28.11.2014 Views

lompat-lompat-ho-chi-minh-city-dan-hue1

lompat-lompat-ho-chi-minh-city-dan-hue1

lompat-lompat-ho-chi-minh-city-dan-hue1

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

54 55<br />

Jadwal mengatakan tur kami berakhir<br />

pukul 17.30, <strong>dan</strong> jadwal itu betul-betul<br />

ditepati. Sekitar pukul 17.00 kami sudah<br />

tiba lagi di HCMC, namun kami terjebak<br />

arus pulang kantor penduduk. Itu kali<br />

pertama kami benar-benar berhadapan<br />

dengan yang namanya macet ala HC-<br />

MC—banjir helm! Luar biasa. Jumlah<br />

sepeda motor jauh lebih banyak daripada<br />

mobil, <strong>dan</strong> kelihatannya jauh lebih banyak<br />

daripada di Jakarta—meskipun kesan<br />

itu mungkin hanya pengaruh jalan-jalan<br />

di HCMC yang lebih kecil. Kami yang<br />

dari Jakarta saja berdecak-decak, apalagi<br />

turis-turis dari negara-negara Barat yang<br />

barangkali setiap hari hanya melihat satudua<br />

sepeda motor di negerinya.<br />

Ya, macet dinikmati saja. Hitung-hitung<br />

kami jadi bisa melihat beberapa bangunan<br />

penting lain di HCMC dengan lebih<br />

baik dari atas bis yang bergerak tersendat-sendat:<br />

sejumlah pagoda, masjid, <strong>dan</strong><br />

lain-lain.<br />

Malam hari itu, saya, Ephi, <strong>dan</strong> Mel mampir<br />

ke Hanoi Gallery (79 Bui Vien St.,<br />

Dist. 1), toko poster propaganda, yang tak<br />

jauh dari Luan Vu. Dagangan toko kecil<br />

berlantai dua ini memang cukup unik,<br />

yaitu replika berbagai poster propaganda<br />

semenjak zaman perang. Keterbatasan<br />

warna <strong>dan</strong> sarana cetak zaman dahulu<br />

justru melahirkan sejumlah poster berdesain<br />

paling menarik yang pernah saya<br />

lihat. Isinya memang terka<strong>dan</strong>g sloganslogan<br />

yang menimbulkan senyum geli,<br />

namun desainnya betul-betul karya seni<br />

yang hebat. Ada poster memperingati<br />

pesawat AS ke-3.500 <strong>dan</strong> ke-4.000 yang<br />

ditembak jatuh, yang menggelorakan semangat<br />

petani, pemuda, <strong>dan</strong> perempuan<br />

untuk turut berjuang, yang menampilkan<br />

pesan-pesan Paman Ho, <strong>dan</strong> bermacammacam<br />

lagi. Setelah kita menemukan<br />

poster yang nyantol di hati, penjaga toko<br />

akan mengemas poster tersebut dalam<br />

tabung khusus yang mudah dibawa-bawa.<br />

Kami makan malam di sebuah<br />

restoran di Bui Vien yang<br />

menyediakan paket seharga<br />

50.000 dong/orang yang terdiri<br />

atas cukup banyak hi<strong>dan</strong>gan,<br />

termasuk minuman. Setelahnya<br />

kami menyambangi<br />

beberapa toko yang menjual<br />

suvenir khas Vietnam, <strong>dan</strong><br />

ternyata... harga pasti mereka<br />

banyak yang masih lebih murah<br />

daripada di Benh Thanh!<br />

Saya menemukan kaus Tintin<br />

in Vietnam dengan harga pasti 40.000<br />

dong saja! Jadi, kalau Anda ingin dapat<br />

harga murah tanpa menawar, saya sarankan<br />

menengok dulu toko-toko di Bui<br />

Vien. Sandal teplek Vietnam yang sangat<br />

nyaman dipakai hanya 20.000 dong di<br />

toko-toko itu.<br />

Keesokan paginya, kami terbang dengan<br />

Jetstar dari terminal domestik Tan Son<br />

Nhat, HCMC menuju Da Nang. Nama<br />

kota ini mungkin tidak asing bagi Anda<br />

yang kerap membaca atau menonton<br />

film-film tentang perang Vietnam, karena<br />

ini adalah salah satu pelabuhan penting<br />

di Vietnam Tengah, termasuk di masa<br />

perang. Perjalanan ke sana memakan<br />

waktu sekitar 1 jam 15 menit; dari Ho<br />

Chi Minh pesawat bertolak pukul 10.45<br />

<strong>dan</strong> tiba di Da Nang pukul 12.00 siang.<br />

Kami tak sempat berlama-lama di kota<br />

berpenduduk kurang dari 1 juta orang ini<br />

karena tujuan utama kami adalah stasiun<br />

kereta api. Sayang memang, karena sebenarnya<br />

cukup banyak yang bisa dilihat di<br />

Da Nang <strong>dan</strong> sekitarnya, termasuk My<br />

Son <strong>dan</strong> Hoi An yang tenar sebagai warisan<br />

masa lalu Vietnam.<br />

Bandara Da Nang kecil <strong>dan</strong> sudah tua,<br />

namun saya melihat ada bangunan baru<br />

mirip Tan Son Nhat yang masih dalam<br />

taraf pengerjaan. Wah, moga-moga kalau<br />

suatu hari saya balik ke sini, bangunan<br />

baru itu sudah digunakan. Keluar dari<br />

bandara, terasa suhu yang sudah cukup<br />

berbeda dari suhu di HCMC. Kami kini<br />

ada di Vietnam Tengah, yang iklimnya<br />

merupakan peralihan Vietnam Selatan<br />

<strong>dan</strong> Utara, <strong>dan</strong> lebih sejuk daripada Selatan.<br />

Taksi Mailinh yang kami sewa menyusuri<br />

jalan di tepi pantai menuju stasiun kereta<br />

api. Saya perhatikan, banyak bangunan<br />

<strong>dan</strong> jalanan yang sepertinya masih baru.<br />

Kota yang bermula ketika pemukim dari<br />

kepulauan yang kini kita kenal sebagai<br />

Indonesia mulai menempati wilayah<br />

tersebut ini tinggi tingkat urbanisasinya,<br />

tak heran jika menunjukkan tanda-tanda<br />

pengembangan yang masih terus berlangsung.<br />

Ditambah lagi pada musim badai<br />

tropis tahun sebelumnya—biasa berlangsung<br />

di akhir tahun—Da Nang terhantam<br />

cukup berat, <strong>dan</strong> kerusakan serta korban<br />

jiwa yang jatuh juga cukup banyak.<br />

Stasiun kereta api Da Nang biasa saja, <strong>dan</strong><br />

toiletnya pun, sialnya, kering. Kami meneliti<br />

jadwal keberangkatan, <strong>dan</strong> ternyata<br />

belum lama kereta SE2 yang tiba tengah<br />

hari di Da Nang telah lewat. Kereta<br />

berikutnya, SE4, akan tiba pukul 14.02.<br />

Kami pun membeli 5 karcis ke Hue. Rupanya<br />

pembelian karcis terkomputerisasi,<br />

<strong>dan</strong> tiket seharga 50.000 dong/orang yang<br />

kami terima dengan jelas menunjukkan<br />

jenis <strong>dan</strong> nomor gerbong, nomor kursi,<br />

serta status kami sebagai orang asing.<br />

Ternyata sebagai orang asing, meski kami<br />

tidak memerinci jenis gerbong yang kami<br />

minta, kami otomatis ditempatkan di gerbong<br />

berpenyejuk udara dengan reclining<br />

seat yang empuk.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!