungjawab.***<br />
20<br />
Berita Kontras No.03/V-VI/2007