You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
36 37<br />
kepada laki-laki yang tadi menyambut<br />
kami. Saya memang bertekad membawa<br />
kartu pos bergambar Indonesia kalau se<strong>dan</strong>g<br />
melancong ke negara lain sebagai<br />
sarana untuk memperkenalkan negeri<br />
kita, sejak saya kerap dicecar supir taksi<br />
Thailand yang ingin tahu mengenai Indonesia.<br />
Namun pria di depan pagoda itu<br />
pada awalnya tak mengerti bahwa kartu<br />
pos itu untuknya. Ia sempat mengikuti<br />
kami, hendak mengembalikan kartu pos<br />
tersebut. Mbak I’i berhasil membuat ia<br />
paham bahwa kartu pos itu boleh ia simpan.<br />
Kami kembali ke jalan besar melewati<br />
jalur lain <strong>dan</strong> memanggil taksi, yang lantas<br />
meluncur ke Benh Thanh. Sepertinya<br />
sudah saatnya untuk berbelanja sedikit.<br />
Sore itu pun Benh Thanh masih ramai<br />
seperti sarang lebah, membuat saya yang<br />
tidak jago menawar ini bingung. Namun<br />
saya jadi juga membeli gantungan kunci<br />
<strong>dan</strong> beberapa lembar kaus, itu pun yang<br />
harganya tetap, tidak bisa ditawar. Kaus<br />
yang desainnya agak tidak umum dihargai<br />
100.000—120.000 dong, sementara<br />
kaus yang biasa saja 37.000 dong. Jauh,<br />
ya? Tapi ya, yang lebih mahal itu memang<br />
desainnya lebih keren. Kalau mau<br />
yang keluaran butik, di Bui Vien juga ada<br />
butik yang menjual kaus Vietnam rancangan<br />
desainer muda.<br />
Salah satu desain kaus Vietnam yang<br />
popular sederhana saja—kaus merah dengan<br />
bintang kuning besar, alias bendera<br />
Vietnam. Yang warna latarnya bukan<br />
merah juga ada. Ada juga yang bergambar<br />
palu-arit, lambang komunisme, tapi<br />
kalau yang seperti itu sih saya tak berani<br />
bawa pulang. Kaus Tintin in Vietnam<br />
atau Tintin in Sai Gon juga oleh-oleh<br />
yang cukup terkenal. Oleh karena sejauh<br />
ini gagal menemukan album Tintin<br />
untuk teman saya, saya berniat membelikan<br />
salah satu kaus seperti itu saja.<br />
Sewaktu saya tanya, harganya selembar<br />
100.000 dong. Waduh, uang dong yang<br />
di tangan saya sudah nyaris habis, belum<br />
sempat menukarkan USD lagi. Tak jadi<br />
saya ambil. Ketika saya melangkah pergi,<br />
si penjual langsung berteriak, ”Fifty!<br />
Fifty!” Wah... berarti harga awalnya digenjot<br />
naik banget, dong! Jadi ini catatan<br />
bila Anda ingin menawar harga di Benh<br />
Thanh: Tak usah ragu menawar sadis, serang<br />
saja langsung dengan tawaran awal<br />
50% dari harga yang ditawarkan! Lebih<br />
juga boleh!<br />
Tieng Viet<br />
Kecuali di distrik 1 Saigon, sepertinya susah sekali menemukan orang Vietnam yang bisa<br />
berbahasa Inggris. Akhirnya kami pun berkomunikasi dengan bahasa isyarat.<br />
Di restoran p<strong>ho</strong>, waktu minta bon, pelayan membentuk isyarat huruf X dengan kedua jari<br />
telunjuknya. Lamaaaaa kemudian kok tak diantar? Ternyata itu artinya bukan “bon” tapi<br />
“nggak ngerti, mbak!”<br />
Di toko buku, waktu mau menanyakan bagian/rak khusus manga, saya menunjukkan<br />
buku manga yang di bagian buku baru <strong>dan</strong> berkata “comic”. Si pelayan bingung, setelah<br />
berkomunikasi 5 menit tanpa sukses, akhirnya dia jalan ke suatu rak <strong>dan</strong> MEMBUKA<br />
KAMUS! Hahaha.<br />
Akhirnya ketemu juga komik, tapi bukan manga. Manga bekas justru saya temukan di<br />
pasar Binh Tay <strong>dan</strong> jadi alas minuman di toko oleh-oleh di Hue!<br />
Betapa irinya saya dengan mereka.