Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
JEJAK SANG PENJUANG<br />
pandangan saya kepada pemerintah Indonesia. Saya<br />
berharap selama rangkaian masa tugas bisa mengemukakan<br />
persoalan ini kepada pejabat yang saya temui dan bisa<br />
mendapatkan masukan-masukan dari mereka.”<br />
Dukungan masyarakat Kanada<br />
Tak henti mencari keadilan, selama seminggu pada bulan Mei,<br />
Suciwati bertandang ke Kanada. Dia diundang oleh<br />
Internasional Centre for Human Rights and Democratic Development<br />
(ICHRDD). Organisasi nonpartispan itu dibentuk Parlemen<br />
Kanada pada tahun 1988. Tujuannya adalah mempromosikan<br />
dan mendukung penegakan HAM di seluruh dunia. Selain<br />
unsur pemerintah, Suciwati juga bertemu dengan media.<br />
Rights & Democracy berserta anggota-anggota koalisi<br />
organisasi HAM Kanada yang bekerja untuk isu Indonesia<br />
bersama KASUM meminta perhatian khusus pemerintah<br />
terhadap kasus Munir. Lebih lanjut organisasi-organisasi ini<br />
mendorong Pemerintah Kanada membuat sebuah<br />
pernyataan publik untuk mendukung diumumkannya hasil<br />
laporan tim pencari fakta dan menguatkan investigasi polisi,<br />
serta memastikan bahwa isu tersebut dimasukan dalam<br />
pertemuan dialog bilateral tentang HAM dengan Indonesia<br />
di Vancouver.<br />
Sedangkan kepala Asia ICHRDD, Mika Levesque menambahkan,<br />
kasus kematian Munir menunjukkan bahwa masalah utama di<br />
Indonesia saat ini adalah nihilnya kontrol sipil terhadap militer<br />
yang masih menikmati kekebalan atas hukum. Disinilah<br />
organisasi kami yang mempromosikan demokrasi ke seluruh<br />
dunia menaruh ke pedulian. Kasus Munir adalah test case,”<br />
tambahnya.<br />
Hal senada juga diungkapkan oleh Jean-Louis Roy, Presiden<br />
Rights & Democracy. Menurutnya, kasus pembunuhan Munir<br />
yang belum terselesaikan menunjukkan bahwa walaupun telah<br />
ada reformasi politik tapi militer tetap jauh dari jangkauan<br />
hukum di Indonesia. “Tanpa kontrol masyarakat sipil terhadap<br />
militer, budaya impunity akan tetap ada dan terus melemahkan<br />
penerapan demokrasi di Indonesia,” tegas Jean.<br />
Dok.Kontras<br />
“Diskusi apapun tentang hak asasi manusia di Indonesia<br />
menunjukkan fakta bahwa impunity terus meningkat untuk<br />
kejahatan seperti pembunuhan suami saya. Kasus<br />
pembunuhan Munir yang belum terselesaikan hanya satu<br />
dari sekian kasus yang ada di Indonesia, dan keadilan yang<br />
didapatkan untuk kasus Munir akan membuka pintu<br />
keadilan bagi seluruh kasus di negeri ini”, kata Suciwati.<br />
Ongen Memberikan kesaksian di depan PN Jakarta Pusat<br />
Gugatan Suciwati kepada Garuda :<br />
Ajukan Banding untuk Dorong Profesionalisme Penerbangan Sipil<br />
Putusan tak penuhi harapan<br />
Gugatan Suciwati terhadap PT Garuda Indonesia dan pihak<br />
terkait lainnya, sebagian telah dikabulkan oleh majelis hakim.<br />
Dalam petikan putusan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri<br />
Jakarta Pusat yang dipimpin oleh Andriyani Nurdin dengan<br />
anggota Sutiyono dan Kusriyanto, Kamis, (3/5), Pantun<br />
Matondang, pilot pesawat Garuda Indonesia dengan nomor<br />
penerbangan GA 974, yang ditumpangi oleh Munir dalam<br />
penerbangan Jakarta-Amsterdam, dan PT Garuda Indonesia<br />
dinyatakan terbukti lalai menjaga keamanan dan keselamatan<br />
salah satu penumpangnya.<br />
Pantun dan PT Garuda Indonesia diperintahkan membayar<br />
ganti rugi kepada Suciwati sebesar Rp 664,209 juta secara<br />
tanggung renteng. Pantun (tergugat IX) terbukti melakukan<br />
perbuatan melawan hukum, yaitu melanggar kaidah kepatutan,<br />
ketelitian, dan kehati-hatian yang seharusnya dipegang pilot.<br />
Pantun mengetahui keadaan Munir, tetapi tidak segera<br />
berkonsultasi dengan petugas darat (ground of-ficer) untuk<br />
meminta izin pendaratan pesawat. Pilot dinilai melanggar hak<br />
subyektif Munir.<br />
Majelis juga berpendapat, Pantun melakukan tindakan yang<br />
bertentangan dengan kewajiban hukumnya yang ditentukan<br />
Basic Operator Manual (BOM) dan Pasal 23 Undang-Undang (UU)<br />
Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan juncto Pasal 40<br />
Peraturan pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2001. Ketentuan itu<br />
mengatur bahwa kapten pesawat udara berhak menentukan dan<br />
mengambil tindakan demi keselamatan penerbangan serta<br />
bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan<br />
penumpang. Dalam BOM 5.2.1. disebutkan, jika penumpang<br />
16<br />
Berita Kontras No.03/V-VI/2007