Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
70 71<br />
“Aman kok, selama kita bukan orang<br />
sana...” Lah si bapak enak, mukanya jelas<br />
asing. Kalau muka-muka kami yang Asia<br />
Tenggara ini, apa tidak saru ya dengan<br />
muka orang asli Myanmar?<br />
Saat makan siang, kami kembali ke kantor<br />
pusat biro wisata yang juga mencakup<br />
sebuah restoran. Kami dijamu dengan 50<br />
macam makanan secara prasmanan, termasuk<br />
santapan asli Hue, meskipun air<br />
minum harus beli sendiri. Kesempatan<br />
ini kami manfaatkan mengisi perut yang<br />
ternyata lapar sekali setelah terakhir diisi<br />
pagi tadi, meski kami harus berhati-hati<br />
karena sebagian makanan yang terhi<strong>dan</strong>g<br />
mengandung daging babi. Tapi kalau<br />
Anda tidak berpantang sih, sikat saja!<br />
Usai bersantap, biro pariwisata mengajukan<br />
dua pilihan. Pertama, yang sudah<br />
mengunjungi benteng Hue, boleh langsung<br />
naik dragon boat menyusuri Perfume<br />
River. Kedua, untuk yang belum,<br />
akan kembali ikut bis ke benteng Hue,<br />
baru nanti berkumpul kembali dengan<br />
rombongan pertama di Pagoda Thien Mu<br />
<strong>dan</strong> pulang dengan dragon boat. Kami<br />
ikut rombongan kedua <strong>dan</strong> kembali naik<br />
ke atas bis.<br />
Kota kekaisaran lama—termasuk benteng<br />
(citadel) Hue—adalah tempat yang<br />
wajib dikunjungi saat berada di Hue.<br />
Kompleks kekaisaran dikelilingi oleh<br />
parit besar <strong>dan</strong> tembok pertahanan tinggi<br />
yang masih terlihat kokoh. Saat ini, kompleks<br />
kekaisaran masih menjalani proses<br />
restorasi besar-besaran, karena sebagian<br />
bangunan dalam kompleks tersebut hancur<br />
saat perang dalam peristiwa yang disebut<br />
Serangan Tet. Akan tetapi, saat ini<br />
pun sudah cukup banyak yang bisa kita<br />
lihat di situ, mulai dari tiruan Kota Terlarang<br />
di Cina, Menara Bendera, Paviliun<br />
Hien Lam dengan sembilan tempayan<br />
raksasa, Paviliun Ngu Phun, <strong>dan</strong> banyak<br />
lagi. Kompleks ini sangat luas, <strong>dan</strong> barangkali<br />
perlu waktu berjam-jam untuk<br />
meneliti setiap sudutnya dengan berjalan<br />
kaki menapaki jalan berbatu apik yang<br />
dinaungi rimbunan po<strong>ho</strong>n.<br />
Bis tidak bisa masuk melalui gerbang<br />
kota lama, sehingga diparkir di tempat<br />
parkir merangkap pasar kecil yang jaraknya<br />
lumayan jauh juga dari benteng.<br />
Belum-belum keringat sudah kembali<br />
bercucuran! Kami disambut oleh empat<br />
dari sembilan meriam suci yang melambangkan<br />
ruh dinasti Nguyen penjaga<br />
kota. (Lima meriam lagi ada di sisi barat<br />
kota lama.) Kemudian dari kejauhan,<br />
bisa terlihat Menara Bendera (Ky Dai)<br />
bersusun tiga. Di puncaknya, berkibar<br />
bendera Vietnam raksasa, sementara di<br />
tingkat-tingkat sebelah bawah terpasang<br />
foto Paman Ho <strong>dan</strong> sejumlah spanduk.<br />
Rupa-rupanya Hue se<strong>dan</strong>g bersiap-siap<br />
menyambut peringatan ke-35 penyatuan<br />
kembali Vietnam, <strong>dan</strong> akan ada acara<br />
besar yang digelar di kota tua minggu<br />
depan.<br />
Rombongan kami masuk melalui Gerbang<br />
Selatan—pintu utama bagi turis<br />
untuk keluar-masuk—<strong>dan</strong> lantas terpencar-pencar.<br />
Aneh juga rasanya, meski<br />
berpuluh-puluh menit waktu yang kami<br />
habiskan di benteng, tak sekali pun kami<br />
berpapasan dengan anggota rombongan<br />
kami yang lain! Barangkali inilah bukti<br />
betapa luas bagian dalam benteng—keliling<br />
luarnya adalah 2 km x 2 km—<strong>dan</strong><br />
betapa banyak yang bisa dilihat serta dilakukan.<br />
Kita bisa berfoto ala raja <strong>dan</strong><br />
ratu Vietnam zaman dahulu dengan pakaian<br />
sewaan, mengendarai atau sekadar<br />
berfoto bersama gajah, sampai memberi<br />
makan ratusan ekor ikan koi di <strong>dan</strong>au di<br />
depan tiruan Istana Terlarang.<br />
Saya <strong>dan</strong> Mel juga sangat antusias melihat<br />
kesembilan tempayan raksasa yang lagilagi<br />
melambangkan kesembilan pelindung<br />
kota dari dinasti Nguyen. Kami juga<br />
menyempatkan naik ke Paviliun Ngu<br />
Phun (Lima P<strong>ho</strong>enix) yang mengungkungi<br />
Gerbang Selatan. Dari paviliun tempat<br />
genderang raksasa terpasang itu, kita<br />
juga bisa memperoleh peman<strong>dan</strong>gan luas<br />
<strong>dan</strong> indah ke arah dalam benteng sekaligus<br />
ke arah Menara Bendera <strong>dan</strong> parit<br />
keamanan di sekeliling benteng.