Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
partiKel<br />
Zarah, kan, sudah besar. Masa belum sekolah Nggak malu<br />
sama anak-anak tetangga”<br />
“Nggak.”<br />
“Kalau Zarah sekolah, nanti Umi belikan mainan yang<br />
banyak. Apa pun yang Zarah mau.”<br />
Aku menyumpal mulutku dengan opak. Menatap Umi<br />
sambil mengunyah. Lalu kembali menggeleng.<br />
Umi cuma bisa melirik ibuku. Frustrasi.<br />
Sebagai penengah antara orangtua dan suaminya, Ibu selalu<br />
berusaha menenangkan pihak Umi dan Abah. “Ah, sepertinya<br />
tahun depan Zarah sekolah, kok. Tahun ini nggak<br />
usah dipaksa dulu.” Kepada Ayahku, dengan halus Ibu berusaha<br />
mendorong agar aku dimasukkan ke SD. Namun,<br />
untuk urusan itu, Ayah bergeming bagai batu.<br />
“Tidak perlu, Aisyah. Zarah akan jauh lebih pintar kalau<br />
aku yang mengajarnya langsung.” Begitu selalu katanya.<br />
Memasuki usiaku yang kedelapan, Ibu kehabisan ide untuk<br />
menyelamatkan Ayah di depan Abah dan Umi. Akhirnya,<br />
ia pun cuma bisa menjawab pendek, “Firas tidak mau.”<br />
Kenyataannya, tak ada yang benar-benar paham mengapa<br />
Ayah, seorang dosen genius, yang kerap disebut-sebut sebagai<br />
“aset paling menjanjikan”-nya Institut Pertanian Bogor, sebegitu<br />
antinya kepada sistem pendidikan formal.<br />
Ketegangan antara Ayah dan kakek-nenekku makin kentara.<br />
Dalam setiap kunjungan rutin Ibu, Ayah hanya mau<br />
17<br />
supernova_partikel.indd 17<br />
3/28/12 5:03 PM