BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ... - Damandiri
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ... - Damandiri
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 ... - Damandiri
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>BAB</strong> <strong>IV</strong><br />
<strong>HASIL</strong> <strong>PENELITIAN</strong> <strong>DAN</strong> <strong>PEMBAHASAN</strong><br />
<strong>4.1</strong>. Hasil Penelitian<br />
<strong>4.1</strong>.1. Deskripsi Wilayah Penelitian<br />
Secara administratif, wilayah Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku<br />
Utara yang secara geografis terletak diantara 1° LU - 3° LU, dan<br />
125° BT - 128° BT. Dengan memiliki luas 2.612,24 Km 2 . Wilayah<br />
Kabupaten Halmahera Barat<br />
memiliki 5 kecamatan dan 133 desa. Karena<br />
letaknya di sekitar garis khatulistiwa, Kabupaten Halmahera Barat<br />
beriklim<br />
tropis dengan suhu rata-rata 28,05°C dan kelembaban 73-82%, serta<br />
curah hujan 1500 mm/tahun.<br />
Kabupaten Halmahera Barat mempunyai ketinggian 0-700 m dpl<br />
(diatas permukaan laut), dengan batas wilayah sebagai berikut :<br />
- Sebelah utara dengan Kecamatan Loloda Utara<br />
- Sebelah selatan dengan Kota Tidore Kepulauan<br />
- Sebelah timur dengan Kabupaten Halmahera Utara<br />
- Sebelah barat dengan Kota Ternate dan Laut Maluku<br />
Wilayah Kabupaten Halmahera Barat secara administratif terdiri<br />
dari 5 (lima) Kecamatan, yaitu : Kecamatan Jailolo, Kecamatan Jailolo Selatan,<br />
Kecamatan Sahu, Kecamatan Ibu dan Kecamatan Loloda. Keseluruhan wilayah<br />
Kabupaten Halmahera Barat membawahi 133 desa. Adapun perinciannya yakni<br />
sebagai berikut :
61<br />
Tabel 5<br />
Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa<br />
No Kecamatan Luas wilayah (Km 2 ) Jumlah Desa<br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
4.<br />
5.<br />
Jailolo<br />
Jailolo Selatan<br />
Sahu<br />
Ibu<br />
Loloda<br />
125,26<br />
887,24<br />
256,25<br />
1.043,75<br />
299,74<br />
33<br />
18<br />
29<br />
36<br />
17<br />
Jumlah 2.612,24 133<br />
Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005<br />
Data di atas memperlihatkan bahwa luas desa dan jumlah desa sangat<br />
bervariasi antar satu kecamatan dengan kecamatan yang lain. Kecamatan yang<br />
mempunyai wilayah paling luas adalah Kecamatan Ibu yaitu 39,96% dari luas<br />
Wilayah Kabupaten Halmahera Barat, dan kecamatan yang mempunyai wilayah<br />
paling kecil adalah Kecamatan Jailolo yaitu 4,80% dari luas Wilayah<br />
Kabupaten Halmahera Barat. Dari aspek administrasi pemerintahan, luas wilayah<br />
akan menentukan jangkauan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah<br />
kepada masyarakat. Untuk penelitian ini, yang menjadi objek adalah<br />
Kecamatan Jailolo dan Sahu.<br />
<strong>4.1</strong>.2. Kondisi Penduduk<br />
Letak wilayah Kabupaten Halmahera Barat yang strategis yaitu sebagai<br />
Ibukota Kabupaten, menyebabkan Kabupaten Halmahera Barat menjadi fokus<br />
perhatian dari berbagai kelompok masyarakat untuk bekerja dan berusaha<br />
di wilayahnya. Akibatnya migrasi penduduk tidak dapat dihindari oleh<br />
Kabupaten Halmahera Barat. Dari hasil registrasi penduduk oleh<br />
Badan Pusat Statistik Kabupaten Halmahera Barat sampai dengan<br />
Desember 2003 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Halmahera
62<br />
Barat sebesar 92.894 jiwa, yang terdiri dari 48.125 jiwa berjenis kelamin laki-laki<br />
dan 44.769 jiwa berjenis kelamin perempuan. Secara rinci keadaan jumlah<br />
penduduk Kabupaten Halmahera Barat menurut jenis kelamin berdasarkan<br />
wilayah kecamatan adalah sebagai berikut :<br />
No<br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
4.<br />
5.<br />
Kecamatan<br />
Jailolo<br />
Jailolo Selatan<br />
Sahu<br />
Ibu<br />
Loloda<br />
Tabel 6<br />
Jumlah Penduduk Berdasarkan<br />
Jenis Kelamin Menurut Kecamatan<br />
Penduduk<br />
Laki-Laki Perempuan Jumlah<br />
13.209 12.394 25.603<br />
8.001<br />
7.314<br />
15.315<br />
8.005<br />
1.104<br />
15.754<br />
13.097 12.115 25.212<br />
5.768<br />
5.242<br />
11.010<br />
Jumlah 48.125 44.769 92.894<br />
Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005<br />
Data tersebut memperlihatkan bahwa penyebaran penduduk masing-masing<br />
wilayah kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat tidak merata, dimana jumlah<br />
penduduk terbesar ada di wilayah Kecamatan Jailolo yaitu 25.603 jiwa (27,56%),<br />
dan jumlah penduduk terkecil ada di wilayah Kecamatan Loloda yaitu 11.010 jiwa<br />
(11,85%). Dengan jumlah penduduk yang demikian, kepadatan penduduk<br />
Kabupaten Halmahera Barat sampai dengan Desember 2005 sebesar 344,02<br />
jiwa/km 2 . Adapun perinciannya adalah sebagai berikut :
63<br />
Tabel 7<br />
Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Kepadatan Penduduk dari Kecamatan<br />
Jailolo dan Kecamatan Sahu di Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2005<br />
No<br />
1.<br />
2.<br />
3.<br />
4.<br />
5.<br />
Kecamatan<br />
Jailolo<br />
Jailolo Selatan<br />
Sahu<br />
Ibu<br />
Loloda<br />
Penduduk<br />
Laki-Laki Perempuan Jumlah<br />
13.209 12.394 25.603<br />
8.001 7.314 15.315<br />
8.005 1.104 15.754<br />
13.097 12.115 25.212<br />
5.768 5.242 11.010<br />
Luas<br />
125,26<br />
887,24<br />
256,25<br />
1.043,75<br />
299,74<br />
Kepadatan<br />
204,39<br />
17,26<br />
61,48<br />
24,16<br />
36,73<br />
Jumlah 48.125 44.769 92.894 2.612,24 344,02<br />
Sumber : BPS, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2005<br />
Data tersebut memberikan informasi bahwa luas wilayah kecamatan<br />
di Kabupaten Halmahera Barat yang terbesar adalah<br />
Kecamatan Ibu<br />
yaitu 1.043,75 km 2<br />
(39,96%), dan luas wilayah yang terkecil adalah<br />
Kecamatan Jailolo 125,26 km 2 (4,80%). Namun dari segi kepadatan penduduk,<br />
wilayah yang paling padat adalah Kecamatan Jailolo dengan kepadatan sebesar<br />
204,39 jiwa/km 2 , dan wilayah yang paling jarang penduduknya adalah wilayah<br />
Kecamatan Jailolo Selatan dengan kepadatan penduduk sebesar 17,26 jiwa/km 2 .<br />
Kepadatan penduduk yang tidak merata ini dipengaruhi oleh sebagian besar pusat<br />
perkantoran pemerintahan dan perdagangan berada di wilayah Kecamatan Jailolo,<br />
yang menyebabkan masyarakat mencari pemukiman yang berdekatan dengan<br />
pusat perkantoran tersebut.<br />
Hal ini hendaknya menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten Halmahera<br />
Barat selain itu, salah satu hal yang sangat urgen yang perlu mendapat perhatian<br />
pemerintah adalah penyediaan sarana dan prasarana umum daerah yang cukup,<br />
baik secara fisik maupun non fisik dimaksudkan untuk memberikan pelayanan<br />
dan fasilitas pembangunan, pemerintahan dan kegiatan masyarakat lainnya.
64<br />
<strong>4.1</strong>.3. Gambaran Umum Objek Penelitian<br />
<strong>4.1</strong>.3.1. Struktur Organisasi Kantor Camat Jailolo dan Sahu<br />
Untuk meningkatkan kinerja Kantor Camat di Kabupaten<br />
Halmahera Barat, Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat telah mengeluarkan<br />
beberapa kebijakan diantaranya adalah dengan menyempurnakan struktur<br />
organisasi. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 158 Tahun 2003, tentang<br />
Struktur Organisasi Kecamatan disempurnakan seperti dalam lampiran tesis ini.<br />
Untuk susunan organisasi dari Kantor Camat Jailolo dan Sahu<br />
Kabupaten Halmahera Barat adalah sebagai berikut :<br />
Tabel 8<br />
Susunan Jabatan di Kantor Camat Jailolo<br />
dan Sahu Kabupaten Halmahera Barat<br />
No Jabatan Jumlah (orang)<br />
1 Kecamatan Jailolo<br />
a. Camat<br />
b. Sekretaris Kecamatan<br />
c. Kasi KTBN<br />
d. Kasi Pemerintahan<br />
e. Kasi Kesra<br />
f. Kasi BPM<br />
g. Staf<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
20<br />
Jumlah 26<br />
2 Kecamatan Sahu<br />
a. Camat<br />
b. Sekertaris Kecamatan<br />
c. Kasi PMD<br />
d. Kasi Pelayanan Umum<br />
e. Kasi Kesra<br />
f. Staf<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
1<br />
20<br />
Jumlah 25<br />
Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005<br />
Berdasarkan data tersebut memberikan informasi bahwa jabatan staf di<br />
Kantor Camat Jailolo dan Sahu merupakan jabatan yang mempunyai jumlah
65<br />
personil terbesar. Banyaknya jabatan staf selain pangkat dan golongan yang<br />
belum bisa dipromosikan ke dalam suatu jabatan tertentu, juga lebih disebabkan<br />
dengan banyaknya staf, dalam operasionalisasi kantor camat diharapkan dapat<br />
memberi pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, dan dapat menjangkau seluruh<br />
masyarakat dalam pelayanan di wilayah kerja kecamatan. Dengan demikian, pada<br />
akhirnya pelayanan yang diterima oleh masyarakat akan semakin baik dari segi<br />
kuantitas maupun kualitasnya.<br />
<strong>4.1</strong>.3.2. Keadaan Pegawai di Kantor Camat Jailolo dan Sahu<br />
Untuk mengetahui kondisi pegawai Kantor Camat Jailolo dan pegawai<br />
Kantor Camat Sahu di Kabupaten Halmahera Barat secara rinci menurut<br />
pangkat/golongan ruang, pendidikan dan usianya, dapat dilihat pada tabel berikut :<br />
Tabel 9<br />
Komposisi Pegawai Berdasarkan Pendidikan,<br />
Usia, dan Golongan Ruang<br />
No Pendidikan Jlh Usia Jlh. Golongan Jlh.<br />
1 Kecamatan Jailolo<br />
a. SD<br />
b. SMP/SMA<br />
c. Diploma<br />
d. Sarjana<br />
-<br />
17<br />
3<br />
6<br />
20-30<br />
31-40<br />
41-50<br />
51-60<br />
5<br />
9<br />
8<br />
4<br />
I<br />
II<br />
III<br />
<strong>IV</strong><br />
-<br />
12<br />
14<br />
-<br />
2 Kecamatan Sahu<br />
a. SD<br />
b. SMP/SMA<br />
c. Diploma<br />
d. Sarjana<br />
Jumlah 26 26 26<br />
-<br />
18<br />
2<br />
5<br />
20-30<br />
31-40<br />
41-50<br />
51-60<br />
Jumlah 25 25 25<br />
Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005<br />
3<br />
10<br />
7<br />
5<br />
I<br />
II<br />
III<br />
<strong>IV</strong><br />
1<br />
10<br />
13<br />
1<br />
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa dari segi pendidikan formal yang<br />
dilalui pegawai, di Kantor Camat Jailolo dan Sahu jumlah pegawai dengan tingkat
66<br />
pendidikan formal yang terbesar adalah SMP/SMA dari keseluruhan jumlah<br />
pegawai, sedangkan tingkat pendidikan formal yang terkecil, di Kantor Camat<br />
Jailolo dan di Kantor Camat Sahu adalah pendidikan diploma dari keseluruhan<br />
jumlah pegawai. Dengan demikian, sebagian besar pegawai di Kantor Camat<br />
Jailolo dan Sahu<br />
telah memperoleh pendidikan formal sampai pada tingkat<br />
lanjutan, yang potensial untuk ditugasbelajarkan pada tingkat pendidikan yang<br />
lebih tinggi.<br />
Kemudian dari segi usia, di Kantor Camat Jailolo jumlah pegawai terbesar<br />
adalah yang berkisar antara 31-40 tahun dari keseluruhan jumlah pegawai,<br />
demikian halnya juga dengan Kantor Camat Sahu dari keseluruhan jumlah<br />
pegawai, sedangkan yang terkecil, di Kantor Camat Jailolo adalah pegawai<br />
dengan umur berkisar antara 51-60 tahun keseluruhan jumlah pegawai, sedangkan<br />
di Kantor Camat Sahu adalah yang berumur 20-30 tahun dari keseluruhan jumlah<br />
pegawai. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai yang bekerja di Kantor<br />
Camat Jailolo dan di Kantor Camat Sahu Kabupaten Halmahera Barat masih<br />
tergolong dalam usia produktif, yang masih berpotensi untuk bisa dikembangkan<br />
dan bisa dirangsang untuk berprestasi.<br />
Selanjutnya dari data tersebut juga memperlihatkan bahwa di Kantor Camat<br />
Jailolo dan Sahu, jumlah pegawai memiliki kepangkatan ada yang bervariasi<br />
mulai dari golongan I, golongan II, Golongan III dan Golongan <strong>IV</strong>. Sebagian<br />
besar pegawai dari golongan II dan III tersebut berpendidikan SMP/SMA dan<br />
mempunyai usia antara 31-40 tahun yang tentunya masih berpotensi untuk<br />
pengembangan karier menjadi lebih baik.
67<br />
<strong>4.1</strong>.3.3. Pendidikan dan Pelatihan Pegawai<br />
Mengingat semakin meningkatnya kesadaran dan tuntutan masyarakat akan<br />
pelayanan, maka peningkatan kemampuan dan keterampilan pegawai merupakan<br />
satu langkah strategis yang perlu dilakukan. Sejalan dengan hal itu, Kantor Camat<br />
Jailolo dan Kantor Camat Sahu di Kabupaten Halmahera Barat telah<br />
mengikutsertakan pegawainya ke pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang<br />
merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar dapat<br />
mendukung terselenggaranya kegiatan kantor. Beberapa macam Diklat yang telah<br />
diikuti oleh pegawai adalah Diklat Struktural, dan Diklat Fungsional sebagainya<br />
dapat dilihat melalui tabel berikut ini :<br />
Tabel 10<br />
Jumlah Pegawai Kantor Camat Jailolo dan Sahu<br />
Yang Telah Mengikuti Kegiatan Diklat<br />
No Jenis Kegiatan Jumlah (orang)<br />
1 A. Kecamatan Jailolo<br />
Diklat Struktural<br />
a. Diklatpim <strong>IV</strong>/Adum<br />
b. Diklatpim III/Spama<br />
2 Diklat Fungsional<br />
a. Bendaharawan 3<br />
Jumlah 9<br />
1 B. Kecamatan Sahu<br />
Diklat Struktural<br />
a. Diklatpim <strong>IV</strong>/Adum<br />
b. Diklatpim III/Spama<br />
2 Diklat Fungsional<br />
a. Bendaharawan 2<br />
Jumlah 7<br />
Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005<br />
4<br />
2<br />
3<br />
2<br />
Data ini memberi informasi bahwa jumlah pegawai yang baru mengikuti<br />
Diklat di Kantor Camat Jailolo baru sebagian kecil dari keseluruhan pegawai,
68<br />
sedangkan pada Kantor Camat Sahu jumlah pegawai yang baru mengikuti diklat<br />
baru sebagian kecil juga dari keseluruhan pegawai. Data ini juga memberikan<br />
informasi bahwa perlu adanya diklat bagi para pegawai baik di Kantor Camat<br />
Jailolo dan Kantor Camat Sahu, untuk lebih meningkatkan profesionalisme<br />
pegawainya di masa mendatang. Berbagai macam Diklat, kursus, seminar ataupun<br />
studi banding perlu direncanakan dan diprogramkan oleh Kantor Camat Jailolo<br />
dan Kantor Camat Sahu untuk dilaksanakan secara terus menerus dan<br />
berkesinambungan.<br />
<strong>4.1</strong>.3.4. Jenis Layanan Kartu Tanda Penduduk (KTP)<br />
Pelayanan kepada masyarakat yang disediakan oleh Kantor Camat Jailolo<br />
dan Kantor Camat Sahu dengan persyaratan dan besarnya tarif retribusi dari Kartu<br />
Tanda Penduduk (KTP), berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera<br />
Barat Nomor 10 Tahun 2005 sebagai berikut.<br />
Tabel 11<br />
Jenis Layanan dan Tarif KTP di Kecamatan Jailolo dan Sahu<br />
No Kewarganegaraan Persyaratan Tarif Retribusi<br />
o Surat pengantar RT dan RW<br />
1. WNI<br />
o Surat pengantar dari Kepala Desa<br />
o Foto-copy Kartu Keluarga<br />
Rp. 20.000<br />
o Pas foto ukuran 2 x 3 sebanyak 3 lembar<br />
2. WNA<br />
o Surat pengantar RT dan RW<br />
o Surat pengantar dari Kepala Desa<br />
o Surat pengantar dari Dinas<br />
Kependudukan<br />
Rp. 25.000<br />
o Foto-copy Kartu Keluarga<br />
o Pas foto ukuran 2 x 3 sebanyak 3 lembar<br />
Sumber : Kantor Camat Jailolo dan Sahu Tahun 2005
69<br />
Tabel di atas menunjukan bahwa penyediaan layanan KTP di Kecamatan<br />
Jailolo dan Sahu secara formal dan terinci telah diatur sedemikian rupa. Dengan<br />
harapan aparat pelaksana mempunyai acuan dalam melaksanakan tugas<br />
pelayanannya sekaligus agar masyarakat dapat mengetahui dan mengontrol<br />
pelaksanaannya di lapangan.<br />
<strong>4.1</strong>.4. Karakteristik Responden<br />
Responden dalam penelitian ini berjumlah 189 orang dengan perincian<br />
sebagai berikut jumlah responden untuk Kecamatan Jailolo sebanyak 114 orang<br />
dan responden untuk kecamatan Sahu sebanyak 75 orang. Setelah diadakan<br />
penyebaran kuesioner kepada masing-masing responden, maka diperoleh<br />
gambaran tentang karakteristik dari 189 orang responden tersebut yang akan<br />
dikemukakan berdasarkan klasifikasi dan pengelompokan responden. Deskripsi<br />
umum tentang responden ini dipandang penting untuk dikemukakan karena<br />
diasumsikan bahwa perbedaan respon setiap responden terhadap item-item yang<br />
diberikan berkaitan dengan perbedaan latar belakang dari masing-masing<br />
responden, baik menyangkut pendidikan, umur, jenis kelamin, mata pencaharian.<br />
Klasifikasi pertama yang akan dilihat adalah responden berdasarkan umur.<br />
Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa umur responden secara keseluruhan<br />
berada pada rentang usia antara 17 tahun sampai dengan 60 tahun. Pada tabel<br />
berikut dapat dilihat identitas responden berdasarkan umur. Adapun karakteristik<br />
responden menurut umur adalah sebagai berikut :
70<br />
Tabel 12<br />
Klasifikasi Responden Menurut Umur<br />
Kelompok Usia<br />
No (Thn)<br />
1 Kecamatan Jailolo<br />
17 - 20<br />
21 - 40<br />
41 - 60<br />
Jumlah (Orang) Persentase (%)<br />
35<br />
51<br />
28<br />
30,70<br />
44,74<br />
24,56<br />
Jumlah 114 100<br />
2 Kecamatan Sahu<br />
17- 20<br />
21- 40<br />
41 -60<br />
23<br />
32<br />
20<br />
30,67<br />
42,67<br />
26,66<br />
Jumlah 75 100<br />
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006<br />
Adapun usia responden yang diambil adalah sesuai dengan batas usia bagi<br />
warga negara yang wajib memiliki KTP. Dengan rentang usia responden yang<br />
cukup beragam sebagaimana tersebut pada tabel di atas, diharapkan data yang<br />
akan diperoleh dapat mendukung dalam analisis dan pengujian hipotesis.<br />
Data mengenai sikap yang akan ditunjukan oleh responden dalam menjawab<br />
kuesioner atau angket, diharapkan dapat mendekati obyektifitas karena mereka<br />
ikut merasakan langsung pelayanan yang diberikan aparat khususnya dalam<br />
pelayanan pembuatan KTP. Selanjunya komposisi responden menurut jenis<br />
kelamin dapat dilihat pada tabel 13.<br />
Berdasarkan tabel di bawah ini bahwa Data primer diperoleh tentang<br />
pembuatan KTP dari warga masyarakat yang telah berumur 17 tahun ke atas, dan<br />
yang sudah pernah menikah baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun berjenis<br />
kelamin perempuan. Karena KTP itu harus dimiliki oleh setiap orang sebagai
71<br />
kartu tanda bukti (legitimasi) bagi setiap penduduk dalam Wilayah Negara<br />
Republik Indonesia.<br />
Tabel 13<br />
Klasifikasi Responden Menurut Jenis Kelamin<br />
No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)<br />
1 Kecamatan Jailolo<br />
Laki-laki<br />
Perempuan<br />
46<br />
58<br />
40,35<br />
50,88<br />
Jumlah 114 100<br />
2 Kecamatan Sahu<br />
Laki-laki<br />
Perempuan<br />
39<br />
36<br />
52,00<br />
48,00<br />
Jumlah 75 100<br />
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer Tahun 2006<br />
Adapun klasifikasi responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada<br />
tabel berikut :<br />
Tabel 14<br />
Klasifikasi Responden Menurut Jenis Pekerjaan<br />
No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)<br />
1 Kecamatan Jailolo<br />
Petani<br />
Wiraswasta<br />
PNS,TNI/Polri<br />
Mahasiswa, Siswa<br />
Pensiunan/Purnawirawan<br />
Ibu Rumah Tangga<br />
15<br />
39<br />
13<br />
12<br />
15<br />
20<br />
13,16<br />
34,21<br />
11,40<br />
10,53<br />
13,16<br />
17,54<br />
Jumlah 114 100<br />
2 Kecamatan Sahu<br />
Petani<br />
Wiraswasta<br />
PNS,TNI/Polri<br />
Mahasiswa, Siswa<br />
Pensiunan/Purnawirawan<br />
Ibu Rumah Tangga<br />
10<br />
14<br />
11<br />
9<br />
8<br />
23<br />
13,33<br />
18,67<br />
14,67<br />
12<br />
10,67<br />
30,67<br />
Jumlah 75 100<br />
Sumber : Hasil Pengolahan Data Primer Tahun 2006
72<br />
Para wiraswasta memeliki respon yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan<br />
pada umumnya wiraswasta sangat membutuhkan status kependudukan atau<br />
identitas yang jelas sebagai salah satu untuk mengurusi berbagai kepentingan<br />
yang menyangkut perijinan dan urusan perbankan. Dengan jelasnya status yang<br />
dibuktikan oleh adanya Kartu Tanda Penduduk (KTP), wiraswasta, pegawai<br />
negeri/swasta, buruh, ibu rumah tangga dan lain-lain, mendapat legitimasi yang<br />
pasti tentang status kewarganegaraan dan identitas lainnya guna kelancaran urusan<br />
ke berbagai instansi pemerintah maupun swasta.<br />
Dari aspek pendidikan, terlihat adanya variasi tingkat pendidikan dari<br />
masing-masing responden mulai dari pendidikan terrendah sampai pada tingkat<br />
yang paling tinggi. Tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi kemampuan<br />
responden dalam menjawab kuesioner yang diberikan. Adapun klasifikasi<br />
responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini :<br />
Tabel 15<br />
Klasifikasi Responden Menurut Tingkat Pendidikan<br />
No Tingkat Pendidikan<br />
Jumlah (Orang) Persentase (%)<br />
1 Kecamatan Jailolo<br />
SD<br />
13<br />
11,40<br />
SLTP<br />
15<br />
13,16<br />
SLTA<br />
59<br />
51,75<br />
Sarjana Muda/Sarjana<br />
27<br />
23,68<br />
Jumlah 114 100<br />
2 Kecamatan Sahu<br />
SD<br />
18<br />
24<br />
SLTP<br />
14<br />
18,67<br />
SLTA<br />
23<br />
26,67<br />
Sarjana Muda/Sarjana<br />
20<br />
30,67<br />
Jumlah 75 100<br />
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006
73<br />
Adanya fluktuasi dari tingkat pendidikan responden masyarakat di<br />
Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu menunjukkan tingkat pendidikan yang<br />
terbanyak adalah SLTA. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat pendidikan<br />
SLTA, kesadaran untuk mengurus KTP dari masyarakat cukup besar. Kesadaran<br />
membuat KTP pada tingkat pendidikan SLTA tersebut terutama kebutuhan dalam<br />
memenuhi persyaratan untuk melanjutkan pendidikan, menikah, melamar<br />
pekerjaan, mengurus izin usaha dan lain sebagainya.<br />
<strong>4.1</strong>.5. Uji Statistik<br />
Untuk mengetahui sifat pengaruh dan sejauhmana pengaruh motivasi kerja<br />
aparat terhadap kualitas layanan civil dan seberapa besar persentase pengaruh<br />
variabel pengaruh motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan civil di dua<br />
kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Maka akan<br />
diuraikan hasil pengujian statistik berkaitan dengan variabel atau masalah<br />
penelitian yang ditetapkan.<br />
Namun, sebelum diuraikan hasil pengujian statistik tersebut terlebih dahulu<br />
digambarkan analisis statistik data hasil penelitian yang berkaitan dengan<br />
kecenderungan distribusi frekuensi dan skor jawaban responden untuk setiap<br />
dimensi variabel penelitian yang diteliti berdasarkan data yang terdapat dalam<br />
tabel pada lampiran tesis ini sebagai berikut :<br />
<strong>4.1</strong>.6. Analisis Data Hasil Penelitian<br />
Untuk memberikan gambaran motivasi kerja aparat dan kualitas layanan<br />
sipil dalam pembuatan kartu tanda penduduk di dua kecamatan<br />
Kabupaten
74<br />
Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara, pada bagian ini akan diberikan uraian<br />
mengenai kedua variabel berdasarkan tanggapan responden terhadap item<br />
kuesioner penelitian.<br />
Hasil tanggapan responden yang berjumlah sebanyak 189 orang yang terdiri<br />
atas masyarakat dan aparat atas kuesioner penelitian akan diuraikan dalam bentuk<br />
tabel tabulasi frekuensi dengan skor untuk setiap dimensi. Berdasarkan skor serta<br />
persentase yang dicapai untuk setiap dimensi/variabel selanjutnya ditentukan<br />
pengkategorian berdasarkan penentuan kriteria berikut :<br />
Perolehan skor maksimum setiap kuesioner adalah 5 atau 100% dan skor<br />
minimum adalah 1 atau 20% dari skor maksimum. Jarak antara skor yang<br />
berdekatan adalah satu per lima dari selisih nilai maksimum dengan nilai<br />
minimum atau sama dengan 16% dari nilai maksimum 100%.<br />
Diperoleh interval persentase skor untuk setiap kategori adalah sebagai<br />
berikut :<br />
o 84% sampai dengan 100% dikategorikan sangat baik<br />
o 68% sampai dengan 83,99% dikategorikan Baik<br />
o 52% sampai dengan 67,99% dikategorikan cukup baik<br />
o 36% sampai dengan 51,99% dikategorikan tidak baik<br />
o 20% sampai dengan 35,99% dikategorikan sangat tidak baik<br />
<strong>4.1</strong>.6.1. Analisis Variabel Motivasi Kerja Aparat<br />
Adanya motivasi dalam melakukan pelayanan umum diharapkan akan<br />
memberikan hasil yang baik dalam pelayanan yang diberikan (dalam hal ini<br />
pelayanan dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk di 2 (dua) kecamatan
75<br />
Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Motivasi yang dilihat dalam<br />
penelitian ini merupakan unsur-unsur yang menimbulkan dorongan tertentu bagi<br />
aparat kecamatan untuk bekerja keras melayani secara baik yang tercermin dari 3<br />
(tiga) dimensi yaitu adanya motif, pengharapan dan insentif. Untuk mengukur<br />
ketiga dimensi tersebut dalam penelitian ini digunakan kuesioner dengan jumlah<br />
item pernyataan untuk mengukur ketiganya sebanyak 12 item (12 indikator).<br />
1) Dimensi Motif<br />
Dimensi motif dapat dilihat berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu gaji<br />
cukup, nyaman bekerja, aktualisasi diri dan kesadaran etik. Hasil tanggapan 189<br />
orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada<br />
tabel berikut :<br />
Tabel 16<br />
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Motif<br />
No. Pernyataan<br />
Skor 1 2 3 4 Total<br />
(S) f % f % f % f % ∑ f ∑ f S %<br />
1 7 3.70 1 0.53 1 0.53 4 2.12 13 13 0.54<br />
2 33 17.46 43 22.75 102 53.97 26 13.76 204 408 16.92<br />
3 86 45.50 45 23.81 43 22.75 61 32.28 235 705 29.24<br />
4 60 31.75 73 38.62 41 21.69 61 32.28 235 940 38.99<br />
5 3 1.59 27 14.29 2 1.06 37 19.58 69 345 14.31<br />
Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 2411 100<br />
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006<br />
Dari tabel 16 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)<br />
dari tanggapan responden sebesar 2411 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai<br />
(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual<br />
dibandingkan skor ideal adalah 63,8%. Terlihat persentase skor yang diperoleh
76<br />
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini<br />
menunjukan bahwa motivasi kerja aparat di dua kecamatan Kabupaten Halmahera<br />
Barat Provinsi Maluku Utara dilihat dari dimensi motif masih belum baik.<br />
Data tersebut memberikan pemahaman bahwa penanganan motif pegawai<br />
belum berjalan sebagaimana mestinya. Padahal organisasi seharusnya<br />
memperhatikan motif pegawainya bila organisasi menginginkan pencapaian<br />
tujuan organisasi secara efektif. Hal ini cukup beralasan karena motif sering<br />
didefinisikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan atau kemauan dalam diri<br />
individu dimana pada prinsipnya motif atau kebutuhan adalah pendorong utama<br />
dari tindakan-tindakan manusia (pegawai).<br />
Hal ini mengindikasikan pula bahwa motif atau kebutuhan seseorang<br />
(pegawai) merupakan pendorong utama sesuatu kegiatan, karena yang<br />
bersangkutan ingin memenuhi kebutuhannya baik fisik maupun non fisik yang<br />
dirasakan mendesak melalui aktivitasnya di kantor. Pandangan sebagian aparat<br />
bahwa pekerjaan di kantor baginya merupakan, ”kebun” yang dengan kerja<br />
kerasnya maka organisasipun akan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.<br />
Adanya kehendak aktualisasi diri dalam pekerjaan yang tercermin pada<br />
kuesioner no 3 responden memberikan jawaban tidak setuju, karena mereka sering<br />
mengerjakan tugas-tugas atau penempatan pegawai tidak sesuai dengan<br />
kemampuan yang dimiliki. Sedangkan adanya kesediaan, kesadaran etik pegawai<br />
untuk memangku suatu jabatan yang meliputi pemilihan tugas kerja atas<br />
kesadaran sendiri atau mundur jika melakukan kesalah tercermin dari jawaban<br />
yang diberikan tidak kuat. Jawaban responden mengindikasikan bahwa
77<br />
pengangkatan seseorang terhadap suatu jabatan adalah wewenang pimpinan dan<br />
bawahan tidak perlu dimintakan kesediaan dan kemampuannya dalam jabatan<br />
tersebut, dan dalam kesadaran mundur dari jabatan tertentu jika melakukan<br />
kesalahan selama ini belum ada, bahkan terkesan orang akan mempertahankan diri<br />
dalam jabatan tertentu walaupun sebenarnya ia telah diketahui melakukan<br />
kesalahan-kesalahan tertentu.<br />
Kondisi sebagaimana diuraikan di atas merupakan suatu indikasi kuat bahwa<br />
penanganan motif pegawai yang terkait langsung kebutuhannya masih dalam<br />
kategori kurang memuaskan. Jika kebutuhan-kebutuhan pegawai kurang<br />
mendapat perhatian yang sungguh-sungguh maka pelaksanaan tugasnya akan<br />
kurang optimal dan bahkan bisa mengarahkan aparat untuk melakukan tindakantindakan<br />
yang melanggar hukum.<br />
Kebutuhan manusia (pegawai) bermacam-macam sebagaimana<br />
dikemukakan oleh para ahli baik Maslow, Fret Luthans, Hersey, Blanchard,<br />
Gibson, Taliziduhu Ndraha sebagaimana telah diuraikan terdahulu dalam Bab II.<br />
Sehubungan dengan uraian tentang motif Paul Heresy dan Blanchard mengatakan<br />
bahwa ”motif atau kebutuhan adalah pendorong utama dari tindakan-tindakan”.<br />
Pemberian kompensasi yang belum memenuhi kebutuhan pegawai berakibat<br />
rendahnya motivasi kerja dan ini merembet kepada pencapaian dan pelaksanaan<br />
tugas. Hal ini diperburuk lagi jika kondisi tersebut diikuti dengan kurangnya<br />
kesadaran etik. Pegawai yang berkesadaran etik menganggap kerja atu tugas<br />
merupakan suatu kewajiban moral atau suatu panggilan pengabdian/panggilan
78<br />
murni pelayanan yang siap menerima akibat dari pelaksanaan tugas tersebut<br />
seperti reward, punishment bahkan hingga pengorbanan diri.<br />
2) Dimensi Pengharapan<br />
Dimensi motif dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu<br />
kerja yang<br />
menyenangkan, pengahargaan, rasa ikut memiliki dan pengembangan diri. Hasil<br />
tanggapan 189 orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat<br />
dilihat pada tabel berikut :<br />
Tabel 17<br />
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Pengharapan<br />
Skor<br />
(S)<br />
No . Pernyataan<br />
5 6 7 8 Total<br />
f % f % f % f % ∑ f ∑ f × S %<br />
1 8 4.23 0 0.00 11 5.82 5 2.65 24 24 1.05<br />
2 59 31.22 83 43.92 28 14.81 37 19.58 207 414 18.04<br />
3 62 32.80 49 25.93 86 45.50 64 33.86 261 783 3<strong>4.1</strong>2<br />
4 51 26.98 51 26.98 62 32.80 82 43.39 246 984 42.88<br />
5 9 4.76 6 3.17 2 1.06 1 0.53 18 90 3.92<br />
Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 2295 100<br />
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006<br />
Dari tabel 17 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)<br />
dari tanggapan responden sebesar 2295 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai<br />
(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual<br />
dibandingkan skor ideal adalah 60,7%. Terlihat persentase skor yang diperoleh<br />
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini<br />
menunjukkan bahwa motivasi kerja aparat di 2 (dua) kecamatan<br />
Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dilihat dari dimensi<br />
pengharapan meskipun cukup baik namun masih harus ditingkatkan menjadi baik.
79<br />
Distribusi jawaban responden untuk indikator pengharapan memperlihatkan<br />
sebagian besar responden memberi penilaian pada skor 4. Jawaban responden<br />
seperti ini mengindikasikan bahwa harapan-harapan pegawai dalam melaksanakan<br />
tugas, belum terpenuhi sebagaimana mestinya. Hal ini secara rinci dalam jawaban<br />
responden sebagai berikut.<br />
Terhadap jawaban responden tentang adanya pengakuan atau penghargaan,<br />
pengakuan kalau pegawai dapat melakukan tugas dengan baik jawaban yang<br />
diberikan responden adalah kurang kuat. Jawaban responden ini mengindikasikan<br />
bahwa pekerjaan yang dikerjakan dengan baik selama ini pun belum pernah<br />
mendapat penghargaan sehingga tidak para pegawai bekerja sering tidak terlalu<br />
memikirkan kerja dengan sungguh-sungguh, sedangkan tentang pemberian<br />
tanggung jawab atasan kebawahan dengan memberikan promosi jabatan, dan<br />
pengangkatan pegawai berdasarkan pada kecakapan, dari kuesioner yang<br />
diedarkan jawaban responden sebagian besar pada skor 3, jawaban responden ini<br />
mengindikasikan promosi jabatan berdasarkan pada prestasi kerja dan<br />
kemampuan belum tercapai secara optimal. Karena sebagai pegawai yang<br />
berprestasi dan bekerja dengan baik belum tentu mendapatkan promosi pada<br />
jabatan tertentu. Penghargaan kenaikan pangkat belum tercapai secara optimal,<br />
karena sebagian pegawai yang kenaikan pangkatnya terhambat maka jabatanjabatan<br />
tertentu sulit diraihnya. Kondisi ini lebih terasa menekan karena<br />
pemberian penghargaan atau pengakuan atas kesuksesan aparat dalam tugas<br />
karena berbagai pertimbangan termasuk kemampuan dukungan keuangan daerah.
80<br />
Sedangkan mengenai jaminan bagi pegawai untuk mengembangkan<br />
kemampuan, kecakapan dan ketrampilan melalui pendidikan dan pelatihan yang<br />
tercermin, sebagian responden memberi jawaban skor 5 dan 2.<br />
3) Dimensi Insentif<br />
Dimensi insentif dapat dilihat berdasarkan 4 (empat) indikator yaitu<br />
pencapaian/prestasi, upah dan gaji, tunjangan dan promosi. Hasil tanggapan 189<br />
orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada<br />
tabel berikut :<br />
Tabel 18<br />
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Insentif<br />
No . Pernyataan<br />
Skor 9 10 11 12 Total<br />
(S) f % f % f % f % ∑ f ∑ f S %<br />
1 16 8.47 5 2.65 24 12.70 1 0.53 46 46 2.35<br />
2 98 51.85 95 50.26 77 40.74 54 28.57 324 648 33.11<br />
3 64 33.86 80 42.33 58 30.69 91 48.15 293 879 44.92<br />
4 6 3.17 6 3.17 29 15.34 40 21.16 81 324 16.56<br />
5 5 2.65 3 1.59 1 0.53 3 1.59 12 60 3.07<br />
Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 1957 100<br />
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006<br />
Dari tabel 18 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)<br />
dari tanggapan responden sebesar 1957 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai<br />
(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual<br />
dibandingkan skor ideal adalah 51,8%. Terlihat persentase skor yang<br />
diperoleh dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria kurang baik.<br />
Hasil ini menunjukan bahwa motivasi kerja aparat di dua kecamatan
81<br />
Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara dilihat dari dimens insentif<br />
masih perlu ditingkatkan agar menjadi baik.<br />
Distribusi jawaban responden untuk indikator insentif yang tercermin dalam<br />
kuesioner memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memberikan jawaban<br />
pada skor 3. Jawaban responden tersebut memberi petunjuk bahwa penanganan<br />
insentif bagi pegawai kurang berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini terlihat dari<br />
jawaban responden dimana 44,92% dari seluruh responden menjawab pada skor 3,<br />
sementara sebagian besar responden menginginkan suatu insentif berupa bonus<br />
(uang, dan fasilitas ) bagi yang berprestasi. Sedangkan jawaban responden<br />
terhadap kuesioner 12, responden menjawab dalam kategori cukup baik,<br />
sedangkan 33,11% responden menjawab dalam kategori skor 2 dan 4. Kondisi ini<br />
cukup memperihatinkan karena kenaikan gaji berkala pegawai berlaku otomatis<br />
setiap 2 tahun bila tidak bermasalah.<br />
Hal lainnya adalah tentang pencapaian/prestasi, promosi yang<br />
menyenangkan tercermin dari pertanyaan, dimana 3,07% responden menjawab<br />
dalam kategori kurang (skor 5) dan 2,35% responden menjawab dalam kategori<br />
tidak mencukupi (menjawab dalam skor 1). Kondisi ini mengindikasikan bahwa<br />
fasilitas kerja yang dipandang sangat mendukung kelancaran kegiatan-kegiatan<br />
kedinasan masih sangat kurang. Di lain pihak faktor peralatan kerja sangat<br />
dibutuhkan dalam menunjang aktivitas kedinasan maupun kemasyarakatan.<br />
Peralatan disini adalah setiap alat yang dapat digunakan untuk memperlancar<br />
pekerjaan atau kegiatan Pemerintah Daerah seperti alat-alat kantor, alat-alat<br />
komunikasi dan lain-lain.
82<br />
Dengan demikian maka tersedianya fasilitas/peralatan kerja seperti<br />
Komputer, ruangan kerja dan kelengkapannya justru akan meningkatkan kualitas<br />
pelayanan kepada masyarakat.<br />
Secara keseluruhan, berdasarkan hasil analisis jawaban responden<br />
sebagaimana diuraikan di atas mengindikasikan bahwa penanganan insentif bagi<br />
aparat belum berjalan sebagimana mestinya. Padahal insentif merupakan faktor<br />
perangsang bagi aparat untuk bekerja lebih giat. Incentives are inducement plased<br />
directed one goal rather than another (insentif adalah perangsang yang menjadikan<br />
sebab berlangsungnya kegiatan memelihara kegiatan mengarah langsung satu<br />
tujuan yang lebih baik dari yang lain).<br />
<strong>4.1</strong>.6.2. Analisis Variabel Kualitas Layanan Civil<br />
Kualiatas layanan civil adalah standarisasi produk (output yang diharapkan)<br />
yang menunjukana derajat tingkat kepuasan masyarakat atas kualityas layanan<br />
yang diberikan oleh aparat pemerintah kecamatan.<br />
Kualitas layanan civil yang dilihat dalam penelitian terdiri dari 4 (empat)<br />
dimensi yaitu kecepatan, ketepatan, kemudahan dan keadilan. Untuk mengukur<br />
ketiga dimensi tersebut dalam penelitian ini digunakan kuesioner dengan jumlah<br />
item pernyataan untuk mengukur keempat dimensi sebanyak 14 item<br />
(14 indikator).<br />
1) Dimensi Kecepatan<br />
Dimensi kecepatan dilihat berdasarkan 3 indikator yaitu cepat tanggap, cepat<br />
selesaikan pekerjaan dan cepat proses layanan. Hasil tanggapan 189 orang
83<br />
responden terhadap 3 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel<br />
berikut :<br />
Tabel 19<br />
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Kecepatan<br />
No. Pernyataan<br />
Skor 1 2 3 Total<br />
(S) f % f % f % ∑ f ∑ f S %<br />
1 4 2.12 3 1.59 8 4.23 15 15 1.00<br />
2 81 42.86 87 46.03 87 46.03 255 510 33.93<br />
3 81 42.86 64 33.86 79 41.80 224 672 44.71<br />
4 19 10.05 30 15.87 10 5.29 59 236 15.70<br />
5 4 2.12 5 2.65 5 2.65 14 70 4.66<br />
Jlh 189 100 189 100 189 100 567 1503 100<br />
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006<br />
Dari tabel 19 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)<br />
dari tanggapan responden sebesar 1503 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai<br />
(skor ideal) adalah 3 x 5 x 189 = 2835. Dapat dihitung persentase skor aktual<br />
dibandingkan skor ideal adalah 53,0%. Terlihat persentase skor yang diperoleh<br />
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini<br />
menunjukan bahwa dilihat dari dimensi kecepatan, kualitas layanan civil dalam<br />
pembuatan KTP di dua kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku<br />
Utara dinilai belum baik dan perlu perbaikan agar menjadi lebih baik.<br />
Indikator kecepatan pegawai menanggapi keluhan masyarakat dinilai<br />
responden masih rendah. Keluhan-keluhan yang disampaikan kepada pegawai<br />
tidak langsung ditindaklanjuti dan cenderung diabaikan. Padahal sebagai pelayan<br />
masyarakat semestinya pegawai berkewajiban untuk menanggapi keluhan tersebut<br />
secara cepat sehingga masyarakat merasa dilayani dengan baik dan tidak berlamalama<br />
untuk memperoleh solusinya.
84<br />
Akan halnya indikator kecepatan pegawai menyelesaikan pekerjaan menurut<br />
penilaian responden juga masih kurang cepat. Dari hasil wawancara dengan<br />
responden didapatkan informasi bahwa walaupun standar pelayanan KTP telah<br />
dibakukan, namun pada kenyataannya masih terdapat aparat yang berkerja dengan<br />
lambat. Selain itu kendala yang ada ialah masih rendahnya tingkat keseriusan<br />
pegawai melaksanakan pekerjaan. Sehingga mereka bekerja apa adanya, tanpa ada<br />
dorongan yang kuat untuk lebih serius mempercepat penyelesaian pekerjaan yang<br />
ada.<br />
Demikian halnya dengan indikator kecepatan pegawai dalam memproses<br />
setiap urusan masih belum maksimal. Dari hasil wawancara dengan beberapa<br />
responden diperoleh informasi bahwa untuk mempercepat pengurusan KTP perlu<br />
biaya tambahan. Akan tetapi kondisi ini tidak berarti semata-mata pegawai yang<br />
mengharuskan atau meminta biaya tambahan tersebut, berdasarkan hasil<br />
wawancara dengan beberapa pegawai diperoleh keterangan bahwa kadangkala<br />
pemohon ingin diperlakukan lebih, sehingga mereka rela membayarkan sejumlah<br />
biaya tertentu secara tersembunyi.<br />
Kecepatan pegawai mengantisipasi perkembangan tuntutan juga masih<br />
rendah. Pegawai pada umumnya terpaku pada pola yang biasanya diterapkan,<br />
padahal tuntutan masyarakat terhadap pelayanan berkualitas semakin tinggi.<br />
Pegawai masih menganggap bahwa pelayanan yang telah diberikan demikianlah<br />
adanya, tidak perlu dilakukan perbaikan karena bagaimanapun masyarakat tetap<br />
membutuhkannya.
85<br />
2) Dimensi Ketepatan<br />
Dimensi ketepata dilihat berdasarkan 3 indikator yaitu kesiapan pegawai,<br />
tepat waktu dan kesesuaian prosedur. Hasil tanggapan 189 orang responden<br />
terhadap 3 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :<br />
Tabel 20<br />
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Ketepatan<br />
No. Pernyataan<br />
Skor 4 5 6 Total<br />
(S) f % f % f % ∑ f ∑ f S %<br />
1 8 4.23 6 3.17 5 2.65 19 19 1.28<br />
2 106 56.08 106 56.08 70 37.04 282 564 37.90<br />
3 51 26.98 44 23.28 84 44.44 179 537 36.09<br />
4 17 8.99 25 13.23 25 13.23 67 268 18.01<br />
5 7 3.70 8 4.23 5 2.65 20 100 6.72<br />
189 100 189 100 189 100 568 1488 100<br />
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006<br />
Dari tabel 20 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)<br />
dari tanggapan responden sebesar 1488 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai<br />
(skor ideal) adalah 3 x 5 x 189 = 2835. Dapat dihitung persentase skor aktual<br />
dibandingkan skor ideal adalah 52,5%. Terlihat persentase skor yang diperoleh<br />
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini<br />
menunjukan bahwa dilihat dari dimensi ketepatan, kualitas layanan civil dalam<br />
pembuatan KTP di 2 (dua) kecamatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi<br />
Maluku Utara dinilai kurang baik dan perlu dilakukan perbaikan agar menjadi<br />
lebih baik.<br />
Indikator kesiapan pegawai untuk memberikan pelayanan responden menilai<br />
masih rendah, artinya kesiapan dari pegawai dalam memberikan layanan civil<br />
perlu ditingkatkan. Dari hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa
86<br />
kekurangsiapan para petugas pada loket-loket pelayanan masih ditemukan.<br />
Pegawai sesampainya di kantor belum sepenuhnya siap untuk memberi layanan<br />
kepada masyarakat, padahal masyarakat sudah menunggu lebih awal.<br />
Indikator ketepatan waktu pegawai memproses layanan menurut jawaban<br />
responden masih rendah, sebagian besar responden memberi jawaban cukup tepat.<br />
Pegawai dalam memproses layanan sering tidak tepat waktu, rentang waktu yang<br />
diperlukan untuk memproses layanan cenderung dikorupsikan. Standar pelayanan<br />
tidak sepenuhnya diikuti oleh pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya.<br />
Sama halnya indikator kesesuaian prosedur dan mekanisme pelayanan KTP<br />
menurut responden masih rendah. Sebagian besar responden memberi jawaban<br />
cukup sesuai. Hal ini menggambarkan bahwa prosedur dan mekanisme pelayanan<br />
yang berlaku cenderung dilanggar oleh pegawai. Berdasarkan hasil wawancara<br />
dengan responden prosedur dan mekanisme pelayanan tidak sepenuhnya<br />
diterapkan dan bisa diatur sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan. Kesepakatan<br />
yang dimaksud adalah bagaimana si pemohon dapat memberi biaya tambahan<br />
maka prosedur dan mekanisme yang ada tidak perlu lagi dipikirkan oleh<br />
si pemohon, hal yang demikian akan diurus oleh pegawai yang bersangkutan.<br />
3) Dimensi Kemudahan<br />
Dimensi kemudahan dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu sarana informasi,<br />
pemahaman informasi, mengikuti prosedur dan pembiayaan. Hasil tanggapan 189<br />
orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat dilihat pada<br />
tabel berikut :
87<br />
Tabel 21<br />
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Kemudahan<br />
No . Pernyataan<br />
Skor 7 8 9 10 Total<br />
(S) f % f % f % f % ∑ f ∑ f S %<br />
1 2 1.06 2 1.06 20 10.58 10 5.29 34 34 1.49<br />
2 23 12.17 24 12.70 46 24.34 25 13.23 118 236 10.32<br />
3 108 57.14 87 46.03 99 52.38 110 58.20 404 1212 53.00<br />
4 55 29.10 75 39.68 22 11.64 43 22.75 195 780 3<strong>4.1</strong>1<br />
5 1 0.53 1 0.53 2 1.06 1 0.53 5 25 1.09<br />
189 100 189 100 189 100 189 100 756 2287 100<br />
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006<br />
Dari tabel 21 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)<br />
dari tanggapan responden sebesar 2287 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai<br />
(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual<br />
dibandingkan skor ideal adalah 60,5%. Terlihat persentase skor yang diperoleh<br />
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini<br />
menunjukan bahwa dilihat dari dimensi kemudahan, kualitas layanan civil dalam<br />
pembuatan KTP di dua kecamatan dinilai cukup baik namun demikian masih<br />
diperlukan perbaikan agar menjadi lebih baik.<br />
Berdasarkan jawaban<br />
responden indikator kemudahan memperoleh<br />
informasi masih kurang mudah. Hal ini menunjukan bahwa informasi layanan<br />
KTP tidak mudah diakses dan belum tersebar secara umum. Informasi baru dapat<br />
diperoleh bilamana masyarakat mendatangi langsung ke kantor kecamatan bagian<br />
loket pelayanan. Padahal pengenalan akan informasi layanan KTP oleh<br />
masyarakat cukup penting guna memudahkan pemahaman akan karakteristik<br />
layanan yang tersedia dan dibutuhkan oleh masing-masing warga masyarakat.
88<br />
Indikator kemudahan memahami informasi layanan menurut jawaban<br />
responden masih kurang dipahami. Data ini mengindikasikan bahwa informasi<br />
layanan yang ada perlu diperbaiki agar seluruh lapisan masyarakat dengan mudah<br />
memahami pesan-pesan atau isi dari informasi tersebut. Hal ini mengingat<br />
masyarakat yang berhak memiliki KTP belum tentu mempunyai kemampuan yang<br />
sama baiknya untuk mencerna informasi layanan tersebut. Untuk itu informasi<br />
yang disediakan kepada masyarakat sebaiknya didesain sesederhana mungkin dan<br />
dapat dipahami dengan sempurna oleh masyarakat.<br />
Indikator kemudahan mengikuti prosedur dan mekanisme layanan menurut<br />
jawaban responden dirasakan kurang mudah, hal ini menggambarkan bahwa<br />
penyediaan dan pemrosesan layanan tidak sederhana dan cenderung berbelit<br />
mengingat persyaratan yang dipenuhi dan tahap-tahap yang dilalui cukup banyak.<br />
Hasil wawancara dengan responden diperoleh informasi bahwa setiap pengurusan<br />
KTP membutuhkan waktu yang relatif lama untuk melengkapi persyaratan dan<br />
mendatangi kantor-kantor yang berwenang menerbitkan atau melegalisir berkas<br />
yang mesti diserahkan diloket pelayanan. Hal ini disebabkan karena aturan yang<br />
ada mengharuskan demikian ketatnya prosedur dan mekanisme layanan, dan<br />
kurang memperhatikan aspek efisiensi pelayanan.<br />
Demikian halnya dengan kemudahan melengkapi syarat-syarat yang<br />
ditentukan, menurut responden masih kurang mudah. Hasil wawancara dengan<br />
beberapa pegawai dijelaskan bahwa persyaratan yang demikian ketat diberlakukan<br />
sebagai langkah antisipatif untuk menghindari terjadinya pemalsuan identitas serta<br />
kepemilikan bukti diri secara ganda.
89<br />
4) Dimensi Keadilan<br />
Dimensi keadilan dilihat berdasarkan 4 indikator yaitu perlakuan adil, waktu<br />
layanan yang sama, pemberlakukan prosedur dan kesamaan biaya. Hasil<br />
tanggapan 189 orang responden terhadap 4 item pernyataan yang digunakan dapat<br />
dilihat pada tabel berikut :<br />
Tabel 22<br />
Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Dimensi Keadilan<br />
No . Pernyataan<br />
Skor 11 12 13 14 Total<br />
(S) f % f % f % f % ∑ f ∑ f S %<br />
1 8 4.23 9 4.76 1 0.53 3 1.59 21 21 0.90<br />
2 102 53.97 55 29.10 57 30.16 55 29.10 269 538 23.18<br />
3 16 8.47 33 17.46 15 7.94 57 30.16 121 363 15.64<br />
4 56 29.63 88 46.56 114 60.32 68 35.98 326 1304 56.18<br />
5 7 3.70 4 2.12 2 1.06 6 3.17 19 95 4.09<br />
Jlh 189 100 189 100 189 100 189 100 756 2321 100<br />
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006<br />
Dari tabel 22 di atas dapat diketahui skor aktual (total skor yang diperoleh)<br />
dari tanggapan responden sebesar 2321 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai<br />
(skor ideal) adalah 4 x 5 x 189 = 3780. Dapat dihitung persentase skor aktual<br />
dibandingkan skor ideal adalah 61,4%. Terlihat persentase skor yang diperoleh<br />
dari tanggapan 189 responden berada pada kriteria cukup baik. Hasil ini<br />
menunjukan bahwa dilihat dari dimensi keadilan, kualitas layanan civil dalam<br />
pembuatan KTP di 2 (dua) kecamatan dinilai belum optimal namun demikian<br />
masih diperlukan perbaikan agar menjadi lebih baik.<br />
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dengan<br />
responden kesan yang tampak dalam pemberian layanan KTP yaitu masih
90<br />
ditemukan perlakuan kurang adil kepada setiap pemohon. Adakalanya orangorang<br />
tertentu mendapatkan prioritas dalam pelayanan, dan hal ini disebabkan<br />
karena adanya faktor emosional dengan pegawai atau petugas yang bersangkutan.<br />
Waktu yang diluangkan atau diberikan oleh pegawai dalam pengurusan KTP juga<br />
cenderung berbeda antara satu dengan yang lainnya. Menurut beberapa responden,<br />
pegawai cenderung subyektif dalam memproses setiap KTP.<br />
Pemberlakuan prosedur dan mekanisme layanan menurut responden kurang<br />
adil. Pegawai kadangkala memberikan keringanan kepada orang-orang tertentu<br />
untuk tidak sepenuhnya mengikuti prosedur dan mekanisme yang ada, hal ini<br />
menimbulkan kecemburuan kepada pemohon lainnya yang melengkapi berkasnya<br />
dengan mengikuti prosedur dan mekanisme yang ditentukan. Pembiayaan<br />
terhadap KTP yang sejenis pada umumnya sama, hanya saja kadangkala ada<br />
warga yang berurusan memberikan biaya lebih sebagai ucapan terima kasih atau<br />
dengan kata lain. Padahal seharusnya hal ini tidak boleh terjadi karena para<br />
pegawai atau pengelola memperoleh gaji yang tetap untuk melaksanakan tugas<br />
pekerjaannya.<br />
<strong>4.1</strong>.7. Hasil Uji Coba Alat Ukur (Validitas dan Reliabilitas)<br />
Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor jawaban setiap butir<br />
pernyataan dengan jumlah skor variabel. Teknik korelasi yang digunakan adalah<br />
teknik Korelasi Spearman Rank sesuai dengan skala ukur data ordinal. Angka<br />
yang dipergunakan sebagai pembanding untuk melihat valid tidaknya suatu item,<br />
seperti dikemukakan oleh Syaifuddin Azwar (1997:158) adalah 0,3.<br />
Item yang memiliki korelasi diatas 0,3 dikategorikan item valid, sedangkan item
91<br />
di bawah 0,3 dikategorikan tidak valid dan akan disisihkan dari analisis<br />
selanjutnya. Uji coba kuesioner dilakukan menggunakan data dari 30 responden<br />
yang diambil untuk melihat validitas dan reliabilitas kuesioner.<br />
Perhitungan korelasi item dengan total skor variabel untuk variabel motivasi<br />
dan kualitas layanan civil dapat dilihat pada lampiran 3. Hasil perhitungan<br />
menunjukkan bahwa dari 12 item pernyataan yang digunakan dalam kuesioner<br />
penelitian untuk mengukur motivasi dan 14 item untuk kualitas layanan civil<br />
disimpulkan valid karena diperoleh nilai korelasi besar dari 0,3.<br />
Setelah mendapatkan item-item pertanyaan dari kuesioner yang valid,<br />
selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas untuk mengetahui apakah alat<br />
pengumpulan data pada dasarnya menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan,<br />
kestabilan atau konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala tertentu<br />
dari sekelompok individu, dan hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan<br />
pengukuran kembali terhadap gejala yang sama.<br />
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan<br />
metode Cronbach Alpha. Sebagai nilai batasan untuk melihat reliabilitas item<br />
digunakan nilai koefisien reliabilitas, seperti dikemukakan oleh Kaplan et.al<br />
(1993:126) adalah minimal 0,70 atau antara (0,70 - 0,80). Dari hasil perhitungan<br />
reliabilitas diperoleh besar koefisien reliabilitas sebesar 0,8327 untuk X dan<br />
0,9100 untuk variabel Y. Berdasarkan hasil uji reliabilitas yang dilakukan<br />
terhadap item dalam kedua variabel dalam penelitian ini menunjukan bahwa data<br />
dapat dikatakan reliabel (nilai koefisien reliabilitas lebih besar dari 0,7).
92<br />
<strong>4.1</strong>.8. Uji Hipotesis<br />
Analisis distribusi frekuensi jawaban responden menurut skor dari variabel<br />
X dan Y sebagimana yang telah dilakukan,hanyalah bermanfaat untuk<br />
memberikan informasi pendahuluan mengenai pola distribusi jawaban responden<br />
menurut skor. Namun demikian hasil analisis skor jawaban responden belum<br />
dapat digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan tentang bobot pengaruh<br />
variabel X dan Y. Dengan kata lain bahwa analisis distribusi skor jawaban<br />
responden tersebut belum mampu menjawab apakah hipotesis yang diajukan<br />
diterima atau ditolak. Sehingga untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang valid,<br />
maka harus dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik statistika.<br />
Mengingat penelitian ini hanya melibatkan dua variabel, maka teknik<br />
statistika yang dipandang tepat untuk melakukan uji hipotesis adalah analisis jalur<br />
(path analisis). Teknik analisis ini dikembangkan oleh Sewal Wright (dalam Al<br />
Rasyid, 1994 : 121). Adapun hasil pengujian selengkapnya terdapat pada<br />
lampiran.<br />
<strong>4.1</strong>.8.1. Analisis Koefisien Jalur<br />
Hasil analisis deskriptif terhadap distribusi tanggapan responden<br />
berdasarkan skor yang diperoleh dari variabel motivasi kerja aparat dan kualitas<br />
layanan civil hanya memberikan informasi awal bahwa distribusi proporsi<br />
tanggapan pada variabel X (motivasi kerja aparat) dan Y (kualitas layanan civil)<br />
memperlihatkan pola jawaban yang mirip yaitu skor jawaban terbanyak adaah<br />
skor 3 dan skor 2. Pola tanggapan ini mengindikasikan bahwa ada keterikatan
93<br />
antara variabel X (motivasi kerja aparat) dan variabel Y (kualitas layanan civil)<br />
dimana keduanya menunjukkan hasil yang masih belum terlaksana dengan baik.<br />
Untuk mengetahui dan menguji pengaruh variabel motivasi kerja aparat (X)<br />
terhadap kualitas layanan civil (Y) maka dilakukan analisis secara statistik melalui<br />
pengujian hipotesis. Berkaitan dengan tujuan penelitian untuk mengetahui<br />
pengaruh X terhadap Y dalam penelitian ini digunakan analisis jalur<br />
(Path Analysis).<br />
Penggunaan analisis jalur (Path Analysis) mensyaratkan data yang<br />
digunakan sekurang-kurangnya mempunyai tingkat pengukuran interval. Karena<br />
data yang dikumpulkan dari kuesioner dan mempunyai skala pengukuran ordinal,<br />
terlebih dahulu ditransformasikan menjadi skala interval menggunakan<br />
Method of Successive Interval<br />
(MSI). Hasil transformasi data menjadi skala<br />
interval menggunakan Method of Successive Interval (MSI) untuk kedua variabel<br />
penelitian yaitu variabel X (motivasi kerja aparat dan variabel Y (kualitas layanan<br />
civil) selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.<br />
Secara konseptual telah dijelaskan bahwa variabel X secara langsung<br />
mempengaruhi variabel Y. Hasil perhitungan koefisien pengaruh untuk menjawab<br />
hipotesis penelitian mengenai pengaruh motivasi kerja aparat terhadap variabel<br />
kualitas layanan civil dengan menggunakan program SPSS ditunjukkan pada<br />
tabel berikut ini :
94<br />
Tabel 23<br />
Koefisien Jalur Dan Hasil Pengujian<br />
Hipotesis Koefisien<br />
Sig<br />
t<br />
Alternatif Jalur<br />
hitung t tabel<br />
Kesimpulan<br />
(p-value)<br />
P YX ≠ 0 P YX = 0,784 17,279 1,973 0,000 H0 ditolak<br />
F-hitung = 298,575 (0,000)<br />
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006<br />
Hasil analisis jalur pada tabel di atas menunjukkan besarnya koefisien<br />
pengaruh variabel X (motivasi kerja aparat) terhadap variabel Y (kualitas layanan<br />
civil) diperoleh sebesar 0,784. Terlihat adanya pengaruh variabel X terhadap<br />
variabel Y, atau dengan kata lain motivasi kerja aparat berpengaruh terhadap<br />
kualitas layanan civil. Besarnya koefisien pengaruh untuk variabel yang di teliti<br />
seperti terlihat pada gambar berikut :<br />
Gambar 4<br />
Path Diagram Pengaruh<br />
Motivasi Kerja Aparat Berpengaruh Terhadap Kualitas Layanan Civil<br />
ε<br />
P Yε = 0,4646<br />
X<br />
P YX = 0,784<br />
Y<br />
Untuk menguji apah pengaruh X terhadap Y signifikan dalam populasi yang<br />
diteliti, maka dilakukan uji koefisien pengaruh.
95<br />
<strong>4.1</strong>.8.2. Koefisien Determinasi<br />
Untuk mengetahui besarnya pengaruh antara kedua variabel motivasi kerja<br />
aparat dan kualitas layanan civil adalah melalui perhitungan koefisien<br />
determinasi. Koefisien Determinasi (R) didapat dari hasil pengkuadratan koefisien<br />
korelasi ( r ) atau R = r 2.<br />
Sejalan<br />
dengan itu, maka menurut Nugroho (1990 : 452) ”koefisien<br />
determinasi (coefficient of determination) diberi lambang r 2 , yaitu koefisien yang<br />
menunjukan (to determine = menceritakan berapa besar peranan faktor X dalam<br />
menentukan besar Y)”.<br />
Dari responden masyarakat, dengan koefisien jalur (r = 0,784) maka<br />
koefisien determinasi (R = r 2 = 0,784 2 = 0,615) atau 61,5 %. Hal ini menunjukan<br />
pengaruh variabel X terhadap Y sebesar 61,5%, sisanya 38,5% dipengaruhi oleh<br />
variabel lain yang tidak diteliti. Secara kuantitatif determinasi 61,5% tersebut<br />
menunjukkan kontribusi faktor motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan<br />
civil relatif besar dan kedua variabel mempunyai hubungan yang cukup kuat.<br />
<strong>4.1</strong>.8.3. Uji Signifikan (kemaknaan)<br />
Menurut Sudjana (1990 : 234) bahwa : ”Sebelum digunakan untuk membuat<br />
kesimpulan, perlu terlebih dahulu dilakukan pengujian keberanian”. Oleh karena<br />
itu hasil atau koefisien korelasi tersebut belum dapat diinterpretasikan sebelum<br />
dilakukan uji signifikan, adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai<br />
berikut :<br />
Langkah 1 : Hipotesis yang diuji statistik.<br />
Ho : P YX = 0.<br />
Ha : P YX ≠ 0.
96<br />
Langkah 2 : Taraf kemaknaan yang ditetapkan α = 0,05 dengan df = n-k-1=189-1-<br />
1=187<br />
Langkah 3 : Titik kritis dan daerah penolakan Ho.<br />
Dari tabel t-distribusi diperoleh basanya nilai titik kritis (t tabel ) adalah 1,973.<br />
Langkah 4 : Perhitungan statistik uji yang digunakan adalah :<br />
t<br />
i<br />
=<br />
P<br />
yx<br />
2<br />
( 1 − Ry( x)<br />
)<br />
CR<br />
( n − k −1)<br />
ii<br />
Hasil perhitungan nilai statistik uji (t-uji) adalah<br />
0,784<br />
t = = 17, 279<br />
2<br />
(1- 0,78 ) × 1<br />
189 -1-1<br />
Dengan demikian daerah penolakan H0 dapat dilihat pada kurva berikut :<br />
Gambar 5<br />
Kurva Daerah Penolakan H 0 Analisis Pengaruh<br />
Variabel X terhadap Variabel Y<br />
Daerah<br />
Penolakan Ho<br />
Daerah Penerimaan Ho<br />
Daerah<br />
Penolakan Ho<br />
-t (0,975; 187) = -1,973 t (0,975; 187) = 1,973<br />
0<br />
t hitung = 17,279<br />
Sumber : Hasil pengolahan Data Primer Tahun 2006
97<br />
Pada gambar di atas terlihat nilai t-uji sebesar 17,279 jatuh di sebelah kanan<br />
titik kritis sebesar 1,973 atau berada<br />
di daerah penolakan Ho karena<br />
t- hitung =17,584 > t- tabel = 1,973. Jadi diperoleh keputusan pengujian bahwa<br />
Ho ditolak dan Ha diterima sehingga hasil pengujian disimpulkan signifikan.<br />
Hasil ini berarti koefisien pengaruh motivasi kerja aparat terhadap kualitas<br />
layanan civil sebesar 0,784 yang diperoleh melalui penelitian dari data sampel,<br />
berlaku juga untuk populasi.<br />
Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan adanya pengaruh yang signifikan<br />
dari motivasi kerja aparat terhadap kualitas layanan civil dalam pembuatan KTP<br />
di Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat Provinsi<br />
Maluku Utara.<br />
4.2. Pembahasan.<br />
Berdasarkan keseluruhan hasil analisis, baik analisis frekuensi dan anlisis<br />
statistik, maka dapat dikatakan bahwa secara umum motivasi kerja aparat pada<br />
Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu meliputi diemnsi motif, pengharapan dan<br />
insentif belum sesuai dengan harapan dan tuntutan organisasi. Motivasi yang<br />
ditunjukkan demikian akan berpengaruh secara langsung kepada masyarakat yang<br />
menjadi objek dari penyelenggaraan pelayanan civil, karena dengan buruknya<br />
motivasi yang dihasilkan akan berpengaruh kepada hasil pelaksanaan tugas dan<br />
kerja yang akan bermuara kepada hasil kerja organisasi yang tidak maksimal.<br />
Dengan demikian, maka masyarakat tidak akan terlayani kebutuhan hidupnya<br />
sehingga kualitas hidup masyarakat di Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu<br />
akan rendah. Motivasi sangat berkaitan dengan sistem dan tujuan organisasi
98<br />
sehingga secara konkrit motivasi sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi<br />
dalam mencapai tujuannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat yang<br />
dikemukakan oleh Zainun (1979 : 10) bahwa :<br />
Motivasi dapat dilihat sebagai bagian yang fundamental dari kegiatan<br />
manajemen, sehingga segala sesuatunya dapat ditujukan kepada pengarahan<br />
potensi dan daya manusia dengan jalan menimbulkan, menghidupkan dan<br />
menumbuhkan tingkat keinginan yang tinggi, kebersamaan dalam<br />
menjalankan tugas-tugas perseorangan maupun kelompok dalam organisasi.<br />
Sebagai organisasi pemerintahan, maka Kecamatan Jailolo dan Kecamatan<br />
Sahu dalam menggerakkan organisasinya ditunjang dengan semangat kerja yang<br />
tinggi yang berasal dari motivasi aparatnya dalam melakukan tugas dan<br />
kewajibannya sebagai seorang pegawai. Hal ini membawa konsekuensi logis bagi<br />
pimpinan organisasi untuk secara terus menerus mengusahakan pengembangan<br />
motivasi baik secara individu maupun kelompok dalam organisasi tersebut.<br />
Pengembangan motivasi didasarkan kepada tiga faktor yang dianggap dominan<br />
berpengaruh terhadap motivasi kerja pegawai yang menekankan kepada aspek<br />
terpenuhinya kebutuhan ekonomi pegawai dan keluarga, aktualisasi diri, membina<br />
hubungan yang harmonis antara atasan dengan sesama pegawai dan pengakuan<br />
pegawai sebagai seorang manusia yang memiliki hak-hak dasar terutama hak<br />
hidup sehingga diupayakan pemenuhan kebutuhan hidup sang pegawai dengan<br />
keluarganya.<br />
Salah satu faktor yang turut berpengaruh dalam upaya meningkatkan<br />
motivasi kerja aparat adalah dengan memberikan kesempatan bagi pegawai dalam<br />
pengembangan diri sebagai bentuk dari upaya untuk meningkatkan kemampuan<br />
dibidang ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Hal lain yang berkaitan dengan
99<br />
upaya mengembangkan kemampuan pegawai yaitu dengan berupaya memberikan<br />
kesempatan untuk promosi, baik promosi jabatan atau promosi memegang<br />
tanggung jawab terhadap pekerjaan tertentu. Disamping itu, pengembangan juga<br />
diarahkan pada menumbuhkan sikap saling percaya diantara diantara atasan dan<br />
bawahan terutama dalam memberikan tugas dan pekerjaan kepada pegawai.<br />
Kepercayaan terhadap tugas dan pekerjaan tertentu akan mendorong seseorang<br />
mampu mengembangkan diri karena ia akan berusaha melakukan pekerjaan<br />
tersebut secara benar sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal. Terhadap<br />
kemampuan, membangun sikap saling percaya maka salah satu hal yang perlu<br />
diperhatikan adalah perlakuan yang sama terhadap seluruh pegawai. Sikap suak<br />
dan tidak suka yang dimiliki oleh seorang pimpinan harus dihilangkan dengan<br />
mengedepankan sikap profesionalisme dalam menjalankan organisasi.<br />
Sistem pemberian bonus, fasilitas, pujian dan penghargaan merupakan salah<br />
satu elemen penting dalam suatu organisasi untuk memotivasi pegawai mencapai<br />
prestasi kerja yang diinginkan. Sistem pemberian insentif dan penghargaan<br />
tersebut diberikan kepada pegawai yang berprestasi berupa penghargaan materi<br />
maunpun non materi, sedangkan pegawai yang tidak berprestasi mendapatkan<br />
disinsentif berbentuk teguran, peringatan, penurunan pangkat. Pegawai yang<br />
berprestasi perlu memperoleh penghargaan yang pada gilirannya dapat memacu<br />
semangat dan prestasi kerja yang lebih baik lagi. Insentif dapat dikembangkan<br />
dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain gaji yang memadai, jaminan<br />
fasilitas penunjang dan kondisi kerja, hadiah berupa penghargaan serta jaminan<br />
hari tua. Faktor-faktor tersebut harus dikembangkan dalam proses
100<br />
penyelenggaraan organisasi kedepan sehingga mampu menumbuhkan motivasi<br />
dari dalam diri setiap pegawai dengan maksud mampu berkreatifitas dan memiliki<br />
inovasi-inovasi terbaru dalam pengembangan organisasi.<br />
Dari beberapa pendapat dan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan<br />
bahwa faktor motivasi sangat penting dan merupakan elemen penting dalam suatu<br />
organisasi, karena motivasi kerja mampu meningkatkan prestasi kerja yang akan<br />
berpengaruh kepada pencapaian tujuan yang diinginkan. Hal tersebut sejalan<br />
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Duncan (1981 : 138), bahwa ”motivasi<br />
adalah usaha yang dilakukan secara sadar untuk mempengaruhi tingkah laku<br />
dalam rangka pencapaian tujuan organisasi”.<br />
Dalammkaitan itu, maka aparat pemerintah mkecamatan harus dapat<br />
memberikan pelayanan yang lebih profesional, efektif, efisien, sederhana,<br />
transparan, tepat waktu, dan adaptasi serta dapat membangun kualitas sumbe<br />
rdaya manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu aktor pemerintahan<br />
dan memberdayakan masyarakat dalam memanfaatkan produk-produk<br />
pemerintahan.<br />
Sebagai suatu organisasi pemerintahan, pemerintah kecamatan tentu harus<br />
memiliki berbagai sumber daya untuk menjalankan berbagai tugas dan fungsi<br />
dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuannya. Hal ini sejalan dengan pengertian<br />
organisasi dari Schulze (dalam Sutarto, 1989 : 22) bahwa ”pada dasarnya adalah<br />
penggabungan dari orang-orang, benda-benda, alat-alat perlengkapan, ruang kerja<br />
dan segala sesuatu yang bertalian dengannya yang dihimpun dalam hubungan<br />
yang teratur dan efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan”. Dalam
101<br />
pengertian ini kiranya dipahami bahwa satu diantara berbagai sumber daya dalam<br />
menggerakkan organisasi pemerintahan adalah sumber daya manusianya sebagai<br />
penggerak organisasi tersebut.<br />
Apabila dikaitkan dengan hasil analisis dalam penelitian ini maka dapat<br />
dikemukakan bahwa motivasi kerja dari aparat dalam melaksanakan tugas dan<br />
pekerjaannya masih rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa aparat melakukan<br />
penyimpangan-penyimpangan dalam melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.<br />
Penyimpangantersebut berkisar pada kesadarannya didalam melaksanakan tugas,<br />
ketulusannya didalam memberikan pelayanan, kesabarannya menanggapi keluhan<br />
masyarakat. Karena motivasi instrik itu adalah pendorong kerja yang bersumber<br />
dari dalam diri pekerja, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat<br />
pekerjaan yang dilaksanakanny. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari<br />
pekerjaan yang dikerjakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan, atau<br />
menyenangkan, atau memungkinkan mencapai suatu tujuan maupun karena<br />
memberikan harapan tertentu yang positif dimasa depan. Misalnya pekerja yang<br />
bekerja secara berdedikasi semata karena memperoleh kesempatan untuk<br />
mengaktualisasikan dirinya secara maksimal.<br />
Kemudian menurut pendapat Maslow (dalam Asnawi 2000 : 16)<br />
mengatakan bhwa ”Suatu potensi intrinsik yang bersifat internal yang telah ada<br />
pada diri manusia, ia dapat bersifat pasif tetapi juga bisa bersifat aktif. Apabila ia<br />
bersifat aktif maka ia membutuhkan respon”.<br />
Sebagai hasil penelitian bahwa motivasi kerja aparat dalam memberikan<br />
pelayanan kepada masyarakat selama ini mengarah kepada motivasi intrinsik yang
102<br />
bersifat pasif. Untuk menghindari hal tersebut agar motivasi kerja aparat bersifat<br />
aktif, pihak pimpinan harus dapat mengatasinya dengan berbagai hal, antara lain<br />
dengan meresponi setiap perilaku dari aparat itu sendiri, menghargai hasil<br />
kerjanya serta tetap membina komunikasi yang antara pimpinan dengan bawahan.<br />
Karena seandainya pihak pimpinan tidak memperhatikan perilaku bawahannya<br />
maka akan berakibat fatal terhadap motivasi aparat itu sendiri dalam memberikan<br />
pelayanan kepada masyarakat.<br />
Demikian halnya juga dengan motivasi ekstrinsik, yaitu suatu pendorong<br />
kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi<br />
yang mengharuskannya melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Sebagaimana<br />
hasil penelitian ini bahwa aparat sebagai pelayan masyarakat mengharapkan<br />
adanya suatu perhatian dari pimpinan baik pimpinan di tingkat kecamatan maupun<br />
pimpinan di Kantor Dinas Kpendudukan dan Catatan Sipil Kabupaten halmahera<br />
Barat yang sampai saat ini belum pernah mereka rasakan yaitu berupa pemberian<br />
bonus, pemberian fasilitas, pemberian penghargaan. Sehingga aparat kecamatan<br />
dalam hal ini aparat petugas pelayanan KTP, untuk memenuhi tuntutan kebutuhan<br />
hidupnya dan mereka selalu mengharapkan pengertian dari masyarakat yang<br />
membutuhkan pelayanan, baik pengertian dengan cara baik-baik, maupun secara<br />
paksa. Seorang pimpinan seandainya mengharapkan bawahannya secara totalitas<br />
mengabdi dan memberikan pelayanan yang berkualitas terlebih dahulu harus<br />
memperhatikan kebutuhan dari bawahannya itu sendiri. Karena aparat itu didalam<br />
melaksanakan tugasnya selain untuk mewujudkan tercapainya tujuan organisasi
103<br />
juga untuk mewujudkan tujuan pribadinya yaitu memenuhi tuntutan kebutuhan<br />
hidupnya, sebagaimana pendapat siagian (1996 : 139) mengatakan bahwa :<br />
Seoran karyawan akanmenampilkan kinerja yang memuaskan bagi dirinya<br />
dan perusahaan apabila yang bersangkutan termotivasi untuk berbuat<br />
demikian. Perlu diingat bahwa motivasi mengandung tiga konsep, yaitu<br />
upaya yang maksimal untuk menyelenggarakan fungsi dan menjalankan<br />
kegiatan yang menjadi tanggung jawab seseorang, pencapaian tujuan<br />
organisasi dan pencapaian tujuan pribadi dari orang yang bersangkutan.<br />
Artinya seseorang karyawan hanya akan bersedia melakukan upaya yang<br />
maksimal demi tercapainya tujuan perusahaan apabila karyawan tersebut<br />
yakin bahwa dengan tercapainya tujuan organisasi, tujuan pribadinya pun<br />
akan tercapai.<br />
Dari pendapat tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa sebagai sebuah<br />
organisasi harus memiliki komitmen yang kuat dalam menjalankan tugas dan<br />
fungsinya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagaimana telah dijelaskan<br />
sebelumnya bahwa tugas dan fungsi pemerintah kecamatan adalah sebagai garda<br />
terdepan pemerintah daerah yang bertugas secara langsung dan berhadapan<br />
dengan masyarakat. Oleh karena itu aparat kecamatan wajib menyelenggarkan<br />
kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi kewenangannya.<br />
Berkaitan dengan itu, maka motivasi kerja aparat menajdi sanat penting<br />
artinya dalam upaya untuk lebih memaksimalkan proses pelayanan secara efektif,<br />
efisien dan bertanggung jawab. Penjelasan ini juga mencoba menguraikan<br />
bagaimana kondisi lingkungan organisasi pemerintahan berinteraksi dengan<br />
karakteristik aparat sehingga membangun semangat kebersamaan dalam<br />
meningkatkan prestasi kerja.<br />
Dalam kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa interaksi antara<br />
individu-individu di pemerintah Kecamatan Jailolo dan Kecamatan Sahu<br />
menimbulkan konsekuensi terhadap motivasi kerja aparat sebagai modal utama
104<br />
dalam menggerakkan individu-individu yang ada didalamnya. Oleh karena itu,<br />
motivasi kerja aparat sebagai penggerak dalam menjalankan tugas dan tanggung<br />
jawab masing-masing harus dimiliki oleh setiap individu dan selanjutnya dapat<br />
menjadi kekuatan yang besar dari suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.<br />
Dalam konteks penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas sebagai visi<br />
dan tujuan organisasi pemerintah, Wasistiono (2000 : 1) menegaskan bahwa :<br />
”dalam suatu organisasi, termasuk organisasi pemerintah daerah, faktor utama<br />
yang mempengaruhi kemampuan dan keberhasilan pencapaian tujuan adalah<br />
faktor manusia yang ada dalam organisasi itu sendiri”. Artinya bahwa tingkat<br />
pencapaian tujuan organisasi pemerintahan akan turut dipengaruhi oleh perilaku<br />
individu aparat pemerintah itu sendiri mengembang tugas fungsinya sebagai<br />
pelayan masyarakat. Dengan demikian maka faktor manusia yang ada didalam<br />
organisasi pemerintahan memerlukan penggerak sebagai modal dalam<br />
pelaksanaan tugas. Penggerak semangat kerja bisa diperoleh dari dalam diri<br />
maupun dari luar.<br />
Dalam hubungannya dengan peningkatan kualitas pelayanan,<br />
Thoha (1998 : 119) mengemukakan bahwa :<br />
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan civil, organisasi publik (birokrasi<br />
publik) harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan<br />
layanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi<br />
suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan,<br />
berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaboratis<br />
dan dialogis, dan dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang<br />
realistik pragmatis.<br />
Sebagai seni, layanan itu terbentuk sebagai upaya aparat pemerintahan untuk<br />
mengefektifkan kegiatan atau pelayanannya sesuai dengan kondisi orang,
105<br />
makhluk, atau lingkungan yang dilayaninya, yang bagaimana sekalipun. Oleh<br />
sebab itu, aparat pemerintahan harus benar-benar berkualitas : kreatif, inovatif,<br />
proaktif, dan berfikir positif.<br />
Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan hasil penelitian dan pengolahan<br />
data secara statistik, maka dapat disimpulkan bahwa untuk dapat meningkatkan<br />
kemampuan individu-individu aparat pemerintahan kecamatan secara berkualitas<br />
maka diperlukan adanya perbaikan motivasi kerja pemerintahan secara lebih baik<br />
dan berorientasi pada kepentingan rakyat dan pembangunan kebersamaan<br />
(kemitraan).<br />
Menurut Thoha (1995 : 181) bahwa ”Kualitas pelayanan civil sangat<br />
tergantung kepada individual aktor”. Hal ini memberi pemahaman bahwa<br />
pelayanan yang berkualitas sangat ditentukan oleh keseluruhan aspek dari<br />
manusia selaku pegawai atau birokrat termasuk motivasinya. Suatu pelayanan<br />
yang berkualitas dengan sendirinya akan memberikan kepuasan kepada<br />
masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Tjiptono (1996 : 54) bahwa ”kualitas<br />
pelayanan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan”. Mengacu<br />
pada pendapat tersebut maka analisis terhadap kualitas layanan civil menitik<br />
beratkan pada upaya untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap<br />
kualitas layanan yang diberikan.<br />
Kualitas layanan civil yang secara signifikan dipengaruhi oleh motivasi<br />
kerja aparat berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data masih rendah.<br />
Aspek kecepatan, ketepatan kemudahan, dan keadilan dalam proses layanan civil<br />
belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat. Kehidupan masyarakat yang
106<br />
semakin kompleks menuntut adanya suatu pelayanan yang sempurna dan<br />
berkualitas, dan hal itu tidak dapat diwujudkan oleh aparat sebagai abdi negara<br />
dan abdi masyarakat. Motivasi atau daya dorong aparat untuk melakukan sesuatu<br />
pelayanan masih jauh dari yang diharapkan.<br />
Kecepatan dalam proses layanan civil belum terlihat secara signifikan,<br />
bahkan masih ditemui proses layanan yang berbelit dan membutuhkan waktu<br />
yang relatif lama. Kecepatan dalam hal ini dimaksudkan agar layanan civil<br />
diperoleh masyarakat dengan cepat dan tidak perlu berlama-lama. Untuk itu aparat<br />
harus memeliki kesiapan merealisasikan kebutuhan tersebut, tanpa ada alasan<br />
untuk menunda atau memperlambat proses layanan.<br />
Demikian juga dengan tingkat ketepatan dalam layanan civil masih rendah.<br />
Aparat berkewajiban memenuhi janjinya kepada masyarakat sebagaimana<br />
tertuang dalam visi dan misi yaitu mewujudkan pelayanan yang berorientasi<br />
kepada kepuasan dan kemitraan masyarakat secara cepat, tepat, mudah dan<br />
transparan belum sepenuhnya diwujudkan, ketelitian dan kecermatan dalam<br />
proses layanan civil sering terabaikan.<br />
Aspek kemudahan dalam layanan civil masih jauh dari yang diharapkan,<br />
persyaratan yang dibutuhkan dirasakan masyarakat masih sulit dipenuhi, prosedur<br />
dan mekanisme yang ada relatif membebani, demikian juga biaya yang dipungut<br />
termasuk mahal. Namun karena layanan civil dimonopoli oleh pemerintah dan<br />
wajib dimiliki oleh setiap warga negara, maka kadangkala walaupun tidak mudah<br />
diperoleh tetap saja masyarakat berusaha untuk mendapatkannya. Keadaan yang<br />
demikian disinyalir kadangkala dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk
107<br />
kepentingan pribadinya. Perda Kabupaten Halmahera Barat<br />
Nomor 10 Tahun 2005 telah menegaskan bahwa tarif layanan untuk penerbitan<br />
KTP Rp. 20.000 untuk WNI dan Rp. 25.000 untuk WNA, namun pada<br />
kenyataanya pengenaan tarif kepada masyarakat jauh lebih besar dari nilai<br />
tersebut. Dan menurut sebagian responden hal ini telah menjadi kebiasaan dalam<br />
pengurusan KTP, dan untuk mengubahnya agak sulit karena pungutan tersebut<br />
ada saja yang menjadi penjelasan dari aparat, walaupun sulit<br />
dipertanggungjawabkan.<br />
Dalam layanan civil, aspek keadilaan tidak jauh berbeda dengan aspek<br />
kecepatan, ketepatan, dan kemudahan. Subjektifitas aparat sering terlihat dalam<br />
memproses layanan civil. Pelayanan yang adil belum menjadi perilaku yang<br />
permanen dalam motivasi kerja aparat. Padahal mestinya motivasi kerja aparat<br />
dalam memberikan layanan tanpa memandang siapa, dimana, dan bilamana<br />
sekalipun layanan yang diberikan tidak mendatangkan keuntungan. Keadilan<br />
berarti sejauhmana layanan diterima oleh masyarakat tanpa memandang asal usul,<br />
serta sosial dan ekonomi masyarakat yang dilayani.<br />
Kualitas layanan civil sebagaimana diuraikan di atas, mengindikasikan<br />
bahwa visi dan misi dari Kantor Camat Jailolo dan Sahu yaitu mewujudkan<br />
pelayanan yang berorientasi kepada kepuasan dan kemitraan masyarakat melalui<br />
pelayanan yang cepat, tepat, mudah, dan transparan masih belum diterapkan,<br />
diwujudkan, dan dirasakan oleh masyarakat. Padahal layanan civil merupakan<br />
kewajiban pemerintah untuk memberikannya kepada masyarakat tanpa dimintaminta<br />
dan seharusnya tanpa bayar. Sebagaimana pendapat Ndraha (2002 : 57)
108<br />
yaitu : Layanan civil disebut no price dan monopoli badan istimewa (badan<br />
publik). Layanan civil seratus persen dibayar melalui pendapatan negara, yaitu<br />
hasil pengolahan sumber daya alam, pajak dan sebangsanya. Selanjutnya Ndraha<br />
(2003:46-47) yang menyatakan bahwa layanan civil adalah hak, kebutuhan dasar<br />
dan tuntutan setiap orang, lepas dari suatu kewajiban. Mengingat layanan civil<br />
adalah produk yang disediakan oleh provider, maka provider harus menyesuaikan<br />
diri dengan kondisi dengan tuntutan konsumer.<br />
Karena Kantor Camat Jailolo dan Sahu Kabupaten Halmahera Barat sebagai<br />
instansi pemerintah yang memproduksi, menyediakan dan mendistribusikan<br />
layanan civil kepada masyarakat. Dengan motivasi kerja aparat ke arah yang lebih<br />
baik diharapkan layanan civil yang diberikan kepada masyarakat kualitasnya<br />
semakin meningkat. Dan pada gilirannya persepsi yang kurang baik terhadap<br />
motivasi kerja aparat selama ini secara perlahan berubah menjadi lebih baik, dan<br />
tentunya fungsi pemerintah dalam mengemban tugas pelayanan berubah menjadi<br />
lebih baik, dan tentunya fungsi pemerintah dalam megemban tugas pelayanan<br />
dapat terealisasikan sesuai dengan tuntutan, keinginan, dan kebutuhan masyarkat.<br />
Hasil analisis data penelitian motivasi kerja aparat dan kualitas layanan<br />
civil, dari analisis koefisien pengaruh diperoleh hasil bahwa hubungan kedua<br />
variabel tersebut termasuk dalam kategori erat. Hal ini menjelaskan bahwa setiap<br />
perubahan variabel motivasi kerja aparat akan memberikan kontribusi yang positif<br />
terhadap perubahan kualitas layanan civil. Dengan demikian berdasarkan hasil<br />
analisis pengaruh variabel X terhadap variabel Y akan memberikan kontribusi<br />
61,5% terhadap perubahan variabel Y.
109<br />
Jadi hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini teruji secara empirik, yaitu<br />
terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi kerja aparat meningkat, maka<br />
kualitas layanan civil akan meningkat juga.