05.01.2015 Views

Download - KontraS

Download - KontraS

Download - KontraS

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

KABAR DARI DAERAH<br />

Lindungi Kebebasan Sipil !<br />

Intimidasi dan tindak kekerasan hingga kini masih saja dilakukan oleh sekelompok<br />

orang pada kelompok lainnya. Sementara aparat keamanan tak mengambil tindakan<br />

hukum untuk menindaknya, bahkan ikut melakukan intimidasi untuk membubarkan<br />

kebebasan sipil tersebut. Padahal dengan jelas negara menjamin tiap warga negaranya<br />

untuk bebas berekspresi dan mengeluarkan pendapat.<br />

Peristiwa pembubaran paksa terhadap forum sipil kembali<br />

terjadi di Solo, 21 Juni 2007. Dengan alasan mendapatkan<br />

ancaman dari LUIS (Laskar Umat Islam Surakarta), aparat<br />

Polses Colomadu Karanganyar dan Polres Karanganyar, Jawa<br />

Tengah membubarkan seminar yang digelar LPH YAPHI dan<br />

Insan Emas di Rumah Makan Taman Sari, Solo.<br />

Acara bertajuk “Memperkuat Ketahanan Masyarakat Sipil<br />

Tanpa Kekerasan” tersebut sedianya dimaksudkan untuk<br />

membangun ruang komunikasi dan<br />

dialog masyarakat agar tidak melakukan<br />

kekerasan dalam menyelesaikan<br />

masalah. Seminar ini juga berangkat<br />

dari maraknya berbagai peristiwa<br />

pelarangan membangun tempat<br />

beribadah dan kekerasan di Solo, yang<br />

antara lain terjadi di Gereja Penyebaran<br />

Injil Rajawali (sejak 1995-2007), Gereja<br />

Jemaat Kristen Indonesia “Kristus<br />

Gembala” (3 Juni 2007) dan Kapel St.<br />

Antonius Gombang (September 2005-<br />

2007), maupun aktifitas beribadah di<br />

rumah Buntoro, Surakarta (29 Juni 2007).<br />

Para pelaku pembubaran (pelaku<br />

kekerasan) mengatasnamakan kelompok<br />

agama tertentu.<br />

Saat itu Kapolsek Colomandu<br />

Karanganyar Jateng Kridho Baskara meminta agar kegiatan<br />

seminar dibatalkan dan melarang pemilik rumah makan<br />

Taman Sari untuk mengeluarkan makanan kecil (snack),<br />

sambil marah serta menggebrak meja. Karena ketakutan<br />

pemilik rumah makan tersebut menelepon panitia acara yang<br />

segera datang sesaat kemudian. Tak lama setelah itu anggota<br />

Polres Karanganyar Jateng kembali. Setelah terjadi dialog<br />

antara panitia acara seminar dengan pihak kepolisian,<br />

akhirnya disepakati bahwa pelaksanaan kegiatan seminar<br />

boleh dilaksanakan hanya sampai pukul 11.30 Wib.<br />

Baru saja acara berlangsung, tiba-tiba datang satu mobil<br />

kijang dan satu truk berisi anggota kepolisian lengkap dengan<br />

pentungan, siap siaga di sekitar tempat berlangsungnya<br />

acara. Mereka meminta acara dibubarkan. Karena situasi<br />

tegang, akhirnya panitia acara terpaksa menghentikan acara<br />

dan mempersilahkan peserta pulang. Pihak Polres<br />

Karanganyar membubarkan acara tersebut dengan alasan<br />

ada permintaan dari kelompok yang menamakan diri LUIS.<br />

Sehari sebelumnya, pada pukul 23.30 Wib panitia mendapat<br />

teror via telepon dari LUIS. LUIS meminta acara seminar<br />

“Seyogyanya Polri<br />

memberikan perhatian<br />

yang serius atas hal ini.<br />

Kapolri harus segera<br />

menginstruksikan<br />

jajarannya untuk<br />

melindungi warga yang<br />

bermaksud menjalankan<br />

hak-hak dasarnya<br />

sekaligus mencegah<br />

kembali terjadinya aksi<br />

kekerasan masyarakat.”<br />

dibatalkan. Secara khusus, LUIS menolak kehadiran Dawan<br />

Rahardjo selaku salah satu pembicara karena dianggap telah<br />

menyebarkan ajaran-ajaran pluralisme yang<br />

mencampuradukan agama.<br />

Peristiwa serupa juga terjadi di Tasikmalaya. Pelarangan,<br />

intimidasi dan kekerasan terhadap jamaah Ahmadyah kembali<br />

terjadi sejak 19 hingga 26 Juni 2007 oleh<br />

kelompok tertentu yang mengatasnamakan<br />

GERAK (Gerakan Etika Rakyat Anti Korupsi),<br />

Taliban dan FPI.<br />

Melanggar Hukum<br />

Pemasungan berekpresi ini jelas merupakan<br />

pelanggaran atas kemerdekaan seseorang<br />

yang telah dijamin oleh negara. Negara wajib<br />

menjamin hak-hak warganegara untuk bebas<br />

menjalankan haknya untuk berkumpul,<br />

mengeluarkan pendapat serta menjalankan<br />

agama dan keyakinannya berdasarkan<br />

konstitusi RI. Apalagi kebebasan beragama<br />

dan berkeyakinan merupakan salah satu hak<br />

asasi manusia yang tidak bisa dikurangi,<br />

dibatasi dan dilanggar dalam bentuk apapun<br />

(non derogable rights).<br />

Maka sudah sepantasnya Polri berani menindak para pelaku<br />

yang melakukan aksi-aksi yang sepihak melanggar hukum, dan<br />

bukan justru membiarkan aksi-aksi kekerasan terus<br />

berlangsung. Jika Polri tidak mengambil tindakan hukum<br />

terhadap pelaku, maka tak heran jika timbul persepsi di<br />

masyarakat tentang adanya sikap disriminasi aparat kepolisian<br />

terhadap kelompok-kelompok minoritas dalam menjalankan<br />

keyakinannya.<br />

Seyogyanya Polri memberikan perhatian yang serius atas hal<br />

ini. Kapolri harus segera menginstruksikan jajarannya untuk<br />

melindungi warga yang bermaksud menjalankan hak-hak<br />

dasarnya sekaligus mencegah kembali terjadinya aksi kekerasan<br />

masyarakat. Di sisi lain Pemerintah harus memberikan<br />

dukungan yang penuh terhadap setiap inisiatif masyarakat yang<br />

hendak membangun ruang komunikasi dan dialog demi<br />

mencegah aksi-aksi sepihak yang justru menimbulkan keresahan<br />

dan memicu ketegangan hubungan antar masyarakat.***<br />

18<br />

Berita Kontras No.03/V-VI/2007

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!