Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
JEJAK SANG PENJUANG<br />
mengalami sakit serius di pesawat, pilot in command harus<br />
berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan perlu atau tidak<br />
meneruskan penerbangan atau mendarat. Bila ragu-ragu, ia<br />
harus minta saran medis dari darat.<br />
terutama campur tangan pihak tertentu untuk kepentingan<br />
yang bukan penerbangan sipil. Dengan tidak dikabulkannya<br />
permintaan atas audit Indepentden ini maka spirit gugatan<br />
ini menjadi tiada.<br />
Pantun bekerja di PT Garuda Indonesia. Karena itu, majelis hakim<br />
menyatakan perusahaan itu, selaku tergugat I, otomatis juga<br />
melakukan perbuatan melawan hukum. Pantun dan PT Garuda<br />
Indonesia diperintahkan membayar ganti rugi materiil dan<br />
imateriil sebebsar Rp 664,209 juta. Nilai<br />
ini lebih kecil dari ganti rugi yang<br />
dituntut Suciwati, yakni Rp 14,329<br />
miliar.<br />
Besaran ganti rugi itu dihitung<br />
berdasarkan ganti gaji Munir selama<br />
tiga bulan Rp 21,390 juta, uang<br />
pendidikan untuk anak Munir hingga<br />
jenjang sarjana Rp 557 juta, uang<br />
kesehatan Rp 35,7 juta, uang<br />
pemakaman Rp 3 juta, serta uang<br />
pengganti biaya yang dikeluarkan<br />
untuk pendidikan Munir sebesar Rp 6<br />
juta.<br />
Sedangkan terhadap tergugat lain, yaitu<br />
mantan Direktur Utama PT Garuda<br />
Indonesia (tergugat II), Vice President<br />
Corporate Ramelgia Anwar (tergugat<br />
III), Flight Operator Support Officer Rohainil Aini (tergugat IV),<br />
Pollycarpus BP (tergugat V), dan awak GA 974 lain, majelis hakim<br />
menyatakan mereka tidak terbukti melakukan perbuatan<br />
melawan hukum.<br />
Menanggapi putusan itu, kedua belah pihak menyatakan<br />
banding. Pengacara PT Garuda Indonesia, Uki Indra, mengatakan<br />
pertimbangan hakim tentang kelalaian pilot tak meminta saran<br />
dari petugas medis di darat dinilainya tidak tepat. Sementara<br />
Suciwati menyatakan menilai putusan tersebut masih jauh dari<br />
harapan keadilan dan tujuan gugatan itu sendiri.<br />
Alasan pengajuan banding<br />
Kuasa hukum Suciwati menilai<br />
bahwa kontruksi fakta putusan PN<br />
Jakarta Pusat yang mengabulkan<br />
sebagian permintaan dalam gugatan<br />
dan menyatakan Garuda bersalah<br />
hanya dilandasi oleh kelalaian<br />
Garuda dalam penanganan orang<br />
sakit. Padahal beberapa fakta yang<br />
memang terjadi dan diakui kejadian<br />
tersebut ada dan merupakan<br />
perbuatan melawan hukum. Namun<br />
tidak dimasukkan sebagai kontruksi<br />
putusan. Fakta tersebut misalkan saja<br />
keberadaan kru dengan surat resmi<br />
yang cacat hukum dan pemindahan<br />
tempat duduk yang ilegal<br />
Yang kedua, tidak ada permintaan maaf atas kesalahan di<br />
media publik. Dalam putusan tersebut memang pihak<br />
Garuda dinyatakan bersalah. Namun kesalahan tersebut<br />
tidak dibarengi dengan permintaan maaf atas perbuatannya<br />
yang telah merugikan Suciwati dan<br />
keluarga. Harusnya Majelis Hakim juga<br />
mengabulkan permintaan maaf Garuda<br />
yang dimuat dalam media publik. Hal<br />
ini disebabkan karena pelayanan<br />
Garuda selalu berhubungan dengan<br />
wilayah publik. Permintaan maaf yang<br />
dilakukan di hadapan publik, akan<br />
mendorong Garuda lebih baik dan<br />
bertanggung jawab atas semua kegiatan<br />
yang telah dan akan dilakukan.<br />
Kuasa hukum Suciwati menilai bahwa<br />
kontruksi fakta putusan putusan PN<br />
Jakarta Pusat yang mengabulkan<br />
sebagian permintaan dalam gugatan<br />
dan menyatakan Garuda bersalah<br />
hanya dilandasi oleh kelalaian Garuda<br />
dalam penanganan orang sakit.<br />
Padahal beberapa fakta yang memang<br />
terjadi dan diakui kejadian tersebut ada dan merupakan<br />
perbuatan melawan hukum. Namun tidak dimasukkan<br />
sebagai kontruksi putusan. Fakta tersebut misalkan saja<br />
keberadaan kru dengan surat resmi yang cacat hukum dan<br />
pemindahan tempat duduk yang ilegal.<br />
Bagi Suciwati, fakta ini dapat menjadi titik masuk<br />
pengungkapan kebenaran pembunuhan Munir dari aspek<br />
yang lebih luas. Begitu pula penting bagi penerbangan sipil,<br />
terutama Garuda yang menjadikan fakta tersebut sebagai<br />
pengalaman yang tidak boleh terjadi lagi. Dua alasan inilah<br />
yang menjadi bagian alasan mengajukan banding terhadap<br />
putusan PN Jakarta Pusat.<br />
Alasan pengajuan Suciwati untuk mengajukan banding<br />
didasarkan karena dua permintaan penting yang diajukan tidak<br />
dikabulkan oleh majelis hakim. Pertama, permintaan untuk<br />
melakukan Audit Independent. Padahal, permintaan ini<br />
merupakan tujuan dari gugatan, yaitu mendorong agar Garuda<br />
sebagai perusahaan BUMN yang menyediakan layanan jasa<br />
penerbangan sipil agar professional. Tidak dicampuri oleh<br />
kepentingan lain dalam pengelolaan perusahaan tersebut,<br />
Gugatan PT Garuda Indonesia ini tenyata juga dilakukan oleh<br />
Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). YLKI menilai<br />
awak pesawat Garuda lalai memberikan pertolongan,<br />
sehingga aktivis HAM Munir tewas di atas pesawat.<br />
Pengurus harian YLKI, Sudaryatmo menyatakan bahwa<br />
“materi gugatannya hampir sama dengan gugatan Suciwati<br />
terdahulu. Tapi, kini YLKI mengajukan berdasarkan hak legal<br />
standingnya.”<br />
Penghargaan HAM Princen<br />
Munir, mendapatkan penghargaan Poncke Princen Human Rights Prize 2007. Penghargaan itu didasarkan pada kerja-kerjanya<br />
sebagai aktivis HAM dan dikategorikan sebagai Human Rights Lifetime Achievement. Selain Munir, panitia Penghargaan Poncke<br />
Princen Human Rights Prize juga menetapkan dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri Inu Kencana, sebagai Human Rights<br />
Promotor and Educator dan program pemberitaan Liputan 6 SCTV sebagai Human Rights Campaigner sebagai penerima anugerah<br />
itu.<br />
Berita Kontras No.03/V-VI/2007 17