Supernova PARTIKEL
Keping 40 tama, ia habiskan hampir seluruh waktunya di dua tempat saja: ranjang dan kamar mandi. Tergolek di kasur atau nungging di atas lubang WC. Ibu muntah-muntah, meludah terus-terusan, kehilangan nafsu makan, sakit-sakitan. Bersamaan dengan itu, fokus Ayah seperti disedot ke tempat lain. Ia tidak lagi penuh perhatian seperti biasanya. Pelajaranku mulai bolong-bolong. Hara tidak lagi dikeloni dongeng pengantar tidur. Ibu sering ditinggal sendirian. Kami semua kehilangan Ayah. Untungnya, beberapa ibu dari Batu Luhur secara sukarela bergantian menemani kami di rumah. Ibu mulai menyebut-nyebut Bukit Jambul. Ia curiga tempat itu membawa pengaruh buruk bagi Ayah. Aku punya tersangka lain. Fungi. Aku tahu Ayah mengultivasi banyak jenis fungi. Tetapi, belakangan ada satu jenis yang menjadi fokusnya. Aku bisa melihat dari kilat di bola matanya saat bercerita, dari bagaimana fungi satu itu mendominasi celotehannya, dari coretancoretan di jurnalnya yang kucuri intip sesekali. Psilocybe. Ayah paling gembira jika menemukan genus Psilocybe muncul di kebun-kebun permakultur asuhannya di Batu Luhur. “Ini pertanda baik, Zarah,” katanya. Aku memandangi jamur-jamur mungil berwarna kecokelatan itu. “Memang artinya apa, Yah” “Psilocybe muncul untuk menunjukkan ada harmoni yang baik antara ekosistem dan apa yang kita lakukan. Dia merestui kegiatan kita di sini,” Ayah tersenyum lebar. 34 supernova_partikel.indd 34 3/28/12 5:03 PM
partiKel Pernah kudapatkan segenggam Psilocybe cubensis kering disimpan di kotak bekal tempat Ibu biasa membawakan kudapan untuk Ayah. Berhubung ditemukan di tempat makanan, aku langsung mengira itu bisa dimakan. Kucomotlah satu. “Kok Disimpan di sini Memangnya jamur yang ini bisa dimakan juga ya, Yah” Panik, Ayah merampas jamur itu dari tanganku. “Kamu nggak boleh makan ini, Zarah. Awas, ya.” “Ayah makan” “Sekali-sekali,” katanya ketus. Ayah memang tak pernah mau bohong kepadaku. Meski kadang berat untuknya jujur, kepadaku Ayah selalu memilih berterus terang. “Kenapa Zarah nggak boleh” “Ini bagian dari eksperimen penting. Tidak bisa dilakukan sembarang orang.” “Kan, Zarah bukan orang sembarang.” Ayah geleng-geleng kepala menatapku. “Kamu masih kecil, Zarah. Ayah belum tahu dosis yang tepat untuk anak sekecil kamu. Bisa-bisa nanti kamu keracunan.” “Memangnya jamur ini beracun, Yah” “Mungkin,” katanya pelan, “bagi orang yang tidak siap.” “Zarah belum siap” tanyaku lagi. Ayah berkata tegas, “Belum.” Sejak aku tahu Ayah mengonsumsi beberapa jenis Psilocybe, aku pun mulai melihat benang merah atas potonganpotongan kecurigaanku. Beberapa kali aku melihat Ayah 35 supernova_partikel.indd 35 3/28/12 5:03 PM
- Page 1 and 2: supernova_partikel.indd 1 3/28/12 5
- Page 3 and 4: Dee supernova_partikel.indd 3 3/28/
- Page 5 and 6: Daftar Isi Keping 40 Partikel 1 Kep
- Page 7 and 8: Engkaulah keheningan yang hadir seb
- Page 9 and 10: KEPING 40 Partikel supernova_partik
- Page 11 and 12: 2 0 0 3 Bolivia Dalam lembaran fak
- Page 13 and 14: partiKel 5 Bukannya kami akan menye
- Page 15 and 16: partiKel 7 kahku dan Zach. Dengan r
- Page 17 and 18: partiKel dan menahan diri. Ketika c
- Page 19 and 20: partiKel 11 Tak sanggup lagi mengur
- Page 21 and 22: partiKel Batu Luhur tidak pernah ke
- Page 23 and 24: partiKel 2. 15 Kelahiranku dan adik
- Page 25 and 26: partiKel Zarah, kan, sudah besar. M
- Page 27 and 28: partiKel Malam hari, Ayah mengantar
- Page 29 and 30: partiKel lapis kedalaman baru yang
- Page 31 and 32: partiKel “Fungi. Hamparan miseliu
- Page 33 and 34: partiKel bedakan Batu Luhur dengan
- Page 35 and 36: partiKel ahliannya, ia memilih bert
- Page 37 and 38: partiKel cuat megah bagai mahkota b
- Page 39 and 40: partiKel meminta petunjuk. Suatu ma
- Page 41: partiKel dian. Kadang-kadang, sampa
- Page 45: partiKel “Abah sendiri bilang, di
Keping 40<br />
tama, ia habiskan hampir seluruh waktunya di dua tempat<br />
saja: ranjang dan kamar mandi. Tergolek di kasur atau nungging<br />
di atas lubang WC. Ibu muntah-muntah, meludah<br />
terus-terusan, kehilangan nafsu makan, sakit-sakitan.<br />
Bersamaan dengan itu, fokus Ayah seperti disedot ke tempat<br />
lain. Ia tidak lagi penuh perhatian seperti biasanya. Pelajaranku<br />
mulai bolong-bolong. Hara tidak lagi dikeloni dongeng<br />
pengantar tidur. Ibu sering ditinggal sendirian. Kami<br />
semua kehilangan Ayah. Untungnya, beberapa ibu dari Batu<br />
Luhur secara sukarela bergantian menemani kami di rumah.<br />
Ibu mulai menyebut-nyebut Bukit Jambul. Ia curiga tempat<br />
itu membawa pengaruh buruk bagi Ayah. Aku punya<br />
tersangka lain. Fungi.<br />
Aku tahu Ayah mengultivasi banyak jenis fungi. Tetapi,<br />
belakangan ada satu jenis yang menjadi fokusnya. Aku bisa<br />
melihat dari kilat di bola matanya saat bercerita, dari bagaimana<br />
fungi satu itu mendominasi celotehannya, dari coretancoretan<br />
di jurnalnya yang kucuri intip sesekali. Psilocybe.<br />
Ayah paling gembira jika menemukan genus Psilocybe<br />
muncul di kebun-kebun permakultur asuhannya di Batu<br />
Luhur. “Ini pertanda baik, Zarah,” katanya.<br />
Aku memandangi jamur-jamur mungil berwarna kecokelatan<br />
itu. “Memang artinya apa, Yah”<br />
“Psilocybe muncul untuk menunjukkan ada harmoni yang<br />
baik antara ekosistem dan apa yang kita lakukan. Dia merestui<br />
kegiatan kita di sini,” Ayah tersenyum lebar.<br />
34<br />
supernova_partikel.indd 34<br />
3/28/12 5:03 PM