Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
KABAR DARI DAERAH<br />
Buntut Bentrokan, TNI Tangkap Warga di Alue Dua, Aceh<br />
Kekerasan dibalas dengan kekerasan, begitulah yang dialami<br />
warga desa Alue Dua, Aceh. Pada kali pertama terjadi keributan<br />
antara warga dan anggota TNI yang mengakibatkan pemukulan<br />
terhadap anggota TNI tersebut (21/3) aksi pemukilan tersebut<br />
dibalas oleh aparat TNI beberapa hari kemudian (24/3).<br />
Bak operasi khusus yang hendak menangkap seorang pelaku<br />
kejahatan besar, sekitar pukul 06.30 WIB sejumlah aparat polisi<br />
dan TNI (8/05), melakukan penggeledahan terhadap rumah<br />
Ramli (68), warga dusun Drien Kemuneng, Seumirah, Kec. Nisam<br />
yang diduga sebagai pelaku pemukulan terhadap anggota TNI<br />
di desa Alue Dua. Berdasarkan pengakuan dari pihak keluarga,<br />
Ramli Hamid ditangkap tanpa surat perintah penangkapan dan<br />
sampai saat ini masih ditahan di Polres Lhokseumawe. Padahal<br />
sebelumnya korban tidak pernah<br />
menerima surat pemanggilan dan juga<br />
tidak terdapat namanya dalam list DPO<br />
(daftar pencarian orang).<br />
Padahal, jauh-jauh sebelumnya, <strong>KontraS</strong><br />
pernah menyatakan agar TNI tidak terlalu<br />
jauh masuk dalam urusan penegakan<br />
hukum, baik tugas-tugas penyelidikan dan<br />
penyidikan yang notabenenya merupakan<br />
wewenang penuh kepolisian. Adalah<br />
sangat tidak bijak apabila TNI masih terus<br />
memburu pelaku pemukulan terhadap<br />
anggota TNI di desa Alue Dua, padahal<br />
pihak TNI sendiri sudah menyatakan<br />
bahwa kasus ini telah diserahkan kepada<br />
polisi untuk mengusutnya.<br />
Kompetensi kepolisian<br />
Upaya hukum untuk<br />
menyelesaikan kasus tindak<br />
kekerasan terhadap ke-empat<br />
anggota TNI tetap harus<br />
ditegakkan, lagi-lagi ini harus<br />
dilakukan oleh polisi bukan<br />
tentara. Polisi harus mengusut<br />
tuntas kasus ini untuk<br />
kepentingan hukum dan tidak<br />
diskriminatif. Tidak seperti<br />
pengusutan kasus-kasus<br />
sebelumnya, kasus Paya Bakong<br />
misalnya, dimana penyelidikan<br />
polisi menjadi mentok bila kasus<br />
tersebut dilakukan oleh aparat<br />
negara.<br />
Jika benar seperti yang dikatakan oleh<br />
Danrem 011/LW, Kolonel Inf Muhammad<br />
Erwin Syahfitri bahwa keterlibatan TNI dalam proses hukum<br />
kasus Alue Dua telah dikoordinasikan dengan Polres<br />
Lhokseumawe karena penyelesaian kasus ini kurang berjalan<br />
(Serambi, 7/5/07). Seharusnya proses hukum terhadap kasus<br />
Alue Dua secara hukum merupakan kompetensi kepolisian. Jika<br />
ternyata ada faktor ketidakmampuan polisi dalam menganani<br />
kasus ini sehingga membutuhkan bantuan TNI, maka perihal<br />
tersebut harus dideklarasikan atau dijelaskan oleh pihak<br />
kepolisian atau atas permintaan otoritas pemerintahan sipil.<br />
Tentunya, dengan menyebutkan argumentasi yang tepat perihal<br />
kesulitan yang dialami oleh kepolisian tersebut.<br />
Menjadi tidak tepat jika TNI mendesak atau mengintervensi polisi<br />
dalam proses hukum terhadap kasus Alue Dua. Karena diketahui,<br />
kasus ini juga melibatkan TNI, maka sudah seharusnya polisi<br />
menunjukkan sikap profesional dan independen dalam<br />
mengungkap kasus ini.<br />
Sebelumnya, saat peristiwa pemukulan atas empat anggota<br />
TNI itu belum terjadi, keberadaan pasukan TNI di SD Alue<br />
Dua patut dipertanyakan. Apabila menyangkut dengan<br />
pengamanan seperti yang disampaikan Dandim Aceh Utara,<br />
Letkol Inf Yogi Gunawan (Rakyat Aceh, 23/3). Karena, hal<br />
tersebut bertentangan dengan UU TNI No. 34/2004 pasal 5, 6<br />
dan 7 tentang peran, fungsi dan tugas TNI. Apalagi kondisi<br />
Aceh sudah damai. Maka tugas kepolisian-lah untuk menjaga<br />
keamanan dan ketertiban masyarakat, TNI hanya terlibat jika<br />
diminta bantuannya.<br />
Upaya hukum untuk menyelesaikan<br />
kasus tindak kekerasan terhadap keempat<br />
anggota TNI tetap harus<br />
ditegakkan, lagi-lagi ini harus dilakukan<br />
oleh polisi bukan tentara. Polisi harus<br />
mengusut tuntas kasus ini untuk<br />
kepentingan hukum dan tidak<br />
diskriminatif. Tidak seperti pengusutan<br />
kasus-kasus sebelumnya, kasus Paya<br />
Bakong misalnya, dimana penyelidikan<br />
polisi menjadi mentok bila kasus<br />
tersebut dilakukan oleh aparat negara.<br />
Untuk sebuah penegakan hukum yang<br />
tidak diskriminatif maka polisi harus<br />
bertindak lebih profesional dan<br />
transparan serta berlaku adil dengan<br />
memberikan perlakuan yang sama<br />
kepada setiap warga negara di hadapan<br />
hukum. Karenanya, Kapolda segera<br />
dapat menjelaskan kepada publik di Aceh<br />
mengenai pelibatan TNI dalam proses penegakan hukum<br />
kasus Alue Dua sekaligus menjelaskan peran perbantuan apa<br />
yang diminta oleh pihak kepolisian kepada TNI dalam<br />
membantu penanganan kasus tersebut.<br />
Kapolda hendaknya dapat pula bekerja layaknya polisi<br />
profesional dengan tetap mengedepankan independensi dan<br />
kemandirian sebagaimana yang diatur dalam perundangundangan.<br />
Selain itu, TNI seharusnya menerima dan<br />
menyerahkan sepenuhnya proses hukum kasus Alue Dua<br />
kepada pihak kepolisian sekaligus menjelaskan kepada publik<br />
Aceh bentuk koordinasi seperti apa yang telah mereka<br />
lakukan dengan pihak kepolisian dalam menindaklanjuti<br />
kasus tersebut.***<br />
“ Tidak ada pengecualian apapun, apakah dalam keadaan perang atau ancaman perang, situasi politik dalam<br />
negeri yang tidak stabil atau situasi darurat lainnya, yang dapat diterima sebagai alasan pembenar tindakan<br />
penghilangan secara paksa “.<br />
(Pasal 1 (2) Konvensi Internasional tentang perlindungan semua orang dari tindakan penghilangan secara paksa)<br />
Berita Kontras No.03/V-VI/2007 19