28.11.2014 Views

lompat-lompat-ho-chi-minh-city-dan-hue1

lompat-lompat-ho-chi-minh-city-dan-hue1

lompat-lompat-ho-chi-minh-city-dan-hue1

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

40 41<br />

Akhirnya, setelah berunding, kami memutuskan<br />

bahwa keesokan harinya kami<br />

akan mengambil tur seharian ke Kuil Cao<br />

Dai <strong>dan</strong> Terowongan Cu Chi. Kemudian,<br />

hari berikutnya, kami naik pesawat ke Da<br />

Nang, lantas meneruskan perjalanan naik<br />

kereta api ke Hue. Kami pikir, ya sudahlah,<br />

kalau Ha Noi <strong>dan</strong> Halong Bay belum<br />

berhasil kami kunjungi kali ini, maka<br />

Vietnam Utara akan kami ’tabung’ buat<br />

lain kali. Mel terutama sangat bersemangat<br />

mengunjungi Hue, kota yang terkenal<br />

karena banyak peninggalan masa kekaisaran.<br />

Saya, Ephi, <strong>dan</strong> Mel makan malam di<br />

salah sebuah restoran di Bui Vien yang<br />

menyajikan berbagai hi<strong>dan</strong>gan Asia <strong>dan</strong><br />

Eropa, sementara Mbak I’i <strong>dan</strong> Pipit memutuskan<br />

kembali bersantap di restoran<br />

India. Dalam kesempatan itu, Ephi<br />

memesan sop ikan yang sangat lezat <strong>dan</strong><br />

segar dengan campuran nanas, rasanya<br />

mirip pin<strong>dan</strong>g ikan patin. Yang juga<br />

kami sukai dari restoran ini adalah kami<br />

mendapat es teh hijau gratis <strong>dan</strong> pencuci<br />

mulut berupa mangga dingin, yang wih,<br />

benar-benar menjadi penutup makan<br />

malam yang luar biasa.<br />

mun tidak termasuk makan siang. Setelah<br />

beres, kami mendatangi satu lagi biro<br />

wisata yang tampak meyakinkan (Sao Dat<br />

Viet Tourist Co., Ltd, 117 Bui Vien Street,<br />

District 1) untuk memesan tiket pesawat<br />

terbang dari maskapai Jetstar Pacific ke<br />

Da Nang. Tiket bolak-balik HCMC-Da<br />

Nang berharga 104 USD per orang. Setelahnya,<br />

kami pulang, ingin memperoleh<br />

cukup istirahat karena tur kami esok hari<br />

berangkat pukul 8 pagi.<br />

Keesokan pagi, sebelum pukul 8, kami sudah<br />

bersedia di depan kantor biro wisata<br />

tempat kami memesan tur. Namun sebelumnya,<br />

ada kejadian konyol. Sewaktu<br />

membeli bekal berupa roti lapis di Circle<br />

K, saya melamun ketika memencet tombol<br />

oven microwave, yang seharusnya cukup<br />

10 detik, saya tekan 1 menit. Sudah<br />

begitu, saya tidak sadar pula proses pemanasan<br />

itu memakan waktu jauh lebih<br />

lama daripada seharusnya. Baru sadar<br />

ketika oven telah mengeluarkan bunyi<br />

berdenting. Plastik keras pembungkus<br />

roti lapis u<strong>dan</strong>g itu sudah berlekuk-lekuk<br />

tidak keruan, <strong>dan</strong> air terkumpul di sebelah<br />

dalam. Huh, ya sudahlah, saya pasrah,<br />

wong sudah dibayar. (Untungnya belakangan<br />

terbukti rasa roti lapis itu tidak<br />

rusak-rusak amat, hanya saja jadi agak<br />

lembek.)<br />

Kami adalah rombongan pertama yang<br />

naik ke dalam bis berpenyejuk udara<br />

yang disediakan. Tadinya malah kami<br />

kira hanya kami—<strong>dan</strong> 2 orang perempuan<br />

lain—yang menjadi peserta tur. Ternyata<br />

Kami berkumpul lagi <strong>dan</strong> mendatangi<br />

salah satu biro wisata, Tropic Tour (195<br />

Bui Vien Street, District 1) yang nama <strong>dan</strong><br />

alamatnya kami peroleh dari selebaran<br />

yang tersedia di Luan Vu. Kami memesan<br />

paket tur ke Kuil Cao Dai <strong>dan</strong> Cu Chi,<br />

dengan harga hanya 8 USD per orang, nabis<br />

lantas menjemput beberapa turis lain<br />

di sejumlah <strong>ho</strong>tel berbeda, sehingga bis<br />

kami pun penuh ketika akhirnya mulai<br />

bergerak meninggalkan HCMC.<br />

Pemandu kami sudah agak tua, namun<br />

masih lincah <strong>dan</strong> berbicara dengan bahasa<br />

Inggris yang bagus—meski dia tetap<br />

minta maaf kalau-kalau ucapannya sulit<br />

kami mengerti. Mr Hai namanya. Ia berseloroh,<br />

”Tolong kalian yang ingat wajah<br />

saya. Saya nggak bisa mengingat wajah<br />

kalian semua, soalnya kalian semua<br />

mirip.” Kata-katanya sepertinya lebih<br />

ditujukan kepada para bule peserta tur,<br />

<strong>dan</strong> kami yang sama-sama orang Asia ini<br />

pun tersenyum-senyum geli. Benar juga.<br />

Kita memang lebih jeli mengenali wajah<br />

orang yang—maafkan istilah saya—sama<br />

rasnya dengan kita, daripada yang rasnya<br />

berbeda. Sebagai jaga-jaga, kami juga<br />

ditempeli stiker yang menunjukkan bahwa<br />

kami adalah anggota rombongan yang<br />

dibawa Mr Hai.<br />

Bis berkelok-kelok melewati jalan-jalan<br />

kecil HCMC, menuju ke luar kota. Saya<br />

perhatikan, warung-warung tepi jalan jarang<br />

ada yang menyediakan bangku atau<br />

kursi. Sebagai gantinya, mereka menyediakan<br />

deretan tempat tidur gantung alias<br />

hammock. Wah, rasanya santai sekali,<br />

tidur-tiduran di hammock sambil menyeruput<br />

es kopi susu. Sayang kami tak<br />

punya kesempatan mencicipi cara bersantai<br />

tepi jalan ala Vietnam itu.<br />

Mr Hai menjelaskan bahwa kami akan<br />

berhenti satu kali untuk melihat-lihat<br />

bengkel kerja tempat para korban perang<br />

membuat barang kerajinan, wujud<br />

kepedulian pemerintah. ”Kualitasnya<br />

paling bagus,” Ia berpromosi. Selain itu,<br />

bengkel itu menyediakan toilet terakhir<br />

yang mudah kami kunjungi dalam perjalanan<br />

ke kuil Cao Dai.<br />

”Dulu saya pernah membawa turis<br />

perempuan yang tidak ke toilet waktu<br />

diberi kesempatan,” Mr Hai menjelaskan.<br />

”Ternyata sewaktu di jalan, tidak ada WC,<br />

dia kebelet. Terpaksa kami berhenti di<br />

tepi jalan agar dia bisa pipis di belakang<br />

bis. Eh, anak-anak setempat ngelihatin.<br />

Sebenarnya sih tidak apa-apa, tapi turis<br />

itu malu sekali. Akhirnya ia saya pin-

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!