01.01.2015 Views

20140203_MajalahDetik_114

20140203_MajalahDetik_114

20140203_MajalahDetik_114

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

ila cina jadi tentara<br />

NGERI<br />

NGERI<br />

SUTAN<br />

EDISI <strong>114</strong> | 3 - 9 FEBRUARI 2014


DAFTAR ISI<br />

Edisi <strong>114</strong> 3 - 9 februari 2014 Tap Pada konten untuk membaca artikel<br />

Fokus<br />

Bila Bhatoegana<br />

Terantuk Dolar<br />

Sutan Bhatoegana dituding<br />

menerima gratifikasi dari SKK<br />

Migas. Juga dituduh memeras<br />

Pertamina. “Ini pasti diambil<br />

dari Twitter, orang suka macammacam<br />

itu,” ujar Sutan.<br />

Nasional<br />

Hukum<br />

n dana saksi disetujui, lalu ditolak<br />

n serba bingung pengungsi sinabung<br />

internasional<br />

n ketika pekerja migran jadi bulan-bulanan<br />

kriminal<br />

n Awas, Pengidap Kelainan Seks Mengintai<br />

ekonomi<br />

n Pertaruhan Terakhir Yingluck<br />

Utang<br />

n Utang Terus Menggunung<br />

n “kami bukan pengemis”<br />

interview<br />

n ridwan kamil, wali kota bandung<br />

kolom<br />

n pemilu serentak kuatkan sistem presidensial<br />

bisnis<br />

n invasi maskapai penerbangan murah indonesia<br />

n pajero juragan wc umum<br />

n perempuan menjadi pasar utama<br />

lensa<br />

selingan<br />

n Bila cina jadi tentara<br />

sisi lain capres<br />

n lelet, kena semprot, deh<br />

n Mobil-mobil Baru F1 di Musim 2014<br />

people<br />

sport<br />

n istri pun ditinggal demi tenis<br />

sains<br />

n dna kembar identik terbukti tak serupa<br />

Seni hiburan<br />

n Lorde | Vino G.Sebastian | Nina Tamam<br />

gaya hidup<br />

n Aksi Riuh Penipu Ulung<br />

n Lanskap Kota dalam Bidikan Lensa<br />

n film pekan ini<br />

n agenda<br />

Cover:<br />

Ilustrasi: Kiagus Auliansyah<br />

@majalah_detik<br />

majalah detik<br />

n bapak rumah tangga, kenapa tidak<br />

n romantisisme raja yogya<br />

n tempat nongkrong para neneners<br />

Pemimpin Redaksi: Arifin Asydhad Wakil Pemimpin Redaksi: Iin Yumiyanti Redaksi: Dimas Adityo, Irwan<br />

Nugroho, Mulat Esti Utami, Nur Khoiri, Sapto Pradityo, Sudrajat, Oktamandjaya Wiguna, Arif<br />

Arianto, Aryo Bhawono, Deden Gunawan, Hans Henricus, Silvia Galikano, Nurul Ken Yunita,<br />

Kustiah, M Rizal, Budi Alimuddin, Pasti Liberti Mappapa, Monique Shintami, Isfari Hikmat, Bahtiar<br />

Rifai Bahasa: Habib Rifa’i, Rahmayoga Wedar Tim Foto: Dikhy Sasra, Ari Saputra, Haris Suyono, Agus<br />

Purnomo Product Management: Sena Achari, Eko Tri Hatmono Creative Designer: Mahmud Yunus, Kiagus<br />

Aulianshah, Galih Gerryaldy, Desy Purwaningrum, Suteja, Mindra Purnomo, Zaki Al Farabi, Edi<br />

Wahyono, Fuad Hasim, Luthfy Syahban.<br />

Kontak Iklan: Arnie Yuliartiningsih, Email: sales@detik.com Telp: 021-79177000, Fax: 021-79187769<br />

Direktur Utama: Budiono Darsono Direktur: Nur Wahyuni Sulistiowati, Heru Tjatur, Warnedy Kritik dan Saran:<br />

appsupport@detik.com Alamat Redaksi: Gedung Aldevco Octagon Lantai 2, Jl. Warung Jati Barat Raya<br />

No.75 Jakarta Selatan, 12740 Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472 Email: redaksi@majalahdetik.com<br />

Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.


lensa<br />

Mobil-mobil Baru<br />

F1 di Musim 2014<br />

Tap untuk melihat foto UKURAN BESAR<br />

Balapan mobil paling bergengsi Formula One musim 2014 bakal dimulai dari Sirkuit Jerez,<br />

Spanyol, pekan pertama Februari. Sejumlah tim mengeluarkan mobil-mobil seri baru dari tahun<br />

sebelumnya. Masing-masing tim beradu cepat, sarat emosi.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


1<br />

2<br />

3<br />

1. Toro Rosso saat meluncurkan mobil baru STR9 di Sirkuit Jerez, Spanyol (27/1). (Getty Images/Ker<br />

Robertson) 2. Pembalap Infiniti Red Bull, Sebastian Vettel (kiri), dan Daniel Ricciardo dengan mobil<br />

baru RB10 Formula One di Sirkuit Jerez (28/1) (Getty Images/Ker Robertson) 3. Peluncuran mobil<br />

baru Infiniti Red Bull RB 10 (28/1). (REUTERS/Marcelo del Pozo)


4<br />

5<br />

6<br />

4: Pembalap dari tim Mercedes, Lewis Hamilton (kiri) dan Nico Rosberg, saat peluncuran mobil baru F1<br />

W05, yang akan mengikuti kompetisi tahun ini (28/1). (REUTERS/Marcelo del Pozo) 5. Lewis Hamilton<br />

bakal menjajal mobil baru Marcedes di Sirkuit Jerez, yang menjadi pembuka kompetisi musim 2014 (28/1).<br />

(Getty Images/Ker Robertson) 6. Penggemar memberikan dukungan pada mantan pembalap F1, Michael<br />

Schumacher, saat melihat peluncuruan mobil Mercedes W05 (28/1). (Getty Images/Ker Robertson)


7<br />

8 9<br />

7. Tim Ferrari Formula One bersama mobil barunya, F14 T (28/1). (REUTERS/Marcelo del Pozo) 8. Pembalap<br />

Ferrari, Kimi Raikkonen, menjajal mobil baru F14 T, saat mencoba trek Sirkuit Jerez, Spanyol (28/1).<br />

(REUTERS/Marcelo del Pozo) 9. Penggemar Ferrari berpose dengan gambar pembalap legendaris Ferrari,<br />

Michael Schumacher, di Sirkuit Jerez (26/1). (REUTERS/Francois Lenoir)


10<br />

11 12<br />

10. 11. 12. Pembalap Sergio Perez dengan mobil baru dari tim Force India, VJM07 (28/1). (Getty Images/<br />

Andrew Hone)


12<br />

13<br />

12: Sebastian Vettel bersiap sebelum menjajal mobil Infiniti RB10 (28/1). (Getty Images/Mark Thompson)<br />

13. Persiapan mobil baru STR9 sebelum mengetes kemampuan mesin di Sirkuit Jerez, Spanyol (18/1).<br />

(Getty Images/Peter Fox)


nasional<br />

Dana Saksi<br />

Disetujui,<br />

lalu Ditolak<br />

dikhy sashra/detikfoto<br />

Pemerintah mengembalikan usulan pemberian dana saksi pemilu<br />

kepada partai-partai politik. Anggaran sebesar Rp 660 miliar<br />

yang dibiayai negara dinilai terlalu besar.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan<br />

Rakyat Abdul Hakam Naja mesam-mesem<br />

saat ditanya wartawan ihwal reaksi penolakan<br />

terhadap usulan dana untuk saksi pemilihan<br />

umum yang berasal dari partai politik. Di tengah senyumnya,<br />

politikus Partai Amanat Nasional ini mengaku bingung.<br />

Sebabnya, selama ini, ketika DPR, pemerintah yang diwakili<br />

Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum, dan<br />

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) membahas dana saksi<br />

pemilu dari parpol, tak satu pun anggota Dewan yang memperdebatkan.<br />

Kini sebagian dari partai yang wakilnya juga<br />

duduk di komisi tersebut berbalik menolaknya.<br />

Dari keputusan rapat-rapat tersebut, disepakati dana yang<br />

dialokasikan untuk saksi dari parpol peserta pemilu total sekitar<br />

Rp 660 miliar atau Rp 55 miliar setiap partainya. Hitungannya,<br />

ada 12 partai peserta Pemilu 2014. Jika setiap saksi<br />

mendapatkan honor Rp 100 ribu, dan ada 545.778 tempat<br />

pemungutan suara (TPS) di seluruh Indonesia, muncullah<br />

angka Rp 660 miliar tersebut.<br />

“Mereka (yang partainya menolak) saya tanya, ‘Bagaimana<br />

bisa’ Teman di Komisi II juga mengaku bingung (kenapa partainya<br />

menolak),” kata Hakam di kompleks Parlemen, Senanasional<br />

Para saksi yang disiapkan<br />

di salah satu TPS pada<br />

Pemilu 2009.<br />

dikhy sashra/detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

ANTARA FOTO<br />

Kita realistis<br />

saja. Di TPS bisa<br />

jadi ada sulapan<br />

kalau tidak<br />

diawasi saksi.<br />

Abdul Hakam Naja<br />

yan, Jakarta, Selasa 28 Januari 2014. Partainya salah satu yang<br />

setuju dana saksi parpol didanai oleh negara.<br />

Hakam mengisahkan, dalam berkali-kali rapat pembahasan<br />

dana untuk saksi pemilu dari parpol, tak satu pun anggota<br />

komisinya yang menolak. Bahkan, hampir semua sepakat<br />

honor Rp 100 ribu untuk setiap saksi itu bisa mengurangi<br />

kecurangan di TPS.<br />

Pertimbangannya, jika para saksi dari parpol juga dibiayai<br />

oleh negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,<br />

tidak akan ada lagi kesenjangan di tingkat parpol. Sebab,<br />

baik partai besar berduit maupun parpol kecil berkantong<br />

tipis bisa menghadirkan saksi yang ikut mengawasi jalannya<br />

pemilu di TPS.<br />

“Kita realistis saja. Di TPS bisa jadi ada sulapan kalau tidak<br />

diawasi saksi. Bagi partai berduit, menghadirkan saksi mungkin<br />

tak jadi masalah. Tapi, bagaimana dengan partai kecil yang<br />

tak punya uang untuk bayar saksi” ujarnya.<br />

Bagi partainya, keputusan pendanaan saksi dari parpol<br />

merupakan solusi agar pemilu bisa berjalan jujur dan<br />

adil. Ide pembiayaan saksi parpol ini sebenarnya sudah<br />

dibahas mulai 2011, saat pembahasan Undang-<br />

Undang Pemilu. Namun, karena belum ada titik<br />

temu, usulan itu belum diputuskan secara bulat.<br />

“Mulanya, Bawaslu mengusulkan tentang pembiayaan<br />

untuk mitra Pengawas Pemilu Lapangan<br />

(PPL). Saat pembahasan, muncul klausul bagaimana<br />

jika pembiayaan tidak hanya diberlakukan untuk<br />

PPL, tapi juga saksi dari parpol,” tuturnya.<br />

Anggota Bawaslu, Nelson Simanjutak, membenarkan<br />

bahwa dana untuk mitra PPL diusulkan oleh Bawaslu, dan<br />

telah disepakati di DPR bersama KPU dan pemerintah. Dana<br />

mitra PPL disiapkan sebesar Rp 800 miliar. Namun, terkait<br />

usulan dana saksi parpol yang berjumlah Rp 660 miliar, Bawaslu<br />

menolak disebut sebagai inisiator.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Seorang saksi pemilu<br />

sedang mengamati<br />

coblosan pada kertas<br />

suara.<br />

dikhy sashra/detikfoto<br />

Kesepakatan pembahasan dana saksi parpol justru dimatangkan<br />

ketika rapat bersama KPU, Mendagri, dan Kementerian<br />

Keuangan saat diundang rapat bersama Menteri Koordinator<br />

Politik, Hukum, dan Keamanan. “Dalam rapat, Menko<br />

Polhukam mengatakan ada parpol yang mengusulkan supaya<br />

dana saksi sebaiknya dibiayai APBN,” ucap Nelson.<br />

Menurut Nelson, saat itu juga disepakati bahwa, jika saksi<br />

parpol dibiayai APBN, kekhawatiran terjadinya kecurangan<br />

saat pemilu bisa ditekan dan diminimalkan. Forum rapat juga<br />

menunjuk Bawaslu yang memegang anggaran dan mendistribusikannya.<br />

Namun, saat itu Bawaslu menolak dengan alasan<br />

tugas tersebut bisa mengganggu fungsi pengawasan dan<br />

penghitungan suara pemilu, selain pendistribusian anggaran<br />

yang juga rentan dipolitisasi.<br />

“Karena kami yakin pembagian anggaran (saksi parpol) ini<br />

tidak akan mulus. Kami hanya akan pegang anggaran yang<br />

akan kami pergunakan sesuai tugas dan kewenangan kami,”<br />

katanya.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Proses penghitungan suara<br />

di salah satu TPS saat<br />

Pemilu 2009.<br />

dikhy sashra/detikfoto<br />

Salah satu dari partai yang menolak dana saksi parpol adalah<br />

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Sekretaris Jenderal<br />

PDIP Tjahjo Kumolo menilai pendanaan saksi parpol masih<br />

belum jelas mekanisme pertanggungjawaban dan penyalurannya.<br />

Ia menduga, jangan-jangan pemerintah menyamakan<br />

dana saksi parpol dengan bantuan tunai dari pemerintah<br />

semacam dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau<br />

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (Balsem).<br />

“PDI Perjuangan sebagaimana hasil rapat DPP setelah<br />

mempertimbangkan berbagai aspek prinsipnya menolak,”<br />

kata Tjahjo.<br />

Hampir senada, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai<br />

Nasional Demokrat, Ferry Mursyidan Baldan, menilai pendanaan<br />

saksi parpol dengan APBN bertentangan dengan semangat<br />

UU Pemilu yang melarang dana kampanye memakai<br />

duit negara. Begitu juga seharusnya untuk dana saksi pemilu.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Siti Zuhro<br />

Ari Saputra/detik foto<br />

“Sama seperti kampanye, dana untuk saksi<br />

pemilu itu kebijakan partai dan sifatnya tidak<br />

wajib, apakah partai mau menggunakan<br />

saksi atau tidak,” ujarnya secara terpisah.<br />

Partainya yang diketuai Surya Paloh ini ikut<br />

menolak alokasi dana untuk saksi parpol<br />

tersebut.<br />

Sementara itu, pengamat politik dari<br />

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti<br />

Zuhro, menilai jumlah Rp 660 miliar dari<br />

APBN untuk mendanai para saksi dari parpol<br />

sangatlah besar. Tidak sepatutnya para<br />

saksi parpol juga dibiayai negara. Jika hal itu<br />

direalisasi, bisa melukai hati rakyat.<br />

Menurut dia, saat menyongsong pemilu<br />

legislatif April 2014, partai-partai justru harus<br />

mempersolek dirinya. Parpol semestinya<br />

mendanai para saksinya sendiri. “Toh, nantinya ada pengawas<br />

pemilu, relawan pemilu. Kalaupun parpol tidak merasa sreg<br />

dan khawatir, kan bisa dipantau kader. Bisa bergantian setiap<br />

dua jam sekali selama 8 jam,” tutur Siti.<br />

Meskipun diwarnai penolakan, rencana pemberian dana<br />

saksi parpol ini tidak serta-merta ditolak pemerintah. Peraturan<br />

presiden yang mengatur hal itu pun masih dibahas. Kendati<br />

begitu, usulan tersebut dikembalikan lagi kepada partai-partai.<br />

Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, pihaknya<br />

tak menginginkan parpol yang menolak menganggap usulan<br />

dana tersebut sebagai inisiatif pemerintah.<br />

“Akan kami kembalikan kepada parpol, apakah dana saksi<br />

ini perlu atau tidak,” ujar Gamawan saat ditemui di kantornya,<br />

Rabu, 29 Januari lalu. “Jangan sampai niat baik ini malah<br />

dicurigai yang bukan-bukan. Jadi, sebaiknya kita serahkan (ke<br />

partai) supaya diselesaikan dulu.” ■ KUSTIAH, M. RIZAL | dimas<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Irsan Mulyadi/antara foto<br />

Serba Bingung<br />

Pengungsi Sinabung<br />

Para pengungsi letusan Gunung Sinabung mulai jenuh karena harus tinggal<br />

di pengungsian selama berbulan-bulan. BNPB menggelar kegiatan padat<br />

karya untuk memberi penghasilan kepada mereka yang tak bisa bertani.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Warga desa di kaki<br />

Gunung Sinabung saat<br />

mengangkut barang<br />

menggunakan truk.<br />

Lebih dari 25 ribu jiwa<br />

mengungsi akibat letusan<br />

gunung tersebut.<br />

Beawiharta/reuterS<br />

Seperti namanya, perempuan bernama Sabar<br />

Menanti Boru Sitepu itu masih harus bersabar lebih<br />

lama lagi untuk tinggal di pengungsian. Padahal<br />

sudah tiga bulan ini perempuan berusia 51 tahun<br />

tersebut tinggal di posko pengungsian di Gereja Batak Karo<br />

Protestan Kota Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.<br />

Warga Dusun Sibintun, Desa Berastepu, itu terpaksa angkat<br />

kaki dari rumahnya, yang hanya berjarak 4 kilometer dari<br />

puncak Gunung Sinabung, yang mulai menggeliat sejak 15<br />

September 2013. Awalnya, Sabar Menanti dan warga lain memilih<br />

tetap bertahan. Mereka enggan meninggalkan rumah<br />

dan ladang sayuran yang selama ini menjadi sandaran hidup.<br />

Tapi kenyataan berkata lain. Dusun Sibintun masuk radius<br />

bahaya erupsi Sinabung, dan mereka terpaksa diungsikan.<br />

“Kami diungsikan sejak akhir Oktober tahun lalu karena takut<br />

kena awan panas,” kata Sabar Menanti saat ditemui majalah<br />

detik di pengungsian.<br />

Praktis, sejak saat itu, ia dan warga lainnya tak lagi bisa menengok<br />

rumah dan ladangnya. Kini sehari-hari mereka hanya<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

“Makanan memang<br />

berlimpah. Tapi yang<br />

kami butuhkan uang<br />

tunai untuk membeli<br />

kebutuhan seharihari,<br />

terutama<br />

untuk memperbaiki<br />

rumah.”<br />

duduk-duduk di dalam barak pengungsian yang penuh sesak.<br />

Untuk mengisi waktu luang, menganyam tikar dari daun<br />

pandan menjadi pilihan.<br />

“Saya diajari sama pengurus gereja. Setelah jadi (tikar<br />

anyaman), gereja yang menjual,” ujar perempuan dengan<br />

tiga cucu tersebut.<br />

Menganyam tikar dibutuhkan waktu sekitar satu minggu.<br />

Setelah itu, tikar akan dibawa relawan gereja untuk dijual.<br />

Dari satu tikar yang terjual, Sabar Menanti mendapat uang<br />

Rp 100 ribu. Uang tersebut dia gunakan untuk jajan bagi<br />

cucu-cucunya serta membeli sirih.<br />

Bagi para pengungsi Sinabung, uang tunai sangat dibutuhkan.<br />

Sebab, selama berbulan-bulan di pengungsian, mereka<br />

tidak lagi punya penghasilan. Padahal kebutuhan<br />

buat keluarga harus mereka penuhi.<br />

“Makanan memang berlimpah. Tapi yang<br />

kami butuhkan uang tunai untuk membeli<br />

kebutuhan sehari-hari, terutama untuk<br />

memperbaiki rumah,” tutur Petrus Ginting,<br />

pengungsi lainnya, di posko Universitas<br />

Karo, Kabanjahe.<br />

Hampir setiap sore para pengungsi berkumpul,<br />

terutama kaum pria. Mereka berembuk<br />

memikirkan masa depan keluarga,<br />

tanah, dan rumah mereka. Kebingungan melanda<br />

penduduk kaki Sinabung selama di pengungsian.<br />

Seperti Suparjo Sitepu, 32 tahun, suami Mastarina Boru<br />

Ginting, 24 tahun, yang saat ini sedang hamil sembilan bulan.<br />

Suparjo mengaku bingung dengan nasib istri dan anaknya<br />

yang masih di dalam kandungan.<br />

“Macam mana nasib kita, sudah tiga bulan lebih di pengungsian.<br />

Istriku hamil pula sembilan bulan. Sudah hampir<br />

melahirkan pula,” kata Suparjo, yang mengungsi di Masjid<br />

Raya Kabanjahe.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Sejumlah anak pengungsi<br />

erupsi Gunung Sinabung<br />

bermain di depan tenda<br />

pengungsian, di halaman<br />

kantor GBKP Klasis,<br />

Brastagi, Karo, Minggu<br />

(5/1).<br />

Irsan Mulyadi | antara FOTO<br />

Saban hari, kata Suparjo, ia bolak-balik dari pengungsian<br />

ke kebun dan rumah miliknya. Tapi kondisinya tetap sama,<br />

semuanya masih tertimbun abu vulkanik. “Sudah hancur.<br />

Wortel di kebun juga gosong semua. Tambah lagi anakku ini,<br />

Muhammad Imanda, sebentar lagi harus masuk PAUD. Mana<br />

ada PAUD di pengungsian” ucapnya.<br />

Masalah lain, kebosanan kini mendera para pengungsi. Mereka<br />

sebenarnya ingin jalan-jalan ke rumah saudara, kerabat,<br />

atau sekadar melancong ke Kota Medan untuk menghilangkan<br />

stres. Namun, apa daya, mereka sudah tidak punya uang<br />

lagi untuk transportasi.<br />

Saat ini kerugian yang diderita warga akibat erupsi gunung<br />

api tertinggi di Provinsi Sumatera Utara tersebut lebih dari<br />

Rp 1 triliun. Kerugian itu meliputi kerusakan sektor pertanian<br />

sebesar Rp 712 miliar, perumahan Rp 234 miliar, serta kerusakan<br />

lainnya. Sementara itu, pengungsi terus bertambah,<br />

dan telah mencapai 29.227 jiwa atau 9.236 keluarga. Mereka<br />

mengungsi di 42 titik.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Kepala Badan Nasional<br />

Penanggulangan Bencana<br />

Syamsul Ma’arif<br />

rengga sancaya/detikfoto<br />

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)<br />

Letnan Jenderal (Purnawirawan) Syamsul Ma’arif kepada<br />

majalah detik menjelaskan, sudah sepekan belakangan ini<br />

pihaknya memberikan kegiatan padat karya dengan imbalan<br />

Rp 50 ribu per kepala keluarga pengungsi Sinabung. Kegiatan<br />

itu berupa pembersihan lingkungan, bercocok tanam di<br />

sekitar pengungsian, dan beberapa kegiatan untuk mengisi<br />

kekosongan waktu.<br />

“Daripada diam dan bengong, kan kasihan. Dengan bantuan<br />

tersebut, minimal setiap kepala keluarga menerima Rp 3<br />

juta per dua bulan,” kata Syamsul.<br />

Uang itu diberikan selama dua bulan, dengan asumsi,<br />

setelah dua bulan, bencana mereda. Selain itu, Syamsul menambahkan,<br />

pemerintah memberikan uang beasiswa kepada<br />

keluarga pengungsi yang memiliki anak sekolah mulai tingkat<br />

sekolah dasar hingga perguruan tinggi.<br />

Besaran beasiswa juga beragam. Untuk siswa SD, beasiswa<br />

diberikan Rp 450 ribu per orang, siswa sekolah menengah<br />

pertama Rp 700 ribu per orang, dan sekolah menengah atas<br />

Rp 1 juta per orang. Sedangkan mahasiswa diberi beasiswa<br />

hingga Rp 2,5 juta per orangnya.<br />

Bukan itu saja, BNPB juga sudah<br />

melakukan rembuk dengan sejumlah<br />

otoritas jasa keuangan, di antaranya<br />

Bank Sumatera Utara, Bank BRI,<br />

Bank BNI, Bank Mandiri, dan tiga<br />

bank perkreditan rakyat. Dalam pertemuan<br />

itu, mereka sepakat memberikan<br />

keringanan pembayaran utang<br />

kepada para petani sampai 3 tahun<br />

ke depan.<br />

“Nah, walaupun kondisi nanti<br />

normal, bank akan memberikan<br />

kemudahan pinjaman juga kepada<br />

para petani,” ujar Syamsul.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


nasional<br />

Anak-anak pengungsi erupsi<br />

Sinabung berdoa ketika<br />

mengikuti kebaktian di<br />

lokasi pengungsian, Minggu<br />

(19/1).<br />

Irsan Mulyadi/antara foto<br />

Kebijakan lain, BNPB akan menyiapkan la han relokasi bagi<br />

921 keluarga yang tinggal di 35 desa, yang jaraknya sangat<br />

dekat dengan Gunung Sinabung. Mereka akan ditempatkan<br />

di radius 7 kilometer dari wilayah yang terkena dampak.<br />

Menurut Syamsul, letusan Gunung Sinabung berbeda<br />

dengan Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta.<br />

Sebab, efek letusan Gunung Merapi bisa menyuburkan lahan<br />

pertanian. Tak demikian halnya di Sinabung, yang memiliki<br />

perbedaan karakteristik lahan. “Ini yang masih diteliti pihak<br />

Balitbang Kementerian Pertanian,” tuturnya.<br />

Sampai saat ini, gunung berketinggian 2.460 meter di atas<br />

permukaan laut itu masih berstatus Awas. Pusat Vulkanologi<br />

dan Kegempaan dan Geofisika mengatakan data aktivitas<br />

Gunung Sinabung cenderung menurun.<br />

Meski demikian, keadaan kondusif diprediksi baru akan terjadi<br />

pada akhir Februari atau bulan Maret mendatang. Sabar<br />

Menanti, dan pengungsi Sinabung lainnya, harus bersabar<br />

lebih lama lagi. n Deden Gunawan (Sinabung), M. Rizal<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sisi lain capres<br />

Lelet, Kena<br />

Semprot, Deh<br />

Dino Patti Djalal ditegur seorang relawan karena dianggap lamban saat<br />

membantu membagi-bagikan makanan kepada pengungsi Sinabung. Sang relawan<br />

akhirnya sadar yang dia “semprot” itu ternyata seorang capres.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sisi lain capres<br />

Seorang petinggi negeri pasti<br />

akan mendapat perlakuan khusus<br />

ketika datang ke sebuah tempat,<br />

sekalipun saat itu dia sedang menyambangi<br />

lokasi bencana. Tapi pengalaman<br />

berbeda rupanya pernah dirasakan Dino Patti<br />

Djalal, bekas Duta Besar Republik Indonesia<br />

untuk Amerika Serikat, yang kini menjadi<br />

salah satu peserta konvensi calon presiden<br />

Partai Demokrat.<br />

Dino mungkin satu-satunya bakal calon<br />

presiden yang pernah “kena semprot” saat<br />

menyambangi lokasi bencana. Saat itu―<br />

terjadi belum lama ini―Dino datang sebagai<br />

relawan korban letusan Gunung Sinabung di<br />

salah satu lokasi pengungsian, sebuah masjid<br />

di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.<br />

Seperti relawan lainnya, Dino ikut membantu<br />

membagi-bagikan makanan kepada<br />

warga pengungsi. Saat itu para relawan di<br />

sana dipimpin seorang ibu bernama Zamenta.<br />

Nah, Zamenta rupanya tidak tahu salah<br />

satu relawan yang dikomandoinya adalah<br />

seorang kandidat capres. Dino pun tak luput<br />

mendapat perintah dari Zamenta.<br />

Tidak hanya disuruh-suruh, mantan juru<br />

bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono<br />

ini juga sempat “kena semprot” Zamenta.<br />

Gara-garanya, Dino dianggap lamban saat<br />

membagi-bagikan makanan kepada pengungsi.<br />

“Saya dianggap lelet,” kata Dino menceritakan<br />

pengalamannya itu saat mengunjungi<br />

kantor detik.com, kawasan Warung<br />

Buncit, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Januari<br />

2014.<br />

“Maksud hati, saya membantu korban, tapi<br />

Bu Zamenta menegur dan menyuruh saya<br />

supaya cepat kerjanya,” ujar pria kelahiran<br />

Beograd, Yugoslavia, 10 September 1965, ini<br />

mengenang.<br />

Namun Dino tidak tersinggung, apalagi<br />

marah. Ia sadar akan kesalahannya. Penyandang<br />

gelar doktor bidang hubungan internasional<br />

dari London School of Economics<br />

and Political Science ini mengaku memang<br />

membutuhkan waktu lebih lama saat membagi-bagikan<br />

makanan. Sebab, ia sembari<br />

berbincang dengan para pengungsi. Maklum<br />

saja, sebagai kandidat capres, ia perlu mengetahui<br />

kondisi masyarakat di sana.<br />

Belakangan, Zamenta sadar bahwa pria<br />

yang ia perintah-perintah dan sempat ia<br />

marahi itu ternyata seorang kandidat capres.<br />

Ia pun mendekati Dino dan meminta maaf.<br />

“Tapi saya sampaikan ke Ibu Zamenta bahwa<br />

hari itu saya memang jadi anak buahnya,<br />

dan Bu Zamenta bos saya,” tutur Dino, yang<br />

mengusung tagline “Nasionalisme Unggul,<br />

Semangat 45, Prestasi Abad Ke-21” dalam<br />

kampanyenya.<br />

Jati diri Dino ketahuan setelah ia dikerubungi<br />

oleh wartawan. Saat itu Dino, yang<br />

mengenakan seragam relawan Palang Merah<br />

Indonesia, memilih menyingkir karena<br />

merasa tak enak lantaran tidak bisa bekerja<br />

cepat.<br />

Kalau jadi presiden, enggak lelet lagi kan,<br />

Pak n Kustiah | Dimas<br />

Majalah detik februari 2014<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Ketika Pekerja Migran<br />

jadi Bulan-bulanan<br />

Setelah kasus Erwiana yang mengalami penganiayaan oleh majikan di Hong<br />

Kong, muncul lagi kasus TKI dianiaya di Taiwan. Keduanya belum mendapat<br />

keadilan. Pemerintah dinilai kurang sigap.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Majikan Sehatul (kanan)<br />

saat melakukan mediasi<br />

dengan keluarga korban<br />

melalui Skype. Mediasi<br />

difasilitasi BNP2TKI.<br />

dok. migrant care<br />

Tubuh Sehatulah Alfiyah tergolek lemah di ranjang<br />

sebuah rumah sakit di Taiwan. Tubuh tenaga kerja<br />

Indonesia asal Desa Plampangrejo, Banyuwangi,<br />

Jawa Timur, itu dipenuhi lilitan selang. Matanya<br />

melek tapi tak berkedip. Tangan dan kakinya kurus.<br />

Seorang anggota Asosiasi TKI di Taiwan yang menjenguknya<br />

lalu membetulkan letak tangan Uul—panggilan Sehatulah—<br />

yang tertekuk lunglai di sisi bantal. Kondisi Uul itu<br />

terlihat dari rekaman yang dikirim para aktivis Asosiasi TKI<br />

di Taiwan kepada Saifullah Anas, staf advokasi Migrant Care,<br />

pertengahan Januari lalu.<br />

Emilatun, kakak Sehatul yang juga bekerja sebagai TKI di<br />

Taiwan, mengatakan kondisi adiknya sangat memprihatinkan.<br />

Sudah empat bulan ini dia mengalami koma. Tak ada kawan<br />

ataupun kerabat yang menemaninya di rumah sakit.<br />

“Emilatun dan kawan-kawan di Taiwan sesekali menjenguk.<br />

Karena mereka juga harus bekerja,” kata Saifullah di kantornya,<br />

kawasan Pulo Asem, Jakarta Timur, Selasa, 28 Januari lalu.<br />

Saat ini Uul tidak lagi dirawat di rumah sakit. Ia telah dipindah<br />

ke panti jompo lantaran majikannya tidak lagi membayar<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Kalau dia sakit, tentu<br />

dia tidak bisa bekerja<br />

ke luar negeri.<br />

biayanya. Hal ini berbeda dengan keterangan pihak penyalur<br />

TKI yang memberangkatkan Sehatul, PT Sinergi Bina<br />

Karya, yang menyatakan Uul dipindah karena kondisinya<br />

membaik.<br />

Wanita berusia 27 tahun itu diduga menjadi korban penganiayaan<br />

oleh majikannya, Huang Deng Jin. Saat berangkat<br />

ke Taiwan, Uul dalam keadaan sehat. Bahkan, sehari sebelum<br />

koma, ia masih berkomunikasi dengan Emilatun.<br />

Menurut siaran pers yang dirilis anggota Komisi IX Dewan<br />

Perwakilan Rakyat, Rieke Diah Pitaloka, saat berangkat<br />

pada 2012 menempuh jalur resmi melalui PT Sinergi, disepakati,<br />

Sehatul akan bekerja merawat orang jompo. Namun,<br />

sesampai di Taiwan, ia malah dipekerjakan sebagai<br />

pemerah susu dan pembersih kandang sapi di<br />

Liouying, Distrik Tainan City.<br />

Dia harus memerah sapi dan membersihkan<br />

kandang berisi 300 sapi setiap hari. Jam kerjanya<br />

pukul 03.30-10.00 waktu setempat,<br />

dilanjutkan pada pukul 15.00 hingga 22.00.<br />

Dia juga tidur di dekat kandang sapi. Selain<br />

pekerjaan di luar kontrak kerja, Sehatul<br />

sering dianiaya.<br />

Karena tidak tahan, ia pun mengadu ke<br />

perusahaan penyalurnya. Pihak PT Sinergi<br />

Bina Karya kemudian mendatangi rumah<br />

Huang Deng. Namun, bukannya diizinkan<br />

pindah, Sehatul malah semakin disiksa. Pada 21<br />

September 2013, dia diduga dipukul dengan benda<br />

tumpul oleh majikannya hingga tak sadarkan diri. Ia lalu<br />

dilarikan ke RS Chi Mei Medical Centre di Liouying.<br />

Suami Uul, Suhandik, juga menduga istrinya dianiaya.<br />

Menurut dia, Uul tidak pernah menderita sakit berat. “Kalau<br />

dia sakit, tentu dia tidak bisa bekerja ke luar negeri,” ujar<br />

pria berusia 28 tahun ini.<br />

Namun dugaan bahwa Uul koma karena dianiaya justru<br />

dibantah oleh Direktur Perlindungan Warga Negara<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Sehatul alias Uul dalam<br />

perawatan di rumah sakit<br />

di Taiwan.<br />

dok. migrant care<br />

Indonesia Kementerian Luar Negeri, Tatang Razak, dan Ketua<br />

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, Jumhur<br />

Hidayat. Senada, keduanya mengatakan, berdasarkan hasil<br />

visum dokter, Uul koma akibat gagal jantung, bukan lantaran<br />

dianiaya majikan.<br />

Tatang, saat dihubungi, juga membantah Sehatul bekerja mengurus<br />

kandang berisi 300 ekor sapi. “Itu tidak masuk akal. Memelihara<br />

10 ekor sapi saja berat, apalagi sampai 300,” ia menuturkan.<br />

Adapun Jumhur menyebut majikan Uul telah membantah<br />

menganiaya dan mempekerjakannya tidak sesuai kontrak<br />

kerja. Kendati begitu, pemerintah Indonesia melalui Kamar<br />

Dagang Ekonomi Indonesia di Taiwan, serta kepolisian Taiwan<br />

masih menunggu kondisi Uul membaik. “Baru setelah itu kita<br />

konfrontir kedua belah pihak (Uul dan majikan),” tuturnya<br />

secara terpisah.<br />

Sebelum kasus Sehatul mengemuka, masyarakat Indonesia<br />

juga dibuat prihatin oleh kasus Erwiana Sulistyaningsih, TKI di<br />

Hong Kong, yang diduga menjadi korban penganiayaan majikannya,<br />

Law Wan Tung. Dalam kondisi lemah, ia dipulangkan<br />

ke Indonesia dengan cara ditinggal begitu saja di Bandar<br />

Udara Chek Lap Kok.<br />

Saat ditemukan oleh seorang anggota Asosiasi TKI bernama<br />

Rian di Bandara Hong Kong, kondisi Erwiana sangat mengenaskan.<br />

Badannya kurus, wajah serta tangannya penuh<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Erwiana Sulistyaningsih<br />

terbaring di Rumah Sakit Amal<br />

Sehat, Sragen, Jumat (17/1).<br />

Andika Betha / ANTARA FOTO<br />

luka lebam. Saat berangkat ke negeri itu, berat badan wanita<br />

tersebut 50 kilogram. Namun kini bobotnya turun drastis<br />

menjadi 25 kilogram.<br />

“Saat ditemukan di bandara, Erwiana memakai baju rangkap<br />

enam dan jaket untuk menyamarkan tubuh dan menutupi<br />

mukanya yang penuh lebam,” ucap Syamsuddin Nurseha,<br />

pendamping Erwiana, yang juga Ketua Lembaga Bantuan<br />

Hukum (LBH) Yogyakarta.<br />

Majikannya juga tak membayar upah Erwiana selama tujuh<br />

bulan sebagai pekerja rumah tangga. Saat pulang, ia dipaksa<br />

menandatangani kuitansi tiga bulan gaji sebesar Rp 6.900.000.<br />

Namun ia tak menerima uang tersebut. Erwiana sendiri saat ini<br />

dirawat di RS Amal Sehat, Sragen, Jawa Tengah.<br />

Syamsuddin berharap kepolisian Hong Kong menjerat pelaku<br />

dengan hukuman seberat-beratnya. Pelaku kini membayar<br />

jaminan sebesar Rp 1,5 miliar, dan Pengadilan Hong Kong<br />

menetapkan statusnya sebagai tahanan kota.<br />

LBH Yogyakarta berencana mengadukan perkara ini ke<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


hukum<br />

Aksi solidaritas kaum buruh<br />

migran di Hong Kong untuk<br />

Erwiana.<br />

AFP PHOTO / Philippe Lopez<br />

Perserikatan Bangsa-Bangsa, karena penegakan hukum terhadap<br />

pelaku penganiaya TKI asal Desa Pucangan, Ngrambe,<br />

Ngawi, Jawa Timur, itu tidak sesuai Undang-Undang Nomor<br />

6 Tahun 2012 tentang Konvensi Internasional mengenai Perlindungan<br />

Hak-hak Seluruh Pekerja Migran.<br />

“Kita sudah meratifikasi konvensi itu,” katanya.<br />

Analis kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo, menilai pemerintah<br />

kurang sigap dalam menangani kasus ketenagakerjaan<br />

di luar negeri. Akibatnya, para TKI yang menjadi korban terancam<br />

tak memperoleh keadilan sebaik pekerja dari negara<br />

lain yang menghadapi kekerasan yang sama.<br />

“Kita tidak tegas dan tidak punya posisi tawar. Pekerja kita<br />

selalu menjadi korban di negeri orang,” ujar Wahyu.<br />

Ia juga menyesalkan sikap pemerintah yang permisif kepada<br />

pelaku, sehingga para pekerja migran di luar negeri menjadi<br />

bulan-bulanan. Wahyu menduga, karena tidak adanya ketegasan<br />

pemerintah Indonesia terhadap kasus ini, Pengadilan<br />

Hong Kong akhirnya memutuskan majikan Erwiana hanya<br />

dikenai membayar jaminan dan berstatus tahanan kota.<br />

Namun Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi,<br />

Dita Indah Sari, berjanji pemerintah akan mendampingi<br />

kedua korban sampai mendapat keadilan. Apalagi Erwiana<br />

dan Uul adalah korban, bukan pelaku tindak pidana.<br />

“Untuk TKI kasus narkoba atas nama Triyana Trijayanti asal<br />

Kediri saja, KBRI Malaysia melakukan pendampingan hingga<br />

bebas. Apalagi untuk Erwiana dan Uul,” tuturnya. n<br />

KUSTIAH | DIMAS<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Awas, Pengidap<br />

Kelainan Seks<br />

Mengintai<br />

Kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di moda angkutan massal<br />

seperti Transjakarta selalu “menguap”. Tidak ada efek jera bagi pelaku<br />

pengidap kelainan seks.<br />

ilustrasi: edi wahyono<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Ruang genset tempat<br />

terjadinya pelecehan<br />

terhadap korban.<br />

dok. detiktv<br />

Empat petugas Transjakarta yang dituduh<br />

menca buli seorang penumpang wanita itu akhirnya<br />

dipecat oleh Unit Pelaksana (UP) Transjakarta.<br />

Mereka adalah AKI, 26 tahun, ED (26), IVE<br />

(28), dan DR (27). Semuanya mengakui melecehkan YF<br />

di salah satu halte moda transportasi massal di Ibu Kota<br />

tersebut pada 21 Januari lalu.<br />

Kejadian bermula ketika karyawati swasta itu naik bus<br />

Transjakarta dari halte Rumah Sakit Islam. Di tengah<br />

perjalanan, YF mengalami sesak<br />

napas, dan pingsan karena asmanya<br />

kambuh. Dia kemudian ditolong petugas<br />

Transjakarta di halte Atrium<br />

Senen, Jakarta Pusat.<br />

Petugas itu lalu membawa YF ke<br />

shelter Harmoni. Dia lalu diserahkan<br />

kepada empat petugas di sana. Namun,<br />

bukannya ditolong, YF malah<br />

mendapat pelecehan seksual. Salah<br />

seorang pelaku, ED, membawa<br />

korban ke ruang genset di belakang<br />

halte. Tidak lama berselang, AKI,<br />

IVE, dan DR menyusul. Di ruangan<br />

berukuran 2 x 3 meter itulah pelecehan<br />

terjadi.<br />

Empat petugas tersebut kini sudah<br />

ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 281 Kitab<br />

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kejahatan<br />

terhadap kesopanan atau kesusilaan. Sesuai pasal itu,<br />

keempatnya diancam hukuman maksimum dua tahun<br />

delapan bulan penjara. Kendati demikian, keempatnya<br />

kini belum ditahan.<br />

“Kami tidak bisa menahan meski sudah menjadi<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Orang sudah<br />

pingsan kok<br />

dikerjain juga.<br />

Sepatutnya<br />

4 petugas itu<br />

kena pecat dan<br />

diproses hukum<br />

sampai tuntas.<br />

tersangka. Yang bisa menahan mereka hanya jaksa,”<br />

kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor<br />

Metro Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Besar Tatan<br />

Dirsan Atmaja. Ia beralasan, polisi tidak wajib menahan<br />

mereka karena ancaman hukuman pasal tersebut<br />

kurang dari lima tahun.<br />

Namun hal itu menuai protes dari Komunitas Suara<br />

Transjakarta. Tidak ditahannya para pelaku pelecehan<br />

seksual di moda angkutan massal tersebut membuat<br />

tidak adanya efek jera bagi pelaku. Hal ini dianggap sebagai<br />

penyebab mengapa praktek itu tak pernah hilang.<br />

“Penyelesaiannya tidak pernah ada hasil yang terbuka,<br />

sehingga kita tidak tahu apakah ada kesalahan atau<br />

tindak kriminal. Kasusnya hilang begitu saja,” ujar Ketua<br />

Komunitas Suara Transjakarta David Chyn kepada majalah<br />

detik.<br />

Berdasarkan catatan komunitas tersebut, ada sejumlah<br />

kasus pelecehan di Transjakarta yang menguap<br />

begitu saja. Mereka tidak tahu apakah kasus itu sudah<br />

diselesaikan secara hukum atau melalui jalan damai.<br />

Secara terpisah, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen<br />

Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, juga menyesalkan<br />

lemahnya penegakan hukum bagi pelaku pelecehan di<br />

Transjakarta. Ia menilai kasus empat petugas Transjakarta<br />

yang terjadi belum lama ini bukan semata pelecehan<br />

seks.<br />

“Tapi sudah tindak kriminal. Orang sudah pingsan kok<br />

dikerjain juga. Saya kira sepatutnya 4 petugas itu kena<br />

pecat dan diproses hukum sampai tuntas,” tuturnya saat<br />

ditemui.<br />

Menurut Tulus, kasus pelecehan seksual di Transjakarta<br />

kerap terjadi dan masih terus ada. Pada 2011,<br />

YLKI pernah menyurvei perilaku pelecehan seks di<br />

bus yang memiliki jalur khusus tersebut. Hasilnya,<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Salah satu halte bus<br />

Transjakarta saat dipenuhi<br />

calon penumpang.<br />

4,25 persen dari 3.000 responden penumpang Transjakarta<br />

mengaku pernah mengalami pelecehan seks<br />

selama di perjalanan.<br />

Ia menduga maraknya pelecehan itu disebabkan bus<br />

Transjakarta yang selalu penuh sesak di jam-jam sibuk.<br />

Bahkan melebihi kapasitasnya. Jadwal keberangkatan<br />

bus yang tidak pasti semakin menambah kerawanan.<br />

Idealnya, menurut Tulus, armada bus Transjakarta<br />

ditambah dan jadwalnya terukur.<br />

“Selama ini kan enggak jelas. Penumpang sampai menunggu<br />

setengah jam sampai 1 jam lebih di halte-halte<br />

tertentu. Padat sekali,” ucapnya.<br />

Masalah pelayanan Transjakarta juga pernah menjadi<br />

obyek penelitian Rachma Fitriati, peneliti dari Universitas<br />

Indonesia, pada 2009-2013. Dalam penelitian yang dibiayai<br />

secara mandiri itu, hasilnya selalu sama. Pelayanan<br />

angkutan tersebut belum baik.<br />

Menurut Rachma, penelitiannya pada 2009 antara lain<br />

menyimpulkan jumlah bus terbatas dan kasus pelecehan<br />

seksual masih terjadi. Hal ini, kata dia, menunjukkan<br />

rekomendasi kajiannya masih relevan untuk perbaikan<br />

Transjakarta ke depan meskipun dilakukan empat tahun<br />

lalu.<br />

Masih buruknya pelayanan Transjakarta juga membuka<br />

peluang pelaku yang mengidap kelainan seks untuk<br />

beraksi. Seperti dituturkan psikolog seksual Zoya<br />

Amirin, penyebab munculnya pelecehan di Transjakarhasan<br />

alhabshy/detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Antrean para calon<br />

penumpang bus<br />

Transjakarta. Penuh sesak<br />

di halte-halte tertentu.<br />

lamhot aritonang/detik foto<br />

ta bukan pakaian perempuan yang sering memancing<br />

berahi.<br />

“Pelaku memilih korban sama sekali bukan karena<br />

pakaian seksi sehingga dia terangsang, seperti rok mini<br />

atau baju ketat. Tapi ini orang memang terganggu, dia<br />

punya penyakit. Buat dia, yang penting perempuan,” kata<br />

Zoya secara terpisah. “Selama dia bisa menggesekkan<br />

alat kelaminnya, ya sudah (terpuaskan).”<br />

Indikasinya, menurut Zoya, adalah adanya perempuan<br />

yang menggunakan pakaian tertutup, seperti jilbab, juga<br />

tak lepas menjadi sasaran para pengidap gangguan perilaku<br />

seksual ini. “Mahasiswi saya di UI banyak yang naik<br />

kereta dan enggak terlepas dari pelecehan, meskipun<br />

mereka pakai jilbab,” ujarnya, seraya meminta para penumpang<br />

perempuan selalu waspada.<br />

Modus pelecehan seksual yang sering terjadi di angkutan<br />

umum, menurut Zoya, masuk dalam kategori frot<br />

teurism. Pelaku suka menggesekkan alat kelaminnya<br />

ke tubuh orang lain. Gangguan ini adalah cabang dari<br />

paraphilia atau kelainan seksual.<br />

Pelaku akan mendapatkan kepuasan seksual pada individu<br />

lain secara nonkonsensual atau tanpa persetujuan.<br />

Caranya dengan menempelkan atau menggesekkan<br />

organ seksualnya saat berdesakan di tempat umum,<br />

seperti bus, kereta api, ataupun di tempat pertunjukan<br />

konser. Awas! n<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kriminal<br />

Tips<br />

Menghindari<br />

Pelecehan<br />

Seksual dan<br />

Kriminalitas<br />

di Bus<br />

Transjakarta<br />

1.<br />

Merencanakan<br />

perjalanan, di<br />

antaranya rute dan<br />

alternatif rute, serta<br />

menghindari jam-jam padat<br />

dengan menyesuaikan<br />

pakaian.<br />

2.<br />

Saat antre tiket,<br />

siapkan uang pas/eticket.<br />

Apabila bawa<br />

tas ransel, letakkan di<br />

depan, dada, atau perut.<br />

3.<br />

Di halte, antrelah<br />

di depan pintu<br />

sesuai tujuan, dan<br />

melangkah dengan hatihati<br />

dan selalu waspada.<br />

4.<br />

Di dalam bus<br />

saat perjalanan,<br />

jangan berdiri<br />

bergerombol dekat pintu<br />

keluar/masuk karena<br />

rawan kriminalitas.<br />

Masuk lebih dalam,<br />

duduk maupun berdiri<br />

bila tujuan masih cukup<br />

jauh, dan baru mendekat<br />

pintu keluar satu halte<br />

sebelum sampai di halte<br />

tujuan.<br />

5.<br />

Selalu waspada.<br />

Bila terjadi<br />

gangguan<br />

keamanan, sesegera<br />

mungkin lapor petugas<br />

Transjakarta atau pihak<br />

keamanan. n<br />

M. RIZal (Tips dari Ketua Komunitas Suara<br />

Transjakarta, David Chyn)<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Bila Bhatoegana<br />

Terantuk Dolar<br />

Sutan Bhatoegana dituding<br />

menerima gratifikasi dari<br />

SKK Migas. Juga dituduh<br />

memeras Pertamina. “Ini pasti<br />

diambil dari Twitter, orang<br />

suka macam-macam itu,”<br />

ujar Sutan.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Sutan Bhatoegana diperiksa<br />

di KPK sebagai saksi untuk<br />

Waryono Karyo (atas). Toko buah<br />

All Fresh tempat penyerahan<br />

uang Rudi kepada Tri Yulianto<br />

(bawah).<br />

Widodo S. Jusuf / ANTARA<br />

Waktu berbuka puasa baru saja berlalu. Jumat,<br />

26 Juli 2013, Rudi Rubiandini, 51 tahun,<br />

bersiap pulang ke Bandung, Jawa Barat. Sejak<br />

menjadi birokrat di Jakarta, guru besar bidang<br />

teknik perminyakan dan energi Institut Teknologi Bandung<br />

itu memang selalu menghabiskan akhir pekan di rumahnya<br />

di Kota Kembang.<br />

Tapi, sembari mudik, Rudi, yang saat itu menjabat Kepala<br />

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak<br />

dan Gas Bumi (SKK Migas), masih harus menuntaskan satu<br />

agenda penting. Petang itu, ia mesti bertemu dengan anggota<br />

Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (yang membidangi<br />

masalah energi dan sumber daya mineral, riset dan teknologi,<br />

serta lingkungan hidup) dari Partai Demokrat, Tri Yulianto.<br />

Maka, sebelum ke Bandung, Rudi, yang membawa tas ransel<br />

hitam, kepada sopirnya minta diturunkan di toko buah All<br />

Fresh, Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan.<br />

Tri harus ditemui karena kader senior Demokrat itu ingin<br />

mengambil uang US$ 200 ribu yang dijanjikan Rudi. Uang<br />

tersebut sudah disiapkan dalam tas hitam yang dibawa Rudi.<br />

Uang itu sebenarnya “pesanan” Ketua Komisi VII DPR Sutan<br />

Bhatoegana. Awalnya, Rudi ingin bertemu langsung Sutan,<br />

bukan dengan Tri. “Kalau tidak bisa, (baru) saya kontak Mas<br />

Tri,” ujar Rudi kepada Sutan lewat telepon seperti dituturkan<br />

sumber majalah detik.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Mantan Sekjen<br />

Kementerian ESDM<br />

Waryono Karno (tengah)<br />

usai diperiksa di KPK.<br />

Rosa Panggabean / ANTARA<br />

Dalam dakwaan atas Rudi, uang US$ 200<br />

ribu itu merupakan bagian dari kasus dugaan<br />

suap SKK Migas, yang menyeret bekas Wakil<br />

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral<br />

(ESDM) tersebut ke meja hijau. Uang dari<br />

Deviardi, pelatih golf Rudi, itu dialirkan ke Senayan<br />

karena Rudi tidak tahan terus-menerus<br />

didesak Komisi VII agar memberikan uang<br />

tunjangan hari raya (THR). “Yang membagi<br />

Tri Yulianto,” ujar kuasa hukum Rudi, Rusdi A.<br />

Abu Bakar, kepada majalah detik.<br />

Sutan, juga Tri, beribu kali membantah anggapan<br />

kecipratan dolar Rudi. Namun urusan<br />

THR gelap itu agaknya bakal panjang. Selain<br />

Sutan dan Tri, kini muncul lagi satu nama politikus Demokrat<br />

yang disebut ikut “memburu” THR, yakni Jhonny Allen Marbun.<br />

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu juga merupakan<br />

anggota Komisi VII merangkap anggota Badan Anggaran<br />

DPR.<br />

Mendapati data pengadilan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi<br />

semakin intensif melakukan penyidikan. Pada 17 Januari<br />

2014, penyidik “mengaduk-aduk” rumah megah Sutan di<br />

Kompleks Villa Duta, Bogor, Jawa Barat. Penggeledahan juga<br />

menjalar ke ruangan kerja pria yang terkenal dengan kalimat<br />

“ngeri-ngeri sedap” itu di lantai 9 gedung DPR. Tri pun mengalami<br />

nasib sama.<br />

Pada hari itu juga, bekas Sekretaris Jenderal Kementerian<br />

ESDM Waryono Karno ditetapkan sebagai tersangka dugaan<br />

suap SKK Migas. Keterlibatan Waryono dibidik sejak KPK<br />

menemukan uang US$ 285 ribu di ruangannya, yang diduga<br />

berkaitan dengan uang di tangan Rudi. Uang itu diduga kemudian<br />

hendak disetorkan ke DPR.<br />

Waryono disebut-sebut sebagai perantara gratifikasi SKK<br />

Migas ke Komisi VII DPR, khususnya kepada Sutan. Dia<br />

menampung uang yang ditujukan kepada DPR sepanjang<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Video<br />

Mei-Juni 2013 ketika Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR<br />

merembuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja<br />

Negara Perubahan 2013. Sayang, ia belum bisa dimintai konfirmasi.<br />

Kucuran uang SKK Migas ke Sutan melalui Waryono diungkap<br />

Didi Dwi Sutrisnohadi, bekas Kepala Biro Keuangan<br />

Kementerian ESDM. Dalam salinan berita acara pemeriksaan<br />

(BAP) Didi yang diperoleh majalah detik, pada 28 Mei 2013,<br />

menjelang rapat Kementerian ESDM dengan Komisi VII, Waryono<br />

menerima uang sekitar US$ 140 ribu dari SKK Migas.<br />

Waryono memerintahkan Didi mengirim uang itu kepada<br />

Sutan. Uang itu dipilah-pilah Didi menjadi tiga amplop cokelat,<br />

masing-masing dengan kode P (pimpinan Komisi VII<br />

DPR), A (anggota Komisi VII DPR), dan S (Sekretariat Komisi<br />

VI DPR). Pimpinan Komisi VII berjumlah 4 orang, masing-ma-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Dirut Pertamina Karen<br />

Agustiawan usai diperiksa<br />

di KPK.<br />

M Agung Rajasa / ANTARA<br />

sing menerima US$ 7.500, anggota 43 orang masing-masing<br />

US$ 2.500, dan Sekretariat Komisi VII sebesar US$ 2.500.<br />

Selesai merapikan uang-uang ke dalam amplop, Didi menelepon<br />

Irianto Muchyi, staf ahli Sutan di DPR, yang juga salah<br />

satu pendiri Demokrat. “Ini ada yang mau disampaikan ke<br />

Pak Sutan, tolong diambil,” ujar Didi. “Ya, baik,” jawab Irianto.<br />

Tak berapa lama, Irianto datang dan meneken tanda terima.<br />

Bukti transaksi itu kabarnya sudah diamankan KPK.<br />

Pada 10 Juni 2013, berlangsung lagi rapat Kementerian<br />

ESDM, Badan Anggaran DPR, dan Komisi VII di Puncak, Bogor.<br />

Menurut sumber majalah detik, saat itu Rudi berkata<br />

kepada Jhonny Allen Marbun bahwa ia telah menyiapkan<br />

uang US$ 20 ribu, namun ditolak. Kata Jhonny, BP Migas—<br />

lembaga asal SKK Migas—mempunyai “utang” kepada DPR<br />

sebesar US$ 1 juta.<br />

Puncak pembahasan RAPBN Perubahan Kementerian<br />

ESDM terjadi pada 12 Juni 2013. Dalam rapat kerja tertutup,<br />

disepakati anggaran Kementerian ESDM, yang semula Rp<br />

18,8 triliun dalam APBN 2013, berkurang menjadi Rp 17,4<br />

triliun dalam RAPBN Perubahan 2013.<br />

Sebelum rapat kerja dimulai, Waryono memanggil Didi dan<br />

menanyakan apakah SKK Migas sudah mengirimkan uang.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

Rusdi A. Abu Bakar.<br />

Bahtiar Rifai/majalah detik<br />

sutan bhatoegana<br />

Karena SKK Migas hanya mengirim US$ 50<br />

ribu, Waryono khawatir bukan main. “Wah,<br />

kok segitu, nanti (Komisi VII DPR) marah,”<br />

ucap Waryono.<br />

Di tempat lain, Rudi berusaha menghimpun<br />

uang. Ia menelepon Direktur Utama PT<br />

Pertamina (persero) Karen Agustiawan dan<br />

bilang sudah membuat kesepakatan dengan<br />

Menteri ESDM Jero Wacik. Kata Rudi, yang<br />

“buka kendang” adalah SKK Migas sebesar<br />

US$ 150 ribu, sedangkan yang “tutup kendang”<br />

Pertamina dengan jumlah yang sama.<br />

Uang itu harus dikumpulkan pukul 13.00<br />

WIB karena rapat pengesahan RAPBN Perubahan<br />

Kementerian ESDM digelar pukul 15.00<br />

WIB. Karen emoh. Dia beralasan Pertamina<br />

sudah memberikan jatah tersendiri. Tapi alasan<br />

itu, menurut Karen, hanya alibi agar ia tidak ditagih lagi<br />

oleh Rudi. Karena Karen tidak kooperatif, Rudi mengancam<br />

akan melaporkannya kepada Menteri Jero Wacik, atasan<br />

Karen.<br />

Saat diperiksa KPK pada 7 November 2013, Karen juga menyebutkan<br />

bawahannya sempat dimintai uang oleh Sutan<br />

dan Jhonny. Tahun 2011, keduanya memanggil Direktur Perencanaan<br />

Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina Afdal<br />

Bahaudin serta Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina<br />

Hanung Budya. Jhonny, dengan disertai ancaman, meminta<br />

“upeti” Rp 1 per liter untuk volume BBM PSO/BBM bersubsidi.<br />

Setahun berikutnya, Hanung Budya serta Direktur Gas<br />

Hary K. juga dipanggil Jhonny dan Sutan ke Senayan. Jhonny<br />

minta komisi dari setiap pembangunan stasiun pengisian<br />

bahan bakar gas, juga dengan disertai ancaman pemecatan.<br />

Namun permintaan itu tidak dilayani Pertamina.<br />

Menurut Karen, Sutan pernah melobinya agar PT Timas,<br />

perusahaan Sutan, diikutkan dalam tender di Pertamina.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Gedung KPK.<br />

detikfoto<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

Namun telat. Sutan juga meminta agar PT Pertamina Drilling<br />

Service Indonesia ditunjuk langsung mengelola rig Northwest<br />

Java selama 5 tahun. Padahal ketentuan SKK Migas hanya 3<br />

tahun.<br />

Selain melalui stafnya, Sutan sempat bertemu dengan<br />

Rudi sampai lima kali agar THR yang dimintanya cair. Sumber<br />

majalah detik mengatakan pertemuan itu terjadi di Pacific<br />

Place, Bellagio Mall, Plaza Senayan, Klub Bimasena kompleks<br />

Hotel The Dharmawangsa, dan rumah Rudi.<br />

Disodori tudingan-tudingan itu, Sutan menjawab tidak<br />

pernah melakukannya. “Ini pasti diambil dari Twitter, orang<br />

suka macam-macam itu,” kata dia.<br />

Adapun Jhonny Allen tidak bersedia dimintai tanggapan.<br />

“Kalian jangan mancing-mancing saya. Saya tidak akan berkomentar<br />

kalau barangnya enggak jelas,” katanya kepada<br />

majalah detik.<br />

Rudi untuk sementara menolak memberi tanggapan. Namun<br />

ia berjanji bakal membeberkan semua nama itu dalam<br />

persidangan. “Ada Sutan Bhatoegana, Ibu Karen, dan sebagainya.<br />

Itu semua suatu hari nanti akan terbuka lembarnya,”<br />

kata Rudi seusai sidang di Pengadilan Tipikor, 28 Januari 2013.<br />

“Saya berserah diri pada Tuhan saja,” tanggap Sutan. ■ Isfari<br />

Hikmat, Pasti Liberty, Monique Shintami, Bahtiar Rifai | Irwan Nugroho<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Kisah<br />

‘Ngeri-ngeri Sedap’<br />

Sutan<br />

Sutan Bhatoegana adalah<br />

orang kuat di Partai<br />

Demokrat. Ia berhasil<br />

meniti politik sejak partai<br />

berlambang bintang Mercy<br />

ini lahir. Kekayaannya<br />

melimpah setelah berpolitik.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Coba rumah Anda<br />

digitu-gitukan,<br />

macam kita<br />

teroris saja.<br />

Mobil Alphard berwarna hitam tiba-tiba memberikan<br />

tanda menepi. Duduk di belakang sopir<br />

mobil itu adalah Sutan Bhatoegana Siregar. Telepon<br />

genggam Ketua Komisi VII DPR, komisi yang<br />

membidangi energi sumber daya mineral, riset dan teknologi,<br />

serta lingkungan hidup, itu mendadak berbunyi. Di seberang<br />

telepon, sang istri terdengar ketakutan.<br />

Perempuan yang hobi merancang rumah itu mengabarkan,<br />

pada Kamis 16 Januari 2014 itu, rumah mereka digeledah<br />

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada delapan penyidik<br />

KPK dengan kawalan dua orang Brimob mendatangi rumah<br />

Sutan nan megah di kompleks elite Perumahan Villa Duta,<br />

Jalan Sipatahunan No. 26, Kelurahan Baranangsiang, Kecamatan<br />

Bogor, Bogor, Jawa Barat, itu.<br />

Saat itu, mobil Sutan tengah melaju di Tol Jagorawi mendekati<br />

Pasar Rebo, Jakarta Timur. Ia hendak ke kantornya,<br />

gedung Nusantara I Kompleks MPR, DPR, dan DPD, Senayan,<br />

Jakarta. Namun, usai menerima telepon itu, Sutan pun<br />

meminta sopir untuk berbalik arah, kembali menuju rumahnya.<br />

Padahal rumah itu baru beberapa menit ditinggalkannya.<br />

“Sebenarnya saya tidak apa-apa, tetapi istri saya takut, jadi<br />

balik saja,” jelas Sutan saat ditemui majalah detik.<br />

Sutan mengaku hingga kini sang istri masih shock dengan<br />

penggeledahan tersebut. Ibu dua anak itu kaget dengan<br />

berita yang menyebut rumah berlantai tiga itu hasil korupsi.<br />

Maka, Sutan pun menolak wartawan yang ingin masuk ke<br />

rumahnya. Bahkan, dengan alasan takut ancaman teroris, ia<br />

“mengusir” wartawan yang mendekati rumahnya. “Coba rumah<br />

Anda digitu-gitukan, macam kita teroris saja,” kata pria<br />

yang terkenal dengan ungkapan “ngeri-ngeri sedap itu”.<br />

Rumah Sutan yang digeledah KPK terlihat paling mencolok<br />

di antara rumah mewah lain di sekitarnya. Beberapa pilar<br />

besar ini menjadi penanda gaya khas arsitektur Mediterania.<br />

Rumah yang didominasi warna netral abu-abu ini terlihat bak<br />

istana. “Ini istri saya yang mendesain sendiri,” ungkap Sutan.<br />

Harga rumah dengan luas 1.000 meter persegi itu ditaksir<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Sutan Bhatoegana berbincang<br />

dengan wartawan setelah KPK<br />

menggeledah rumahnya di<br />

Kompleks Villa Duta.<br />

Rachman Haryanto / detikfoto<br />

mencapai Rp 20 miliar. Tanah dan rumah itu dibeli dan dibangun<br />

secara bertahap oleh Sutan. Menurut Sutan, rumah itu<br />

sejatinya tidak semewah yang disangkakan orang. “Ada kolam<br />

renang kalian bilang, itu kan kolam ikan kecil.”<br />

Sutan lebih sering menempati rumah tersebut belakangan<br />

ini meskipun sering mengeluhkan jalannya yang rusak dan<br />

kerap macet. Rumah itu baru ditinggali Sutan dan keluarganya<br />

pada pertengahan 2013 lalu. Luas tanahnya sekitar 1.000<br />

meter persegi. “Saya bantah ada pemberitaan yang bilang<br />

6.000 meter persegi,” kata Sutan.<br />

Rumah itu menjadi target komisi antirasuah karena terkait<br />

dugaan suap Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha<br />

Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) sebesar US$ 200 ribu.<br />

Nama Sutan tertera dalam dakwaan mantan Ketua SKK<br />

Migas Rudi Rubiandini, yang duduk di kursi pesakitan Pengadilan<br />

Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Rumah Sutan di Babakan<br />

Madang.<br />

isfari hikmah / detikfoto<br />

Uang suap SKK Migas diduga mengalir hingga ke kantong<br />

Sutan. Versi Rudi, uang itu diberikan melalui Tri Yulianto,<br />

kader senior Demokrat yang satu komisi dengan Sutan di<br />

Komisi VII DPR. Namun Sutan membantah uang itu sampai<br />

pada dirinya. “Ya tidak ada. Tidak ada memang,” kata Sutan.<br />

l l l<br />

Kasus dugaan suap SKK Migas bukan kasus korupsi pertama<br />

yang menyeret nama Sutan. Pada 2012, nama Sutan disebutkan<br />

oleh Sofyan Kasim, pengacara terdakwa kasus dugaan<br />

korupsi pengadaan solar home system (SHS) di Kementerian<br />

ESDM. Sutan dituding membantu melobi Kementerian ESDM<br />

untuk memasukkan dua perusahaan dalam proyek senilai Rp<br />

526 miliar ini. Kasus ini sendiri telah menelan kerugian negara<br />

sebesar Rp 131,3 miliar.<br />

Selain Sofyan, terdakwa kasus korupsi SHS Ridwan Sanjaya<br />

juga menyebutkan keterlibatan Sutan. Namun keterangan<br />

dalam pemeriksaan di KPK ini tidak tertera dalam dakwaan<br />

jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta.<br />

Sutan juga berhadapan dengan KPK saat dugaan suap pembangunan<br />

Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga<br />

Nasional (P3SON) Hambalang. KPK melakukan pemeriksaan<br />

terhadap Sutan karena ia menerima pemberian telepon geng-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Buku Partai Demokrat & SBY<br />

karya Akbar Faizal.<br />

Aryo/majalah detik<br />

gam dari mantan Bendahara<br />

Partai Demokrat M. Nazaruddin.<br />

Isu kuat menyebut<br />

uang suap mengalir hingga<br />

Kongres Partai Demokrat di<br />

Bandung 2010 lalu.<br />

Namun urusan kali ini tampaknya<br />

berbeda. Tidak cuma<br />

digeledah rumah dan kantornya,<br />

KPK juga sudah tiga kali<br />

memeriksa Sutan. Bahkan,<br />

staf ahlinya, Irianto Muchyi,<br />

juga dicegah bepergian ke<br />

luar negeri oleh komisi itu.<br />

Tidak aneh, perilaku Sutan pun berubah. Sejak penggeledahan<br />

rumah mewahnya itu, ia lebih sering menebar pesan<br />

berantai mengenai fitnah melalui telepon genggam Black-<br />

Berry-nya. “Sejak 1992 itu, kalau malam saya dibangunkan<br />

Allah, tahajud.”<br />

Sutan juga tidak lagi tertawa lebar seperti biasanya saat<br />

muncul di media massa. Ia juga tidak lagi mengobral kalimatkalimat<br />

aneh yang menjadi trademark-nya. Selama ini, Sutan<br />

terkenal ulet membela Demokrat dengan kalimat lucu, salah<br />

satunya kata “ngeri-ngeri sedap”. Lalu ada istilah “ikan salmon”<br />

untuk mencela politikus partai koalisi Sekretariat Gabungan,<br />

yang tidak konsisten mendukung Presiden Susilo Bambang<br />

Yudhoyono.<br />

Istilah itu merujuk pada Golkar dan PKS yang menyatakan<br />

mendukung Yudhoyono-Boediono dalam Pemilu 2009,<br />

namun para politikusnya di Senayan selalu menyerang sang<br />

Presiden. “Makanya saya katakan ini kelompok ‘ikan salmon’,<br />

intelektual kagetan asal ngomong muncul terus tanpa tahu<br />

dampak politiknya,” ujar Sutan Bhatoegana awal 2012.<br />

Sutan mengawali karier di bidang politik sebagai pendiri<br />

Demokrat di lapis kedua. Nama Sutan ikut tertera dalam 99<br />

nama penandatangan dukungan berdirinya Demokrat pada<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Para penyidik KPK<br />

menggeledah ruangan Komisi<br />

VII dari Fraksi Partai Demokrat<br />

DPR RI Senayan, Jakarta.<br />

rengga sancaya / detikfoto<br />

2001. Aktif di politik, Sutan melepaskan usahanya sebagai<br />

Presiden Direktur PT Timas Suplindo, yang bergerak dalam<br />

konstruksi pertambangan.<br />

Sutan langsung terlibat aktif dalam kepengurusan Demokrat.<br />

Ia duduk sebagai wakil sekretaris jenderal ketika Demokrat<br />

berada di bawah Ketua Umum Subur Budhisantoso. Sepak<br />

terjang Sutan dalam politik dimulai dari posisi wasekjen ini.<br />

Akbar Faizal, dalam bukunya yang terbit pada tahun 2005,<br />

Partai Demokrat & SBY, menyebutkan Sutan terlibat dalam<br />

upaya penggulingan Subur sebagai ketua umum menjelang<br />

Pemilu Legislatif 2004.<br />

Sutan beranggapan latar belakang Subur sebagai peneliti<br />

kurang mumpuni jika memegang kendali ketua umum. Apalagi<br />

Pemilu 2004 merupakan uji kekuatan perdana bagi Demokrat<br />

dalam kancah politik nasional. Dalam buku itu, Sutan<br />

mengharap ketua umum yang bermental petarung.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal THR sutan bhatoegana<br />

Sutan Bhatoegana di dalam<br />

mobilnya usai diperiksa KPK.<br />

ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf<br />

Namun harapan ini siasia,<br />

SBY tidak menghendaki<br />

pergantian ketua umum<br />

hingga masa jabatan selesai<br />

pada 2005. Meski begitu,<br />

keberhasilan Demokrat tetap<br />

dirasakan Sutan. Ia lolos<br />

sebagai calon anggota legislatif<br />

periode 2004-2009.<br />

Kepiawaiannya berpolitik<br />

menempatkan Sutan sebagai<br />

anggota DPR selama 9<br />

tahun. Tahun 2014 ini pun<br />

Sutan masih akan bertarung<br />

sebagai caleg Demokrat.<br />

Sukses dalam karier politik rupanya juga diimbangi dengan<br />

kekayaan Sutan yang berlimpah. Harta kekayaannya mencapai<br />

Rp 2,4 miliar pada 2009. Kekayaan terbesarnya disimpan<br />

dalam bentuk rumah dan bangunan. Total kekayaannya<br />

berupa tanah dan bangunan yang dimilikinya mencapai Rp<br />

1,1 miliar. Jumlah ini menurun dari Laporan Harta Kekayaan<br />

Penyelenggara Negara (LHKPN) Sutan tahun 2007, yakni Rp<br />

2,5 miliar.<br />

Rumah yang digeledah KPK belum dimasukkan dalam<br />

LHKPN tersebut. Alasannya, rumah itu baru direnovasi dan<br />

belum balik nama. Rumah Sutan pun tidak hanya satu itu.<br />

Penelusuran majalah detik, dari 6 aset tanah dan bangunan<br />

milik Sutan, terdapat dua rumah mewah yang masih miliknya,<br />

yakni rumah yang digeledah KPK dan rumah di Jalan Mahkota<br />

Pirus No. 21, Perumahan Victoria, Bogor, Jawa Barat.<br />

Sutan menegaskan harta kekayaannya diperoleh dengan<br />

cara yang benar. Ia mengaku sudah lama kaya. “Tahu tidak,<br />

saya kan umur 27 tahun sudah punya rumah di Tebet (Jakarta<br />

Selatan),” ujarnya. n ISFARI HIKMAT, moniQUE Shintami, Bahtiar RIFAI, dan aryo<br />

BHAWONO<br />

Majalah detik 3 - - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Korupsi Sengat<br />

Tim Angka Keramat<br />

Para pendiri Demokrat terseret kasus-kasus dugaan<br />

korupsi. Belum ada yang jadi tersangka. Diprediksi bakal<br />

makin menurunkan perolehan suara partai.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Ketua Komisi VII DPR<br />

Sutan Bhatoegana.<br />

Lamhot aritonang /detikfoto<br />

Sutan Bhatoegana Siregar tidak berpikir lama-lama<br />

ketika diajak Vence Rumangkang bergabung dengan<br />

partainya. Sekitar Juli 2001 itu, Vence termasuk<br />

anggota Tim 9, yang bertugas menyiapkan pendirian<br />

partai yang digagas oleh Susilo Bambang Yudhoyono.<br />

“Saya diberi tahu Pak Vence bahwa SBY mendukung pendirian<br />

partai,” kata Sutan. “Saya langsung tertarik.”<br />

Sebulan setelahnya, jumlah anggota Tim 9 beranak-pinak,<br />

dan menjadi Tim 99. Jumlahnya memang sengaja kelipatan 9,<br />

yang konon angka keramat Yudhoyono.<br />

Pada 9 September 2001, nama-nama anggota Tim 99 dilaporkan<br />

kepada Yudhoyono, yang menggelar perayaan hari<br />

ulang tahunnya. Yu dhoyono merestui dan memberikan nama<br />

Partai Demokrat dengan logo bintang bersudut tiga.<br />

Sepuluh hari setelah hajatan itu, Tim 99 berkumpul di<br />

kantor Vence di gedung Graha Pratama, Jalan M.T. Haryono,<br />

Jakarta Selatan. Di hadapan notaris Aswendi Kamuli, “tim<br />

angka keramat” itu membuat akta pendirian partai.<br />

Karena saat itu Letnan Jenderal Yudhoyono, yang menjabat<br />

Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, masih menjaga<br />

jarak dengan partai, praktis tidak ada militer di barisan deklarator<br />

Demokrat. Yang ada hanya akademisi dan pengusaha.<br />

Faksi akademisi rata-rata orang rekrutan Ketua Umum Subur<br />

Budhisantoso, yang merupakan guru besar ilmu antropologi<br />

Universitas Indonesia. “Kelompok pengusaha dipimpin<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Mendirikan DPD<br />

dan pengurus anak<br />

cabang seluruh<br />

Indonesia itu butuh<br />

puluhan miliar.<br />

Vence Rumangkang<br />

Lamhot aritonang /detikfoto<br />

Vence Rumangkang sebagai pendiri sekaligus penyandang<br />

dana,” kata penulis buku Partai Demokrat & SBY, Akbar Faizal.<br />

Buku Partai Demokrat & SBY terbit pada tahun 2005. Saat<br />

itu, Akbar menjadi Ketua Umum Kader Muda Demokrat. Kini<br />

ia menjadi Wakil Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat<br />

(Nasdem).<br />

Para pengusaha yang masuk Demokrat termasuk yang<br />

lumayan banyak berkeringat. Mereka, menurut Vence, harus<br />

melego harta miliknya, terutama saat partai membangun<br />

jaringan kepengurusan di tingkat daerah agar lolos verifikasi<br />

Komisi Pemilihan Umum. “Mendirikan DPD dan pengurus<br />

anak cabang seluruh Indonesia itu butuh puluhan miliar,”<br />

ujarnya.<br />

Vence bersama Sutan memang masuk Tim Akselerasi<br />

pembentukan pengurus daerah. Di dalam tim itu juga ada<br />

Syarief Hasan.<br />

Kini pendiri partai, seperti Sutan dan Syarief, mulai disorot<br />

dalam kasus dugaan korupsi. Sebelumnya, pemberitaan kasus<br />

korupsi banyak diisi politikus yang masuk Demokrat menjelang<br />

Pemilihan Umum 2009. Kader “indekos”—begitu mereka<br />

dijuluki—bertumbangan setelah terbongkarnya permainan<br />

proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang, Bogor.<br />

Dimulai dari Bendahara Demokrat M. Nazaruddin, berturutturut<br />

masuk ruang tahanan Andi Alifian Mallarangeng dan<br />

setelah itu mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum.<br />

Nah, kini mulai muncul nama deklarator dan kader senior<br />

dalam radar Komisi Pemberantasan Korupsi. Misalnya saja<br />

Irianto Muchyi, yang menurut buku Partai Demokrat & SBY,<br />

termasuk anggota Tim 99 yang mendirikan Demokrat.<br />

Staf ahli Sutan ini disebut KPK menerima uang dari Didi<br />

Dwi Sutrisnohadi, Kepala Biro Keuangan Kementerian Energi<br />

dan Sumber Daya Mineral.<br />

Akibat kasus dugaan suap di kementerian ini, Menteri<br />

ESDM Jero Wacik pun disorot. Namun kader senior Demokrat<br />

itu membantah adanya uang dari kementeriannya buat<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Mantan Kepala SKK Migas<br />

Rudi Rubiandini di gedung<br />

KPK.<br />

Lamhot aritonang / detikfoto<br />

Dewan Perwakilan Rakyat. “Tidak ada itu,” kata Jero, yang jadi<br />

pengurus Dewan Pimpinan Pusat Demokrat pasca-Pemilihan<br />

Umum 2004.<br />

Kader senior Demokrat lainnya, Tri Yulianto, juga diduga<br />

menerima “uang tunjangan hari raya” dari Kepala Satuan Kerja<br />

Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas<br />

Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini. Tri termasuk anggota DPR<br />

pertama dari Demokrat yang lolos dalam Pemilu 2004.<br />

Dalam kasus dugaan suap dari SKK Migas ini, KPK mencekal<br />

Eka Putra. Dia adalah staf Sartono Hutomo, mantan<br />

Bendahara Umum Demokrat, yang dimutasi jadi Ketua Divisi<br />

Logistik. Sutan membenarkan Eka adalah staf Sartono.<br />

Sartono, yang merupakan sepupu Yudhoyono, bergabung<br />

dengan Demokrat pascapemilihan anggota legislatif pada<br />

2004. Pengusaha pariwisata ini tercatat menjabat bendahara<br />

di DPD I Bali.<br />

Dalam penyelidikan Ketua SKK Migas Rudi Rubiandini,<br />

juga muncul nama Jhonny Allen Marbun. Jhonny tercantum<br />

sebagai salah satu penerima uang dalam laporan keuangan<br />

PT Anugrah Nusantara, salah satu perusahaan Grup Permai<br />

milik Nazaruddin, pada 25 Januari 2008.<br />

Sebelumnya, Jhonny disebut dalam kasus dugaan suap<br />

proyek perluasan bandara dan dermaga di Sulawesi Selatan.<br />

Keterlibatan Jhonny dilaporkan ke KPK oleh Risco Pesiwaris-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Saya marah.<br />

Kenapa dia<br />

bertindak tanpa<br />

sepengetahuan<br />

saya.<br />

Syarief Hasan<br />

Lamhot aritonang /detikfoto<br />

sa, yang mengklaim pernah jadi asisten<br />

pribadi Jhonny.<br />

Dimintai konfirmasi soal kasus-kasus<br />

ini, Jhonny enggan berkomentar. “Saya<br />

tahu kalian ini cuma mancing-mancing<br />

dan jebak saya,” ujarnya.<br />

Lalu masih ada Menteri Koperasi Syarief<br />

Ha san. Ketua Harian Demokrat ini<br />

tersandung kasus korupsi pengadaan<br />

videotron di Kementerian Koperasi dan<br />

Usaha Kecil Menengah, yang diduga<br />

melibatkan putranya, Riefan Avrian.<br />

Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengendus<br />

adanya kerugian negara senilai<br />

Rp 17 miliar akibat penggelembungan<br />

nilai proyek dan pengerjaan yang tidak sesuai dengan<br />

spesifikasi tender. Kejaksaan menduga PT Imaji Media, yang<br />

memenangi lelang proyek videotron, adalah perusahaan<br />

bodong yang dipimpin oleh Hendra Saputra, office boy yang<br />

dijadikan direktur oleh Riefan.<br />

Kongkalikong memenangi proyek itu diatur oleh Riefan<br />

dengan Kepala Biro Umum Kementerian Koperasi Hasnawi<br />

Bachtiar. Kemenangan perusahaan buatan Riefan itu diduga<br />

diarahkan karena, ternyata, Hasnawi masih berkerabat dengan<br />

Syarief Hasan.<br />

Syarief membantah jika dikatakan bahwa dia juga diperiksa<br />

dalam kasus ini. Namun dia mengaku memarahi Riefan<br />

karena namanya sampai disebut-sebut dalam kasus dugaan<br />

korupsi videotron. “Saya marah. Kenapa dia bertindak tanpa<br />

sepengetahuan saya,” kata Syarief kepada majalah detik.<br />

“Saya dari dulu melarang keluarga saya masuk tempat saya.”<br />

Meski banyak disebut, sejauh ini memang belum ada pendiri<br />

ataupun kader senior demokrat yang jadi tersangka kasus<br />

korupsi. Namun, menurut pengamat politik Hamdi Muluk,<br />

hal tersebut bukan berarti kabar baik bagi Demokrat.<br />

Hamdi melihat elektabilitas Demokrat bakal terpukul se-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Ibarat pohon,<br />

Demokrat pohonnya<br />

tinggi, anginnya<br />

besar.<br />

Achmad Mubarok<br />

ari saputra/detik foto<br />

iring dengan makin gencarnya pemberitaan<br />

soal Sutan Bhatoegana dan Jero<br />

Wacik dalam kasus dugaan aliran uang<br />

tunjangan hari raya dari SKK Migas.<br />

“Semakin banyak kader yang tersangkut,<br />

semakin turun pamor Partai Demokrat,”<br />

ujarnya.<br />

Hamdi menengarai, pendiri sekalipun<br />

bakal dipenggal hubungannya dengan<br />

partai jika mereka tidak punya kedekatan<br />

istimewa dengan Yudhoyono. Jika<br />

kader seperti Sutan, yang menurut dia<br />

tidak terlalu kuat di lingkup internal<br />

partai, terkena kasus korupsi, “Saya<br />

rasa tidak akan dibela-belain banget,”<br />

kata Hamdi.<br />

Anggota Tim 9, Achmad Mubarok,<br />

meyakini pemberitaan kasus korupsi, meskipun meluas ke<br />

kader senior, tidak akan berpengaruh banyak pada elektabilitas<br />

partainya. Menurut dia, pengaruh berita korupsi hanya di<br />

perkotaan, sementara di kampung-kampung biasa saja.<br />

Tumbangnya beberapa politikus muda Demokrat karena<br />

kasus korupsi dilihatnya sebagai ujian saringan demi mendapatkan<br />

kader yang bersih. Bagi Mubarok, politikus Demokrat<br />

yang terkena kasus tidak sebanyak di partai lain, namun pemberitaannya<br />

saja yang berlebihan. “Ibarat pohon, Demokrat<br />

pohonnya tinggi, anginnya besar,” ujarnya.<br />

Vence Rumangkang, yang kini memimpin Dewan Pendiri<br />

Partai Demokrat, menilai, jika elektabilitas partainya menurun,<br />

itu kesalahan kader yang terlibat korupsi. Dia berharap<br />

tidak ada pendiri yang terlibat dalam perkara rasuah. “Baru<br />

Pak Sutan saja, dan mudah-mudahan tidak lebih jauh dari<br />

situ,” ujarnya. ■ Aryo Bhawono, Bahtiar Rifai, Monique Shintami, Pasti Liberti,<br />

Isfari Hikmat | Okta Wiguna<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

lamhot aritonang / detik foto<br />

Sutan Bhatoegana:<br />

Kerja Saya<br />

Mengumpulkan<br />

Duit<br />

“Jadi, tahu tidak, saya umur 27 tahun sudah<br />

punya rumah di Tebet (Jakarta Selatan). Punya<br />

rumah di Yogya. Kerja saya mengumpulkan duit.”<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Rumah Sutan Bhatoegana di<br />

Villa Duta, Kota Bogor.<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

Ada apa dengan Sutan Bhatoegana Komisi<br />

Pemberantasan Korupsi telah tiga kali memeriksa<br />

Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat<br />

ini. Kantor dan rumahnya juga digeledah komisi<br />

antirasuah itu. Staf ahli Sutan, Irianto Muchyi, yang masih<br />

terhitung sebagai pendiri Partai Demokrat, pun dicegah KPK.<br />

Sutan, yang juga menjabat Sekretaris Fraksi Partai Demokrat,<br />

merasa tidak melanggar hukum apa pun. Semua tindakan<br />

KPK terhadap dirinya dia anggap sebagai tindakan prosedural<br />

hukum biasa.<br />

“Saya kooperatif saja. Kita tunggu saja hasilnya,” kata Sutan<br />

kepada majalah detik saat menemuinya di ruang rapat Komisi<br />

VII, yang membidangi energi dan sumber daya mineral,<br />

riset dan teknologi, serta lingkungan hidup, setelah memimpin<br />

rapat kerja dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Zulkifli hasan<br />

Hidup kita<br />

ini rahmatan<br />

lil alamin,<br />

keberkahan untuk<br />

sekalian alam.<br />

Masak ada ancamancaman<br />

Mineral, Rabu, 29 Januari 2014 sekitar pukul 18.00 WIB.<br />

Sebelum wawancara, Sutan berdiskusi dengan Wakil Ketua<br />

Umum Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun. Apa yang<br />

mereka bicarakan, hanya mereka yang tahu. Namun wajah<br />

Sutan tampak serius saat berbincang dengan Jhonny Allen.<br />

Sutan mulai ramai dikaitkan dengan kasus dugaan korupsi<br />

setelah namanya disebut mantan Kepala Satuan Kerja Khusus<br />

Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK<br />

Migas) Rudi Rubiandini. Dalam sidang di Pengadilan Tindak<br />

Pidana Korupsi, Jakarta, pada 28 November 2013, Rudi membuat<br />

pengakuan mengejutkan. Terdakwa suap SKK Migas ini<br />

memberikan uang US$ 200 ribu ke Komisi VII DPR.<br />

Uang itu diberikan sebagai tunjangan hari raya. Uang itu,<br />

kata Rudi, diterima oleh Tri Yulianto. Tri tercatat sebagai anggota<br />

Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat. Dalam sidang<br />

Rudi pada 23 Desember 2013 terungkap, uang itu sebetulnya<br />

hendak diberikan kepada Sutan. Uang itu diserahkan melalui<br />

Tri Yulianto di toko buah All Fresh, Jalan Gatot Subroto, Jakarta<br />

Selatan.<br />

Belakangan terungkap, untuk memenuhi permintaan Komisi<br />

VII itu, Rudi meminta PT Pertamina (Persero) membantu<br />

iuran. Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan pada<br />

Senin, 27 Januari, diperiksa KPK karena mengakui sempat<br />

dijawil Rudi. Namun dia menolak memberikan iuran sebagai<br />

THR bagi Komisi VII DPR. Kuasa hukum Karen, Rudy Alfonso,<br />

pada hari yang sama juga mengungkapkan kliennya sering<br />

mendapat ancaman pemecatan lantaran kerap menolak<br />

memberikan apa pun. Namun Rudy tidak mau menyebut<br />

identitas pihak yang mengancam Karen.<br />

Sutan membantah semua tudingan yang mengarah ke dirinya.<br />

Ia mengaku tidak pernah menerima duit dari Rudi. Ia pun<br />

menyatakan tidak pernah mengancam akan merekomendasikan<br />

pemecatan Karen dari jabatan Direktur Utama Pertamina.<br />

“Hidup kita ini rahmatan lil alamin, keberkahan untuk sekalian<br />

alam. Masak ada ancam-ancaman” ujar Sutan.<br />

Berikut ini wawancara Isfari Hikmat dan Aryo Bhawono<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Video<br />

dari majalah detik dengan Sutan Bhatoegana.<br />

Nama Anda ramai disebut-sebut belakangan ini….<br />

Nama Tuhan pun disebut tidak apa-apa, apalagi<br />

nama kita. Kan tidak jadi masalah.<br />

Nama Anda disebut dalam dakwaan Rudi Rubiandini.<br />

Anda disebut bakal menerima THR US$ 200 ribu. Bagaimana<br />

tanggapannya<br />

Lo, kok melalui saya Tidak salah Di BAP (berita acara pemeriksaan)<br />

tidak begitu ceritanya. Melalui si A ke Pak Sutan.<br />

Sedangkan si A sendiri bilang tidak ada. Jadi, jawaban saya,<br />

kita sendiri tidak ada. Ya, tidak ada memang. Itu kan sudah<br />

di BAP yang disebut ketemu sama beliau. Saya sudah (beri)<br />

klarifikasi, di BAP saya sudah ada itu.<br />

Staf Anda, Irianto Muchyi, dicekal KPK. Bagaimana<br />

tanggapan Anda<br />

Dia tidak tahu apa-apa. Tapi dia sudah dipanggil KPK kemarin.<br />

Ditanya tentang kinerja-kinerja saja. Apa kerjanya, itu-itu<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Sutan Bhatoegana bersama<br />

pengurus Fraksi Partai<br />

Demokrat.<br />

lamhot aritonang/ majalah detik<br />

saja, lainnya tidak ada.<br />

Anda juga beberapa kali diperiksa KPK….<br />

Saya tiga kali diperiksa. Pertama sebagai saksi untuk Pak<br />

Anas (Urbaningrum) tentang Hambalang. Itu sudah selesai.<br />

Satu untuk Pak Rudi, selesai. Satu lagi untuk mantan Sekjen<br />

ESDM. Itu ada tiga orang. Tiga kali saya ke sana berbedabeda<br />

masalahnya. Ya, saya tidak tahu. Tapi kan judulnya satu<br />

Rudi, satu ESDM. Apakah itu satu kaitan, saya tidak tahu. Apa<br />

yang mereka tanyakan, saya jawab.<br />

Rumah Anda juga digeledah KPK….<br />

Kalau itu tindakan prosedural, dilakukan untuk menuntaskan<br />

suatu masalah. Kita kan harus kooperatif. Saya kooperatif<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

saja. Kita tunggu saja hasilnya.<br />

Apakah benar Anda meminta KPK menunda penggeledahan<br />

Saya yang bertanya, apakah bisa menunggu saya, karena<br />

istri saya tidak siap, ia ketakutan. Tidak siap dengan begitu<br />

itu. Mereka bilang, “Pak, sebenarnya tidak apa-apa. Kami biasa-biasa<br />

saja. Bilang sama Ibu, biar Ibu saja yang menemani.<br />

Bapak kembali bertugas saja.” “Oh, kalau begitu tidak apaapa.”<br />

Saya lebih baik memimpin Komisi VII, kan. Eh, ternyata<br />

di sini (kantor) digeledah juga.<br />

Arsiteknya istri<br />

saya. Yang bangun<br />

keponakan saya,<br />

jadi bangun<br />

sendiri supaya<br />

lebih murah.<br />

Apakah keluarga masih shock dengan penggeledahan<br />

itu<br />

Shock-nya bukan karena didatangi KPK. Wartawan<br />

yang memberitakan yang aneh-aneh, itu yang<br />

bikin kita begitu. Coba rumah Anda digitu-gitukan,<br />

macam kita teroris juga. Soal rumah itu tidak ada yang saya<br />

tutup-tutupi. Tanya teman-teman media lain, satu bus dari<br />

DPR, mereka datang ke rumah saya dalam rangka syukuran.<br />

Jadi jangan kalian pikir ini diumpet-umpetin. Kan saya bilang<br />

di TV, kita shock ketika wartawan ada yang memberitakan<br />

bahwa ini hasil korupsi.<br />

Mereka tidak mengerti. Begini, lo, harta saya itu pada<br />

2004 dilaporkan. Waktu itu kan (saya) menjadi caleg, harta<br />

itu harus dilaporkan. Lalu mengalami peningkatan (seiring<br />

waktu), pada 2008 menurun. Kan orang bertanya, bekerja<br />

tapi kok (kekayaan) turun. Orang itu tidak tahu ada dana<br />

deposito yang saya ambil, saya cairkan pada 2009. Lalu pada<br />

2010 saya ambil lagi duit dari teman, pinjaman dulu oleh<br />

teman-teman kita. Uang itu untuk bangun rumah. Pada 2010<br />

sudah bisa terkumpul, kita bangun. Yang membangun istri<br />

saya, arsiteknya istri saya. Yang bangun keponakan saya, jadi<br />

bangun sendiri supaya lebih murah. Bukan dikontrakkan atau<br />

diborongkan, ternyata kan memang lebih murah.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

Yang mendesain semua rumah itu istri Anda sendiri<br />

Ya, istri saya. Siapa lagi Dia yang bangun sendiri, beli sendiri.<br />

Jadi, kalau kalian tanya, (saya) beli tanah ini kenapa tidak<br />

dilaporkan, bagaimana dilaporkan Beli properti ini harus<br />

balik nama dulu. Itu dibeli dulu tanah, harus bangun dulu,<br />

baru balik nama. Kalau tidak balik nama, tidak mau dia jual<br />

itu. Makanya harus kita bangun. Karena takut nanti jadi apa.<br />

Sayang, kan.<br />

Sutan berbincang dengan<br />

wartawan setelah rumahnya<br />

digeledah KPK.<br />

Jafkhairi / ANTARA<br />

besar. Jadi itu ceritanya.<br />

Uang untuk membangun<br />

rumah di Villa Duta,<br />

Bogor, itu juga uang sendiri<br />

semua<br />

Duit dari mana kira-kira.<br />

Kau sendiri bilang gede<br />

banget. Banyak yang lebih<br />

besar di situ. Itu kan 1.000<br />

meter. Ada yang bilang<br />

6.000 meter, itu bohong.<br />

Ada kolam renang kalian<br />

bilang, itu kolam ikan kecil,<br />

mudah-mudahan jadi kolam<br />

Nilai rumah itu berapa<br />

Istri saya yang tahu. Tahun 2009 beli tanah, 2010 dikumpulkan<br />

kekuatan, supaya tidak berutang di tengah jalan. Kalau<br />

(rumah) tidak jadi, kan malu kita. 2011 dibangun, pertengahan<br />

2013 selesai, baru ditempati.<br />

Sebelum di rumah mewah Villa Duta itu, Anda tinggal<br />

di Babakan Madang, Sentul<br />

Tidak, saya (tinggal) di Gunung Putri (Bogor).<br />

Rumah itu (yang di Babakan Madang) kan begini,<br />

rumah di Gunung Putri, sama yang satu lagi, kan<br />

sebelum saya jadi anggota Dewan itu sudah ada. Jadi, tahu<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

tidak, saya umur 27 tahun sudah punya rumah di Tebet (Jakarta<br />

Selatan). Punya rumah di Yogya.<br />

Kerja saya mengumpulkan duit. Kalau ada orang kepepet<br />

butuh duit, lantas diagunkan tanahnya, tidak sanggup lagi<br />

dia (tebus), kita yang ambil alih, kita yang (lanjut) mencicil.<br />

Kayak yang di Sentul itu kan begitu. Itu saya kredit dari tahun<br />

berapa cuma sejuta. Sudah lunas sekarang. Itu dua rumah<br />

dijadikan satu.<br />

Kalau yang di Villa Duta itu tabungan. Sama ada dana-dana<br />

dipinjam sebelum masuk anggota Dewan, tidak dibukukan,<br />

kita tarik lagi. Istri saya yang<br />

tukang minta agar dikembalikan<br />

lagi. Dulu kan katanya<br />

mau dicicil (oleh yang meminjam),<br />

tapi tidak (dicicil)<br />

juga, makanya dikejar sama<br />

istri saya. Terkumpul (dana)<br />

sampai kira-kira cukup, baru<br />

rumah itu kita bangun.<br />

Rumah yang di Sentul<br />

itu juga masih punya<br />

Anda<br />

Masih, masih.<br />

Rumah Sutan di Babakan<br />

Madang, Bogor.<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

Tidak sedang dijual atau disewakan<br />

Itu sudah ada yang ngontrak, sudah ngontrak sudah selesai,<br />

kemudian ya dibisniskan itu. Kan kerja saya, kalau ada duit,<br />

buat beli rumah, daripada buat hura-hura, (mending) dikontrakkan.<br />

Kan begitu.<br />

Apakah Anda mengancam Karen kalau tidak mau<br />

memberi THR<br />

Kalau itu, tanyakan kepada beliau. Itu lebih bagus daripada<br />

tanya kita. Karena kita tidak tahu. Lebih fair kan begitu. Saya<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Fokus<br />

skandal thr<br />

sutan bhatoegana<br />

tidak tahu, tidak tahu saya. Baru dengar dari kalian soal ini.<br />

Isunya, Anda mengancam akan memecat Karen<br />

Ah, boro-boro. Kau ini. Hidup kita ini rahmatan lil alamin,<br />

keberkahan untuk sekalian alam. Masak ada ancam-ancaman<br />

Bagaimana sih Insya Allah tidak ada, tidak ada.<br />

Benarkah tidak<br />

ada ancaman memecat<br />

Karen<br />

Apa tugas kita Apa<br />

kita bisa memecat<br />

orang Lihat tupoksi<br />

(tugas pokok dan<br />

fungsi)-nya, apa tugas<br />

kita itu, apa kita bisa<br />

memecat orang. Lihat<br />

tupoksinya, kan tidak<br />

ada itu.<br />

Rumah Sutan di Sentul,<br />

Bogor.<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

(ancaman).<br />

Pernah bertemu<br />

Karen<br />

Saya ketemu Bu<br />

Karen di sini (DPR),<br />

insya Allah tidak ada<br />

Bagaimana menghadapi kondisi saat ini<br />

Kita pasrah kepada Allah. Kan Tuhan menyatakan, apabila<br />

ada orang memfitnah kau, yang kau tidak lakukan, pahala dia<br />

ke kita, dosa kita ke dia. Jadi dosa-dosa kita dibersihkan. Tapi<br />

saya tidak minta supaya saya difitnah-fitnah untuk dibersihkan<br />

dosa-dosa saya. Saya hadapi dengan berserah kepada<br />

Allah saja. Oke, clear ya, jangan jadi fitnah. ■<br />

Isfari Hikmat | Aryo Bhawono<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

Bapak<br />

Rumah Tangga,<br />

Kenapa Tidak<br />

Di negara maju, jumlah bapak rumah tangga makin tinggi.<br />

Tapi di Indonesia masih banyak yang malu mengakui.<br />

foto-foto: thinkstock<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

Saya bapak rumah tangga.” Mungkin tak banyak<br />

laki-laki yang berani menjawab dengan kalimat itu<br />

jika ditanya soal pekerjaannya. Dari jutaan lelaki<br />

yang ada di Indonesia, mungkin jumlahnya bisa<br />

dihitung dengan jari.<br />

Itu memang pendapat pribadi saya. Tapi, tentu saja, saya<br />

tidak asal mengatakan begitu. Dari pengalaman beberapa<br />

psikolog yang saya temui, ternyata mengambil peran di<br />

rumah bukan pilihan gampang bagi para lelaki.<br />

Salah satunya, psikolog Ratih Ibrahim menyebut, bapak<br />

rumah tangga memang belum lazim di Indonesia. Di Tanah<br />

Air, seorang laki-laki yang tidak bekerja dan tak menghasilkan<br />

uang masih dipandang sebelah mata.<br />

Orang mungkin bisa saja mengabaikan tanggapan orang<br />

lain yang “nyinyir”. Tapi bagaimana jika ungkapan-ungkapan<br />

sinis itu muncul dari keluarga. Atau bahkan dari keluarga<br />

istri Sulit, bukan<br />

Makanya tak mengherankan jika banyak pria<br />

akhirnya tidak mau secara terbuka mengakui posisi<br />

ini. Padahal bisa jadi pria itu sudah membuat<br />

deal khusus dengan istrinya.<br />

Seperti yang dilakukan Eddy, 32 tahun. Dia mengambil<br />

peran sang istri untuk memasak serta<br />

mengurus dan mengantar anak-anak ke sekolah<br />

selama istrinya bekerja. Sedangkan sang<br />

istri meniti karier sebagai dosen di salah<br />

satu perguruan tinggi negeri ternama.<br />

Tantangan langsung muncul begitu<br />

Eddy memutuskan berhenti bekerja.<br />

Dia langsung disemprot orang tuanya.<br />

Awalnya Eddy cuek. Tapi lama-lama<br />

kupingnya panas juga.<br />

Apalagi sewaktu orang tua istrinya<br />

seakan-akan memandang sebelah mata garagara<br />

Eddy tidak menghasilkan uang untuk roda<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

ekonomi keluarganya. “Laki-laki ya harus kerja, masak suruh<br />

istri banting tulang,” ujarnya menirukan mertuanya.<br />

Hal sama dialami Vito, bapak satu anak. Dia memutuskan<br />

tidak bekerja saat anaknya berusia sekitar 5 bulan. Waktu<br />

itu, Vito dan Rini, istrinya, kebingungan mencari pengasuh<br />

untuk anaknya.<br />

“Tidak ada keluarga yang bisa dititipi anak, jadi harus ada<br />

salah satu dari kami yang keluar dari pekerjaan. Gaji dan<br />

posisi istri saya memang lebih tinggi. Jadi mau tak mau saya<br />

yang keluar kerja,” kata Vito.<br />

Guncangan terjadi saat ibu Rini “mengoceh”. Sang mertua<br />

menyebut Vito tidak bertanggung jawab. Suasana semakin<br />

panas saat ibu Vito tidak terima dan meminta sang anak<br />

kembali bekerja.<br />

Banyak Proses<br />

Menjadi bapak rumah tangga di Indonesia memang lebih<br />

susah dibanding di negara maju, seperti Amerika Serikat,<br />

Jerman, dan Australia. Di negara-negara itu, sudah banyak<br />

pria yang secara terbuka menyebutkan posisinya, dan bersedia<br />

mengambil alih tugas istri.<br />

Istilah untuk para pria itu juga beragam, mulai a stay at<br />

home dad, stay at home father, househusband, house dad,<br />

hingga house-spouse. Di Amerika, para pria rumah ini<br />

mulai muncul sejak akhir abad ke-20.<br />

Saat itu, makin banyak perempuan masuk ke<br />

sektor publik. Dan saat mereka menikah, urusan<br />

domestik (rumah tangga) menjadi tanggung jawab<br />

bersama, bukan lagi monopoli perempuan.<br />

Tak aneh jika di keluarga Amerika, para pria begitu<br />

terampil melakoni peran domestik, seperti memasak,<br />

membersihkan rumah, dan berbelanja.<br />

Di Australia tak jauh berbeda. Para suami dan bapak<br />

di Negeri Kanguru juga terampil mengurus keperluan<br />

anak-anak. Mereka juga tak gengsi menyebut profesinya<br />

sebagai house dad atau house husband.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

Dan ternyata,<br />

serial-serial<br />

bertema house<br />

husband itu<br />

menginspirasi<br />

para pria.<br />

Di Jerman juga begitu. Ayah tak ragu kongko bersama ayah<br />

lainnya sambil mengasuh buah hati masing-masing. Mereka<br />

juga sangat “fasih” mengurus anak, seperti menyuapi dan<br />

membuat susu.<br />

Fenomena house dad itu juga tergambar dalam beberapa<br />

serial televisi. Dan ternyata, serial-serial bertema house husband<br />

itu menginspirasi para pria. Bahkan pria Jepang, yang<br />

sebenarnya sangat patriarkal, tertarik menjadi ayah rumah<br />

tangga.<br />

Mereka menganggap membiarkan istri meniti karier,<br />

sementara suami mengurus rumah, adalah tren yang<br />

sangat menarik untuk diikuti. Dan semakin hari, jumlah<br />

ayah rumah tangga di Jepang terus meningkat.<br />

Lalu bagaimana di Indonesia Hmm, jika dilihat dari<br />

pengalaman Eddy dan Vito, rasanya hal itu tidak mudah.<br />

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Devie Rachmawati,<br />

menyebutkan masih perlu waktu panjang. Menurut<br />

dia, saat ini jumlah kaum menengah yang berpendidikan<br />

terus meningkat, tapi masih butuh waktu untuk membuat<br />

masyarakat menerima profesi bapak rumah tangga.<br />

Lagi pula belum banyak pria Indonesia yang rela bertukar<br />

peran dengan sang istri. Mungkin saja ada yang bersedia,<br />

tapi untuk mau buka-bukaan di depan umum soal pertukaran<br />

itu Hmm, nanti dulu.<br />

Menurut Devie, hanya sosok luar biasa yang mau menegaskan<br />

dirinya dalam posisi itu. Maklum saja, banyak sekali<br />

tantangan dan proses yang harus dilalui. Nah, apakah Anda<br />

pria hebat itu n KEN YUNITA<br />

Majalah Majalah detik detik 16 - 322 - 9 Desember februari 2014 2013


gaya hidup<br />

Romantisisme<br />

Raja Yogya<br />

foto-foto: thinkstock<br />

Dulu Taman Sari adalah tempat raja melepas lelah<br />

bersama para selirnya. Konon, di sini juga Sultan<br />

Yogya menemui Kanjeng Ratu Kidul.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

agi warga Yogyakarta, nama Taman Sari tentu sudah<br />

akrab di telinga. Tapi terus terang, saya, yang<br />

lahir dan besar di Yogya, belum begitu paham<br />

dengan tempat wisata taman air itu.<br />

Jujur, saya hanya hafal jalan menuju ke sana.<br />

Kalau ditanya bagaimana sejarah dan cerita<br />

tempat pemandian para raja itu, saya geleng<br />

kepala.<br />

Karena itu, saat pulang kampung agak lama, saya<br />

menyempatkan diri berkunjung ke Taman Sari. Saya<br />

memilih waktu sore hari, sekitar pukul 15.00 WIB, saat matahari<br />

tak terlalu terik.<br />

Meski bukan libur akhir pekan, Taman Sari sore itu cukup<br />

ramai. Saya sampai agak kesulitan mendapat tempat parkir.<br />

Saya baru ingat, saat itu adalah liburan Natal dan tahun<br />

baru. Pantas saja amat ramai.<br />

Setelah mendapat tempat parkir, saya langsung menuju<br />

tempat penjualan tiket masuk. Saya membeli tiga lembar,<br />

yang per tiketnya dihargai Rp 3.500. Murah meriah.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

Saat kami memasuki pintu gerbang, sejumlah pemandu<br />

wisata menawarkan jasa mereka. Awalnya saya tak mau<br />

memakai jasa pemandu wisata itu, tapi setelah dipikir-pikir,<br />

mungkin saya perlu juga.<br />

Seingat saya, tidak ada tulisan atau cerita apa pun yang<br />

bisa menjadi petunjuk bagi pengunjung mengenai sejarah<br />

Taman Sari. Jadi, kalau tidak menggunakan jasa pemandu,<br />

pengunjung hanya bisa melihat-lihat bangunan saja.<br />

Dan jadilah kami ditemani seorang pemandu wisata, pria<br />

berusia sekitar 50 tahun. Dari dia, saya baru tahu bahwa<br />

pintu yang saya lewati itu bukanlah gerbang depan Taman<br />

Sari.<br />

Menurut dia, pintu gerbang yang sekarang digunakan sebagai<br />

pintu masuk tersebut sebenarnya gerbang belakang.<br />

Pintu gerbang depan tidak dipakai karena disesaki rumah<br />

penduduk.<br />

Gerbang tempat kami masuk dinamai Gedong Panggung.<br />

Dulu tempat ini adalah tempat para penjaga. Di sisi kanan<br />

dan kirinya terdapat ruang-ruang untuk bersemadi.<br />

Pengunjung bisa memasuki ruangan itu. Tapi<br />

hati-hati, pintunya pendek.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

Konon, pintu-pintu itu sengaja dibuat pendek agar orang<br />

yang masuk ke ruangan tersebut menunduk. Ini mengingatkan<br />

mereka agar tidak sombong.<br />

Bangunan cagar budaya nomor 19 di dunia ini dibangun<br />

pada abad ke-18. Namun, pada 1800-an, bangunan itu<br />

hancur oleh serangan pasukan Inggris. Sejak itu, Taman Sari<br />

mangkrak, tak terpakai. Pada 1970-an, bangunan itu diperbaiki<br />

dan dibuka kembali, meski masih banyak kerusakan di<br />

sana-sini.<br />

Si pemandu juga menyebutkan bangunan di Taman Sari<br />

merupakan campuran berbagai unsur budaya, yaitu Hindu,<br />

Buddha, Tiongkok, dan Eropa. Atap bangunan, misalnya,<br />

mirip kelenteng. Sedangkan jendela-jendelanya didesain<br />

bergaya Eropa. Ada juga lambang penolak bala di pintu<br />

gerbang, yang diadaptasi dari budaya Hindu.<br />

Dulu, semua bangunan di Taman Sari punya warna khas.<br />

Tapi, setelah dipugar pada tahun 2000-an, warnanya menjadi<br />

cokelat muda agak oranye. Sedikit disayangkan karena<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

warna asli bangunan, yang konon berasal dari batu bata<br />

tumbuk dicampur batu kapur, tertutupi.<br />

Selepas dari Gedong Panggung, kami dihadapkan pada<br />

sebuah pelataran dengan beberapa bangunan yang terpisah-pisah.<br />

Ini disebut Gedong Sekawan. Dulu merupakan<br />

tempat bermain para putri dan selir.<br />

Mungkin kalau zaman sekarang area ini merupakan tempat<br />

berkumpulnya para selir. Banyak aktivitas bisa dilakukan<br />

di sini, seperti merawat tubuh atau sekadar mengobrol.<br />

Beberapa pohon jeruk kingkit tumbuh di pelataran ini.<br />

Setelah puas melihat-lihat, saya melanjutkan perjalanan<br />

menuju kolam pemandian. Untuk menuju ke sana, saya<br />

harus menuruni anak tangga yang cukup curam.<br />

Ada dua kolam besar di area itu. Satu bernama Umbul<br />

Muncar, tempat pemandian para putri raja. Satu lagi<br />

bernama Umbul Kuras, yakni tempat pemandian<br />

para selir.<br />

Saat para selir mandi, biasanya raja mengintip<br />

dari menara di atas ruang ganti para selir. Dari menara<br />

itulah raja akan melempar bunga. Selir yang mendapatkan<br />

lemparan bunga dipilih untuk menemani<br />

raja mandi di kolam pemandian khusus, yang<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

lokasinya berada di balik menara.<br />

Selain mandi, raja dan selir terpilih akan sauna bersama.<br />

Bentuknya mirip tempat tidur dengan beberapa<br />

lubang untuk tempat pembakaran.<br />

Area selanjutnya adalah pelataran dengan ujung<br />

bangunan berupa gerbang tapi tertutup. Pintu<br />

inilah yang menjadi pintu masuk Taman Sari dulu.<br />

Dari pelataran ini, saya bisa melihat bagaimana<br />

padatnya penduduk yang tinggal di sini. Di area<br />

ini juga terdapat Gedong Carik dan Gedong Madaran<br />

(dapur).<br />

Ada juga tempat penginapan raja saat bertandang<br />

ke Taman Sari. Terdapat empat ruang di sisi kanan-kiri.<br />

Ada tempat tidur untuk selir dan tempat tidur buat raja. Di<br />

tempat ini raja juga sering bertapa. Konon, di tempat inilah<br />

raja bertemu dengan Kanjeng Ratu Kidul, penguasa Laut<br />

Selatan. Hingga kini banyak orang datang untuk bersemadi<br />

di tempat ini.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


gaya hidup<br />

ken yunita | majalah detik<br />

Masjid Bundar<br />

Pemandu kemudian mengantar kami ke Masjid Bundar di<br />

bawah tanah. Orang Yogya sering menyebut area ini dengan<br />

sebutan Sumur Gemuling karena di tengah-tengahnya<br />

memang terdapat sumur.<br />

Kami menyusuri perkampungan padat penduduk. Selama<br />

perjalanan ke Masjid Bundar, kami disuguhi showroom batik<br />

selama perjalanan. Tak hanya melihat-lihat koleksi batik, pengunjung<br />

juga bisa melihat proses pembuatan batik di sini.<br />

Para penduduk di sekitar Taman Sari sepertinya memang<br />

sudah sadar wisata. Selain menata kampungnya supaya terlihat<br />

bersih, mereka menyediakan segala keperluan untuk<br />

wisatawan.<br />

Misalnya saja WC umum dengan kondisi cukup bersih.<br />

Juga warung tempat menjual aneka makanan dan minuman<br />

ringan. Harganya Sedikit mahal, tetapi masih terjangkau.<br />

Masjid Bundar terdiri atas dua lantai. Tepat di tengah-tengah<br />

masjid terdapat tangga dan dulu terdapat sumur untuk<br />

mengambil wudu. Tapi sekarang sumur itu ditutup.<br />

Saya tidak tahan berlama-lama di dalam masjid ini karena<br />

udaranya pengap.<br />

Saya pun buru-buru melanjutkan perjalanan ke bangunan<br />

berikutnya, titik nol dari Gunung Merapi ke pantai selatan.<br />

Dulu merupakan tempat karantina para selir raja. Dari sini<br />

pengunjung bisa melihat Kota Yogyakarta dari atas.<br />

Cukup melelahkan memang kunjungan ke Taman Sari ini.<br />

Tapi sekarang saya bisa bercerita panjang-lebar mengenai<br />

Taman Sari. n KEN YUNITA<br />

Majalah Majalah detik detik 16 - 322 - 9 Desember februari 2014 2013


kuliner<br />

Tempat minum<br />

susu segar<br />

biasanya hanya<br />

warung tenda<br />

kaki lima. Tapi<br />

yang satu ini beda.<br />

Tempatnya cozy,<br />

susunya beraneka<br />

rasa. Yuk, dicoba!<br />

foto-foto : ken yunita | majalah detik<br />

tempat<br />

nongkrong<br />

Para<br />

Neneners<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kuliner<br />

Halo neneners…. Ups, jangan<br />

berpikir yang tidak-tidak dulu. Itu<br />

cuma sapaan untuk pengunjung<br />

tempat nongkrong di Kota Yogya<br />

ini. Namanya Kalimilk.<br />

Yup, dari namanya bisa ditebak kalau tempat yang satu<br />

ini menawarkan beragam hidangan dari susu. Tepatnya<br />

susu sapi segar.<br />

Warung susu sapi segar sebenarnya banyak ditemui di<br />

Kota Yogya. Hampir di setiap sudut di kota pelajar ini pasti<br />

ada warung tenda yang menyediakan susu sapi segar yang<br />

menyehatkan itu.<br />

Tapi Kalimilk menawarkan sesuatu yang berbeda. Selain<br />

tempatnya yang cozy sehingga enak buat nongkrong, Kalimilk<br />

juga menawarkan menu susu segar dengan aneka<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kuliner<br />

Begitu masuk,<br />

pengunjung akan<br />

disambut ‘photo<br />

booth’ dengan tulisan<br />

‘Neneners Palace’<br />

rasa. Benar-benar mengundang untuk berkunjung.<br />

Buktinya, hampir setiap hari Kalimilk selalu dipadati pengunjung.<br />

Tiga cabang kafe ini, yakni di Jalan Kaliurang, Jalan<br />

Monumen Jogja Kembali, dan di kawasan Seturan, selalu<br />

ramai.<br />

Saya, yang pencinta susu, tentu tak ingin melewatkan<br />

mencicipi susu segar di Kalimilk. Maka, di hari terakhir liburan<br />

di Yogya, saya menyempatkan untuk mampir ke sana.<br />

Saya memilih Kalimilk di Jalan Kaliurang. Letaknya tak<br />

jauh dari kampus Universitas Gadjah Mada (UGM). Bayangan<br />

warung tenda susu segar langsung sirna<br />

begitu saya sampai. Bangunannya dua lantai dengan<br />

banyak kaca. Pengunjung, baik yang bermotor<br />

maupun bermobil, tak bakal kesulitan mencari<br />

parkir. Tempat parkirnya cukup luas.<br />

Begitu masuk, pengunjung akan disambut “photo<br />

booth” dengan tulisan “Neneners Palace”. Saya<br />

menyebut “photo booth” karena nyaris setiap pengunjung<br />

berfoto dengan latar itu. Termasuk saya.<br />

Suasana yang cozy plus free Wi-Fi membuat banyak<br />

mahasiswa betah nongkrong di sini. Meja dan<br />

kursinya tidak berbeda jauh dengan warung-warung tenda,<br />

tapi finishing-nya yang membuat beda. Lebih bagus. Beberapa<br />

di antaranya dibiarkan dengan finishing alami.<br />

Kebetulan, di lantai satu ada meja kosong, maka saya<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kuliner<br />

langsung memilih tempat itu.<br />

Begitu kami duduk, seorang<br />

waiter langsung menghampiri<br />

dan menyerahkan buku menu.<br />

Begitu menu dibuka, terpampang<br />

sederet susu segar aneka<br />

rasa, seperti rasa jeruk, coco<br />

pandan, nangka, dan durian.<br />

Selain rasa buah, ada juga susu<br />

rasa cookies, seperti moka, karamel,<br />

dan green tea.<br />

Saya langsung jatuh cinta pada menu susu durian. Saking<br />

semangatnya, saya memilih susu gajah alias gelas berukuran<br />

besar. He-he-he. Sedangkan teman-teman saya masing-masing<br />

memilih rasa moka dan green tea.<br />

Saya agak kaget begitu pesanan saya datang. Gelasnya<br />

gede betul. Dan begitu saya cicipi, waduh, saya tak bisa<br />

berhenti menyedotnya. Kombinasi rasa durian dan susunya<br />

benar-benar mantap.<br />

Harga susu di Kalimilk berkisar antara Rp 10 ribu untuk<br />

gelas reguler dan Rp 15 ribu untuk gelas gajah atau besar.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


kuliner<br />

Ukuran gelasnya cukup signifikan lo,<br />

bedanya. Anda bisa memilih, mau<br />

susu panas atau dingin.<br />

Bagi mereka yang alergi susu atau<br />

benar-benar tidak suka susu, tetap<br />

bisa nongkrong di sini. Ada banyak<br />

menu minuman lain yang tak kalah<br />

enak, misalnya blackcurrant ice tea.<br />

Rasanya Hmm… segarrr.<br />

Untuk teman minum susu, ada<br />

berbagai menu makanan, mulai dari<br />

sandwich, omelette, fettucini, risoles<br />

keju, dan roti goreng. Rekomendasi<br />

saya risoles keju. Harganya Rp 8 ribu<br />

saja.<br />

Risoles berisi daging giling dengan<br />

keju lumer, benar-benar enak. Satu<br />

porsi berisi dua risoles, cukup kenyang<br />

karena saya habis minum susu<br />

berukuran gajah. Ha-ha-ha.<br />

n ken yunita<br />

Majalah detik Majalah 27 januari detik 3 - 92 februari 2014


KOLOM<br />

Pemilu<br />

Serentak<br />

Kuatkan<br />

Sistem<br />

Presidensial<br />

Oleh: R. Siti Zuhro<br />

Pemilu serentak bisa mengantar<br />

pada terciptanya pemerintahan<br />

yang kuat dan efektif.<br />

Biodata<br />

Nama:<br />

R. Siti Zuhro<br />

Tempat/Tanggal Lahir:<br />

Blitar, Jawa Timur,<br />

7 November 1959<br />

Pendidikan:<br />

n Sarjana Ilmu Hubungan<br />

Internasional FISIP,<br />

Universitas Jember<br />

n Master Ilmu Politik di<br />

The Flinders University,<br />

Adelaide, Australia<br />

n Doktoral Ilmu Politik di<br />

Curtin University, Perth,<br />

Australia<br />

Pada 23 Januari 2014, Mahkamah Konstitusi<br />

memutuskan bahwa pemilihan umum DPR,<br />

DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota<br />

serta pemilu presiden-wakil presiden (pemilu lima<br />

kotak) pada 2019 harus dilakukan serentak. Secara teknis,<br />

pemilu tersebut akan lebih rumit daripada pemilu sebelumnya.<br />

Bisa dipahami bila nantinya banyak warga yang kurang<br />

berpendidikan bakal mengalami sedikit kesulitan dalam<br />

menggunakan hak politiknya untuk memilih.<br />

Lepas dari perdebatan tentang kesahihan proses administrasi<br />

dan legalitasnya, secara substansial putusan<br />

MK patut diapresiasi. Dalam hal ini, persoalannya bukan<br />

sekadar masalah penghematan biaya, waktu, dan energi.<br />

Putusan MK itu sesungguhnya merupakan koreksi atas<br />

ketidakkonsistenan para pembuat Undang-Undang Pemilu,<br />

yakni DPR dan pemerintah, terhadap konstitusi.<br />

Padahal, sejak lahirnya era reformasi, Indonesia berkomitmen<br />

mempraktekkan sistem demokrasi presidensial.


Karier:<br />

n Anggota tim perumus<br />

RUU Pemilukada<br />

n Peneliti Habibie Center<br />

n Profesor Riset/Peneliti<br />

Senior di LIPI<br />

Karya:<br />

n Konflik dan Kerja Sama<br />

Antardaerah (Jakarta:<br />

Pusat Penelitian Politik<br />

LIPI, 2004)<br />

n Menata Kewenangan<br />

Pusat-Daerah yang<br />

Aplikatif Demokratis<br />

(Jakarta: Pusat<br />

Penelitian Politik LIPI,<br />

2005)<br />

n Efektivitas dan Efisiensi<br />

Pemerintahan Daerah<br />

di Jawa Tengah dan<br />

Sumatera Barat (Jakarta:<br />

Pusat Penelitian Politik<br />

LIPI, 2006)<br />

n Profesionalitas dan<br />

Netralitas Birokrasi:<br />

Menuju Daya Saing<br />

Ekonomi Daerah, Studi di<br />

Empat Provinsi (Jakarta:<br />

The Habibie Center dan<br />

Hanns Seidel Foundation,<br />

2007)<br />

n Demokrasi dan<br />

Globalisasi: Meretas<br />

Jalan Menuju<br />

Kemandirian (Jakarta:<br />

PT THC Mandiri, 2008)<br />

n Demokrasi Lokal:<br />

Perubahan dan<br />

Kesinambungan<br />

Nilai-nilai Budaya<br />

Politik Lokal di Jawa<br />

Timur, Sumatera Barat,<br />

Sulawesi Selatan,<br />

dan Bali (Yogyakarta:<br />

Ombak, 2009)<br />

n Demokrasi Lokal:<br />

Peran Aktor dalam<br />

Demokratisasi<br />

(Yogyakarta: Ombak,<br />

2009)<br />

Dalam konteks ini, pemilu serentak bisa mengantar pada<br />

terciptanya pemerintahan yang kuat dan efektif. Sebab,<br />

hasilnya cenderung akan melahirkan pemerintahan yang<br />

kongruen, yakni presiden terpilih mendapat dukungan<br />

mayoritas anggota parlemen terpilih. Potret yang sama<br />

akan tecermin pada kekuatan politik di daerah.<br />

Komitmen Setengah Hati<br />

Sesungguhnya ada beberapa catatan yang menyiratkan<br />

tentang komitmen Indonesia atas sistem politik presidensial.<br />

Pertama, presiden/wakil presiden dipilih secara<br />

langsung. Kedua, ada batasan masa jabatan presiden/wakil<br />

presiden. Ketiga, presiden/wakil presiden tidak mudah<br />

dijatuhkan atau dimakzulkan. Keempat, meskipun turut<br />

memberikan persetujuan, kewenangan legislasi tidak lagi<br />

di tangan presiden, melainkan di tangan DPR. Kelima,<br />

Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi berkedudukan<br />

sebagai lembaga tertinggi negara. DPR, DPD, dan presiden<br />

menjadi lembaga tinggi yang sama stratanya serta<br />

berperan dalam mewujudkan checks and balances.<br />

Meskipun berkomitmen pada sistem presidensial, realitasnya,<br />

hal itu bersifat setengah hati. Hal ini terlihat jelas<br />

pada beberapa ketentuan dalam UUD 1945 hasil amendemen<br />

yang memperlihatkan kewenangan DPR yang keluar<br />

dari tugas pokok dan fungsinya, yakni legislasi, budgeting,<br />

dan pengawasan (Pasal 20-A). Misalnya dalam hal pengangkatan<br />

duta besar, Panglima TNI, serta beberapa anggota<br />

lembaga dan komisi negara, yang merupakan domain<br />

eksekutif.<br />

Penguatan Sistem Presidensial<br />

Pemilu serentak lima kotak menjadi penting karena coattail<br />

effects yang ditimbulkannya cenderung akan memperkuat<br />

sistem presidensial. Dengan pemilu serentak, presidential<br />

threshold seharusnya tak relevan lagi. Sebab, semua<br />

partai politik peserta pemilu berkesempatan mengajukan<br />

calon presiden/wakil presidennya. Kenyataan ini<br />

akan mendorong partai politik menjadi lebih terbuka<br />

dan demokratis dalam menentukan calon presiden/wakil<br />

presidennya. Dalam hal ini, konvensi menjadi mekanisme<br />

penting skema pengajuan calon presiden, sehingga ketua


n Kisruh Perda: Mengurai<br />

Masalah & Solusinya<br />

(Yogyakarta: Ombak,<br />

2010)<br />

n Model Demokrasi Lokal<br />

di Jawa Timur, Sumatera<br />

Barat, Sulawesi Selatan,<br />

dan Bali (Jakarta: PT<br />

THC Mandiri, 2011)<br />

umum partai tak lagi bisa memonopoli pencalonan itu<br />

karena kompetisinya menjadi terbuka. Persaingan tersebut<br />

tidak hanya bersifat internal, tapi juga dengan pihak<br />

eksternal. Dengan demikian, format baru pemilu presiden<br />

tersebut akan mampu menjanjikan terwujudnya presiden<br />

yang kapabel, akuntabel, dan akseptabel. Bukan sekadar<br />

presiden yang elektabel karena kepiawaiannya dalam<br />

pencitraan.<br />

Dengan sistem multipartai, koalisi antarpartai politik<br />

menjadi penting. Meskipun secara teoretis sistem pemerintahan<br />

presidensial tak memerlukan koalisi, dalam sistem<br />

multipartai seperti saat ini sulit dihasilkan pemenang<br />

pemilu presiden yang diikuti dengan perolehan kursi mayoritas<br />

partainya di parlemen. Karena itu, bukan hal tabu<br />

bila, jauh sebelum pemilu serentak, beberapa partai bekerja<br />

sama untuk membangun koalisi pemerintahan.<br />

Dengan pemilu serentak, koalisi pemerintahan yang dibangun<br />

jauh sebelum pemilu cenderung akan lebih solid<br />

karena tidak didasari kepentingan pragmatis jangka pen-


dek. Idealnya, partai-partai politik yang memiliki kemiripan<br />

ideologi, platform, dan program bekerja sama membangun<br />

sejumlah kesepakatan serta pakta integritas di<br />

antara mereka. Koalisi yang kalah dalam pemilu presiden<br />

dengan sendirinya akan menjadi partai oposisi, yang juga<br />

sama solidnya.<br />

Meskipun presidential threshold tak lagi relevan, parliamentary<br />

threshold tetap penting karena sistem presidensial<br />

membutuhkan penyederhanaan jumlah partai. Yang<br />

diperlukan adalah membangun ambang batas parliamentary<br />

threshold dengan mempertimbangkan ideologi-ideologi<br />

yang hidup di masyarakat. Dengan begitu, partai yang<br />

seideologi tidak hanya bisa membuat koalisi yang solid,<br />

tapi juga dapat berfusi. Karena tujuan pendirian partai<br />

semestinya bukan mengejar kekuasaan semata, tapi juga<br />

untuk merealisasi kesejahteraan rakyat melalui jalan keyakinan<br />

ideologi politik yang dianutnya.<br />

Langkah ke Depan<br />

Sebagai konsekuensi logis dari pemilu serentak, ada banyak<br />

hal yang harus dilakukan untuk membangun sistem<br />

presidensial yang kuat, di antaranya mengamendemen<br />

pasal-pasal dalam konstitusi yang menyiratkan nuansa<br />

parlementarian. Sebagai lembaga penyeimbang pemerintah,<br />

DPR diharapkan hanya memfokuskan fungsinya sesuai<br />

dengan amanat konstitusi tanpa perlu mencampuri<br />

wewenang eksekutif. Juga diperlukan penyatuan undangundang<br />

pemilu (legislatif dan presiden) serta penyempurnaan<br />

format sistem perwakilan dan sistem kepartaian.<br />

Dengan pemilu serentak, tiap parpol berkepentingan<br />

membangun kader-kader partainya dengan baik untuk<br />

menghasilkan calon presiden yang berkualitas dan bukan<br />

sekadar mengandalkan popularitas. n<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung:<br />

Saya Tak Rela<br />

Bandung<br />

Hancur<br />

“Kami ingin membangun dan<br />

mengembangkan Kota Bandung<br />

dengan dana nonbujeter.”<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

ochamad Ridwan Kamil baru empat bulan<br />

dilantik menjadi Wali Kota Bandung. Namun pria<br />

kelahiran Bandung, 42 tahun lalu, ini telah melakukan serangkaian<br />

terobosan. Salah satunya menggali dana corporate social<br />

responsibility (CSR) senilai jutaan euro dari perusahaan-perusahaan<br />

di Eropa. Maklum, dana pembangunan Kota Bandung<br />

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebesar Rp<br />

5 triliun jauh dari memadai untuk menata dan membangun<br />

Bandung. Untuk mengawasi penggunaan dana, ia merekrut<br />

auditor internasional, PricewaterhouseCooper.<br />

Dalam keseharian, arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung<br />

dan Universitas Berkeley, Amerika Serikat, ini juga aktif<br />

mendengarkan keluhan masyarakat. Majalah detik sempat<br />

mengintilinya berkunjung ke rumah warga miskin di Kelurahan<br />

Burangrang, Kecamatan Lengkong. Saat itulah Ridwan dan<br />

istrinya terlihat berkaca-kaca saat mendengarkan cerita duka<br />

warganya.<br />

Namun dia juga bisa galak dan tegas kepada pedagang<br />

kaki lima yang dianggap melanggar ketentuan. Sesaat sebelum<br />

menuju rumah warga miskin, dia memimpin langsung<br />

razia terhadap mereka. “Kepada PKL yang teregistrasi, kami<br />

menyediakan fasilitas kredit sebesar Rp 3 juta untuk meningkatkan<br />

kemampuan mereka,” kata Ridwan kepada majalah<br />

detik, Jumat, 24 Januari 2014.<br />

Lantas, bagaimana dia membenahi masalah lain, seperti<br />

sampah dan kemacetan Bagaimana pula dia membangun<br />

perekonomian yang prorakyat miskin Apa yang membuatnya<br />

tertarik terjun ke dunia politik Berikut ini petikan wawancara<br />

majalah detik di pendapa Balai Kota, selama dalam<br />

perjalanan di mobil dinas, hingga di pinggir jalan.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Kami merekrut<br />

konsultan<br />

internasional<br />

untuk mencari<br />

dana-dana<br />

CSR sekaligus<br />

mengaudit<br />

dana yang<br />

terkumpul dan<br />

penggunaannya.<br />

Bagaimana ceritanya Anda bisa mendapatkan komitmen<br />

dana CSR dari perusahaan-perusahaan swasta di Eropa<br />

Pembangunan dan pembenahan Kota Bandung membutuhkan<br />

upaya yang besar dan serius, sehingga juga butuh<br />

dana besar. Padahal APBD kami hanya Rp 5 triliun. Di sisi<br />

lain, pengalaman saya selama 17 tahun sebagai arsitek di<br />

mancanegara telah membentuk networking yang luas. Jaringan<br />

dan pengalaman itulah yang ingin saya gali kembali. Bagi<br />

saya, networking is everything. Saya teringat pada beberapa<br />

perusahaan yang pernah menjadi mitra saya sewaktu bekerja<br />

menjadi arsitek. Perusahaan-perusahaan itulah yang kemudian<br />

saya datangi untuk kami mintai dana CSR.<br />

Jadi faktor anggaran yang cekak menjadi faktor pendorong<br />

Yang utama memang itu. Bandung mungkin punya sekitar<br />

100 permasalahan, sehingga perlu terobosan. Sedangkan<br />

saya memiliki 300 program yang ingin dicapai selama masa<br />

kepemimpinan. Artinya, banyak sekali permasalahan yang<br />

membutuhkan penanganan secara cepat dan menyeluruh,<br />

tapi dananya minim. Karena itu, kami tetapkan konsep<br />

pengembangan Kota Bandung harus (dilakukan secara)<br />

kolaborasi atau gotong-royong. Kami bekerja sama dengan<br />

Pak Dahlan Iskan (Menteri BUMN) melalui program BUMN<br />

Peduli Bandung, antara lain melalui PT Telkom dan PT Pos.<br />

Kami ingin membangun dan mengembangkan Kota Bandung<br />

dengan dana nonbujeter. Tetapi itu saja kan tidak cukup. Karena<br />

itu, saya berinisiatif menggali dana dari luar negeri tapi<br />

tetap dalam koridor hukum dan aturan.<br />

Perusahaan mana saja yang sudah memberikan komitmen<br />

Saya di Eropa bertemu dengan 11 lembaga. Misi utama saya<br />

adalah menggali dana-dana CSR perusahaan dunia. Yang sudah<br />

kami tanda tangani MOU (nota kesepahaman)-nya adalah<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Bersilaturahmi dan makan<br />

bersama keluarga miskin di<br />

Kelurahan Burangrang.<br />

Rachman/detikfoto<br />

perusahaan air di Belanda, Vitens Evides. Besarnya 5-10 juta<br />

euro dan difokuskan pada pengelolaan air di Kota Bandung.<br />

Tetapi, satu hal yang perlu dicatat, saya tidak memegang<br />

uangnya sama sekali. Perusahaan itu langsung memberikannya<br />

ke perusahaan daerah air minum Kota Bandung.<br />

Selain perusahaan swasta, dari pemerintah Prancis kami<br />

mendapatkan pinjaman senilai Rp 1,7 triliun untuk efektivikasi<br />

jalur kereta Padalarang-Cicalengka. Kami juga sudah bertemu<br />

dengan konsultan dari Prancis, yang menitipkan terciptanya<br />

Bandung Sky Walk.<br />

Bagaimana akuntabilitas dari pencarian dana tersebut<br />

Tentu persoalan akuntabilitas adalah hal yang utama.<br />

Karena itu, kami merekrut konsultan internasional, yakni<br />

PricewaterhouseCooper. Lembaga ini menjadi agen dalam<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

mencari dana-dana tersebut. Dana yang dikumpulkan diaudit.<br />

Begitupun dengan penggunaannya. Lembaga atau perusahaan<br />

yang memberikan dananya juga turut mengawasi. Selain<br />

itu, lembaga swadaya masyarakat, (anggota) legislatif, dan<br />

lembaga audit pemerintah kami persilakan mengawasinya.<br />

Kereta monorel<br />

gantung sangat<br />

cocok untuk<br />

Kota Bandung,<br />

yang minim<br />

area. Kami telah<br />

mengunjungi<br />

pabriknya di<br />

Jerman.<br />

Apa persoalan utama yang dihadapi Bandung<br />

Infrastruktur, jalan. Banyak sekali masalah di jalan. Jalan<br />

gelap, bolong, yang semuanya membuat lalu lintas jadi ruwet<br />

dan macet. Karena itu, sebagai prioritas, saya akan bereskan<br />

jalan. Kalau jalannya tidak bolong dan tidak banjir, saya rasa<br />

Bandung akan jadi lebih baik, lebih nyaman. Kalau orang yang<br />

ada di Bandung nyaman, ekonomi akan semakin tumbuh. Semua<br />

kegiatan lancar dan tidak boros. Setelah soal kemacetan,<br />

berikutnya adalah masalah sampah, pedagang kaki lima,<br />

pengembangan ekonomi masyarakat, dan lain-lain.<br />

Terkait jalan, dua hari lalu pengadilan menghukum Pemerintah<br />

Kota Bandung melakukan perbaikan secepatnya....<br />

Ha-ha-ha… iya. Tuntutan warga itu salah satu yang mendorong<br />

saya menjadi wali kota. Saya siap dan bertanggung<br />

jawab dengan semua putusan tersebut Karena itu, begitu<br />

dilantik, saya langsung membentuk tim petugas reaksi cepat<br />

untuk menambal jalan yang bolong. Mereka langsung<br />

bertindak begitu mendapati jalanan berlubang. Selain tetap<br />

menjaga kenyamanan dan keselamatan bagi pengguna jalan,<br />

cara itu menghemat anggaran. Sebab, lubang yang ada tidak<br />

sempat membesar.<br />

Untuk mengatasi kemacetan, kabarnya Anda akan<br />

membangun monorel<br />

Angkutan massal kereta monorel gantung sangat cocok<br />

untuk Kota Bandung, yang minim area. Kami telah mengunjungi<br />

pabrik monorel dan menemukannya di Jerman. Dinas<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Perhubungan Kota Bandung sedang<br />

menyiapkan dokumen lelang<br />

monorel bagi investor dalam waktu<br />

dua bulan. Saya sudah meluncurkan<br />

bus sekolah, juga sepeda sewa.<br />

Bagaimana dengan pengembangan<br />

ekonomi masyarakat<br />

Pertumbuhan ekonomi Kota Bandung<br />

setiap tahun 9 persen, bahkan<br />

lebih. Angka itu sangat tinggi. Nah,<br />

tantangan saya adalah bagaimana<br />

pertumbuhan ekonomi itu bisa<br />

dinikmati oleh seluruh warga masyarakat<br />

di berbagai tingkatan.<br />

Memimpin tim reaksi cepat<br />

untuk menambal jalan<br />

berlubang.<br />

@ridwankamil<br />

Seperti apa model yang Anda<br />

tawarkan agar maksimal<br />

Kami antara lain membuat kampung<br />

kreatif, yang akan menjadi<br />

destinasi wisata karena kekhasan<br />

kampung masing-masing. Misalnya, ada kampung musik,<br />

kampung patung, kampung burung, dan lain-lain. Estimasi<br />

saya ada 151 kelurahan, berarti ada 151 tema. Di situlah masyarakat<br />

akan terlibat aktif.<br />

Di Twitter Anda berkomunikasi dalam bahasa Sunda,<br />

Indonesia, dan Inggris. Langkah itu turut menunjang<br />

tugas-tugas Anda<br />

Itu saya gunakan dalam waktu yang berbeda, ada jadwalnya.<br />

Maksudnya agar warga Bandung melek terhadap kondisi<br />

nasional sekaligus global. Bandung harus menjadi kota<br />

internasional. Begitupun warganya. Meski begitu, jati diri,<br />

adat istiadat, dan budaya tidak boleh ditinggalkan. Makanya,<br />

saya gunakan juga bahasa Sunda. Lewat media sosial, masya-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

rakat bisa langsung mengeluarkan unek-unek dan saran atau<br />

mengkritik. Cuma, (kritik) tanpa data dan fakta atau sekadar<br />

umpatan kasar tidak saya tanggapi. Sejauh ini cara itu cukup<br />

efektif.<br />

Sebagai arsitek kelas dunia, secara materi penghasilan<br />

Anda lebih dari cukup. Kenapa tergiur terjun ke politik<br />

dan pemerintahan<br />

Kalau hanya berpikir soal materi, tentu saya tidak akan mau<br />

terjun ke politik. Saya lahir dan besar di Bandung. Ketika saya<br />

berhasil menggali ilmu, kemudian menjadi konsultan bagi<br />

kota-kota lain, bahkan di luar negeri, tapi kota kelahiran saya<br />

amburadul, apakah saya harus berdiam diri Rasanya tidak.<br />

Bagi saya, berpegang<br />

pada aturan yang<br />

ada, bekerja secara<br />

sungguh-sungguh dan<br />

ikhlas, insya Allah<br />

kita akan tetap di<br />

jalan yang benar.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


interview<br />

Saya tidak rela tanah kelahiran saya hancur penuh masalah.<br />

Karena itu, panggilan itu saya ungkapkan secara tulus kepada<br />

masyarakat. Alhamdulillah, mereka dengan tulus menyambutnya.<br />

Saya diberi kepercayaan.<br />

Jadi, Anda sekeluarga sudah siap dengan segala risiko<br />

di dunia politik, yang kerap penuh intrik<br />

Insya Allah. Kami sudah siap dan menyadari segala risikonya.<br />

Bagi saya, berpegang pada aturan yang ada, bekerja secara<br />

sungguh-sungguh dan ikhlas, insya Allah kita akan tetap di<br />

jalan yang benar.<br />

Anda resmi menjadi kader salah satu partai<br />

Bukan kader atau pengurus partai. Saya kan pegawai<br />

negeri sipil, saya masih dosen ITB hingga saat ini. Pegawai<br />

negeri tidak boleh menjadi kader atau pengurus partai. Tapi<br />

ada partai yang mengusung saya karena visi dan tekad saya.<br />

Mungkin dinilai cocok atau senapas dengan partai, sehingga<br />

saya diusung dalam pemilihan umum kepala daerah. n<br />

ARIF ARIANTO<br />

BIODATA<br />

Nama: Mochamad Ridwan Kamil<br />

Tempat/Tanggal Lahir:<br />

Bandung, 4 Oktober 1971<br />

Istri: Atalia Praratya<br />

Pendidikan:<br />

• SDN Banjarsari III Bandung, 1978-<br />

1984<br />

• SMP, 1984-1987<br />

• SMA, 1987-1990<br />

• Sarjana S-1 Teknik Arsitektur,<br />

Institut Teknologi Bandung, 1990-<br />

1995<br />

• Master of Urban Design, University<br />

of California, Berkeley, 1999-<br />

2001<br />

Karier:<br />

• Arsitek di perusahaan Amerika<br />

Serikat, 1996<br />

• Pegawai di Departemen Perencanaan<br />

Kota Berkeley, Amerika<br />

Serikat, 1999<br />

• Dosen Fakultas Teknik Arsitektur<br />

ITB, 2002-sekarang<br />

• Principal PT Urbane Indonesia,<br />

Senior Urban Design Consultant<br />

SOM, EDAW (Hong Kong & San<br />

Francisco), dan SAA (Singapura),<br />

2004<br />

• Wali Kota Bandung, 2013-2018<br />

Kegiatan sosial:<br />

• Taman Bermain Babakan Asih<br />

Kopo, Bandung. Ini adalah program<br />

perbaikan kampung dengan<br />

cara membeli sepetak tanah<br />

untuk dijadikan taman bermain<br />

anak dan kegiatan lomba mewarnai<br />

dinding kampung dengan<br />

gambar-gambar kreatif.<br />

• Komunitas Bandung Berkebun.<br />

Kegiatan ini adalah cara warga<br />

Bandung memanfaatkan lahan-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


lahan kosong untuk dihijaukan<br />

interview<br />

oleh tanaman pertanian, seperti<br />

sayur-sayuran. Lokasi kebun-kebun<br />

ini juga menjadi ruang sosial<br />

sebagai alternatif akhir pekan bagi<br />

anak-anak. Hasil panen sebagian<br />

dijual untuk menambah penghasilan<br />

anggota komunitas.<br />

• Gerakan Indonesia Bersepeda<br />

(Bike Bdg). Kegiatan ini memberi<br />

pilihan kepada warga Kota bandung<br />

untuk beraktivitas seharihari<br />

dengan sepeda sewa (Bike<br />

Sharing).<br />

• Deklarasi Babakan Siliwangi sebagai<br />

Hutan Kota Dunia Perserikatan<br />

Bangsa-Bangsa.<br />

Karya Arsitektur:<br />

• Bandung Creative<br />

Park Project: Taman<br />

Cikapayang Dago<br />

• Masjid Merapi.<br />

Proyek sosial<br />

menggunakan<br />

abu letusan Gunung Merapi<br />

untuk dikonversi menjadi batako.<br />

• Rumah Gempa Padang. Proyek<br />

sosial ini merupakan pembangunan<br />

rumah-rumah tahan gempa<br />

dengan material kayu dan bambu<br />

lokal.<br />

• Lampu Botol (Walking Brain)<br />

• Bottle House, rumah yang dirancang<br />

dengan konsep Courtyard<br />

House, dibangun dengan lebih<br />

dari 30 ribu botol bekas.<br />

• Museum Tsunami, merupakan<br />

hasil desain karya sayembara<br />

pada 2007 untuk memperingati<br />

musibah tsunami.<br />

Penghargaan:<br />

• Selama 2004-2013 menerima<br />

berbagai penghargaan di tingkat<br />

nasional maupun internasional,<br />

baik atas karya-karya yang<br />

dirancangnya atas nama pribadi<br />

maupun biro arsitek Urbane,<br />

dan program aktivitas di<br />

bidang sosial.<br />

Rachman | detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


people<br />

Lucy Nicholson | REUTERS | Ari Saputra | detikfoto | hasan alhabshy | detikfoto<br />

Lorde<br />

Vino G.Sebastian<br />

Nina Tamam<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


people<br />

Lucy Nicholson | REUTERS<br />

Lorde<br />

Mungkin tak banyak yang<br />

tahu siapa Lorde, dan baru<br />

mengenalnya setelah penyanyi<br />

Selandia Baru ini<br />

memenangi Grammy tahun ini. Tak<br />

tanggung-tanggung, penyanyi yang baru<br />

berumur 17 tahun itu menyabet dua<br />

Grammy sekaligus.<br />

Bahkan, penyanyi yang bernama asli<br />

Ella Maria Lani Yelich-O’Connor ini<br />

tak percaya debutnya bakal diganjar<br />

penghargaan tertinggi di dunia musik.<br />

Apalagi lagunya sama sekali belum<br />

pernah masuk dalam jajaran 40 lagu<br />

terpopuler.<br />

Tak mengherankan jika ia menyebut<br />

semua ini fenomenal. “Aku sama sekali tak<br />

pernah menyangka bisa seperti malam<br />

ini,” ujarnya saat menerima Grammy<br />

untuk kategori “Best Pop Solo Performance”.<br />

Dan saat lagunya yang berjudul<br />

Royals dinobatkan sebagai “Song of The<br />

Year”, Lorde juga tak banyak berbicara.<br />

“Terima kasih pada semua yang telah<br />

membuat lagu ini meledak,” ujarnya.<br />

Namun karena masih di bawah umur,<br />

penyanyi yang September lalu baru<br />

merilis album pertamanya, Pure Heroine,<br />

ini harus merayakan prestasinya tanpa<br />

minuman beralkohol. Suatu hal yang tak<br />

lazim di Hollywood.<br />

n NYDAILY NEWS.COM/CBSNEWS.COM | ESTI UTAMI<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


people<br />

Vino G. Sebastian<br />

Ari Saputra | detikfoto<br />

Dengan mata berbinar, Vino<br />

G. Sebastian menceritakan<br />

perkembangan anaknya, Jizzy<br />

Pearl Sebastian, yang kini berusia<br />

6 bulan. “Ia sudah mulai mengenali<br />

suara dan tahu kalau namanya dipanggilnya,”<br />

ujarnya bangga.<br />

Jizzy tampaknya benar-benar menjadi<br />

mutiara bagi Vino dan istrinya,<br />

Marsha Timothy. Saat Jizzy lahir pertengahan<br />

tahun lalu, Vino langsung meninggalkan<br />

syuting sinetron Tuhanlah<br />

yang Tahu, yang saat itu sedang kejar<br />

tayang.<br />

Bahkan, agar bisa melihat langsung<br />

perkembangan sang buah hati, peraih<br />

Piala Citra pada 2008 lewat film Radit<br />

dan Jani ini menolak sejumlah tawaran<br />

main film yang diperkirakan bakal<br />

menangguk sukses. “Saya yakin rezeki<br />

tak akan lari ke mana,” ujarnya di sela<br />

syukuran film Tabula Rasa di Jakarta<br />

beberapa waktu lalu.<br />

Bukan hanya itu, Vino dan Marsha juga<br />

tak mau mempercayakan perawatan<br />

sang buah hati kepada baby sitter. Mereka<br />

memilih berbagi shift untuk merawat<br />

sendiri Jizzy. Soal makanan pun pasangan<br />

ini sangat selektif. Mereka membuatkan<br />

sendiri makanan untuk Jizzy. “Sebisa<br />

mungkin bukan makanan instan,” ujarnya.<br />

Angkat jempol, deh. n Esti Utami<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


people<br />

hasan alhabshy | detikfoto<br />

Nina Tamam<br />

Bagaimana kabar Nina Tamam<br />

Ternyata diam-diam eks<br />

vokalis grup Warna ini kini tengah<br />

menyiapkan album baru,<br />

yang rencananya dirilis tahun ini. Di sela<br />

persiapan itu, perempuan kelahiran 29<br />

Maret 1975 ini tetap aktif di berbagai<br />

kegiatan sosial. Setahun terakhir, dia<br />

dipercaya menjadi duta penyelamatan<br />

hiu oleh organisasi perlindungan satwa<br />

dunia WWF.<br />

Kepada majalah detik, Nina mengisahkan,<br />

semua itu berawal ketika dia<br />

menyaksikan bagaimana hiu “dipanen”.<br />

“Brutal. Enggak manusiawi banget! Mereka<br />

diambil siripnya (hanya siripnya),<br />

lalu dibuang kembali hidup-hidup ke<br />

laut. Hiu masih hidup dan dibuang ke<br />

laut tanpa sirip. Enggak bisa berenang,<br />

enggak bisa ngapa-ngapain. Hidup berdarah-darah,”<br />

ujarnya.<br />

Sejak saat itu ia menyetop hobi mengkonsumsi<br />

sup sirip hiu. Ia juga langsung<br />

mengiyakan ketika WWF memintanya<br />

membantu mengkampanyekan #SOShark:<br />

Stop Eating Sharks Fin.<br />

Eh, ternyata Nina juga rajin mengkampanyekan<br />

food combining, yang sudah<br />

dijalaninya selama enam tahun. Ada satu<br />

masa, ujarnya, ketika selama 5 bulan berturut-turut<br />

masuk UGD akibat demam<br />

tinggi. Pada bulan ke-6, ia mengikuti<br />

jejak sang suami, melakukan food combining.<br />

“Manfaatnya Huaduuuh, banyak.<br />

Yang pasti memutus membership dengan<br />

UGD. Yang sebelumnya underweight,<br />

jadi normal setelah 3 bulan melakukan<br />

food combining,” ujarnya. n Esti Utami<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Pertaruhan Terakhir<br />

Yingluck<br />

"Aku sudah bosan dengan semua orasi-orasi itu.<br />

Sekarang waktunya membersihkan negara ini, semua<br />

elite itu. Mereka semua."<br />

REUTERS/Damir Sagolj<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Pasukan antihuru-hara<br />

Thailand bersiaga di depan<br />

Markas Kepolisian Thailand,<br />

Rabu (29/1).<br />

REUTERS/Athit Perawongmetha<br />

Gayanya tak jauh beda dengan Che Guevara,<br />

tokoh revolusioner dari Argentina. Baret merah di<br />

kepala dengan kacamata hitam nangkring di atas<br />

hidungnya. Tapi Ko Tee dan belasan anak buahnya<br />

tak hendak menggelar revolusi di Thailand. Alih-alih hendak<br />

menumbangkan pemerintah, Ko Tee malah berniat mempertahankan<br />

kekuasaan pemerintah Thailand.<br />

Ko Tee dan barisan kaus merah lainnya—julukan bagi kelompok<br />

pendukung Perdana Menteri Yingluck Shinawatra—<br />

siap “berperang” melawan mereka yang berniat menggusur<br />

Yingluck dari kursinya. “Sekarang sudah masuk perang, tapi<br />

masih perang tanpa senjata. Tapi, jika sampai terjadi kudeta<br />

atau pemilihan umum gagal terselenggara, maka akan berubah<br />

menjadi perang bersenjata,” Ko Tee memperingatkan<br />

lawan-lawannya.<br />

Suara Ko Tee keras. Mengancam. Siap berperang. “Aku ingin<br />

terjadi banyak kekerasan di sana untuk mengakhiri ini semua.<br />

Aku sudah bosan dengan semua orasi-orasi itu. Sekarang<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Semakin lama<br />

pemilu ditunda,<br />

masalahnya bakal<br />

tambah rumit.”<br />

waktunya membersihkan negara ini, semua elite itu. Mereka<br />

semua,” kata Ko Tee tanpa ragu. Phutthiphong Khamhaengphon,<br />

koordinator kaus merah di Khon Kaen, menimpali ancaman<br />

Ko Tee. “Jika perlu, kami akan menjadi seperti Vietkong<br />

saat melawan invasi Amerika Serikat. Perang gerilya.”<br />

Walaupun terus ditekan oleh protes tanpa henti oleh barisan<br />

oposisi yang dikomando oleh Komite Reformasi Demokrasi<br />

Rakyat, bahkan terusir dari kantornya, Perdana Menteri<br />

Yingluck tak menyerah. Setelah bertemu dengan Komisi<br />

Pemilihan Umum di markas militer di utara Kota Bangkok,<br />

Selasa, 28 Januari 2014, Yingluck mengumumkan pemilu<br />

pada 2 Februari jalan terus.<br />

“Aku bertahan demi demokrasi, bukan untuk politik,” kata<br />

Yingluck. “Pemilu akan menjadi keputusan terakhir rakyat<br />

Thailand.” Sehari sebelumnya, anggota Komisi Pemilu, Somchai<br />

Srisutthiyakorn, menyarankan supaya pemilu ditunda<br />

tiga hingga empat bulan. Penundaan itu akan memberi waktu<br />

bagi pemerintah dan oposisi untuk bernegosiasi bagaimana<br />

proses transisi politik yang bisa diterima kedua pihak.<br />

Namun, menurut Wakil Perdana Menteri Phongthep Thepkanchana,<br />

jika pemerintah Thailand memutuskan menunda<br />

pemilu, tak ada jaminan kubu antipemerintah menghentikan<br />

protesnya. “Kami memahami kekhawatiran Komisi Pemilu.<br />

Tapi, semakin lama pemilu ditunda, masalahnya bakal tambah<br />

rumit,” kata Phongthep.<br />

Komisi Pemilu sendiri memang masih jauh dari siap untuk<br />

menyelenggarakan pemilihan umum. Sampai Rabu pekan<br />

lalu, calon anggota parlemen untuk 28 daerah pemilihan<br />

masih kosong. Surat suara untuk 14 provinsi di wilayah selatan<br />

Thailand juga masih nyangkut di kantor pos Nakhon Si<br />

Thammarat. Somchai memperkirakan, paling tidak butuh<br />

waktu enam bulan untuk menuntaskan semua pemungutan<br />

suara dan terbentuk pemerintahan baru.<br />

Begitu pemilu diputuskan jalan terus, Menteri Dalam Negeri<br />

Charupong Ruangsuwan segera memerintahkan semua<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Massa antipemerintah<br />

menggelar protes menolak<br />

pemilu di Bangkok, Kamis<br />

(30/1).<br />

REUTERS/Athit Perawongmetha<br />

gubernur di Thailand menggelar kampanye mendukung<br />

pemilihan umum. “Kami tak ingin mengesankan bahwa ini<br />

sebuah tantangan. Tapi, jika mereka memantik kekerasan,<br />

kami juga harus melindungi rakyat,” ujar Charupong. “Kalian<br />

bisa saja menjatuhkan pemerintah setelah beberapa bulan.<br />

Tapi itu tidak punya legitimasi. Sesuatu pasti akan terjadi<br />

kemudian.”<br />

Untuk mencegah kekerasan, 10 ribu polisi diterjunkan di<br />

Bangkok. Militer Thailand juga menambah jumlah prajuritnya<br />

yang ditugaskan di Bangkok dan sekitarnya. Menurut juru<br />

bicara militer Thailand, Kolonel Winthai Suvaree, saat ini ada<br />

5.000 prajurit yang disiagakan di Bangkok.<br />

Suthep Thaugsuban, pemimpin Komite Reformasi Demokrasi,<br />

mati-matian berusaha menggagalkan pemilu. Sejak Kamis<br />

pekan lalu, Komite Reformasi Demokrasi mengerahkan<br />

ribuan pendukungnya untuk melumpuhkan semua aktivitas<br />

di Kota Bangkok. “Kami tak setuju dengan pemilu, tapi kami<br />

tak akan menghalangi.... Jadi, siapa pun yang ingin memberikan<br />

suara, silakan saja. Jika kalian setuju dengan kami, jangan<br />

berikan suara,” kata Suthep.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Aku bertahan<br />

demi demokrasi,<br />

bukan untuk<br />

politik.”<br />

l l l<br />

Sejak tiga bulan lalu, Thailand tersandera protes tak berkesudahan.<br />

Suhu politik mulai memanas setelah pemerintahan<br />

Yingluck mengajukan rancangan undang-undang amnesti<br />

politik ke parlemen. Yingluck berdalih undang-undang itu dibutuhkan<br />

untuk menyatukan kembali Thailand yang terbelah<br />

setelah kerusuhan politik tiga tahun lalu.<br />

Lawan-lawan politiknya curiga, peraturan itu bakal membuka<br />

jalan bagi Thaksin Shinawatra untuk pulang dari pelariannya<br />

tanpa harus menjalani hukuman. Thaksin, yang digusur<br />

dari kursi perdana menteri pada 2006, diadili secara in absensia,<br />

tanpa kehadirannya, atas tuduhan korupsi dan diputus<br />

bersalah. Senat Thailand menolak rancangan undang-undang<br />

amnesti tersebut.<br />

Namun usulan itu telanjur melukai kepercayaan terhadap<br />

pemerintahan Perdana Menteri Yingluck. Lawan-lawan<br />

politiknya menuding Yingluck hanyalah boneka sang kakak,<br />

yang kini tinggal di Dubai, Uni Emirat Arab. Jalan-jalan di Kota<br />

Bangkok kini dikuasai barisan oposisi yang dikomando oleh<br />

Komite Reformasi Demokrasi Rakyat. Yingluck juga terusir<br />

dari kantornya.<br />

Kini, setiap kali bepergian, Yingluck harus menyamarkan<br />

perjalanannya. Tak ada lagi sirene meraung-raung. Tak ada<br />

pula konvoi kendaraan berderet-deret. Bahkan rombongan<br />

orang nomor satu di Thailand ini pun berhenti ketika lampu<br />

merah di jalan menyala. Setiap kali ada di Bangkok, kini dia<br />

terpaksa berkantor di markas Angkatan Udara Thailand. “Dia<br />

berada di bawah tekanan yang tak terbayangkan. Tapi dia<br />

bisa mengatasinya dengan baik,” Suranand Vejjajiva, Kepala<br />

Staf Kantor Perdana Menteri Thailand, memuji bosnya.<br />

Kantor-kantor pemerintah pun juga tercerai-berai. Para pejabat<br />

Kantor Imigrasi Thailand kini harus bekerja dari sebuah<br />

bekas gedung bioskop, Major Hollywood, di Provinsi Samut<br />

Prakarn. Sebagian pegawai Kementerian Sosial berkantor di<br />

rumah yatim-piatu di Nonthaburi. Sementara pejabat Kemen-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

Pemimpin barisan<br />

antipemerintah, Suthep<br />

Thaugsuban, di antara para<br />

pendukungnya.<br />

REUTERS/Nir Elias<br />

terian Perdagangan terpaksa “mengungsi” ke pusat kerajinan<br />

di Provinsi Ayutthaya, sekitar 55 kilometer dari Bangkok.<br />

Pemilihan umum pada Ahad, 2 Februari, bisa menjadi<br />

klimaks, tapi bisa pula antiklimaks dari sengketa politik di<br />

Negeri Gajah Putih. Sulit dipastikan pemilu itu akan mengakhiri<br />

perseteruan antara kedua kubu. Menurut Yuttaporn Issarachai,<br />

pengamat politik dari Universitas Terbuka Sukhothai<br />

Thammathirat, pemilu akan menjadi alat uji bagi pemerintah<br />

maupun protes yang digalang Suthep.<br />

“Pertaruhannya sangat besar. Jika pemerintah berhasil<br />

menarik sebagian besar rakyat Thailand untuk ikut pemilu,<br />

maka itu menjadi sinyal bahwa mereka tak setuju dengan<br />

sikap Suthep menolak pemilu,” kata Yuttaporn. n<br />

SAPTO PRADITYO | BAngkok POST | reuters | telegrAPH | WSJ<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


internasional<br />

BIRMINGHAMMAIL<br />

“Kami Bukan<br />

Pengemis”<br />

Film dokumenter Benefits Street, yang ditayangkan di stasiun<br />

televisi Channel 4, memantik kontroversi di Inggris<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

ibtimes<br />

Benefits Street mestinya bukan merupakan panduan<br />

cara mengutil yang “aman” di toko. Pada satu<br />

episode Benefits Street yang ditayangkan stasiun<br />

Channel 4 di Inggris beberapa pekan lalu, Danny<br />

Smith memamerkan kelihaiannya berkelit dari alat pemindai<br />

yang dipasang di toko busana.<br />

Suatu hari, dia masuk sebuah toko busana sembari menenteng<br />

tas kertas. Yang tak biasa, bagian dalam tas itu dilapisi<br />

kertas aluminium. “Isi saja dengan jaket seharga 2.000 pound<br />

sterling (sekitar Rp 40 juta) atau apa pun yang kalian inginkan,<br />

dan silakan melenggang jalan keluar dari toko. Tak akan ada<br />

satu pun alarm yang bersuara,” Danny memaparkan teknik<br />

mengutilnya.<br />

Tap untuk melihat Video<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

Benefits Street menggambarkan<br />

orang-orang yang menerima bantuan<br />

pemerintah seperti pengemis.<br />

Danny memiliki tiga anak dan sertifikat instruktur kebugaran.<br />

Tapi dia mengaku terlalu malas untuk bekerja. Dia selalu<br />

memilih jalan pintas. Sehari setelah keluar dari penjara, tangannya<br />

sudah gatal untuk kembali ke “hobi” lamanya: mengutil.<br />

Catatan kejahatannya sangat panjang. Dia sudah puluhan<br />

kali masuk bui sejak umur 12 tahun. Tapi kapok tak ada dalam<br />

kamus hidup bandit kecil ini. Hari itu dia mengutil lima jaket<br />

mahal, yang kemudian dia jual seharga 200 pound sterling<br />

atau sekitar Rp 4 juta. Uang itu ludes dibelanjakan ganja dan<br />

dia teler seharian.<br />

“Orang ini adalah salah satu pengutil paling hebat yang<br />

pernah aku temui seumur hidupku. Inilah Jalan James Turner,<br />

dan seperti inilah cara kami mendapatkan uang,” kata Fungi,<br />

bukan nama sebenarnya, tetangga Danny di Jalan James Turner,<br />

Distrik Winson Green,<br />

Birmingham, Inggris.<br />

Fungi tak jauh beda dari<br />

Danny. Suatu kali, juru kamera<br />

Benefits Street menyorot<br />

bagaimana Fungi “menyelundup”<br />

ke Hotel Premier Inn,<br />

mencuri majalah-majalah<br />

baru yang ada di lobi hotel itu dan menjualnya di jalan. Dari<br />

kejahatan kecilnya, penganggur ini mengantongi beberapa<br />

puluh pound sterling.<br />

Serial dokumenter Benefits Street memang khusus menyorot<br />

kehidupan sehari-hari warga sepanjang Jalan James Turner.<br />

Sepenggal jalan di Birmingham ini memang agak “unik”.<br />

Sekitar 90 persen warganya menerima kucuran rupa-rupa<br />

santunan dari pemerintah Inggris. Sejak pertama kali tayang<br />

pada awal Januari 2014, serial dokumenter yang dibuat oleh<br />

Love Productions ini langsung merebut hampir 5 juta penonton<br />

televisi di Inggris. Rating acara ini tertinggi sepanjang<br />

sejarah Channel 4.<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

guardian<br />

Bukan cuma puja-puji yang diperoleh Benefits Street, tapi<br />

juga hujan caci maki, bahkan ancaman mati. Bukan cuma<br />

kepada pembuat film itu, tapi juga terhadap warga Jalan<br />

James Turner. “Set fire to #benefitstreet,” seorang warga Inggris<br />

menumpahkan kemarahannya di akun Twitter. “All these<br />

people should just die,” orang lain menulis di laman Twitter.<br />

Arshad Mahmood, warga Distrik Bradford, tak jauh dari<br />

Distrik Winson Green, menggalang petisi untuk menghentikan<br />

penayangan film dokumenter itu. Menurut Arshad, serial<br />

Benefits menyebarkan prasangka dan kebencian terhadap<br />

para penerima santunan dari pemerintah.<br />

“Benefits Street menggambarkan orang-orang yang menerima<br />

bantuan pemerintah seperti pengemis. Gambaran itu<br />

salah besar,” kata Arshad dua pekan lalu. “Aku bekerja selama<br />

33 tahun. Tapi, setelah menjalani operasi, aku tak bisa lagi<br />

bekerja. Sekarang aku terpaksa menerima santunan pemerintah.”<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

Tayangan itu sangat jujur,<br />

menggambarkan kehidupan<br />

nyata di Inggris.<br />

Richard McKerrow, Direktur Kreatif Benefits Street, mengelak<br />

jika filmnya dituding tak seimbang dan hanya menyebarkan<br />

kebencian terhadap para penerima tunjangan. “Tayangan<br />

itu sangat jujur, menggambarkan kehidupan nyata di Inggris.<br />

Orang hanya takut menghadapinya,” kata Richard.<br />

Pemerintah Inggris memberikan sejumlah santunan kepada<br />

para penyandang cacat, penganggur, mereka yang bekerja<br />

tapi gajinya di bawah standar minimum, dan warga lanjut<br />

usia. Pada 2012-2013, anggaran untuk tunjangan ini sebesar<br />

161 miliar pound sterling atau sekitar Rp 3.258 triliun. Hampir<br />

separuhnya diberikan kepada warga lanjut usia. Sisanya,<br />

antara lain, sekitar 5 miliar pound sterling atau Rp 100 triliun<br />

diberikan kepada para penganggur, 13,5 miliar pound sterling<br />

atau Rp 270 triliun bagi penyandang<br />

cacat, dan 24<br />

miliar pound sterling atau Rp<br />

485 triliun untuk tunjangan<br />

perumahan.<br />

Pemerintah Inggris memang<br />

sangat dermawan.<br />

Mereka menghabiskan seperlima<br />

anggaran belanjanya<br />

untuk rupa-rupa santunan.<br />

Tapi beberapa cerita yang ditayangkan di Benefits Street<br />

memang bisa membuat orang-orang yang sungguh-sungguh<br />

memeras keringat cemburu berat.<br />

Bayangkan saja, pasangan muda Mark dan Becky, keduanya<br />

juga tinggal di Jalan James Turner, bersama kedua anaknya,<br />

menerima tunjangan 1.500 pound sterling atau Rp 30,3 juta<br />

per bulan. Tunjangan itu dihentikan setelah ketahuan keduanya<br />

memalsukan data. “Kami memang curang, dan dengan<br />

gampang memperoleh 1.500 pound sterling setiap bulan,”<br />

Mark berterus terang.<br />

Kisah para penerima santunan seperti yang ditayangkan<br />

Benefits Street ini memang bisa bikin orang sewot. Tak meng-<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

guardian<br />

herankan jika sampai ada yang<br />

berpendapat orang-orang<br />

ini tak beda dengan parasit.<br />

Gambaran yang sebenarnya tak akurat. “Kami menjadi tampak<br />

seperti gelandangan,” kata Anna Korzen, 28 tahun. Dia<br />

tinggal di James Turner bersama dua anaknya dan menerima<br />

santunan 900 pound sterling atau Rp 18 juta per bulan.<br />

Masih ada orang-orang seperti Stephen Smith alias<br />

Smoggy, bapak dua anak, yang mati-matian mencari uang<br />

meskipun dia juga menikmati tunjangan dari pemerintah<br />

Inggris. Setiap hari dia berjualan barang-barang kebutuhan<br />

sehari-hari, seperti sabun dan tisu toilet, dari pintu ke pintu.<br />

Menjelang Natal tahun lalu, dia juga menyambi kerja sebagai<br />

pembungkus paket di salah satu perusahaan pengiriman<br />

barang pada malam hari.<br />

Penelitian tim dari Sekolah Ilmu Sosial dan Politik Universitas<br />

Edinburgh pada akhir tahun lalu pun membuktikan,<br />

pemberian tunjangan oleh pemerintah tak membuat para<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


internasional<br />

STEPHEN ALIAS Smoggy<br />

mirror<br />

penganggur bermalas-malasan dan melunturkan niat mencari<br />

pekerjaan.<br />

Ada orang seperti Craig, yang, sekalipun ke mana-mana harus<br />

berkursi roda, tak menyerah mencari pekerjaan. Setiap pekan<br />

dia menerima tunjangan 171,25 pound sterling atau Rp 3,5 juta.<br />

Sudah ratusan lamaran pekerjaan dia layangkan, tapi ratusan kali<br />

pula dia ditolak. Setiap kali dia mencantumkan kekurangannya<br />

dalam surat lamaran pekerjaan, tak sekali pun dia dipanggil untuk<br />

wawancara. “Aku ingin menunjukkan kepada orang di seluruh<br />

dunia bahwa aku juga mampu bekerja seperti orang lain,” kata<br />

Craig. ■<br />

SAPTO PRADITYO | guardian | Brimingham mail | BBC<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


sport<br />

Istri Pun Ditinggal<br />

demi Tenis<br />

"Ever tried. Ever failed. No matter.<br />

Try again. Fail again. Fail better."<br />

jason reed / reuters<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sport<br />

Aku tak pernah<br />

bermimpi, karena<br />

aku tahu, aku tak<br />

cukup bagus untuk<br />

mengalahkan dia.<br />

Stanislas Wawrinka barangkali memang agak<br />

“sinting”. Bayangkan saja, pemain tenis kelahiran<br />

Lausanne, Swiss, ini rela “menukar” keluarganya<br />

dengan karier di lapangan tenis, tiga tahun lalu.<br />

Sang istri, Ilham Vuilloud, kini 39 tahun, menuturkan, pada<br />

20 September 2010 Stanislas pulang ke rumah mereka di<br />

Kota Saint Barthelemy, Swiss. Bukannya bersantai menikmati<br />

kebersamaan bersama istri dan anaknya, Alexia, yang masih<br />

bayi, Stanislas malah buru-buru berkemas lagi.<br />

“Dia mengatakan kepadaku punya prioritas hidup baru,”<br />

kata Ilham kepada tabloid Blick tiga bulan kemudian. “Dia<br />

buru-buru berkemas, memasukkan barang-barangnya ke<br />

dalam tas dan pindah ke hotel.” Stanislas memutuskan<br />

meninggalkan keluarganya supaya bisa berfokus<br />

seratus persen pada karier tenisnya, tanpa direcoki<br />

urusan rumah tangga.<br />

Kepada Ilham, Stanislas mengatakan hanya<br />

tinggal punya waktu lima tahun lagi untuk mencatatkan<br />

namanya dalam sejarah tenis. Stanislas,<br />

saat itu telah berumur 25 tahun, belum pernah<br />

sekali pun menginjakkan kakinya di babak final turnamen<br />

grand slam. Ilham menyayangkan keputusan<br />

mendadak suaminya. “Mestinya ada jalan lain jika dia<br />

menceritakan kepadaku sebelumnya,” kata mantan penyiar<br />

televisi tersebut.<br />

Hari-hari itu mungkin memang saat-saat yang sulit untuk<br />

Stanislas Wawrinka. Dua pekan sebelumnya, Stanislas sukses<br />

besar menekuk Andy Murray, petenis unggulan dari Inggris,<br />

di babak ketiga turnamen Grand Slam US Open. Berhasil menaklukkan<br />

Murray, setengah kaki Stanislas mestinya sudah<br />

berada di babak semifinal. Posisinya lebih diunggulkan saat<br />

berhadapan dengan petenis Rusia, Mikhail Youzhny, di babak<br />

perempat final.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sport<br />

petar kujundzic / reuters<br />

Tapi tenis bukan matematika, yang rumusnya serba pasti.<br />

Stanislas, yang tak bermain tenang, dilipat Youzhny, 3-6,<br />

7-6, 3-6, 6-3, 6-3. Dua kali Stanislas membanting raketnya ke<br />

lapangan dengan frustrasi dan mendapat peringatan dari wasit.<br />

Dia layak frustrasi lantaran buruknya akurasi pukulannya<br />

sendiri. Walaupun 13 kali mencatatkan servis ace, Stanislas<br />

membuat 71 kali kesalahan sendiri.<br />

Nasib sialnya rupanya masih berekor. Sepekan setelah angkat<br />

kaki dari US Open, Stanislas terbang ke Astana, Kazakhstan,<br />

untuk bergabung dengan tim Piala Davis Swiss. Stanislas<br />

menjadi andalan Swiss untuk mengalahkan tim Kazakhstan,<br />

yang sama sekali tak diunggulkan.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sport<br />

Jika kalian bukan<br />

Roger, Rafa,<br />

Novak, atau<br />

Andy, kalian tak<br />

akan memenangi<br />

banyak turnamen<br />

dan kalian akan<br />

selalu kalah.<br />

Bukannya menang dengan gampang, tim Swiss, yang<br />

tak diperkuat Roger Federer, malah dipermalukan tim tuan<br />

rumah. Stanislas dan kawan-kawannya dibantai 5-0 tanpa<br />

balas. Stanislas Wawrinka, yang jadi andalan, ditaklukkan Mikhail<br />

Kukushkin, 3-6, 6-1, 6-4, 1-6, 6-3. Dari Astana, Stanislas<br />

langsung pulang ke rumahnya di Saint Barthelemy, Swiss,<br />

dan memutuskan berpisah dari anak-istrinya.<br />

●●●<br />

Lebih dari 40 bulan setelah meninggalkan anak-istrinya,<br />

Stanislas Wawrinka, kini 28 tahun, semakin dekat dengan<br />

posisi puncak. Pada Ahad, 26 Januari 2014, Stanislas<br />

menjadi petenis kedua dari Swiss yang memenangi<br />

nomor tunggal pria turnamen grand slam setelah<br />

Roger Federer.<br />

Di babak final Australia Open, Stanislas, yang<br />

berada di posisi underdog, mencundangi Rafael<br />

Nadal di lapangan Rod Laver Arena, 6-3, 6-2, 3-6,<br />

6-3. Dua belas kali melawan Nadal sebelumnya,<br />

dan tak sekali pun pernah menang, Stanislas sama<br />

sekali tak diunggulkan di depan Nadal, yang sangat<br />

superior.<br />

“Benar-benar gila yang terjadi hari ini... aku tak pernah<br />

berharap bisa memenangi grand slam. Aku tak pernah<br />

bermimpi, karena aku tahu, aku tak cukup bagus untuk mengalahkan<br />

dia,” katanya seusai pertandingan. “Aku telah menyaksikan<br />

Federer merebut banyak sekali gelar juara grand<br />

slam. Sekarang tiba giliranku.”<br />

Stanislas memang agak tertolong oleh cedera punggung<br />

yang diderita Nadal. Selama pertandingan, beberapa kali<br />

Nadal minta waktu untuk menjalani terapi masalah di punggungnya.<br />

Tapi bukan berarti dia tak layak merebut trofi Aus-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sport<br />

david gray / reuters<br />

tralia Open. Jalan yang mesti dilewati Stanislas menuju babak<br />

final sama sekali bukan jalan yang gampang.<br />

Dia harus melewati unggulan kedua Novak Djokovic dan<br />

Tomas Berdych, peringkat ketujuh dunia. “So deserving for<br />

Stan the man #nevergiveup #whatamatch #sohappy,” Roger<br />

Federer menulis di akun Twitter-nya. Sekalipun sudah mendekati<br />

usia “senja” untuk ukuran pemain tenis, semangat<br />

pantang menyerah Stanislas memang luar biasa.<br />

Dia tahu betul, bakatnya<br />

tak sehebat empat<br />

penguasa lapangan tenis<br />

selama beberapa tahun<br />

terakhir: Rafael Nadal,<br />

Novak Djokovic, Roger<br />

Federer, dan Andy Murray.<br />

Keempat pemain ini<br />

merebut 34 gelar juara<br />

dari 35 gelar grand slam<br />

terakhir. Sejak Prancis<br />

Terbuka 2005, hanya<br />

Juan Martin del Potro<br />

yang pernah menembus<br />

dominasi mereka. Stanislas<br />

hampir selalu kalah<br />

melawan empat petenis<br />

elite ini.<br />

“Jika kalian bukan Roger, Rafa, Novak, atau Andy, kalian tak<br />

akan memenangi banyak turnamen dan kalian akan selalu kalah.<br />

Mereka selalu lebih baik ketimbang kami semua. Itu fakta<br />

yang harus dihadapi,” kata Stanislas merendah. “Tapi kalian<br />

harus melihat sisi positif sebuah kekalahan.” Sejak beberapa<br />

bulan lalu, dia menato tangan kirinya dengan satu kutipan<br />

dari novelis Irlandia, Samuel Beckett. "Ever tried. Ever failed.<br />

No matter. Try again. Fail again. Fail better."<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


sport<br />

blick<br />

Menurut Magnus Norman, sang pelatih, walaupun sudah<br />

bertahun-tahun berada di jajaran 25 besar peringkat tenis<br />

dunia, Stanislas masih sering grogi dan kurang percaya diri<br />

saat berada di babak-babak krusial, terutama saat berhadapan<br />

dengan empat petenis itu. “Dia selalu dua kali melangkah<br />

ke depan, satu langkah ke belakang,” Severin Luthi, kapten<br />

tim Piala Davis Swiss, menggambarkan karakter Stanislas.<br />

Begitu kepercayaan dirinya semakin mantap, performa Stanislas<br />

di lapangan juga<br />

semakin kinclong. Semua<br />

pemain top pernah<br />

dia taklukkan. Dia<br />

juga sudah kembali<br />

berkumpul dengan<br />

istri dan anaknya.<br />

Norman mengatakan<br />

tak ada jurus rahasia<br />

untuk Stanislas. Yang<br />

penting bagaimana<br />

membuat dia percaya<br />

pada kemampuan dirinya.<br />

“Dia sekarang sudah<br />

tahu bagaimana<br />

bermain di panggung<br />

yang besar,” ujar<br />

Djokovic, memuji lawannya.<br />

Tapi Stanislas tetap belum berani mengincar posisi<br />

nomor satu—setelah Australia Open, peringkatnya langsung<br />

melesat ke urutan ketiga dunia, di bawah Nadal dan Djokovic.<br />

“Tidak... tidak sama sekali. Aku masih harus meningkatkan<br />

permainanku selangkah demi selangkah,” kata Stanislas.<br />

SAPTO PRADITYO | ESPN | guarDIAN | USA TODAY<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

DNA Kembar Identik<br />

Terbukti tak Serupa<br />

“Kami hanya bisa berharap kemajuan sains yang akan<br />

mengejar terus kasus itu.... Kami tahu itu bakal terjadi.<br />

Hanya tinggal soal waktu saja.”<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

Kedua orang ini juga sama-sama<br />

memberi pernyataan, dan keduanya<br />

membantah tuduhan sebagai pelaku<br />

pemerkosaan mahasiswi itu.<br />

Setelah berpekan-pekan menyelidiki kasus<br />

pemerkosaan terhadap enam perempuan, tim<br />

detektif Kepolisian Marseille, Prancis, berhasil<br />

mempersempit kemungkinan pelakunya. Rekaman<br />

kamera CCTV di sepanjang blok apartemen lokasi pemerkosaan<br />

memperkuat bukti mereka.<br />

Pada Februari setahun lalu, Kepolisian Marseille akhirnya<br />

menangkap tersangka pelakunya. Bukan satu orang, melainkan<br />

dua orang: Elwin dan Yohan—bukan nama sebenarnya.<br />

Dari foto keduanya, para korban yang berumur antara 22<br />

tahun hingga 76 tahun juga telah memastikan bahwa mereka<br />

inilah pelaku pemerkosaan.<br />

Tapi urusan hukum tak lantas serbagampang dan semulus<br />

jalan tol. Yang jadi soal, tak ada korban yang cukup yakin,<br />

apakah Elwin atau Yohan yang jadi pemerkosanya. Ya, Elwin<br />

dan Yohan adalah dua saudara kembar identik. Bukti noda<br />

sperma yang dimiliki polisi pun tak cukup untuk menyeret Elwin<br />

atau Yohan, atau bahkan mungkin keduanya, ke penjara.<br />

Sebab uji DNA (deoxyribonucleic<br />

acid) standar gagal membedakan<br />

apakah sperma itu milik Elwin<br />

atau Yohan.<br />

Emmanuel Kiehl, kepala penyelidikan<br />

kasus pemerkosaan<br />

ini, cuma bisa garuk-garuk kepala. “Ini kasus yang langka, di<br />

mana kemungkinan tersangkanya dua orang kembar identik,”<br />

kata Kiehl, kala itu. Saat Elwin dan Yohan ditangkap setahun<br />

lalu, belum ada metode yang mangkus, cukup akurat, dan<br />

ongkosnya masuk akal, untuk membedakan DNA milik dua<br />

orang kembar identik. Kiehl perlu perintah khusus untuk<br />

menahan Elwin dan Yohan.<br />

Pada kasus biasa, menurut seorang ahli forensik kepada<br />

harian La Provence, untuk membuktikan DNA seseorang, mereka<br />

cukup meneliti 400 pasang kode genetik. Untuk kasus<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

langka seperti Elwin dan Yohan, mereka harus memelototi<br />

bermiliar-miliar pasangan kode genetik untuk mengenali kelainan<br />

genetik yang unik. Ongkosnya bisa beberapa juta euro<br />

atau puluhan miliar rupiah. Repotnya, selain ongkosnya luar<br />

biasa mahal, Kepolisian Marseille juga tak punya fasilitasnya.<br />

Kembar identik atau kembar monozigotik, seperti Elwin<br />

dan Yohan, terlahir dari proses pembuahan satu sel telur oleh<br />

satu sperma. Proses pembelahan yang melahirkan dua embrio<br />

bayi, kemungkinan terjadi setelah tahap blastosis. Angka<br />

ETHNOS<br />

kelahiran kembar monozigotik bervariasi dari satu tempat ke<br />

tempat lain, tapi rata-rata global sekitar 3,5 per 1.000 kelahiran.<br />

Kasus kriminal yang bikin puyeng seperti Elwin dan Yohan<br />

bukan cuma ditemui Emmanuel Kiehl dan timnya. Pada 23<br />

November 1999, seorang mahasiswi Sekolah Seni dan Desain<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

Pada saat proses pewarisan ini, typo<br />

alias ‘salah ketik’ terjadi.<br />

Kendall di Grand Rapids, Michigan, Amerika Serikat, dipukul<br />

seseorang dari belakang dan diperkosa. Lima tahun kemudian,<br />

polisi menemukan tersangkanya, yakni Jerome Cooper.<br />

Belakangan, polisi menemukan fakta bahwa Jerome memiliki<br />

saudara kembar identik, Tyrone Cooper. Kedua saudara<br />

kembar ini sama-sama memiliki catatan buruk soal kejahatan<br />

seksual.<br />

“Kedua orang ini juga sama-sama memberi pernyataan, dan<br />

keduanya membantah tuduhan sebagai pelaku pemerkosaan<br />

mahasiswi itu,” kata Kapten Jeffrey Hertel, Kepala Kepolisian<br />

Grand Rapids, beberapa pekan lalu. “Padahal kami semula<br />

berharap salah satu akan mengatakan, ‘Aku tak ingin saudaraku<br />

menghadapi tuduhan yang<br />

salah. Akulah pelakunya.’ Tapi<br />

itu tak pernah terjadi.”<br />

Saat dikumpulkan dalam satu<br />

ruangan, Cooper bersaudara tak pernah sekalipun menyinggung<br />

soal kasus itu. Bukti percikan sperma pada jaket sang<br />

korban juga tak banyak menolong karena tes DNA saat itu<br />

gagal membedakan apakah itu milik Jerome atau Tyrone.<br />

Walhasil, tanpa pengakuan dan tak ada bukti pasti, dengan<br />

kecut, polisi terpaksa membiarkan Cooper bersaudara melenggang<br />

keluar dari tahanan polisi.<br />

“Kami hanya bisa berharap kemajuan sains yang akan mengejar<br />

terus kasus itu.... Kami tahu itu bakal terjadi. Hanya<br />

tinggal soal waktu saja,” kata Kapten Hertel. Setelah<br />

14 tahun kasus itu tak tertuntaskan, menurut Hertel,<br />

sang korban masih terus berharap kasusnya<br />

suatu saat nanti bisa dibawa ke pengadilan.<br />

●●●<br />

Keadilan itu mungkin akan datang tak lama<br />

lagi. Cooper bersaudara tak bisa berkelit lagi.<br />

Sudah ditemukan cara untuk membedakan DNA<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

EUROFINS<br />

milik dua orang kembar identik, seperti Cooper bersaudara<br />

dan Elwin-Yohan. Terbukti, saudara kembar identik sebenarnya<br />

tak benar-benar serupa DNA-nya.<br />

Georg Gradl, peneliti genetik Eurofins Genomics (Eurofins<br />

MWG Operon), mengatakan manusia memiliki sekitar tiga<br />

miliar pasang kode genetik. “Saat pembuahan terjadi, embrio<br />

berkembang, seluruh kode genetik ini akan disalin, diwariskan,”<br />

kata Dr. Gradl, tiga pekan lalu. “Pada saat proses pewarisan<br />

ini, typo alias ‘salah ketik’ terjadi.” “Salah ketik”, atau<br />

lebih tepatnya mutasi genetis, inilah yang membedakan DNA<br />

antara dua kembar identik.<br />

Pada tes DNA standar, menurut Gradl, perbedaan kecil<br />

akibat mutasi saat proses pewarisan ini tak bakal terdeteksi.<br />

Gradl bersama tim Eurofins telah membuat metode khusus<br />

untuk menganalisis lebih dari tiga miliar kode genetis itu<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


SAINS<br />

Aku sudah capek. Urusan ini<br />

sudah aku anggap selesai.<br />

GEORG GRALD<br />

EUROFINS<br />

dan mencari setitik perbedaan DNA antara saudara kembar<br />

identik akibat mutasi kecil tersebut. Seluruh proses ini akan<br />

memakan waktu sekitar satu bulan.<br />

Sudah ada sejumlah lembaga forensik dan kantor kepolisian<br />

yang meminta tim Eurofins membantu memecahkan kasus<br />

kejahatan yang melibatkan dua saudara kembar identik. Satu<br />

di antaranya adalah Kepolisian Marseille. “Kami sangat yakin<br />

bakal bisa mendapatkan hasilnya,” kata Dr.<br />

Gradl. Belum jelas, berapa ongkos pemeriksaan<br />

DNA saudara kembar identik oleh Eurofins ini.<br />

Jika ongkosnya cukup murah, metode Eurofins<br />

ini barangkali juga bisa membantu kasus unik seperti yang<br />

dihadapi Holly Marie Adams. Sepuluh tahun lalu, Holly melahirkan<br />

bayi. Dia mengklaim Raymond Miller-lah ayah bayi itu.<br />

Namun Raymond membantahnya dan menolak membayar<br />

tunjangan bagi anak itu. Urusan ini terpaksa dibawa ke Pengadilan<br />

Missouri.<br />

Di muka majelis hakim, Raymond membawa saudara kembarnya,<br />

Richard Miller. Dia meminta dilakukan tes DNA untuk<br />

membuktikan apakah dia atau Raymond bapak anak itu.<br />

Hasilnya, kemungkinan 99,9 persen Raymond atau Richard<br />

adalah bapak anak itu. Yang bikin tambah runyam,<br />

juga bikin kepala Hakim Fred Copeland cenat-cenut,<br />

Holly mengaku berhubungan seks dengan Raymond<br />

maupun Richard pada hari di mana kemungkinan besar<br />

terjadi pembuahan itu.<br />

Majelis hakim akhirnya memutuskan bahwa Raymond-lah—sekalipun<br />

dia terus membantah—“ayah”<br />

anak itu. “Aku sudah capek. Urusan ini sudah aku anggap<br />

selesai,” kata Holly, beberapa tahun lalu. Seandainya<br />

metode Eurofins sudah ditemukan, barangkali urusan<br />

ini tak bakal berlarat-larat. ■<br />

SAPTO PRADITYO | BBC | daily mail | popsCI | USA today<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Utang Terus<br />

Menggunung<br />

Utang pemerintah terus<br />

meningkat dan menembus<br />

Rp 2.000 triliun. Para ekonom<br />

memandang wajar. Penggunaan<br />

utang untuk subsidi bahan<br />

bakar minyak dikritik.<br />

thinkstockphotos.com<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Nelayan mengangkat<br />

keranjang berisi ikan di<br />

Ulee Lheue, Banda Aceh.<br />

Utang luar negeri mestinya<br />

digunakan untuk membangun<br />

infrastruktur yang bisa<br />

memperbaiki nasib nelayan.<br />

ANTARA FOTO/Ampelsa<br />

AWAL 2014 agaknya menjadi tahun yang menguntungkan<br />

bagi Direktorat Jenderal Pengelolaan<br />

Utang. Lembaga di bawah Kementerian Keuangan<br />

ini salah satu tugasnya adalah mencari utang<br />

untuk negara dengan bunga semurah mungkin. Tugas itu<br />

dijalankan dengan baik pada awal tahun ini.<br />

Direktorat ini berhasil mendapatkan utang sesuai dengan<br />

target pada sejumlah lelang Surat Utang Negara, bahkan<br />

berhasil mendapatkan Rp 15 triliun dari target Rp 10 triliun<br />

pada 21 Januari lalu.<br />

Pemerintah Indonesia, seperti negara lain, memang mengandalkan<br />

lelang-lelang seperti ini untuk mendapatkan sebagian<br />

utangnya, yang tahun ini sudah melewati garis Rp 2.000<br />

triliun. Dan utang yang mencapai Rp 2.300 triliun itu, setidaknya<br />

menurut versi pemerintah, tak perlu dicemaskan. “Tidak<br />

perlu khawatir berlebihan,” kata Wakil Menteri Keuangan<br />

Bambang Brodjonegoro. “Tetap kita harus jaga utang kita,<br />

tapi enggak usah berlebihan.”<br />

Tren nilai utang pemerintah memang terus naik. Sepuluh<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Pembangunan salah satu<br />

gedung di Jakarta. Proyek<br />

infrastruktur di Indonesia<br />

banyak memanfaatkan<br />

dana utang.<br />

ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan<br />

tahun silam, utang pemerintah sekitar Rp 1.300 triliun. Tapi<br />

pemerintah menunjuk bahwa sedikit-banyaknya utang tidak<br />

melulu dilihat dari nilai nominalnya, tapi mesti dibandingkan<br />

dengan angka produk domestik bruto.<br />

Utang pemerintah memang cenderung turun jika menggunakan<br />

perbandingan ini. Saat itu, besar utang lebih dari 50<br />

persen dari angka ini, tapi sejak 2009 di bawah 30 persen.<br />

Sekarang, dengan utang Rp 2.300 triliun, rasionya hanya 28<br />

persen dibanding produk domestik bruto.<br />

Persentase yang 28 itu memang relatif kecil dibanding utang<br />

negara lain. Malaysia, misalnya, setahun silam angkanya 53<br />

persen. Negara maju persentasenya malah lebih tinggi. Rasio<br />

Singapura atau Amerika Serikat di kisaran 100 persen. Jepang<br />

malah di atas 200 persen. Hanya negara dengan sumber daya<br />

alam tinggi, seperti Arab Saudi, yang rasionya sangat rendah.<br />

Dengan melihat perbandingan ini, ekonom Universitas<br />

Indonesia, Telisa Aulia Falianty, menyebut utang pemerintah<br />

masih wajar. “Sebagai negara berkembang, wajar saja pemerintah<br />

memakai utang untuk menutup defisit,” katanya.<br />

Utang mestinya digunakan untuk kegiatan yang produktif,<br />

seperti membangun infrastruktur atau mendorong kegiatan<br />

ekonomi, termasuk usaha kecil, bukan menyubsidi bahan<br />

bakar minyak atau menggaji pegawai negeri.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Utang pemerintah Indonesia dibanding produk domestik bruto memperlihatkan tren menurun<br />

dalam 10 tahun ini, dari kisaran 60 persen menjadi di bawah 30 persen. Angka ini lebih rendah dari<br />

Malaysia, misalnya, apalagi Amerika Serikat dan Singapura.<br />

120<br />

100<br />

80<br />

60<br />

40<br />

20<br />

0<br />

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013<br />

Indonesia Malaysia Amerika Serikat Singapura Arab Saudi<br />

Meski angka utang itu wajar, ekonom Institute for Development<br />

of Economics and Finance, Ahmad Erani Yustika,<br />

berharap pemerintah mengoptimalkan penerimaan dalam<br />

negeri serta melakukan efisiensi belanja Anggaran Pendapatan<br />

dan Belanja Negara agar tidak terlalu dibebani utang. Masalahnya,<br />

menurut dia, pemerintah tidak mau bekerja serius<br />

mengoptimalkan penerimaan dan tidak memiliki iktikad baik<br />

untuk efisiensi belanja.<br />

“Akibatnya, jalan pintas yang dilakukan pemerintah adalah<br />

mengajukan permohonan utang walaupun akhirnya ada yang<br />

tidak terserap,” ujar Ahmad Erani.<br />

Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Latief<br />

Adam, berpendapat sama. Pemerintah harus mendorong<br />

peningkatan penerimaan dari perpajakan dan nonpajak pada<br />

titik optimal. Utang pun harus digunakan secara efisien untuk<br />

membiayai pengeluaran yang produktif, seperti membangun<br />

infrastruktur. “Bukan untuk membiayai kegiatan-kegiatan<br />

yang bermotif kepentingan populis, seperti menambah subsidi<br />

BBM,” katanya. n Hans Henricus B.S. Aron<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Indonesia Masuk Daftar<br />

Lima Negara Rapuh<br />

ADA istilah ekonomi baru yang<br />

muncul dan menjadi tren pada<br />

awal tahun ini. Istilah itu adalah<br />

Fragile Five alias Lima Negara Rapuh.<br />

Malangnya, Indonesia masuk daftar lima<br />

negara rapuh ini, di samping India, Turki,<br />

Brasil, dan Afrika Selatan.<br />

Negara-negara ini memiliki pertumbuhan<br />

ekonomi bagus selama beberapa<br />

tahun. Hanya, masalahnya, pertumbuhan<br />

ini sangat bergantung pada investasi dari<br />

luar negeri. Investor memborong surat<br />

utang dan saham di negara-negara ini<br />

saat ekonomi dipandang membaik. Tapi,<br />

begitu ada persoalan, investor langsung<br />

lari.<br />

Di Indonesia, saat ada tanda-tanda bunga<br />

bakal naik di Amerika Serikat karena<br />

negara itu menghentikan stimulus ekonomi,<br />

investor langsung lari. Akibatnya,<br />

bursa saham anjlok dan sepanjang 2013<br />

seperti tertahan. Rupiah juga anjlok, sehingga<br />

pemerintah terpaksa mengerem<br />

laju ekonomi dengan menaikkan suku<br />

bunga.<br />

Negara-negara lain dalam Fragile Five<br />

ANTARA FOTO/Yusran Uccang<br />

mengalami nasib yang kira-kira sama.<br />

Semula ekonominya dipandang mulus.<br />

Tapi, begitu investor asing pergi, ekonomi<br />

menjadi mengkhawatirkan. Utang<br />

jangka pendek pun menjadi salah satu<br />

ancaman saat investor ini keluar dari<br />

sebuah negara. n Nur Khoiri<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Perempuan menjadi<br />

Pasar Utama<br />

Bisnis mobil travel tak lekang dihantam moda angkutan lain.<br />

Orang tua dan perempuan menjadi sasaran pasar utama.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Meski tarif<br />

pesawat<br />

terbang<br />

semakin<br />

terjangkau dan<br />

bus semakin<br />

bagus, travel<br />

masih bisa<br />

bertahan.<br />

MINIBUS Daihatsu Luxio putih itu diparkir pada<br />

Rabu siang, 29 Januari 2014, di depan kompleks<br />

ruko di Jalan Jombang Raya, Pondok Aren, Tangerang.<br />

Mobil itu sedang beristirahat setelah<br />

malamnya bekerja menjemput penumpang dari rumahnya di<br />

sejumlah kota di Jawa Tengah dan mengantar sampai pintu<br />

rumah tujuan di Jakarta dan sekitarnya.<br />

Ini memang mobil travel. Moda angkutan umum ini mengandalkan<br />

minibus dan sebagian besar menggunakan sistem<br />

door to door, penumpang dijemput di rumah dan diantar sampai<br />

pintu rumah tujuan. “Ini salah satu dari empat Luxio kami,”<br />

ucap Timbul Bejo, salah satu pengelola CV Wahyu Pendowo<br />

Sinergy, yang mengoperasikan minibus dengan rute Jakarta<br />

ke Jawa Tengah.<br />

Luxio, dengan kapasitas tujuh penumpang, menjadi salah<br />

satu favorit pengusaha travel. Tapi armada yang dimiliki Timbul<br />

tidak hanya Luxio. Ia juga memiliki tiga Isuzu Elf, minibus<br />

dengan kapasitas belasan penumpang.<br />

Moda transportasi yang dikelola Timbul ini mulai populer<br />

sejak 1970-an. Tidak jelas siapa yang memulai, tapi salah satu<br />

pemain lamanya adalah perusahaan dari Bandung, 4848.<br />

Perusahaan ini bersaing dengan bus dan kereta api untuk<br />

melayani rute gemuk Jakarta-Bandung. Belakangan, setelah<br />

Bandung tersambung jalan tol sampai Jakarta, pemain baru<br />

bermunculan, seperti DayTrans dan Cipaganti.<br />

Di Jawa Tengah, misalnya, sejak 1970-an juga sudah muncul<br />

moda transportasi ini. Bisa dibilang seluruh kota di Jawa<br />

Tengah dijangkau moda transportasi door to door ini. Pada<br />

saat itu, jenis angkutan travel menjadi salah satu moda transportasi<br />

premium, alternatif dari bus, yang saat itu hanya<br />

menyediakan kelas ekonomi.<br />

Saat ini, meski tarif pesawat terbang semakin terjangkau<br />

dan bus semakin bagus, travel masih bisa bertahan. Timbul,<br />

misalnya, baru mengoperasikan armadanya tiga tahun silam.<br />

Tapi ia melihat pasar bisnis travel cukup cerah.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Cipaganti berekspansi ke<br />

layanan bus wisata setelah<br />

sukses di bisnis travel.<br />

hasan alhabsy/detikfot0<br />

Mereka sudah membidik pasarnya. Mereka adalah orang<br />

tua, kaum perempuan, dan kelompok masyarakat yang tidak<br />

mau repot pindah moda transportasi saat bepergian karena<br />

pada dasarnya layanan ini mirip taksi. “(Kami) sudah memetakan<br />

siapa saja calon pelanggan,” kata Iwan Bango, rekan<br />

bisnis Timbul.<br />

Bahkan munculnya pesawat murah tidak memukul bisnis<br />

mereka, malah bisa saling melengkapi. Perusahaan travel<br />

akan bisa melayani penumpang pesawat dari bandara sampai<br />

ke kota asal penumpang. “Di situlah posisi keberadaan jasa<br />

travel dibutuhkan,” kata Iwan.<br />

Pasar lain yang dibidik, menurut Sekretaris Perusahaan<br />

Cipaganti, adalah masyarakat yang belum memiliki mobil. Ia<br />

mengatakan pertambahan jumlah mobil—sekitar 800 ribu<br />

sekitar dua tahun silam—tidak sebanding dengan naiknya<br />

jumlah penduduk. “Berapa persen yang memiliki mobil pribadi”<br />

ungkap Toto.<br />

Cipaganti agak berbeda dengan sejumlah perusahaan travel<br />

lain karena layanannya bukan door to door, melainkan point to<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Sopir kami<br />

harus cepat<br />

dan tepat<br />

mengantarkan<br />

penumpang<br />

sesuai<br />

tujuannya.<br />

point. Mereka tidak menjemput dan mengantar sampai rumah<br />

tujuan, tapi menyebar titik keberangkatan dan kedatangan di<br />

Jakarta dan Bandung, sehingga para penumpang bisa memilih<br />

titik terdekat tujuan. Bagi penumpang, kelebihannya adalah<br />

lebih cepat karena tidak perlu berputar-putar dulu mengantar<br />

penumpang lain. Kekurangannya, penumpang mesti berganti<br />

moda transportasi.<br />

Saat ini, Cipaganti baru beroperasi di sekitar Bandung-Jakarta.<br />

Rutenya adalah wilayah yang tersambung jalan tol. Tapi<br />

mereka sudah bersiap membuka layanan di luar Jawa, seperti<br />

Medan dan Makassar. “Saya baru kemarin dari Medan, potensi<br />

pasar di sana sangat menarik,” ucap Toto. Rute paling<br />

gemuk mereka adalah Bandung-Jakarta, yang mereka layani<br />

dengan 680 mobil atau sekitar separuh armada mereka.<br />

Dengan armada sebesar itu, Cipaganti memang bisa<br />

dibilang raksasa dibanding perusahaan travel seperti yang<br />

dikelola Timbul. Tapi Timbul tidak minder, dan senjata yang<br />

menjadi andalannya adalah pelayanan. “Karena kami bukan<br />

angkot, pelayanan adalah sumber penghidupan kami,” ucapnya<br />

mantap.<br />

Dalam sebulan, rata-rata mobilnya menjalani rute Jakarta-<br />

Jawa Tengah 11 kali pulang-pergi. “Sesepi-sepinya, ya enam<br />

sampai tujuh kali PP (pulang-pergi)-lah,” ungkapnya. Para<br />

penumpang dikenai tarif sekitar Rp 200 ribu.<br />

Dia mempekerjakan 10 sopir. Salah satunya, Andi Guyub,<br />

mengatakan penghasilannya adalah 40 persen dari total tiket<br />

penumpang. Sepekan, ia bisa narik dua kali pulang-pergi.<br />

Uniknya, struktur bisnis Wahyu Pendowo Sinergy sangat<br />

“cair”. Perusahaan ini terdiri atas Wahyu Pendowo yang<br />

dimiliki Timbul, Sinergy Transport yang dimiliki Iwan, dan<br />

Pendowo yang dimiliki salah satu rekan mereka yang mereka<br />

panggil Pak Toying. Mereka menyatukan organisasi, seperti<br />

membentuk agen tiket. “Setiap agen hanya boleh menaikkan<br />

tarif tiket tak lebih dari 10-15 persen saja,” ucap Iwan.<br />

Rute travel yang juga “gemuk” adalah Jakarta-Bandar Lam-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


ekonomi<br />

Isuzu Elf, salah satu jenis<br />

kendaraan favorit para<br />

operator travel.<br />

dok travel.com<br />

pung. Travel dari Jakarta ke provinsi paling selatan Sumatera<br />

itu tetap bisa kokoh. Pesaing utama mereka di rute ini adalah<br />

bus Damri, yang berangkat dari Stasiun Gambir dengan tarif<br />

Rp 135-205 ribu, tergantung kelasnya.<br />

Salah satu pemain travel Jakarta-Lampung, Ramatrans,<br />

mematok tarif lebih mahal, Rp 200-300 ribu. Berbeda dengan<br />

Damri yang mematok harga tergantung fasilitas busnya,<br />

Ramatrans mematok tarif berdasarkan jarak perjalanan.<br />

“Sampai wilayah mana di sekitar Lampung penumpang kami<br />

antar, di situlah kita bicarakan tarifnya” kata Rama Dody, yang<br />

mengoperasikan 35 mobil dari pulnya di kawasan Cawang,<br />

Jakarta Timur.<br />

Agar bisa memenangi persaingan seperti Timbul, andalan<br />

Dody adalah pelayanan. “Sopir kami harus cepat dan<br />

tepat mengantarkan penumpang sesuai tujuannya,” ucapnya.<br />

n BUDI ALIMUDDIN<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Invasi Maskapai<br />

Penerbangan<br />

Murah Indonesia<br />

tak puas jadi jago kandang, Maskapai penerbangan murah<br />

Indonesia Beramai-ramai menerbangi rute internasional.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


EMPAT eksekutif Airbus itu duduk melingkari meja<br />

ruang rapat Citilink di kawasan Jalan S. Parman,<br />

Jakarta Barat, pada Selasa siang, 28 Januari 2014.<br />

Mereka membicarakan puluhan pesawat yang<br />

dipesan maskapai penerbangan murah yang didirikan PT<br />

Garuda Indonesia itu.<br />

“Ini mau bicarain pengiriman pesawat yang sudah kami<br />

pesan beberapa waktu lalu,” kata Presiden Direktur Citilink<br />

Arif Wibowo mengomentari pertemuan itu. Saat ini Citilink<br />

mengoperasikan 25 Airbus A320 dan sudah memesan 40<br />

pesawat lain.<br />

Arif mengungkapkan, penambahan pesawat ini dilakukan<br />

karena mereka akan memperluas jalur penerbangan ke<br />

sejumlah kota di luar negeri. Jadwal pertama mereka adalah<br />

menerbangi rute Denpasar-Perth. Kota di Australia itu akan<br />

mulai direngkuh pada Maret atau April nanti lewat satu penerbangan<br />

per hari. “Tapi ke depannya minimal kami akan<br />

menyelenggarakan penerbangan sehari 3 kali, Denpasarbisnis<br />

Citilink, salah satu maskapai<br />

penerbangan murah,<br />

saat mulai mengudara<br />

dari Bandara Halim<br />

Perdanakusuma, Jakarta,<br />

awal bulan lalu.<br />

M Agung Rajasa | ANTARA foto<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Sriwijaya Air di salah satu<br />

bandara. Maskapai yang<br />

memposisikan diri di<br />

kelas medium ini mulai<br />

agresif masuk layanan<br />

internasional.<br />

foto: getty images<br />

Perth,” ucapnya.<br />

Citilink bukan satu-satunya<br />

maskapai penerbangan murah<br />

Indonesia yang mulai bermain<br />

di luar negeri. Maskapai<br />

lain, seperti Sriwijaya Air, juga<br />

mulai menjangkau Cina lewat<br />

penerbangan dari Denpasar.<br />

Sedangkan Lion Air malah<br />

mendirikan anak perusahaan<br />

di Malaysia dan Thailand.<br />

Mandala dan AirAsia Indonesia<br />

memang memiliki induk<br />

di luar negeri, yakni Tiger Air dari Singapura dan AirAsia dari<br />

Malaysia, sehingga secara alami mereka memiliki sejumlah<br />

rute internasional.<br />

Lewat grup seperti ini, mereka bisa bekerja sama seperti<br />

yang dilakukan Mandala, misalnya. Mereka memanfaatkan<br />

jaringan grup Tiger Air, sehingga penumpang dari Jakarta<br />

di Manila tidak perlu membeli dua tiket. Penumpang cukup<br />

membeli satu tiket meski nantinya transit di Singapura dan<br />

pindah pesawat dari Filipina, Cebu Pacific Air.<br />

Adapun Sriwijaya mulai menerbangi Cina sejak 22 Januari<br />

silam, yakni dari Denpasar ke tiga kota di Tiongkok: Hangzhou,<br />

Ningbo, dan Nanjing. “Penerbangan ke Cina ini menggunakan<br />

pesawat Boeing 737-800 Next Generation,” kata<br />

Senior Manager Corporate Secretary Sriwijaya Air, Agus<br />

Sudjono.<br />

Sriwijaya masuk pasar ini dengan alasan jelas: tidak ada<br />

penerbangan langsung Denpasar ke Cina setelah Batavia<br />

Air tutup. “Kami tidak punya pesaing (di rute itu),” ucapnya<br />

diiringi derai tawa.<br />

Karena peluang ada, Sriwijaya memasang target rute ini<br />

sebagai tonggak awal membuka bisnis di jarak menengah,<br />

tidak hanya penerbangan domestik. “Ke depannya, pener-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Kesibukan di Bandara<br />

Soekarno-Hatta, Jakarta.<br />

Maskapai penerbangan<br />

murah tidak hanya melayani<br />

penerbangan lokal, tapi juga<br />

mulai masuk pasar-pasar<br />

internasional.<br />

Rivan Awal Lingga | ANTARA foto<br />

bangan ke kota lain di Cina bisa<br />

dilakukan,” kata Agus.<br />

Maskapai yang memposisikan<br />

diri sebagai maskapai medium—antara<br />

full service dan<br />

penerbangan murah—sudah<br />

mengincar belasan kota lain di<br />

negara berpenduduk terbesar<br />

dunia itu, mulai Beijing, Wuhan,<br />

sampai Shenzhen. “Tapi baru<br />

tiga yang mendapat izin,” ucapnya.<br />

Rute ke Cina ini menambah<br />

daftar kota tujuan di luar negeri, setelah mereka juga menerbangi<br />

Dili di Timor Leste dan Penang di Malaysia.<br />

Bermain di pasar tanpa pesaing ini tentu relatif lebih<br />

enteng daripada yang dilakukan Citilink, yang masuk rute<br />

Perth-Denpasar dengan banyak pemain di dalamnya. Di jalur<br />

itu, pasar penerbangan murah sudah bercokol Virgin Air,<br />

Jetstar, dan AirAsia dengan jumlah penerbangan total 8-10<br />

per hari. “Tahun ini Tiger Air juga akan masuk,” kata Arif.<br />

Dengan persaingan keras, Citilink berharap bisa meraup 10<br />

persen pasar ini.<br />

Persaingan penerbangan murah Perth-Denpasar berat,<br />

menurut Arif, karena banyak warga Australia kelas ekonomi<br />

C dan D—menengah ke bawah untuk ukuran negara itu—<br />

yang gemar piknik ke Bali. “Kelas ini akan mencari penerbangan<br />

yang lebih murah,” katanya.<br />

Pasar lain yang diincar Citilink adalah orang Indonesia<br />

yang tinggal di Australia. Meski tidak semua orang ini pulang<br />

ke Bali, Citilink memiliki penerbangan cukup lengkap<br />

dari Denpasar ke kota-kota lain di Indonesia. “Denpasar itu<br />

hub (pusat rute) kami,” katanya. ■ Budi Alimuddin<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Pajero<br />

Juragan WC Umum<br />

Jangan remehkan bisnis WC umum terminal atau pasar. Desa di<br />

pelosok Tasikmalaya memasok pekerja dan juragan WC umum.<br />

Juragannya pun bermobil Toyota Land Cruiser atau Mitsubishi Pajero.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Rumah salah satu juragan<br />

WC, Haji Cecep Ruchimat,<br />

yang berada di pelosok<br />

Tasikmalaya.<br />

rengga sancaya | detik foto<br />

JIKA hanya melihat rumah itu, mungkin membayangkan<br />

lokasinya berada di Jakarta dan sekitarnya,<br />

bukan di desa terpencil di kaki Gunung Talaga<br />

Bodas, yang berjarak sekitar 20 kilometer dari<br />

Tasikmalaya.<br />

Rumah itu berlantai dua, lebih banyak memasang kaca<br />

sebagai dinding daripada batu bata yang disemen dan<br />

dicat tebal. Sebuah kolam renang menyatu dengan halaman<br />

belakang rumah. Di samping rumah bergaya minimalis<br />

ini, bertengger dua mobil mahal, Toyota Land Cruiser dan<br />

Mitsubishi Pajero Sport Dakar.<br />

Dua mobil itu fungsinya sedikit berbeda. “Kalau mobil yang<br />

ini untuk blusukan,” ujar pemiliknya, Haji Cecep Ruchimat,<br />

menunjuk Land Cruiser.<br />

Haji Cecep bukan satu-satunya pemilik rumah gedong<br />

atau mobil sekelas Pajero di desanya, Cijaho, atau desa sebelahnya,<br />

Kiarajangkung. Pak haji itu, seperti ratusan orang<br />

lain di sana, bisa menikmati kehidupan kelas menengah<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Salah satu WC umum yang<br />

sedang beroperasi.<br />

rengga sancaya | detik foto<br />

atas karena bisnisnya yang<br />

kurang lazim dan kadang tidak<br />

dipandang mata: menjadi<br />

juragan WC umum.<br />

Kepala Desa Kiarajangkung,<br />

Asep Wawan, mengatakan<br />

ia memimpin 1.200-an keluarga.<br />

Dari jumlah itu, sekitar<br />

20 persen warganya menjadi<br />

juragan WC umum. Selain<br />

itu, 70 persen adalah petani,<br />

yang di luar musim tanam<br />

menjadi pekerja WC umum<br />

yang dimiliki para tetangganya<br />

itu. Sisanya menekuni pekerjaan lain, seperti tukang<br />

kredit.<br />

“Orang-orang di sini bertani iya, sebagai karyawan di<br />

WC umum juga iya,” kata Asep yang selain menjadi kuwu<br />

alias kepala desa, juga mengoperasikan 6 unit WC umum<br />

di pasar di Jawa Tengah, yakni di Jepara dan Rejowinangun,<br />

Magelang. “Jadi ada aplusan, kalau musim tanam sudah<br />

selesai, berangkat jadi karyawan WC umum.”<br />

Para jawara WC umum dari Kiarajangkung itu di antaranya<br />

Haji Nurjaman dan anaknya, Haji Nur Alam, yang<br />

memiliki rest area Kampoeng Nagreg di jalur lintas Nagreg<br />

menuju Kecamatan Malangbong. Ada pula Haji Lukman,<br />

Haji Oyoh,dan Haji Empon Suryana.<br />

Profesi ini membawa kemakmuran bagi warga desa. Jalanan<br />

desa yang terpencil itu beraspal mulus semua. Begitu<br />

pula rumah-rumah berdesain minimalis terbaru banyak<br />

bertengger di tengah-tengah permukiman.<br />

Keberhasilan ini juga membuat Haji Cecep, pemilik Land<br />

Cruiser, gengsinya naik dan sekarang sedang berusaha<br />

merebut kursi DPRD Kabupaten Tasikmalaya, sebagai calon<br />

legislator nomor satu Partai Gerindra. Usaha berbisnis WC<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Setelah izin RT, RW, dan kelurahan,<br />

saya langsung renovasi dan pasang<br />

jet pump (pompa air bertenaga<br />

tinggi) dengan menggali hingga<br />

kedalaman 50 meter.<br />

umum yang ditekuni selama 30 tahun—bahkan ia nekat<br />

keluar dari pekerjaan sebelumnya di PT Pelindo, salah satu<br />

BUMN—seperti terbayar.<br />

Haji Cecep ini mengoperasikan WC umum di sejumlah<br />

kota besar di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jakarta. Namun<br />

dia enggan bercerita banyak mengenai bisnis yang digelutinya<br />

selama 30 tahun itu. “Yang sukses itu Haji Mumu, kalau<br />

saya kan hanya ngikut aja,” imbuhnya.<br />

Haji Mumu Hermana, yang disebut “sukses” oleh Haji<br />

Cecep, juga berasal dari Desa Kiarajangkung. Di desa itu,<br />

Haji Mumu memiliki rumah berlantai dua dengan tiga penangkal<br />

petir bertengger pada gentingnya.<br />

Meski begitu, setahun cuma beberapa kali<br />

ia pulang ke rumah megahnya di kampung<br />

itu. Haji Mumu, yang sekarang berusia 65<br />

tahun, tinggal di Ciracas, Jakarta Timur, dan<br />

rumahnya di Kiarajangkung dihuni anak<br />

angkatnya, Budi Rahmatillah.<br />

Mumu memang menjadi perintis bisnis<br />

WC umum itu. Ia memulainya pada 1980.<br />

Saat itu, ia melihat bahwa WC umum di<br />

8 RW kawasan Cengkareng Bedeng, Jakarta Barat, tidak<br />

terpelihara. Ia menawarkan jasa untuk merenovasi dan mengelola<br />

bangunan WC di wilayah itu.<br />

Karena setiap RW terdapat 10 unit, total 80 unit ia perbaiki<br />

dan dikelola. “Setelah izin RT, RW, dan kelurahan, saya langsung<br />

renovasi dan pasang jet pump (pompa air bertenaga<br />

tinggi) dengan menggali hingga kedalaman 50 meter,” tutur<br />

Mumu. Modal yang ia keluarkan di wilayah itu Rp 5 juta,<br />

uang yang cukup banyak karena saat itu bensin premium<br />

hanya Rp 150 per liter.<br />

Dengan pengalaman bisnis di Cengkareng Bedeng,<br />

Mumu berekspansi ke seluruh wilayah Jawa. Target favoritnya<br />

adalah pasar dan terminal. Salah satu strategi yang ia<br />

pasang, di pasar dan terminal itu selalu membangun masjid<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Pencalonan Haji Cecep<br />

Ruchimat sebagai calon<br />

anggota DPRD Kabupaten<br />

Tasikmalaya.<br />

rengga sancaya | detik foto<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

atau musala di samping WC umum miliknya. Salah satunya<br />

di Terminal Arjosari, Malang, Mumu mendirikan masjid berukuran<br />

240 meter persegi.<br />

Selain mengundang orang untuk beribadah, mendirikan<br />

tempat ibadah ini juga menarik konsumen. “Masjid atau<br />

musala itu bikin ramai, makanya saya kalau bikin WC pasti<br />

ada musala atau masjidnya,” ujarnya.<br />

Bisnis WC umumnya pun semakin profesional. Belakangan,<br />

usaha ini ia bentuk sebagai sebuah perseroan terbatas<br />

dengan nama PT Mulia Jaya Sejahtera. Perusahaan ini mengelola<br />

WC umum, seperti di Pasar Induk Kramat Jati, Pasar<br />

Tanah Abang, Glodok, Depok, Cianjur, sampai Malang. Total<br />

pegawainya sekitar 200 orang, yang ia rekrut dari Kiarajangkung<br />

dan desa-desa sekitarnya.<br />

Tarif WC umum yang dipatok para warga Kiarajangkung<br />

itu antara Rp 500-1.000 untuk buang air kecil dan Rp 2.000<br />

untuk buang air besar. Mumu dan para pengusaha itu enggan<br />

menceritakan omzetnya. Namun dari rumah-rumah megah<br />

dan Land Cruiser di Kiarajangkung, uang yang dikumpulkan<br />

agaknya bukan lagi recehan. ■ HANS HENRICUS B.S. aron<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


isnis<br />

Retribusi Terus Naik<br />

PARA pengusaha WC umum itu cenderung enggan mengungkapkan<br />

perincian bisnis mereka. Salah satu pengusaha<br />

mengatakan bahwa pernah ada tabloid yang menulis tentang<br />

mereka. Setelah tulisan dipublikasikan, mereka terkena dampak<br />

buruk: otoritas setempat menaikkan retribusi WC umum mereka.<br />

Saat ini retribusi rata-rata WC umum adalah Rp 10-20 juta. Per tahun,<br />

ungkap salah satu pengusaha, naik sekitar 10-20 persen. Sebelum ada<br />

artikel di tabloid itu, kenaikan hanya sekitar 5 persen per tahun.<br />

Salah satu pengusaha juga mengatakan mereka enggan mengungkapkan<br />

sisi bisnis karena takut bakal muncul pesaing baru. Dalam posisi sekarang,<br />

bisnis ini memang jarang yang melirik. Mungkin karena dipandang bisnis<br />

yang kotor dan bau, atau mungkin karena melihat konsumen hanya membayar<br />

uang receh, Rp 1.000-2.000 sekali transaksi.<br />

Padahal, jika melihat WC<br />

umum di terminal, misalnya,<br />

setidaknya setiap menit<br />

ada yang membayar Rp<br />

1.000. Jika terminal itu beroperasi<br />

12 jam, secara kasar<br />

bakal terkumpul 12 jam x<br />

60 menit x 1.000. Alhasil,<br />

WC itu akan menghasilkan<br />

Rp 720 ribu per hari. Bukan<br />

jumlah yang sedikit apalagi<br />

jika melihat di banyak tempat,<br />

orang bahkan harus<br />

antre untuk masuk.<br />

■ HANS HENRICUS B.S. aron<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Bila Cina<br />

Jadi Tentara<br />

Selama ini ada anggapan bahwa kesempatan<br />

menjadi tentara dan pegawai negeri tertutup bagi<br />

warga keturunan Cina (Tionghoa). Akibatnya,<br />

mereka pun banyak berkiprah sebagai pedagang.<br />

Apalagi buku-buku sejarah di sekolah nyaris tak<br />

menyebutkan peran mereka dalam mengusir<br />

penjajah. Padahal, jika ditelisik, dalam setiap<br />

angkatan di tubuh TNI-Polri, ada satu-dua prajurit<br />

berdarah Tionghoa. Di berbagai daerah, tersebar<br />

tokoh Tionghoa yang diangkat sebagai veteran<br />

dan sudah ada yang dimakamkan di taman makam<br />

pahlawan. Juga ada yang bergelar pahlawan<br />

nasional. Beberapa artikel berikut ini mengungkap<br />

hal tersebut. Selamat membaca!<br />

Orang Tionghoa,<br />

Jago dagang dan perang<br />

Dari Penyelundup<br />

Menjadi Laksamana<br />

Menjadi Koki hingga<br />

Membuka Warung Kopi<br />

veteran Tionghoa<br />

di Pemakaman Pahlawan<br />

Majalah detik 3 - 9 Februari 2014


selingan<br />

g<br />

Orang Tionghoa<br />

Jago Berdagang Juga Berperang<br />

Kiprah mereka dalam membantu kemerdekaan<br />

tak tertulis dalam buku sejarah di sekolah.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Hendra Kho dan istrinya<br />

Chang Jane<br />

dok. pribadi<br />

Kisah kehidupan sang kakek, Kho Bak Tjoa, yang<br />

turut mengangkat senjata mengusir kolonial Belanda<br />

di Jambi, rupanya banyak mengusik benak<br />

Hendra Kho. Apalagi sang kakek, yang meraih Bintang<br />

Gerilya dari Presiden Sukarno, kerap menyatakan darma<br />

paling mulia dari seseorang adalah ketika memberikan yang<br />

terbaik kepada orang banyak. Untuk negara dan bangsa. Pria<br />

kelahiran Jambi, 9 September 1982, itu pun menerjemahkannya<br />

dengan menjadi tentara. Korps infanteri adalah idamannya.<br />

Selepas sekolah menengah atas, ia pun mendaftarkan diri<br />

mengikuti seleksi calon taruna Akademi Militer. Sayang, pada<br />

tahap akhir dia dinyatakan tak lulus. Kedua orang tuanya,<br />

Djoni Kho dan Tjoa Ngang Heng, membesarkan hati dengan<br />

menyarankan agar mengikuti tes pada tahun berikutnya. Tapi<br />

Hendra tak mau. Dia tak ingin makin frustrasi karena menjadi<br />

penganggur.<br />

Untuk melupakan kegagalan itu, atas restu orang tuanya,<br />

Hendra hijrah ke Jakarta dan mendaftar ke Fakultas Hukum<br />

Universitas Trisakti. Ketika titel sarjana hukum hampir<br />

digenggam, Hendra mengaku sempat berniat menjadi pebisnis.<br />

Tapi, sekelebat kemudian, cita-cita menjadi tentara<br />

kembali membuhul. “Saya ingin membuktikan bahwa orang<br />

Tionghoa tidak hanya pandai berdagang,” kata suami<br />

Chang Jane ini saat berbincang dengan majalah detik<br />

melalui telepon seluler pada Rabu, 29 Januari 2014.<br />

Dengan sokongan ayah-ibunya, Hendra, yang<br />

telah bertitel sarjana hukum, mengikuti seleksi<br />

sekolah perwira prajurit karier. Kali ini ia dinyatakan<br />

diterima dan lulus dengan pangkat letnan dua TNI<br />

Angkatan Udara pada Juli 2007. Dari 256 orang<br />

lulusan perwira, Hendra tercatat menduduki<br />

peringkat ke-32. Dari 72 siswa matra udara, dia<br />

berada di urutan ketujuh dari 10 siswa terbaik.<br />

Selanjutnya, dia ditempatkan di Korps Pasukan<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Tap untuk<br />

melihat video<br />

Khas (Pasukan Komando) TNI Angkatan Udara.<br />

Hendra, yang kini menjabat Kepala Hukum Pusat Pendidikan<br />

dan Latihan Paskhas TNI AU di Bandung, mendapat<br />

anugerah tiga tanda jasa, yakni Dharma Nusa, Wira Dharma,<br />

serta Wira Nusa. Oktober tahun lalu, dia meraih pangkat<br />

kapten.<br />

Hendra Kho adalah segelintir warga negara Indonesia keturunan<br />

Tionghoa yang mau menjadi anggota TNI dan berani<br />

mengungkapkannya ke publik. Selebihnya memilih menutup<br />

rapat jati diri dan kiprah mereka sebagai prajurit TNI-Polri. Padahal<br />

rata-rata mereka mencapai pangkat perwira menengah,<br />

bahkan jenderal. Sebut saja Mayor Jenderal dr Daniel Tjen,<br />

SpS, yang kini menjabat Kepala Pusat Kesehatan TNI. Atau<br />

Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Teddy Yusuf (Him Tek Ji),<br />

yang lama aktif sebagai perwira intelijen dan pernah menjadi<br />

anggota Fraksi ABRI (1995-1999). Selain itu, ada Laksamana<br />

Muda John Lie, yang pada 2009 dianugerahi gelar pahlawan<br />

nasional dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Brigjen Dr Daneil Tjen, kini<br />

berpangkat Mayor Jenderal.<br />

puspen kodam tanjungpura<br />

Kalibata. (Baca “Dari Penyelundup Menjadi Laksamana”)<br />

Bahkan penelusuran Didi Kwartanada dari Yayasan Nation<br />

Building (Nabil) menemukan bahwa kiprah warga keturunan<br />

Tionghoa ada sejak sebelum perang kemerdekaan dan selama<br />

perjuangan merebut kemerdekaan. Buktinya, di tamantaman<br />

makam pahlawan di beberapa daerah, ada sejumlah<br />

makam yang menggunakan nama Tionghoa. Ia antara lain<br />

merujuk makam Tentara Pelajar, Ferry Sie King Lien, di TMP<br />

Jurug, Surakarta. Ferry tewas saat angkat senjata melawan<br />

Belanda pada 1948-1949.<br />

Di Pemalang, Jawa Tengah, juga diketahui ada “Laskar<br />

Pemuda Tionghoa” dengan tokoh Tan Djiem Kwan, alumnus<br />

Sekolah Tionghoa Tegal. Juga terdapat orang-orang Tionghoa<br />

yang melibatkan diri dalam Batalion Macan Putih, satu<br />

kesatuan gerilya yang aktif di wilayah-wilayah sekitar lereng<br />

Gunung Muria (Tayu, Jepara, Kudus, Welahan).<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Ivan Wibowo<br />

dok. pribadi<br />

“Orang Tionghoa di daerah-daerah tersebut mengumpulkan<br />

perhiasan empat-lima kali untuk dibelikan senjata di Singapura.<br />

Mereka juga menyediakan makanan yang dibungkus<br />

daun jati bagi para pejuang,” ujar Didi dalam artikel bertajuk<br />

“Sumbangsih Tionghoa di Masa Revolusi Kemerdekaan”, yang<br />

diterbitkan Nabil Forum edisi Juli 2011.<br />

Sayangnya, kisah mereka tak pernah tertulis dalam bukubuku<br />

sejarah di sekolah, sehingga memunculkan anggapan<br />

bahwa masyarakat dari etnis Tionghoa cuma berpangku<br />

tangan dan menjadi penonton pada era revolusi fisik.<br />

Sekretaris Jenderal Legiun Veteran Republik Indonesia<br />

Marsekal Muda (Purnawirawan) F.X. Soejitno mengungkapkan,<br />

kiprah masyarakat etnis Tionghoa dalam ketentaraan di<br />

Indonesia sejatinya sudah ada sebelum perang kemerdekaan<br />

dan selama perjuangan merebut kemerdekaan. Sebelum<br />

Indonesia merdeka, terutama pada masa pemerintahan kolonial<br />

Belanda, banyak warga keturunan Tionghoa yang bahumembahu<br />

bersama pejuang Indonesia melawan penjajah.<br />

Kiprah serupa terjejak menjelang dan pada awal kemerdekaan.<br />

Pada masa revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan<br />

yang baru diproklamasikan, banyak anggota masyarakat<br />

keturunan Tionghoa yang bergabung dalam laskar pemuda<br />

pejuang. “Karena, sesaat setelah proklamasi, kita kan belum<br />

memiliki tentara. Jadi badan-badan perjuangan yang mempertahankan<br />

kemerdekaan itu ya laskar-laskar pemuda,” tutur<br />

Soejitno kepada majalah detik, yang menemui di kantornya,<br />

gedung Balai Sarbini, Jakarta.<br />

Ketika pemerintah resmi membentuk tentara, seperti halnya<br />

anggota laskar yang lainnya, tidak sedikit dari anggota<br />

laskar keturunan Tionghoa yang memilih kembali menjadi<br />

masyarakat sipil atau profesi sebelumnya. Sebaliknya, tidak<br />

sedikit pula yang bergabung dalam institusi tentara.<br />

Peluang warga keturunan Tionghoa menjadi tentara, Soejitno<br />

melanjutkan, juga tidak pernah tertutup atau ditutup.<br />

Seperti suku-suku lain di Indonesia, mereka memiliki hak<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

FX Suyitno<br />

Okta Marfianto/detikfoto<br />

yang sama. “Sebab, di dunia militer, baik tentara maupun<br />

polisi, tidak ada satu pun aturan atau undang-undang yang<br />

menyebut larangan bagi suku atau ras tertentu menjadi<br />

anggotanya,” kata Panglima Komando Pertahanan Udara<br />

Nasional pada 1993-1995 itu.<br />

Dia mencontohkan pengalamannya saat masuk Akademi<br />

Angkatan Udara pada 1965. Saat itu, dari sekian puluh ribu<br />

pendaftar, yang diterima sekitar 100 orang. Dari jumlah tersebut,<br />

empat orang di antaranya adalah pemuda keturunan<br />

Tionghoa.<br />

Ia menduga minimnya minat masyarakat keturunan Tionghoa<br />

masuk menjadi tentara lebih karena kesejahteraan yang<br />

kurang menjanjikan ketimbang menjadi pengusaha. “Jangankan<br />

masuk ke tamtama atau bintara, gaji perwira tentara itu<br />

lebih kecil dibanding berbisnis,” ujar mantan asisten KSAU itu.<br />

Namun Ivan Wibowo, pengacara yang aktif di lembaga<br />

Jaringan Tionghoa Muda, punya pandangan berbeda. Minimnya<br />

minat warga Tionghoa masuk TNI-Polri karena memang<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Jangankan<br />

masuk ke<br />

tamtama<br />

atau bintara,<br />

gaji perwira<br />

tentara itu<br />

lebih kecil<br />

dibanding<br />

berbisnis.<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

ada semacam kebijakan tak tertulis bahwa profesi tersebut,<br />

termasuk pegawai negeri sipil, memang tertutup untuk mereka.<br />

Hal ini terkait dengan wacana yang sempat mengemuka<br />

dalam Seminar Angkatan Darat II pada 1966, yang menganjurkan<br />

penggantian istilah Tionghoa dengan Cina. “Padahal<br />

resminya tak pernah ada peraturan yang melarang,” ujarnya.<br />

Kalaupun di era Sukarno terdapat rekrutmen besar-besaran<br />

dalam ketentaraan yang diikuti banyak orang Tionghoa,<br />

itu karena ada Operasi Dwikora (konflik dengan Malaysia)<br />

dan Trikora (pembebasan Irian Barat) serta berbagai pemberontakan<br />

di seluruh Nusantara, mulai Pemerintahan Revolusioner<br />

Republik Indonesia, Perjuangan Rakyat Semesta,<br />

sampai Republik Maluku Selatan. Karena negara butuh banyak<br />

tentara, setiap calon sarjana, apalagi dokter, dokter gigi,<br />

apoteker, dan insinyur, secara otomatis harus ikut seleksi jadi<br />

tentara.<br />

“Periode ini mungkin adalah periode di mana orang Tionghoa<br />

paling banyak menjadi tentara karena dimobilisasi<br />

melalui gelar akademis,” ujar Ivan.<br />

Tapi pasca-Gerakan 30 September 1965 dan ketika rezim<br />

Orde Baru berkuasa, yang terjadi kemudian adalah pembatasan-pembatasan,<br />

seperti tidak diperbolehkannya penggunaan<br />

aksara Cina, pelarangan sekolah Cina, dan pengetatan seleksi<br />

pelajar Tionghoa yang akan masuk universitas.<br />

Meski begitu, di era sekarang, Ivan berharap warga keturunan<br />

Tionghoa yang memang benar-benar berminat menjadi<br />

tentara sebaiknya mendaftar dan mengikuti ujian secara<br />

fair. Sebaiknya, ujarnya, tidak langsung berprasangka bahwa<br />

mereka akan dipersulit atau dilarang masuk tentara-polisi.<br />

“Kalau memang tidak ada yang diterima, baru pantas protes.<br />

Kalau sudah diterima, tentu harus berprestasi. Minimal harus<br />

paling berani di medan perang. Bintang itu diperebutkan,<br />

bukan diberikan,” ujarnya. n ARIF ARIANTO | Sudrajat<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Dari Penyelundup<br />

Menjadi Laksamana<br />

Meski berpengalaman internasional, sewaktu bergabung dengan<br />

Angkatan Laut, John Lie diberi pangkat terendah.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Selama ini, bila kita berbicara tentang sejarah<br />

Angkatan Laut, yang tertulis di buku-buku sejarah<br />

cuma mengenai heroisme Komodor Yos Sudarso<br />

dalam pertempuran di Laut Aru. Padahal, pada era<br />

perang kemerdekaan, ada prajurit yang kiprahnya spektakuler,<br />

yakni John Lie Tjeng Tjoan, yang kemudian berganti nama<br />

menjadi Jahja Daniel Dharma.<br />

Entah karena masih keturunan Tionghoa atau sebab lain,<br />

namanya baru ramai diperbincangkan sekitar lima tahun lalu.<br />

Lelaki kelahiran Manado, 11 Maret 1911, dan wafat pada 1988<br />

itu akhirnya mendapat gelar pahlawan nasional serta Bintang<br />

Mahaputera Adipradana dari Presiden Susilo Bambang<br />

Yudhoyono pada 10 November 2009. “Om John Lie berasal<br />

dari keluarga kaya di Manado. Ayahnya (Lie Kae Tae) pemilik<br />

perusahaan pengangkutan Vetol (Veem en transportonderneming<br />

Lie Kay Thai),” kata Rita Tuwasey Lie, keponakan John<br />

Lie, kepada majalah detik, Rabu, 29 Januari 2014.<br />

Menginjak usia 17 tahun, Rita melanjutkan, John Lie kabur<br />

ke Batavia karena ingin menjadi pelaut. Di<br />

kota ini, sembari menjadi buruh pelabuhan,<br />

ia mengikuti kursus navigasi. Setelah<br />

itu John Lie menjadi klerk mualim III pada<br />

kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij,<br />

perusahaan pelayaran Belanda. Pada 1942,<br />

John Lie bertugas di Khorramshahr, Iran,<br />

dan mendapatkan pendidikan militer.<br />

Ketika Perang Dunia II berakhir dan<br />

Indonesia merdeka, dia memutuskan<br />

bergabung dengan Angkatan Laut. “Oleh<br />

Mas Pardi (Kepala Staf Umum TKR Laut,<br />

Laksamana Muda Mas Pardi), meski berpengalaman<br />

internasional, waktu itu John<br />

Lie diberi pangkat terendah. Tapi dia tidak<br />

mempersoalkan itu karena dia cuma ingin<br />

mengabdi kepada bangsanya,” kata Didi<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Kepala Staf Angkatan<br />

Laut Laksamana<br />

Poernomo berphoto<br />

bersama Margaretha<br />

Dharma Angkuw, istri<br />

John Lie.<br />

foto : Dispenal<br />

John Lie orangnya tegas<br />

dalam bersikap dan<br />

bertindak. Kepekaan<br />

kemanusiaannya<br />

tinggi dan pasti sangat<br />

mencintai negerinya.<br />

Kwartanada, PhD, dari Yayasan Nation Building (Nabil).<br />

John Lie mengawali tugas di Cilacap, Jawa Tengah. Dia<br />

memimpin misi menembus blokade Belanda guna menyelundupkan<br />

senjata, bahan pangan, dan lainnya. Daerah<br />

operasinya meliputi Singapura, Penang, Bangkok, Rangoon,<br />

Manila, dan New Delhi. Atas keberanian dan keberhasilannya<br />

memimpin misi, pangkatnya dinaikkan menjadi mayor. Karena<br />

semua aksi John Lie biasa dilakukan malam<br />

pada hari dengan kapal yang sengaja tidak<br />

dilengkapi lampu agar tak terdeteksi patroli<br />

Belanda ataupun Inggris, ada yang menjulukinya<br />

The Black Speed Boat.<br />

Uniknya, dalam menjalankan misi penyelundupan,<br />

John Lie terbiasa membawa Injil. Karena<br />

itu, Roy Rowan, wartawan majalah Life,<br />

yang mewawancarainya, mengabadikan kisah<br />

perjuangan John Lie dengan judul “Guns—And<br />

Bibles—Are Smuggled to Indonesia”, yang terbit<br />

pada 26 Oktober 1949. Dari situlah John Lie dijuluki The<br />

Great Smuggler with the Bible.<br />

Menurut kesaksian Jenderal Besar A.H. Nasution pada 1988,<br />

prestasi John Lie ”tiada taranya di Angkatan Laut” karena dia<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Antara/ Ali Anwar<br />

Presiden Susilo<br />

Bambang Yudhoyono<br />

menyerahkan gelar<br />

Pahlawan Nasional<br />

kepada Margaretha<br />

Dharma Angkuw, istri<br />

John Lie, pada 10<br />

November 2009.<br />

adalah ”panglima armada (TNI AL) pada puncak-puncak krisis<br />

eksistensi Republik”, yakni dalam operasi-operasi menumpas<br />

kelompok separatis Republik Maluku Selatan, Pemerintahan<br />

Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat<br />

Semesta.<br />

Ia pensiun pada 1967 dengan dua bintang di pundaknya<br />

dan mengganti nama menjadi Jahja Daniel Dharma. Masa<br />

pensiunnya, kata Rita, diisi dengan berbagai kegiatan sosial.<br />

Salah satu indikasi namanya cukup disegani, ketika dia wafat<br />

pada 27 Agustus 1988, banyak orang datang melayat, mulai<br />

Presiden Soeharto hingga anak-anak gelandangan. Selain itu,<br />

John Lie dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata,<br />

Jakarta. Puncaknya, pemerintah memberikan gelar pahlawan<br />

nasional pada 2009 berkat usulan sejarawan Asvi Warman<br />

Adam dan Eddie Lembong dari Yayasan Nabil, sejak 2003.<br />

Terkait dengan hal itu, sejarawan muda dari Makassar, M.<br />

Nursam, menulis buku Memenuhi Panggilan Ibu Pertiwi:<br />

Biografi Laksamana Muda John Lie (2008), yang diterbitkan<br />

Penerbit Ombak, Yogyakarta dan Yayasan Nabil.<br />

“John Lie orangnya tegas dalam bersikap dan bertindak.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Ari Saputra/detik foto<br />

Rita Tuwasey Lie<br />

Kepekaan kemanusiaannya tinggi dan pasti sangat mencintai<br />

negerinya, Indonesia,” ujar Nursam. Kesimpulan itu ia dapatkan<br />

berdasarkan sejumlah kesaksian dari orang yang pernah<br />

dekat dengan John, mulai istrinya, Margaretha Dharma Angkuw,<br />

hingga mantan Panglima Komando Operasi Pemulihan<br />

Keamanan dan Ketertiban Laksamana Sudomo.<br />

Nursam mengaku tertarik menuliskan biografi tersebut karena<br />

John Lie keturunan Tionghoa. “Saya ingin menunjukkan<br />

bahwa semua ras, etnik, dan golongan mempunyai saham<br />

dalam pembentukan Republik Indonesia,” ujarnya.<br />

Buku tersebut melengkapi kisah tentang John Lie yang<br />

ditulis Solichin Salam dalam buku John Lie Penembus Blokade<br />

Kapal-kapal Kerajaan Belanda yang terbit pada 1988. Juga<br />

buku “Dari Pelayaran Niaga ke Operasi Menembus Blokade<br />

Musuh Sebagaimana Pernah Diceritakannya kepada Wartawan”<br />

yang dimuat dalam buku Memoar Pejuang Republik<br />

Indonesia Seputar ‘Zaman Singapura’ 1945-1950 karya Kustiniyati<br />

Mochtar terbitan Gramedia Pustaka Utama, 2002. ■<br />

Arif Arianto | Sudrajat<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Jadi Koki<br />

hingga buka<br />

Warung Kopi<br />

Aktivitas warga Tionghoa di berbagai daerah<br />

Nusantara terdeteksi banyak yang turut dalam<br />

menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br />

Ada yang langsung mengangkat senjata, memasok<br />

makanan di dapur umum, atau dengan cara membuka kedai<br />

kopi dan menyelundupkan persenjataan. Mereka diangkat<br />

sebagai veteran, dan beberapa dimakamkan di Taman Makam<br />

Pahlawan. Berikut ini adalah sebagian kecil dari kiprah para<br />

veteran keturunan Tionghoa yang dimaksud.<br />

Riau<br />

1. Cia Tau Kiat , 2. Lie Ching Tek, 3. Lai Liong Ngip<br />

Riau-Singapura<br />

Tang Kim Teng<br />

Seorang Tionghoa totok yang bergabung dengan<br />

Resimen IV, Divisi IX Banteng wilayah Sumatera<br />

Tengah. Bertugas mencari senjata, bahan peledak,<br />

seragam tentara, sepatu, obat-obatan dan<br />

perbekalan lainnya di Singapura. Dia menjadi<br />

anggota Legiun Veteran RI Riau dan dianugerahi<br />

Satya Lencana Perang Kemerdekaan.<br />

Sumatera Barat<br />

Pembantu Letnan<br />

Sho Bun Seng (1911-<br />

2000)<br />

Di masa revolusi, ia<br />

berjuang di Padang<br />

dan bergabung dengan<br />

batalion Pagarruyung,<br />

kemudian bertugas<br />

di Jawa Barat<br />

dan Kalimantan Barat.<br />

Dia dimakamkan di<br />

TMP Kalibata Jakarta<br />

(2000).<br />

Jambi<br />

1. Kwee Tjoa Kwang<br />

Karwandy (1912-<br />

1980)<br />

Anggota Laskar<br />

Rakyat di Batalion I,<br />

Resimen II, Divisi II<br />

di Jambi ini antara<br />

lain bertugas memasukkan<br />

senjata untuk<br />

Laskar Rakyat.<br />

2. Kho Bak Tjoa alias<br />

K. Barun (1909-<br />

2005)<br />

Jawa Barat<br />

1. Oen Pei Hin (1912-1996)<br />

Aktif mendukung logistik bagi<br />

pasukan Siliwangi, dan dimakamkan<br />

di TMP Cikadut, Bandung.<br />

2. Oey Eng Soe (Ujeng Suwargana)<br />

(1917-1979)<br />

Pada masa revolusi menjadi perwira<br />

menengah sekaligus komandan<br />

logistik Teritorium III Siliwangi. Ia<br />

dikenal dekat dengan Jendral A.H.<br />

Nasution<br />

3. Oeij Kim Bie alias Erawan Gondaseputra<br />

(1904- …)<br />

Bergabung dengan Laskar Pesindo<br />

melawan Inggris dan merampas<br />

obat-obatan untuk tentara Republik<br />

di Andir, Bandung. Pada 1960 mendapat<br />

bintang dari Legiun Veteran RI.<br />

4. Tan Tjen Boen (Mas Amien)<br />

Informan Tentara Keamanan Rakyat<br />

di Jawa Barat. Mendapat bintang<br />

Veteran RI.<br />

Jawa Tengah<br />

Ferry Sie King Lien (1933-1949)<br />

Tewas saat bergerilya dengan<br />

Tentara Pelajar di Surakarta, 1949,<br />

dan dimakamkan di TMP Jurug,<br />

Surakarta.<br />

Sulawesi<br />

Selatan<br />

Liem Ching Gie<br />

atau Abdul Malik<br />

(1911-1970)<br />

Aktif dalam perjuangan<br />

bersenjata.<br />

Ia ditangkap dan<br />

dipenjara Belanda<br />

pada 1947-1948.<br />

Makassar<br />

Han Lim Kuang<br />

(1911-1962)<br />

Warung kopinya<br />

menjadi pusat<br />

pertemuan rahasia<br />

gerilyawan dari<br />

kesatuan “Harimau<br />

Republik”. Dia juga<br />

turut menyediakan<br />

senjata bagi para<br />

gerilyawan. Seperti<br />

Ibu Liem, Han<br />

dimakamkan dalam<br />

upacara militer.<br />

Aktif dalam laskar<br />

pemuda pejuang di<br />

Jambi, Bukit Tinggi<br />

dan Padang, Sumatera.<br />

Dia mendapatkan<br />

bintang gerilya dari<br />

Presiden Sukarno.<br />

Sumber: Hendra Kho dan artikel<br />

“Sumbangsih Tinghoa di Masa<br />

Revolusi Kemerdekaan” karya Didi<br />

Kwartanada, dalam Nabil Forum<br />

edisi Juli 2011.<br />

Jawa Timur<br />

1. Gian Liam Nio alias Ny. Liem<br />

Thiam Kwie (1901-1953)<br />

Para prajurit kala itu menyapanya<br />

“Ibu Liem”, yang biasa bergiat di<br />

dapur umum. Ketika wafat, upacara<br />

pemakamannya dilakukan secara<br />

militer dan dihadiri KASAD Kol Bambang<br />

Sugeng dan Wali Kota Malang.<br />

2. Letnan Dua Dokter Tjia Giok<br />

Thwan (Basuki Hidayat)<br />

Di masa mudanya, Tjia adalah<br />

anggota regu pasukan penggempur<br />

Pasukan 19 CDMT (Corps Mahasiswa<br />

Djawa Timur) dan aktif bergerilya.<br />

Dimakamkan di TMP Suropati,<br />

Malang pada 1982.<br />

Majalah detik 3 - 9 FEBRUARI 2014


selingan<br />

Didi Kwartanada:<br />

di Pemakaman<br />

Pahlawan<br />

Politik pecah-belah Belanda membuat masyarakat Tionghoa<br />

tak padu menyokong upaya kemerdekaan Republik.<br />

okta marfianto/my trans<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Bagi Didi Kwartanada, sumber penulisan sejarah<br />

tak melulu berupa dokumen langka di sudut-sudut<br />

perpustakaan. Iklan kematian di surat kabar pun<br />

bisa menjadi sumber informasi cukup sahih. Hal<br />

ini ia lakukan antara lain untuk mengumpulkan data tentang<br />

warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang masuk<br />

menjadi anggota TNI.<br />

“Karena, biasanya pas meninggal itu nama Tionghoanya<br />

ditulis lengkap,” kata Didi.<br />

Dari penelisikan Didi, sebetulnya cukup banyak orang Tionghoa<br />

yang terlibat langsung dalam perang kemerdekaan,<br />

baik sebagai prajurit maupun membantu di bidang lain sesuai<br />

keahliannya. Termasuk di era Orde Baru hingga saat ini.<br />

Untuk lebih jelasnya, berikut ini petikan perbincangan<br />

majalah detik dengan Didi di kantornya, Yayasan Nation<br />

Building, kawasan Permata Hijau, Jakarta, Rabu 29 Januari<br />

2014.<br />

Di buku-buku sejarah nyaris tak ada nama orang<br />

Tionghoa yang terlibat dalam perang kemerdekaan.<br />

Kenapa bisa begitu<br />

okta marfianto/my trans<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Di masa penjajahan<br />

Jepang, etnis Tionghoa<br />

semakin diperlakukan<br />

berbeda dan dikenai pajak<br />

layaknya orang asing.<br />

Saya mau kilas balik untuk menjawabnya. Jadi, saat menjajah<br />

Indonesia, pemerintah kolonial membagi tiga lapisan<br />

masyarakat, yaitu kelompok minoritas yang merupakan<br />

orang-orang Eropa, seperti Belanda dan Inggris. Kemudian<br />

Jepang masuk kelompok ini. Lalu ada kelompok pribumi atau<br />

inlander sebagai mayoritas, dan kelompok perantara yang<br />

berada di tengah-tengah. Kelompok terakhir ini ada Tionghoa,<br />

Arab, dan India. Kebijakan divide et impera efektif mencegah<br />

kemungkinan munculnya persatuan yang berpotensi membahayakan<br />

kekuasaan pemerintah kolonial.<br />

Ketika Jepang masuk pada 1942, dia bukan memperbaiki<br />

struktur masyarakat, tapi malah memperkuat<br />

segregasi di antara masing-masing<br />

kelompok tersebut. Di masa penjajahan<br />

Jepang, etnis Tionghoa semakin diperlakukan<br />

berbeda dan dikenai pajak layaknya<br />

orang asing. Padahal di antara masyarakat<br />

Tionghoa itu tentu saja tak semuanya<br />

totok atau pendatang baru dari daratan<br />

Tiongkok, tapi ada peranakan. Tapi semua diperlakukan sama.<br />

Kondisi tersebut berpengaruh saat pecah revolusi fisik.<br />

Sejarawan Jerman, Mary Frances Somers-Heidhues, yang<br />

meneliti soal politik peranakan sewaktu kuliah di Universitas<br />

Cornell, Amerika Serikat, menyebut ada tiga sikap politik<br />

yang muncul dari kalangan etnis Tionghoa di Indonesia ketika<br />

revolusi kemerdekaan. Pertama, yang mayoritas adalah<br />

bersikap netral karena merasa perang kemerdekaan itu urusan<br />

Indonesia dan penjajahnya, yakni Belanda.<br />

Kedua, justru bersikap aktif dengan turut menjadi pejuang<br />

dalam pertempuran, menyelundupkan senjata, membantu<br />

logistik lewat dapur umum atau lewat relawan kesehatan.<br />

Dan ketiga adalah mereka yang menghendaki perlindungan<br />

dari Republik Tiongkok di bawah Chiang Kai-shek. Kan waktu<br />

itu Cina termasuk “The Big Five”, yang mendirikan Perserikatan<br />

Bangsa-Bangsa.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

(Dari kiri ke kanan) Budi<br />

Hartantyo/Tan Hoo Tong<br />

(mantan Dubes RI di<br />

Hungaria), Didi Kwartanada,<br />

dan Robert Liem<br />

(purnawirawan TNI AL)<br />

repro: Nabil Forum, Juli 2011<br />

Kenyataan itulah yang bisa menjelaskan kenapa kelompok<br />

etnis Tionghoa tidak padu dalam menyokong perang kemerdekaan<br />

Indonesia. Tapi sebetulnya di kalangan pribumi<br />

sendiri juga ada orang-orang yang ikut jadi serdadu Belanda.<br />

Bahkan, ketika Van Mook melakukan perundingan, misalnya,<br />

dia mengutus Raden Abdul Kadir Widjojoatmodjo, bangsawan<br />

Jawa.<br />

Dengan latar belakang seperti itu, Anda bisa menyebutkan<br />

orang-orang Tionghoa yang terlibat dalam<br />

perjuangan....<br />

Ketika memasuki masa revolusi, sebetulnya ada beberapa<br />

orang Tionghoa yang bergabung dengan TNI. Saya menemukan<br />

kliping koran pada 1940-an yang memberitakan tentang<br />

tertangkapnya seorang keturunan Tionghoa oleh tentara Belanda<br />

karena membawa dokumen-dokumen tentara. Lalu di<br />

Taman Makam Pahlawan Jurug, Surakarta, itu juga ada satu<br />

makam tentara pelajar: Ferry Sie King Lien, yang tewas saat<br />

angkat senjata melawan Belanda. Kurun waktunya 1948-1949.<br />

Kami juga sedang mengumpulkan nama-nama Tionghoa<br />

yang dimakamkan di TMP di berbagai daerah. Atau mereka<br />

yang mendapatkan bintang jasa atau penghargaan, seperti<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Di Manado, hubungan<br />

etnis Arab dengan<br />

penduduk setempat,<br />

yang mayoritas<br />

Protestan, tidak ada<br />

masalah. Itu menarik<br />

sekali.<br />

bintang gerilya dan lain-lain. Di Riau, misalnya, ada Tang Kim<br />

Teng, anggota Resimen IV, Divisi IX Banteng wilayah Sumatera<br />

Tengah pimpinan Hassan Basri. Dia bertugas mencari<br />

senjata, bahan peledak, seragam tentara, sepatu, obat-obatan,<br />

dan perbekalan lainnya di Singapura.<br />

Di Jambi cukup banyak keturunan Tionghoa yang menjadi<br />

veteran dan mendapat penghargaan. Cuma, selama ini peran<br />

dan kiprah mereka memang belum banyak diekspos.<br />

Di awal tadi disebut ada tiga etnis asing, yakni Tionghoa,<br />

Arab, dan India. Tapi kenapa cuma Tionghoa yang<br />

sepertinya mendapat perhatian khusus<br />

Itu bisa dipahami karena Tionghoa secara<br />

demografi jumlahnya lebih besar. Sedangkan<br />

golongan Arab, karena memiliki kesamaan<br />

agama dengan penduduk mayoritas, tentu<br />

turut mempengaruhi eksistensi mereka.<br />

Artinya, bila mayoritas pribumi nonmuslim,<br />

tentu etnis keturunan Arab dan<br />

India yang....<br />

Belum tentu juga. Di Manado, hubungan<br />

etnis Arab dengan penduduk setempat, yang<br />

mayoritas Protestan, tidak ada masalah. Itu menarik sekali.<br />

Benarkah di era Orde Baru etnis Tionghoa terlarang<br />

masuk birokrasi dan ABRI<br />

Nah, memasuki masa republik yang stabil, rupanya TNI<br />

Angkatan Udara dan Angkatan Laut itu lebih dulu mencatat<br />

nama-nama Tionghoa di kesatuannya. Di AL, sejak berdiri, ada<br />

nama John Lie. Di AU pun, ketika mengirim pilot-pilotnya ke<br />

Taloa (Academy of Aeronautics, Transocean Airlines Oakland<br />

Airport di Minterfield-California, pada 1950), dua di antaranya<br />

adalah keturunan Tionghoa. Salah satunya mencapai pangkat<br />

bintang satu, yakni Gan Sing Liep (Sugandhi B.).<br />

Dia salah satu penerbang terbaik Hercules yang menerbangkan<br />

Moerdani dalam operasi pembebasan Irian Barat.<br />

Beliau dimakamkan di TMP Kalibata. Para lulusan Taloa itu<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

Tim ekspedisi di lembah "X"<br />

Irian Barat (dari kiri): Lettu<br />

Inf Sintong Panjaitan, Kapten<br />

Inf Feisal Tanjung, Kapten Inf<br />

Azhim Zahif, wartawan TVRI<br />

Hendro Subroto, dan Lettu Czi<br />

Agung Harmono<br />

repro: buku feisal tanjung:<br />

terbaik untuk rakyat terbaik<br />

untuk abri<br />

antara lain Oemar Dhani dan Saleh Basarah, yang kemudian<br />

menjadi KSAU. (Juga Sri Mulyono Herlambang—red).<br />

Sedangkan di AD, saya menangkap kesan sepertinya agak<br />

lambat. Baru pada 1960-an pemuda-pemuda Tionghoa masuk,<br />

seperti Brigjen Teddy Yusuf. Juga ada Agung Harmono<br />

(Oei Tiong Hoo), yang seangkatan dengan Pak Kuntara dan<br />

Sintong Panjaitan. Pak Agung pernah berjuang bersama Feisal<br />

Tanjung di Papua.<br />

Tapi sejak 1970-an, yang masuk tentara lebih banyak<br />

lewat jalur ikatan dinas, seperti dokter dan<br />

hukum....<br />

Sepertinya memang demikian, tapi data saya masih terbatas.<br />

Salah satu upaya saya menelisik data-data orang Tionghoa<br />

yang masuk TNI itu antara lain dari iklan kematian di surat<br />

kabar. Karena, biasanya pas meninggal itu nama Tionghoanya<br />

ditulis lengkap. Atau, bila ada orang tua Tionghoa meninggal<br />

dunia, di deretan yang berduka biasanya ada nama anak-anak<br />

yang ternyata berpangkat kemiliteran, maka itu menjadi indikasi<br />

yang bersangkutan keturunan Tionghoa.<br />

Tapi, kalau dokter itu dari masa Dwikora dan Trikora itu<br />

sudah banyak orang keturunan Tionghoa yang masuk TNI.<br />

Seperti sepupu saya dari kedokteran, waktu operasi di Irian<br />

Barat itu ikut bergabung. n SUDRAJAT<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


selingan<br />

okta marfianto/my trans<br />

BIODATA<br />

Nama: Didi Kwartanada<br />

Tempat/Tanggal Lahir:<br />

Yogyakarta, 3 Februari 1968<br />

Pendidikan:<br />

Fakultas Sejarah Universitas Gadjah Mada<br />

National University of Singapore (tak tamat)<br />

Aktivitas:<br />

Asisten peneliti di Waseda Institute of<br />

Asia Pacific Studies (WIAPS), Tokyo<br />

Staf Yayasan Nabil (Nation Building),<br />

Jakarta<br />

Pemimpin Redaksi Nabil Forum<br />

Karya:<br />

2011, Dari “Timur Asing” ke “Orang Indonesia”: Pemuda Tionghoa dan Arab dalam Pergerakan<br />

Nasional (1900-1942), Jurnal Prisma Vol. 30 No. 2/2011.<br />

2011, Translations in Romanized Malay and the Revival of Chineseness among the Peranakans<br />

in Java (1880s-1911), dalam Jan van der Putten & Ronit Ricci (eds) Translation in<br />

Asia: Theories, Practices, Histories. Manchester: St. Jerome Press.<br />

2010, The Encyclopedia of Indonesia in the Pacific War (Leiden: E.J.Brill), sebagai ko-editor<br />

dan kontributor.<br />

2009, Dari “Clara” hingga “Yin Galema”: Tionghoa dalam Fiksi di Masa Reformasi, Suara<br />

Baru: Media Perhimpunan INTI (Jakarta), 24 (IV), Juli-Agustus.<br />

2008, Perang Jawa (1825-1830) dan Implikasinya pada Hubungan Cina-Jawa, pengantar<br />

Peter Carey, Orang Cina, Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa.<br />

2004, Tionghoa-Java: A Peranakan Family History from the Javanese Principalities, CHC<br />

Bulletin (Chinese Heritage Centre, Singapore), 4 December 2004.<br />

2002, Competition, Patriotism and Collaboration: The Chinese Businessmen of Yogyakarta<br />

Between the 1930s-1945, Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 33, No. 2.<br />

Majalah detik 3 3 - 9 - 9 februari 2014 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

Lanskap<br />

Kota dalam<br />

Bidikan<br />

Lensa<br />

Kota-kota dunia menghadapi masalah yang nyaris seragam sejak<br />

urbanisasi jadi sebuah gerakan masif. Fotografer Ostkreuz<br />

menyuguhkannya dalam esai fotografi yang menawan.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

g<br />

edung-gedung tua merah<br />

bata masih berdiri rapat-rapat berdampingan,<br />

tak beda dengan masa<br />

jaya Detroit pada 1950-an, tapi kini<br />

wajahnya muram, tak ceria. Petakpetak<br />

luas tempat parkir di depan<br />

deretan gedung ditinggalkan kosong,<br />

hanya berkawan tiang-tiang<br />

lampu yang mengitarinya. Di jalan tak tampak lagi mobil<br />

melintas.<br />

Detroit adalah kantor pusat tiga produsen mobil terbesar<br />

di Amerika, yaitu Ford, Chrysler, dan General Motors. Dulu,<br />

berduyun-duyun orang datang mencari pekerjaan ke sini.<br />

Umumnya orang kulit hitam. Mereka bermukim di tengah<br />

kota, dekat tempat kerja di pabrik mobil. Sedangkan masyarakat<br />

kulit putih menghuni kawasan pinggir kota.<br />

Dan, ketika pada abad milenium, para produsen mobil mengalami<br />

kesulitan dan terpaksa memecat pekerja secara besarbesaran,<br />

pusat kota pun sepi setelah ditinggalkan penduduknya.<br />

Kawasan pinggir kota, yang umumnya dihuni masyarakat kulit<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

putih, tidak terusik. Itu sebabnya, sekarang kota Detroit dijuluki<br />

“donat urban”. Berisi di tepi, kosong di tengah.<br />

Fotografer Dawin Meckel memotret Detroit hari ini yang<br />

kosong dan ditumbuhi rumput dalam seri Downtown (Pusat<br />

Kota). Salah satunya adalah foto berjudul Waste Land in the<br />

City Center, yang jadi pembuka tulisan ini. Sedangkan dalam<br />

Al Hill Lives in the Largest Empty Building in Detroit, The<br />

Former Packard Automobile Factory, semakin terlihat demikian<br />

merananya Detroit sebagai kota yang ditinggalkan. Yakni<br />

melalui sosok pria berambut dan berjenggot putih, ditemani<br />

dua anjingnya, berdiri di depan bekas pabrik mobil yang tampak<br />

sudah lama dikosongkan. Merekalah yang sekarang jadi<br />

“pemilik” dan penghuni tetap gedung.<br />

Dawin Meckel bersama para fotografer lain dari Ostkreuz,<br />

sebuah agensi foto penting di Jerman, mengonsep pameran<br />

Kota: Tentang Kebangkitan dan Keruntuhan (Die Stadt: Vom<br />

Werden und Vergehen), yang sejak 2010 dipamerkan di banyak<br />

negara. Di Jakarta, 150 foto itu dapat dilihat umum pada<br />

24 Januari hingga 7 Februari 2014 di Galeri Nasional.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

Dalam memperingati 20 tahun Ostkreuz, 18 fotografer<br />

dari agensi ini melakukan penjelajahan untuk mencari inti<br />

sari realitas perkotaan masa kini. Mereka di antaranya Sibylle<br />

Bergemann, Annette Hauschild, Harald Hauswald, Pepa<br />

Hristova, Andrej Krementschouk, dan Ute Mahler, mengumpulkan<br />

foto mengenai kebangkitan dan keruntuhan urban<br />

dari 22 kota di seluruh dunia. Kesan-kesan pribadi tentang<br />

kehidupan di Tokyo, Manila, Lagos, Las Vegas, Berlin, Minsk,<br />

dan Gaza dipadatkan dalam sebuah esai fotografi.<br />

Upaya inventarisasi ini dipicu adanya rekor baru urbanisasi<br />

pada 2008, yakni untuk pertama kali lebih banyak orang<br />

berdiam di kota daripada di pedesaan. Proses yang sudah teramati<br />

sejak masa industrialisasi abad ke-19 itu kini menghasilkan<br />

25 megakota yang berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa.<br />

Sebaliknya, ada kota yang malah menyusut atau dihancurkan.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

Ostkreuz didirikan tujuh fotografer di Berlin Timur pada<br />

1990, akhir masa Jerman Timur. Saat ini Ostkreuz beranggotakan<br />

18 orang yang hampir semuanya pernah meraih penghargaan<br />

tingkat nasional dan internasional.<br />

Khusus di Jakarta, pameran fotografi Kota memamerkan<br />

juga sejumlah karya fotografer Indonesia, Fanny Octavianus<br />

dari Antara News Agency, Jakarta. Fanny mengumpulkan<br />

perspektifnya sendiri tentang Jakarta yang kelak akan disusun<br />

menjadi buku foto berjudul JKT.<br />

Dari kacamata orang yang setiap hari berhadapan dengan<br />

kehidupan Jakarta, Ushuaia jadi demikian unik. Kota di ujung<br />

selatan Argentina ini adalah juga kota paling selatan di dunia.<br />

Jorg Bruggemann merekam kehidupan masyarakatnya dalam<br />

esai foto Mas Austral.<br />

Sampai akhir 1940-an, nyaris seluruh penduduk Ushuaia<br />

adalah narapidana yang dibuang ke tempat terpencil ini.<br />

Setelah dibentuk zona perdagangan bebas pada 1970-an,<br />

berbagai industri mulai tumbuh. Sekarang Ushuaia, kota berukuran<br />

23 kilometer persegi, dihuni 60 ribu jiwa.<br />

Walau letaknya secara harafiah di ujung dunia, anak muda<br />

di sana ikut larut dalam arus globalisasi. Mereka menggunakan<br />

Internet, menonton video di YouTube, dan mengunduh<br />

musik. Di jalanan, mereka berkumpul dengan teman, membuat<br />

graffiti dengan cat semprot, mendirikan band, minum<br />

bir, bermain skateboard. Ada komunitas hardcore, punk, skater,<br />

BMX, hip-hop, elektro. Semua aliran generasi muda ada di<br />

Ushuaia, hanya saja dalam skala kecil.<br />

Perubahan yang terbilang besar-besaran adalah Dubai.<br />

Gedung-gedung pencakar langit susul-menyusul berdiri. Burj<br />

Khalifa, gedung tertinggi di dunia (828 meter), saat itu masih<br />

dalam proses pengerjaan. Thomas Meyer melalui esai Resort<br />

menyuguhkan wajah Dubai yang jarang kita temui.<br />

Sejak awal datang sudah dia niatkan untuk tidak terbujuk gigantomania.<br />

Meyer menghindari segala kebesaran, lalu mencari<br />

detail, struktur, dan ornamen. Downtown dia menangkap tiga<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

pekerja berdiri di sebuah lahan kosong yang luas, bersebelahan<br />

dengan gedung pencakar langit. Tiga sosok itu tak ubahnya<br />

nyamuk ketika dikontraskan dengan keluasan lahan kosong dan<br />

barisan gedung di dekatnya.<br />

Terkesan, pertimbangan komersial jadi satu-satunya alasan<br />

“lomba tinggi-tinggian” gedung di Dubai. Tak terlihat visi,<br />

gagasan, dan konsep yang mengatakan seperti inilah kami<br />

ingin hidup. Selain Burj Khalifa, banyak gedung lain yang<br />

tidak terasa urgensinya diselesaikan lalu mencari penghuni<br />

atau penyewa.<br />

Meyer menuliskan kalimat ini dalam pengantar esainya,<br />

“Saya sempat lihat orang-orang tampak bingung di depan bangunan<br />

yang mereka bangun sendiri. Segala kebangkitan di<br />

sini langsung dibayangi kehancuran, seakan-akan bangunan<br />

baru sekaligus merupakan reruntuhan, seakan-akan kelahiran<br />

dan kematian menjadi satu.”<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

pameran<br />

Ratusan ribu orang setiap harinya di seluruh dunia pindah<br />

dari desa ke kota. Ada janji untuk kehidupan yang lebih baik,<br />

kesejahteraan, kesempatan yang lebih besar, dan kebebasan<br />

di sana. Tapi kota juga menyembunyikan kemiskinan, kriminalitas,<br />

dan ketimpangan sosial yang jadi ciri banyak kota<br />

metropolitan.<br />

Kota adalah awal dari peradaban, peleburan kebudayaan,<br />

mental, agama, dan ide. Asal-usul dan keluarga jadi tak begitu<br />

penting selama bisa membuktikan pencapaian di bidang budaya<br />

dan sosial. Di kota, setiap orang merupakan bagian dari<br />

suatu keseluruhan yang bermakna, tapi sekaligus hanya salah<br />

satu komponen kecil yang tidak penting. Kota menyimpan<br />

masa depan dunia. n<br />

SILVIA GALIKANO<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Aksi Riuh<br />

Penipu Ulung<br />

Setelah kedoknya terbuka, duo kriminal Irving dan Sydney terpaksa bekerja<br />

sama dengan FBI membongkar kejahatan di pemerintahan. Tanpa disadari FBI,<br />

mereka tetap punya posisi tawar.<br />

Majalah detik 3 -- 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Judul: American Hustle<br />

Genre: Crime | Drama<br />

Sutradara: David O. Russell<br />

Skenario: Eric Warren Singer,<br />

David O. Russell<br />

Produksi: Sony Pictures<br />

Pemain: Christian Bale,<br />

Amy Adams, Bradley Cooper,<br />

Jennifer Lawrence<br />

Durasi: 2 jam 9 menit<br />

Irving Rosenfeld (Christian Bale)<br />

dan mitra kerjanya, Sydney Prosser<br />

(Amy Adams), dibekuk FBI. Klien yang<br />

barusan sepakat pinjam duit dalam<br />

jumlah besar ternyata agen FBI yang menyamar,<br />

Richie DiMaso (Bradley Cooper).<br />

Selesai sudah bisnis mereka yang selama<br />

ini mulus-mulus saja.<br />

Setelah bermitra dengan Sydney Prosser (Amy Adams),<br />

usaha rentenir Irving Rosenfeld (Christian Bale) makin laris<br />

dan “naik kelas”. Sydney berpura-pura sebagai aristokrat Inggris<br />

yang punya “jaringan Inggris”. Tujuannya, menarik klien<br />

kelas atas yang meminjam uang dalam jumlah banyak.<br />

Si peminjam harus setor uang dulu sebelum mendapat<br />

pinjaman. Ternyata setelah uang disetor, yang disebut jaringan<br />

Inggris itu tidak juga mencairkan pinjaman. Yup, jaringan<br />

itu fiktif.<br />

Ini awalnya cuma usaha sampingan. Usaha utama Irving<br />

adalah mengelola jaringan laundry yang sudah mencapai<br />

Majalah Majalah detik detik 23 - 3 29 -- 9 desember februari 2014 2013


seni hiburan<br />

FILM<br />

enam outlet di dua kota. Semuanya berjalan lancar. Usaha<br />

sampingan satu lagi adalah menjual lukisan palsu yang diakui<br />

sebagai lukisan asli.<br />

Irving jeli melihat Sydney, karyawati majalah Cosmopolitan,<br />

yang punya taste bagus dalam urusan mode dan mengerti<br />

seni. Irving pun menyediakan baju-baju bagus yang boleh<br />

Sydney pilih langsung. Bukan pilih di toko baju, tapi di ruang<br />

belakang outlet laundry-nya yang khusus menyimpan bajubaju<br />

yang tidak diambil lagi oleh klien setelah di-laundry.<br />

Hubungan Irving dan Sydney berkembang bukan sekadar<br />

hubungan kerja. Mereka terlibat hubungan asmara walau<br />

Irving punya istri, Rosalyn Rosenfeld (Jennifer Lawrence).<br />

Rumah tangga mereka sudah lama tidak akur tapi Rosalyn<br />

menolak bercerai. Andaipun dia meloloskan keinginan Irving<br />

untuk bercerai, Rosalyn akan membawa anaknya, anak kandung<br />

yang kemudian diadopsi Irving dan diberi nama belakang<br />

Rosenfeld, Danny Rosenfeld. Irving sangat mencintai<br />

Majalah detik detik 9 - 3 15 -- 9 desember februari 2014 2013


seni hiburan<br />

FILM<br />

American Hustle adalah<br />

versi fiksionalisasi<br />

Abscam, yakni operasi<br />

FBI menangkap tangan<br />

para politikus korup pada<br />

akhir 1970-an hingga<br />

awal 1980-an dengan<br />

umpan syekh dari Arab.<br />

Skandal ini sempat<br />

mengguncang Amerika.<br />

bocah ini.<br />

FBI tidak berhenti di Irving dan Sydney. Ada sasaran kakap<br />

yang diincar, yakni para politikus korup. Richie melihat ada peluang<br />

meringkus kalangan pemerintahan itu dengan terlebih<br />

dahulu meringkus Irving dan Sydney. Dia memberi tawaran<br />

pada keduanya untuk bekerja sama, melakukan penyamaran<br />

untuk menjebak senator, anggota kongres, hingga Gubernur<br />

New Jersey, Carmine Polito (Jeremy Renner). Imbalannya,<br />

Irving dan Sydney tidak akan dipenjara.<br />

Tak punya pilihan lebih baik, keduanya menyanggupi tawaran<br />

Richie untuk memasuki kejahatan kerah putih. Mulailah<br />

Irving dan Sydney melanjutkan akting mereka di bawah arahan<br />

Richie. Sydney melanjutkan perannya sebagai si aristokrat<br />

Inggris.<br />

American Hustle adalah versi fiksionalisasi Abscam, yakni<br />

operasi FBI menangkap tangan para politikus korup pada<br />

akhir 1970-an hingga awal 1980-an dengan umpan sheikh<br />

dari Arab. Skandal ini sempat mengguncang Amerika. Di<br />

awal film memang ditulis sebagian diambil dari kejadian nyata,<br />

tapi tak perlu pusing bagian mana yang fakta, mana yang<br />

fiksi, nikmati saja.<br />

Begitu film dimulai, sutradara David O. Russell dan penulis<br />

Eric Warren Singer langsung menyengat penonton dengan<br />

bagian inti operasi Abscam. Di situ ada dua penipu ulung<br />

Majalah detik 3 -- 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

kita, ada agen FBI, ada dua politikus, dan ada Pak Wali Kota.<br />

Di lantai ada koper berisi duit yang siap disorongkan. Siapa<br />

yang akan menerima<br />

Christian Bale, Amy Adams, Bradley Cooper, dan Jennifer<br />

Lawrence adalah headliners dalam ansambel menawan ini.<br />

Mereka semua pernah bekerja sama dengan Russel sebelumnya,<br />

sehingga kini tak sulit bagi mereka memberikan kepercayaan<br />

penuh pada sang sutradara.<br />

Akting Christian Bale dan Amy Adams sebagai pasangan<br />

penipu dimainkan sangat bagus, pol-polan. Bale bersinar<br />

dalam perannya kali ini yang sangat berbeda dari karakterkarakter<br />

yang pernah dia perankan sebelumnya.<br />

Russell memberikan Amy Adams peran empuk untuk dikunyah.<br />

Dia harus menggali sisi seksinya dan menggunakan<br />

muslihat femininnya untuk menjalani peran sebagai Sydney.<br />

Desainer kostum Michael Wilkinson membuat film ini<br />

sebagai parade fashion dengan sederet gaun berleher superrendah<br />

hingga membelah perut, mengingatkan kita pada<br />

Majalah detik 3 -- 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

cover majalah Cosmopolitan. Rambut juga berperan lebih dari<br />

sekadar pendukung.<br />

Christian Bale yang in-good-shape itu dibuat berperut<br />

buncit dan berkepala botak bagian atas dan gondrong di<br />

samping. Sutradara David O. Russell memberi adegan khusus<br />

cara Irving “menambal” botaknya dengan gumpalan rambut<br />

yang diolesi lem, lalu menutupkan rambut samping kanan<br />

ke samping kiri, menyeberangi gumpalan. Sydney menjuluki<br />

cara Irving menyisir itu sebagai “elaborate.”<br />

Ada pula adegan pembicaraan telepon antara Sydney dan<br />

Richie saat kepala mereka sama-sama sedang dipenuhi rol<br />

rambut. Perempuan dengan rol rambut besar-besar, jamak<br />

kita lihat. Tapi, begitu layar menampilkan Bradley Cooper<br />

yang ganteng dan manly itu dengan rol rambut kecil-kecil<br />

menutupi kepalanya, alamak, sinting kali Russel ini. Idenya<br />

priceless!<br />

Daaann... tak mungkin kita meninggalkan bioskop tanpa<br />

membawa ingatan tentang Rosalyn yang cerewet dan in-<br />

Majalah detik 3 -- 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

secure. Russel memberi dialog-dialog unik, kalau tidak bisa<br />

dibilang kampungan, untuk perempuan ini. Menggelikan<br />

bagaimana dia marah-marah pada Irving setelah microwave<br />

baru pemberian Carmine meledak, padahal Rosalyn sendiri<br />

penyebabnya, memasukkan loyang ke dalam microwave.<br />

“Why don't you build something, like he does Instead of all<br />

your empty deals, they're just like your fuckin' science oven. You<br />

know, I read that it takes all of the nutrition out of our food! It's<br />

empty, just like your deals. Empty! Empty!”<br />

Karakter Rosalyn sebagai istri yang banyak menuntut ditaklukkan<br />

habis oleh Jennifer Lawrence. Di seri The Hunger<br />

Games (2012 dan 2013) dia memerankan Katniss Everdeen, si<br />

remaja yang cekatan memanah dan tak banyak cakap. Tapi di<br />

American Hustle, perempuan berusia 23 tahun ini memainkan<br />

karakter ibu rumah tangga yang mengisi hari-harinya dengan<br />

mengurus anak dan berdandan. Tubuhnya padat berisi, ba-<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

nyak bergolek di ranjang, dan tahu benar bagaimana menghadapi<br />

Irvin.<br />

American Hustle adalah film cerdas, lucu, menakjubkan,<br />

nyaris tanpa cela, dan membuat gaya heboh tahun 1970-an<br />

nampak menggoda. Ada nuansa film-film Martin Scorsese<br />

di sana, terutama GoodFellas. Terlebih saat Robert DeNiro<br />

muncul dalam peran kecil sebagai bos mafia.<br />

Film ini menyabet Golden Globe Award tahun ini untuk<br />

kategori “Best Motion Picture, Comedy or Musical”. Dua aktrisnya,<br />

Amy Adams dan Jennifer Lawrence, juga membawa<br />

pulang award untuk kategori masing-masing “Best Actress”<br />

dan “Best Supporting Actress”.<br />

Skenario Russell dan Eric Warren Singer seperti tarian rumit<br />

yang banyak lapis. Kisah tentang politikus korup hanyalah subplot.<br />

Fokusnya pada hubungan kompleks antara Irving, Rosalyn,<br />

Sydney, dan Richie. Pertanyaan besar siapa yang menipu siapa<br />

pada akhirnya tidak benar-benar jelas dan penonton dibuat kaget<br />

di akhir film. Ulung benar duo penipu ini. ■<br />

SILVIA GALIKANO<br />

Majalah detik - februari 2014<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

Film pekan ini<br />

THE WOLF<br />

OF WALL<br />

STREET<br />

Jenis Film: Drama<br />

Produser: Martin<br />

Scorsese, Leonardo<br />

DiCaprio, Riza Aziz,<br />

Emma Tillinger<br />

Koskoff<br />

Produksi: Eagle Films<br />

Sutradara: Martin<br />

Scorsese<br />

Durasi: 165 menit<br />

B erkisah tentang seorang pialang saham New York, Jordan Belfort<br />

(Leonardo DiCaprio). Belfort memulai dengan saham hingga korupsi pada akhir<br />

1980-an. Sukses dan kaya pada awal usia 20-an tahun sebagai pendiri perusahaan<br />

broker Stratton Oakmont membuat Belfort diberi gelar Serigala dari Wall Street.<br />

Uang, kekuasaan, wanita, dan obat-obatan adalah godaan sekaligus ancaman. Bagi Belfort<br />

dan timnya, kerendahan hati dengan cepat dianggap sesuatu yang berlebihan, dan<br />

uang berlimpah tidaklah pernah cukup.<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

Film pekan ini<br />

DARK<br />

SKIES<br />

K ehidupan damai yang<br />

dijalani pasangan muda Daniel<br />

Barrett (Josh Hamilton) dan Lacy<br />

Barrett (Keri Russell) seketika berubah menjadi<br />

mimpi buruk yang tidak pernah mereka<br />

bayangkan sebelumnya. Makhluk misterius<br />

meneror keluarga Barrett dengan cara yang<br />

sangat menakutkan. Dimulai dengan menyerang<br />

anak-anak mereka.<br />

Tidak mendapat dukungan dari tetangga<br />

dan teman-teman, keluarga Barrett terpaksa<br />

mencari cara agar selamat dari teror yang<br />

mematikan.<br />

Jenis Film: Horor<br />

Produser: Jason Blum<br />

Produksi: Dimension Films<br />

Sutradara: Scott Stewart<br />

Durasi: 112 menit<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

Film pekan ini<br />

F ilm ini menceritakan mantan<br />

tentara yang membuat perubahan<br />

dalam masyarakat untuk membantu<br />

sesama. Jai (Salman Khan) adalah pria yang<br />

dengan tegak berjuang melawan korupsi dan<br />

ketidakadilan. Dia memiliki misi membantu<br />

orang sebanyak mungkin. Mantranya cukup<br />

sederhana, yaitu membantu seseorang dan<br />

kemudian orang tersebut membantu orang<br />

lain, sehingga terbentuklah lingkaran orang<br />

yang saling membantu.<br />

JAI<br />

HO<br />

Jenis Film: Action<br />

Produser: Sohail Khan,<br />

Sunil Lulla<br />

Produksi: Sohail Khan<br />

Productions<br />

Sutradara: Sohail Khan<br />

Durasi: 143 menit<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


seni hiburan<br />

agenda<br />

februari<br />

Serambi Jazz:<br />

Tribute to Chick Corea<br />

Indra Lesmana Group, 6 Februari 2014,<br />

pukul 19.30 WIB, GoetheHaus, Jakarta, Gratis<br />

feb<br />

6<br />

feb<br />

1<br />

Pameran Tunggal<br />

Lukisan Ponco Setyohadi<br />

1-14 Februari 2014, pukul 17.00 Wita<br />

Alila Villas Soori, Desa Kelating, Banjar<br />

Dukuh, Kerambitan, Tabanan, Bali<br />

feb<br />

2<br />

KONSER AMAL<br />

singing TOILET<br />

Graha Bhakti Budaya, Taman<br />

Ismail Marzuki, Minggu, 2 Februari<br />

2014, pukul 17.00 WIB<br />

Gratis dan Terbuka Untuk Umum<br />

Pameran Sentana Art &<br />

Pementasan The Art of<br />

Making & Music Concert<br />

Pementasan Peni Candra Rini<br />

(6/2) pukul 19.30 WIB<br />

Sarasehan Musik bersama Dwi Nugroho<br />

(7/2) pukul 14.00 WIB<br />

Pameran berlangsung sampai 13 Februari<br />

2014, pukul 10.00-18.00 WIB<br />

feb<br />

6<br />

feb<br />

4<br />

Pameran Foto: Jakarta<br />

Photojournalist Fest 2014<br />

Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki<br />

Selasa-Senin, 4-10 Februari 2014<br />

Pukul: 10.00-21.00 WIB<br />

Gratis dan Terbuka Untuk Umum<br />

Jadwal Kegiatan:<br />

Rabu, 5/2/2014: PHOTOTALK dan SLIDE<br />

SHOW (M. Safir Makki) Sabtu, 8/2/2014:<br />

DISKUSI PERKEMBANGAN FOTOGRAFI<br />

JURNALISTIK DALAM INDUSTRI MEDIA<br />

(Norman Meokko dan Tatan Syuflana)<br />

Kethoprak Humor<br />

Tombok Kangen:<br />

Presiden Minakjinggo<br />

Didukung pemain Srimulat, pelawak Gaplek,<br />

Paguyuban Pelawak Indonesia dan Para<br />

Komik (Stand Up Comedy), Yon Koeswoyo,<br />

Nunung , Jumat, 7 Februari 2014,<br />

pukul 20.00 WIB, Gedung Kesenian Jakarta<br />

Holi Water Festival<br />

Watergun & Color Fights in Jakarta.<br />

Adaptasi dari perayaan terkenal budaya<br />

India, yang disebut Holi Festival (Festival<br />

of Colors). 8 Februari 2014<br />

,Parkir Timur Senayan Jakarta<br />

feb<br />

7<br />

feb<br />

8<br />

Majalah detik 3 - 9 februari 2014


Alamat Redaksi : Aldevco Octagon Building Lt. 4<br />

Jl. Warung Jati Barat Raya No. 75, Jakarta 12740 , Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472<br />

Email: redaksi@majalahdetik.com<br />

Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.<br />

@majalah_detik<br />

majalah detik

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!