Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
48 49<br />
Sebelum memasuki kompleks terowongan<br />
Cu Chi yang sebenarnya, Mr Hai<br />
menunjukkan suatu ’peman<strong>dan</strong>gan unik’<br />
bagi turis-turis bule: ...po<strong>ho</strong>n nangka.<br />
Ups! ”Kalian selama ini makan buahnya,<br />
belum pernah kan lihat po<strong>ho</strong>nnya?”<br />
Hmmm, kami paling-paling terkagumkagum<br />
pada jumlah buah nangka yang dihasilkan<br />
po<strong>ho</strong>n tersebut. Banyak sekali!<br />
Jalan masuk ke kompleks Cu Chi berupa<br />
terowongan yang besar <strong>dan</strong> lega—sama<br />
sekali tidak ada apa-apanya dibandingkan<br />
’neraka’ terowongan sungguhan para<br />
gerilyawan. Selama di kompleks tersebut,<br />
setiap rombongan didampingi pemandu<br />
setempat, yang berpakaian hijau-hijau<br />
seperti tentara Vietnam Utara zaman dahulu,<br />
lengkap dengan pin bergambar bintang<br />
di atas latar separuh merah-separuh<br />
biru tersemat di topinya. Mr Hai menjelaskan<br />
bahwa itu lambang Vietnam semasa<br />
perang. ”Merah itu melambangkan<br />
Utara, biru itu melambangkan Selatan.<br />
Sejak Utara menang <strong>dan</strong> kami bersatu<br />
lagi, hanya satu warna: merah,” papar Mr<br />
Hai.<br />
’Hi<strong>dan</strong>gan utama’ kawasan terowongan<br />
Cu Chi memang lorong yang boleh dimasuki<br />
itu. Namun bila Anda tak benar-benar<br />
berminat untuk menjajal pengalaman<br />
yang bisa menimbulkan panick<br />
attack itu, tetap cukup banyak hal yang<br />
bisa Anda lihat di situ. Misalnya saja,<br />
koleksi berbagai macam jebakan maut<br />
(’tiger trap’) yang dahulu dipakai para<br />
pejuang. Harus diakui, jebakan-jebakan<br />
mereka itu cukup inovatif, meskipun sadis.<br />
Mr Hai <strong>dan</strong> pemandu setempat kami<br />
menggunakan tongkat bambu untuk menkas<br />
dijadikan sandal, bom AS yang gagal<br />
meledak disulap menjadi senjata, <strong>dan</strong> lain<br />
sebagainya. Tentara perlawanan memanfaatkan<br />
apa pun yang bisa mereka peroleh<br />
<strong>dan</strong> pergunakan. Bahkan besi tua sisa<br />
tank <strong>dan</strong> pesawat pun dijual ke negara<br />
lain seperti Jepang, yang ”mengubahnya<br />
menjadi mobil <strong>dan</strong> dikirim kembali ke<br />
Vietnam, bikin polusi”, tutur Mr Hai dengan<br />
gaya melawaknya yang datar.<br />
Kita dapat melihat beberapa petugas yang<br />
berpura-pura menjadi anggota pasukan<br />
perlawanan se<strong>dan</strong>g bekerja mengolah<br />
barang-barang bekas menjadi perlengkapan<br />
yang bisa digunakan lagi. Tidak<br />
hanya proses pembuatan ala zaman tersebut,<br />
kita pun disuguhi salah satu santapan<br />
utama yang tersedia bagi para pejuang<br />
saat itu—singkong rebus, dengan bumbu<br />
kacang tumbuk yang manis.<br />
Ukuran asli lorong-lorong di Cu Chi luar<br />
biasa kecil—bukan hal istimewa menurut<br />
Mr Hai, karena dahulu toh para prajurit<br />
itu kekurangan makan, sehingga<br />
Terowongan Cu Chi terdiri atas ratusan<br />
cabang yang membentang berkilo-kilometer<br />
di bawah tanah. Fungsinya bukan<br />
sekadar tempat persembunyian, melainkan<br />
juga basis perlawanan terhadap tentara<br />
Amerika Serikat. Terowongan-terowongan<br />
dilengkapi bagian untuk makan,<br />
beristirahat, menyelenggarakan rapat,<br />
<strong>dan</strong> juga pabrik yang menyulap barangbarang<br />
bekas menjadi perlengkapan baru<br />
bagi tentara perlawanan. Ban mobil betubuh<br />
mereka kecil-kecil sekali. ”Kalau<br />
sekarang sih sudah pada kegendutan,<br />
tidak muat,” Lagi-lagi pemandu kami itu<br />
menceletuk. Pemandu setempat kami,<br />
yang tubuhnya agak gempal, menunjukkan<br />
salah satu pintu masuk rahasia ke<br />
lorong yang, astaga, memang luar biasa<br />
kecilnya. Ia memperagakan cara memasuki<br />
pintu yang hanya berupa petak<br />
kecil di tanah itu. Melihatnya saja sudah<br />
membuat kami merasa seram.<br />
”Nanti kita masuk ke lorong yang sudah<br />
disiapkan buat wisatawan. Tenang<br />
saja, sudah dibesarkan dua kali lipat<br />
dari aslinya,” kata Mr Hai. Lorong yang<br />
boleh dimasuki itu juga dijamin bebas<br />
jebakan. Dahulu, untuk membuat kapok<br />
para tunnel rat—julukan bagi para prajurit<br />
AS yang dapat tugas berat mencari<br />
<strong>dan</strong> memetakan terowongan-terowongan<br />
itu—sejumlah jebakan maut terpasang di<br />
berbagai tempat di lorong. Bila kita tidak<br />
tahu, habis sudah.<br />
gaktifkan jebakan-jebakan tersebut. Ada<br />
yang menjeblak terbuka kalau terinjak,<br />
<strong>dan</strong> prajurit AS naas itu akan terjatuh ke<br />
dalam lubang yang dasarnya ditanami<br />
besi-besi tajam. Tertancap di situ pasti<br />
bukan perasaan mengenaskan—salah<br />
satu adegan Tour of Duty yang menggambarkan<br />
hal itu melekat dalam ingatan<br />
saya. Ada yang dipasang di pintu, <strong>dan</strong><br />
akan mengayun menghantam siapa pun<br />
yang membuka pintu yang...<br />
”...bakal jadi steril <strong>dan</strong> pindah ke Thailand<br />
jadi ladyboy,” Lagi-lagi Mr Hai<br />
melontarkan gurauannya yang seenaknya<br />
<strong>dan</strong> membuat kami terkekeh geli. ”Jadi<br />
itulah sejarah awal-mula para ladyboy di<br />
sana!”