28.11.2014 Views

lompat-lompat-ho-chi-minh-city-dan-hue1

lompat-lompat-ho-chi-minh-city-dan-hue1

lompat-lompat-ho-chi-minh-city-dan-hue1

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

83<br />

IX<br />

Taksi membawa kami menelusuri jalan-jalan Ho Chi Minh City yang macet karena se<strong>dan</strong>g<br />

jam pulang kerja menuju bandara. Akhirnya ia terpaksa melewati sejumlah jalan<br />

tikus—semacam bonuslah buat kami yang belum pernah melewati jalan-jalan itu. Setiba<br />

di Tan Son Nhat, kami pun check in. Mel sempat terhambat sebentar karena ternyata<br />

bawaannya kelebihan berat. Terpaksa deh, dirapikan lagi sebentar sebelum dimasukkan<br />

ke bagasi dengan berat pas.<br />

Tidak banyak restoran yang sudah ada di bandara tersebut. Saya, Ephi, <strong>dan</strong> Mel memutuskan<br />

untuk makan malam di restoran yang menyediakan hi<strong>dan</strong>gan Singapura. Harganya<br />

cukup mahal, bisa mencapai 8 dollar Amerika per hi<strong>dan</strong>gan. Tapi ya lumayanlah untuk<br />

mengganjal perut. Harga segitu juga untuk membeli suasana, berupa jendela-jendela kaca<br />

superbesar yang menghadap ke landas pacu bandara. Puas makan, kami pergi ke ruang<br />

tunggu, yang mencakup pula sebuah toko duty free. Mbak I’i <strong>dan</strong> Pipit sudah berada<br />

di sana, bersama serombongan bapak-bapak <strong>dan</strong> ibu-ibu—mungkin rombongan kantor—<br />

yang ramai berceloteh dalam bahasa Indonesia.<br />

Salah seorang ibu itu sibuk memamerkan tasnya ke teman-temannya, “Ini saya beli 120.000<br />

dong saja l<strong>ho</strong>!” Mbak I’i berbisik, “Wah, itu saya beli 15.000 dong.” Rupa-rupanya ada<br />

yang kena liciknya pedagang lagi, nih...<br />

SAMPAI JUMPA LAGI, VIETNAM<br />

Ketika akhirnya kami mematikan telepon selular kami yang masih berisikan kartu telepon<br />

Vietnam, <strong>dan</strong> pengumuman dari petugas mempersilakan kami untuk naik ke pesawat<br />

terbang, rasanya betul-betul seperti sebuah mimpi panjang yang indah <strong>dan</strong> seru baru berakhir.<br />

Perjalanan tiga jam-an tidak begitu terasa, karena banyak penumpang yang terlelap,<br />

sementara saya sendiri sibuk membaca novel yang saya pinjam dari Mel. Ah, tahu-tahu<br />

roda pesawat telah menyentuh aspal bandara Soekarno-Hatta. Kami sudah pulang!<br />

Beberapa hari kemudian, saya membuka kotak surat elektronik saya <strong>dan</strong> menemukan sepucuk<br />

surat dari... Mr Vu! Ia menanyakan apakah kami sudah tiba di rumah <strong>dan</strong> apakah<br />

kami senang sewaktu berada di Vietnam. Baru sekali ini saya dikirimi surat semacam itu<br />

dari <strong>ho</strong>tel atau penginapan yang pernah saya tinggali! Sungguh ini penutup yang manis<br />

sekali bagi rangkaian lawatan kami ke Vietnam, yang menyisakan begitu banyak kenangan<br />

indah, tak hanya mengenai kekayaan budaya, kecantikan alam, melainkan juga keramahtamahan<br />

penduduknya. Dan ya, seperti yang saya katakan kepada Mr Vu, kami suatu hari<br />

nanti (Insya Allah) akan kembali ke Vietnam!<br />

AKHIR PERJALANAN<br />

(kali ini)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!