download file (2230k) - Conservation Gateway
download file (2230k) - Conservation Gateway
download file (2230k) - Conservation Gateway
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Juli 2012<br />
Divisi Indo-Pasifik<br />
Indonesia<br />
Laporan No. 7/12<br />
Laporan dikompilasi oleh:
Juli 2012<br />
Divisi Indo-Pasifik<br />
Indonesia<br />
Laporan No. 7/12<br />
Laporan dikompilasi oleh:
Diterbitkan oleh: The Nature Conservancy, Divisi Indo-Pasifik<br />
Rizya Ardiwijaya: The Nature Conservancy, Program Kelautan Indonesia, Jl. Pengembak 2, Sanur,<br />
Bali, Indonesia. Email: rardiwijaya@tnc.org<br />
Saran pengutipan:<br />
Wilson, J.R., R.L. Ardiwijaya, dan R. Prasetia. 2012. Studi Dampak Pemutihan Karang tahun 2010<br />
terhadap Komunitas Karang di Taman Nasional Wakatobi. The Nature Conservancy, Divisi Indo-<br />
Pasifik, Indonesia. Laporan No. 7/12. 25 hal.<br />
© 2012 The Nature Conservancy<br />
Hak cipta dilindungi undang-undang, reproduksi untuk tujuan apapun dilarang tanpa izin terlebih<br />
dahulu.<br />
Foto sampul: Rizya Ardiwijaya (TNC Indonesia) substrat terumbu karang di Table Coral City,<br />
Tomia © Joanne Wilson/TNC<br />
Tersedia di:<br />
Program Kelautan Indonesia<br />
Asia-Pacific Resource Centre<br />
The Nature Conservancy<br />
The Nature Conservancy<br />
Jl. Pengembak 2<br />
245 Riverside Drive<br />
Sanur 80228, Bali West End, QLD 4101<br />
Indonesia<br />
Australia<br />
Atau melalui laman:<br />
www.nature.or.id<br />
www.conservationgateway.org/<br />
Studi ini dilaksanakan bekerjasama dengan:<br />
Wildlife <strong>Conservation</strong> Society – Indonesia Program.<br />
Jl. Atletik No.8, Bogor – Jawa Barat, Indonesia<br />
Phone +62-(0)251-28342135, Fax +62-(0)251-8357347<br />
Balai Taman Nasional Wakatobi<br />
Jl. A. Yani, Desa Mandati II, Wangi-Wangi, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Indonesia<br />
Phone +62-(0) 404-21851, Fax +62-(0)404-21881
Kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerja keras tim monitoring dan<br />
dukungan yang sangat besar dari para mitra. Kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai<br />
Taman Nasional Wakatobi,TNC-WWF Wakatobi Project Leader dan Pimpinan COREMAP Wakatobi<br />
yang mendukung kegiatan monitoring kesehatan karang yang juga didalamnya dilakukan survei<br />
pemutihan karang. Ucapan terima kasih kepada TNC Head Quarter yang menyediakan dana Coral<br />
Bleaching Response sehingga survei pasca-pemutihan pertama dan kedua dapat terlaksana. Juga<br />
penghargaan yang tinggi untuk semua awak kapal Songampa (TN Wakatobi), FRS Menami dan<br />
Kambala atas dukungan yang tak ternilai, membawa tim ke lokasi.
Kepulauan Wakatobi terletak di ujung tenggara Pulau Sulawesi, berada di jantung Segitiga Karang.<br />
Wakatobi merupakan akronim dari empat pulau utama yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan<br />
Binongko, walaupun selain itu juga terdapat 39 pulau dan beberapa atoll besar. Pada tahun 1996,<br />
pemerintah Indonesia mendeklarasikan Taman Nasional Wakatobi (TN Wakatobi) yang melindungi<br />
1,39 juta hektar pulau-pulau dan perairan di sekitarnya.<br />
TN Wakatobi melingkupi habitat laut yang sangat beragam. Pulau-pulau utamanya dikelilingi oleh<br />
terumbu karang tepi. Terdapat tiga atoll besar yang terletak sejajar dengan kepulauan Wakatobi dan<br />
sejumlah terumbu karang kecil terletak di lautan terbuka di bagian tenggara Wakatobi. TN Wakatobi<br />
juga dikelilingi oleh selat-selat yang berfungsi penting sebagai koridor migrasi spesies laut besar<br />
seperti penyu dan paus, yang terdaftar sebagai spesies terancam punah.<br />
Ancaman utama terhadap TN Wakatobi adalah penangkapan dan eksploitasi yang berlebih terhadap<br />
sumberdaya terumbu karang. Namun, peningkatan suhu permukaan laut yang terkait dengan<br />
fenomena iklim La Nina/El Nino menyebabkan pemutihan karang yang muncul sebagai ancaman<br />
yang serius. Pemutihan karang diamati pada survei kesehatan karang tahunan di bulan April 2010 di<br />
seluruh lokasi. Survei peristiwa pemutihan secara kuantitatif hanya bisa dilakukan di delapan lokasi<br />
pada April 2010, tetapi dilanjutkan pada survei pasca-pemutihan dan survei kelentingan (resilience) di<br />
bulan September 2010 dan Januari 2011 di 24 lokasi.<br />
Rata-rata 65% karang terkena dampak pemutihan, namun mortalitasnya diperkirakan kurang dari 5%.<br />
Genera karang yang rentan terhadap pemutihan yang ditemukan antara lain Pocillopora, Stylophora,<br />
Montipora berbentuk lembaran dan and Acropora berbentuk karang meja dan bercabang.<br />
Karang Otiolo yang terletak di ujung selatan taman nasional, menderita pemutihan tertinggi pada<br />
April 2010 dengan 70% karang terkena dampaknya di rataan karang dalam. Karang-karang di Table<br />
Coral City yang didominasi Acropora, spesies yang rentan, ditemukan masih mengalami pemutihan<br />
pada September 2010 dengan 35% koloni tercatat berwarna pucat.<br />
Banyak faktor yang menjadi indikasi kejadian pemutihan karang yang disebabkan oleh peningkatan<br />
suhu permukaan laut dan/atau sinar matahari intensitas tinggi, antara lain:<br />
1) sifat alami ekstensif pemutihan seluruh Taman Nasional<br />
2) peningkatan suhu permukaan laut dari bulan Februari hingga Mei 2010<br />
3) fakta adanya karang-karang yang memutih total namun kemudian masih hidup dan pulih<br />
setelah suhu kembali menurun<br />
Oleh karena itu, rencana tanggap bencana pemutihan karang sangat penting untuk untuk<br />
dikembangkan di TN Wakatobi, antara lain termasuk menggunakan produk berbasis web yang<br />
menunjukkan tekanan suhu regional; menyiapkan sebuah tim yang mampu melaksanakan survei dan<br />
melaporkan pemutihan karang; membangun dan memperkuat jejaring pemangku kepentingan dalam<br />
rangka berbagi informasi adanya pemutihan; dan yang terpenting adalah untuk mengidentifikasi aksi<br />
pengelolaan untuk menjamin kesehatan karang sehingga berpeluang besar selamat terhadap dampak<br />
perubahan iklim.
Ancaman terhadap terumbu karang semakin meningkat karena fenomena perubahan iklim (Hoegh-<br />
Guldberg et al. 2007) khususnya karena peningkatan suhu permukaan yang menyebabkan pemutihan<br />
karang. Pemutihan ini disebabkan oleh suhu permukaan laut (SPL) yang lebih tinggi di atas normal<br />
yang membuat menyebabkan ‘keracunan’ ringan antara hubungan hewan karang dan alga simbiotik,<br />
zooxanthellae, yang menyuplai makanan bagi hewan karang tersebut. Dalam kondisi ini zooxanthellae<br />
akan dikeluarkan dari polip karang sehingga kemudian karang terlihat putih. Kondisi pemutihan ini<br />
menyebabkan karang menjadi ‘kelaparan’ dan kondisi ini bersifat sementara; jika tekanan suhu<br />
mereda, karang akan akan kembali ke kondisi normal tetapi jika tekanan tetap bertahan maka karang<br />
akan mati dalam jumlah yang sangat besar. Peristiwa bencana ekologis di tahun 1998 telah<br />
menyebabkan hilangnya 16% terumbu karang dunia (Wilkinson, 2000). Pada tahun 2010, pemutihan<br />
karang terkait dengan peningkatan suhu permukaan laut yang berkaitan juga dengan fenomena El<br />
Nino yang mempengaruhi terumbu karang di beberapa bagian di Indonesia (GCRMN, 2010).<br />
Penyebab utamanya karena perubahan iklim, antara lain peningkatan produksi gas ‘rumah kaca’<br />
secara global, dan berada di luar kendali para pengelola terumbu karang, namun terumbu karang dapat<br />
dikelola dengan suatu cara sehingga mampu memperoleh peluang terbaik untuk pulih dari dampak<br />
peningkatan suhu laut dan dampak iklim terkait lainnya (lihat Marshall dan Schuttenberg, 2007).<br />
Salah satu dari beberapa strategi pengelolaan terumbu karang untuk mengatasi dampak perubahan<br />
iklim adalah mengidentifikasi lokasi-lokasi yang mungkin lebih ‘lenting’ (resilient) terhadap dampak<br />
perubahan iklim dan memasukkan lokasi-lokasi tersebut dalam kawasan konservasi perairan (KKP).<br />
Kelentingan menunjukkan kemampuan terumbu karang untuk bertahan ataupun pulih dari gangguan,<br />
dalam hal ini terkait dampak iklim. Mengurangi ancaman langsung dari manusia seperti penangkapan<br />
ikan yang merusak dan berlebih di daerah-daerah kritis tersebut, diperkirakan akan meningkatkan<br />
peluang bagi terumbu karang akan pulih dari dampak perubahan iklim.<br />
Metode utama untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang lenting dijelaskan dalam protokol penilaian<br />
kelentingan (Obura dan Grimsditch, 2009) yang menggunakan 61 faktor pengukuran kuantitatif dan<br />
semi-kuantitatif. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi:<br />
- komposisi dan kondisi komunitas bentos<br />
- karakteristik lingkungan yang dapat memberikan perlindungan dari panas seperti naungan<br />
(shading) atau arus<br />
- komposisi populasi karang yang menegaskan riwayat pemutihan karang sebelumnya, dan bukti<br />
adanya pemulihan<br />
- faktor-faktor yang meningkatkan atau mengancam proses-proses pemulihan karang seperti<br />
keberadaan bio-eroder<br />
- populasi ikan yang difokuskan pada ikan-ikan herbivora<br />
- konektivitas karang antar habitat yang terdekat dan jauh sebagai sumber larva karang<br />
- faktor-faktor antropogenik yang mengancam habitat terumbu karang, dan<br />
- pengelolaan yang dapat mengatur tekanan antropogenik<br />
Protokol ini dikembangkan setelah peristiwa pemutihan masal tahun 1998 dan tidak banyak<br />
kesempatan untuk meguji kemampuan penilaian kelentingan ini untuk mengidentifikasi daerah-daerah<br />
mana yang paling terpengaruh oleh peristiwa pemutihan karang. Protokol ini juga menguji untuk<br />
melihat karang-karang yang berada di lokasi-lokasi dengan nilai kelentingan lebih tinggi yang mampu<br />
untuk bertahan terhadap atau pulih dari pemutihan secara lebih baik dibandingkan lokasi-lokasi<br />
dengan nilai yang lebih rendah.
Pemutihan karang diamati pada bulan April 2010 di Taman Nasional Wakatobi (TN Wakatobi),<br />
Sulawesi Tenggara – Indonesia dalam survei kesehatan karang tahunan. Kondisi pemutihan di<br />
terumbu karang dipelajari saat itu dan pada survei-survei berikutnya. Nilai kelentingan dikalkulasi<br />
untuk masing-masing lokasi berdasarkan kombinasi pengukuran dan opini para ahli dan dibandingkan<br />
terhadap dampak pemutihan. Sebagai tambahan, kami menguji riwayat tekanan termal di lokasi-lokasi<br />
tersebut dan intensitas tekanannya selama kejadian pemutihan tahun 2010, untuk membantu<br />
memahami faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi dampak pemutihan. Selama survei kesehatan<br />
karang bulan Maret-April 2009, kami mencatat sejumlah kecil pemutihan di beberapa lokasi namun<br />
tidak dikuantifikasi.<br />
Tujuan dari studi ini adalah untuk menilai dampak pemutihan karang di TN Wakatobi tahun 2010 dan<br />
untuk menilai faktor-faktor yang mungkin penting dalam memahami kerentanan karang di Wakatobi<br />
terhadap pemutihan.<br />
2.1. TAMAN NASIONAL WAKATOBI<br />
Kepulauan Wakatobi terletak di Sulawesi Tenggara, bagian timur Indonesia, dan dinamakan<br />
berdasarkan empat pulau utama yaitu: Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Pada tahun<br />
1996, seluas 1,39 juta hektar di wilayah Wakatobi dideklarasikan sebagai Taman Nasional Laut yang<br />
meliputi 39 pulau, mangrove disekitarnya, padang lamun, terumbu karang dan termasuk di dalamnya<br />
atoll-atoll besar, dan daerah lepas pantai. Wakatobi merupakan satu dari Taman Nasional Laut yang<br />
padat penduduk mendekati 100.000 penghuni tercatat di tahun 2007 (Hermansyah et al. 2008).<br />
Ketergantungan penduduk Wakatobi terhadap sumberdaya laut sangat tinggi, sebagian besar bekerja<br />
sebagai nelayan, baik sebagai mata pencaharian utama maupun alternatif. Rencana zonasi yang ada<br />
saat ini memasukkan tiga tipe zona non-ekstraktif – zona inti (dilarang masuk, dilarang ambil), zona<br />
perlindungan laut (dilarang ambil) dan zona pariwisata (dilarang ambil) yang seluruhnya mencakup<br />
2% dari wilayah taman nasional namun mencakup 37% habitat kritis. Sisanya dinyatakan sebagai<br />
zona pemanfaatan tradisional di sekitar pulau-pulaunya bagi penduduk lokal dan zona pemanfatan<br />
umum di daerah lepas pantai yang memperbolehkan kegiatan perikanan komersial. Dahulu, terumbu<br />
karang TN Wakatobi menderita kerusakan secara extensif karena penangkapan ikan yang merusak.<br />
Ancaman terhadap kesehatan terumbu karang dan perikanan berkelanjutan di TN Wakatobi yang ada<br />
saat ini adalah penangkapan ilegal dan berlebih, dan eksploitasi karang dan pasir oleh masyarakat<br />
lokal untuk keperluan material konstruksi.<br />
Terumbu karang Wakatobi dibagi ke dalam tiga tipe habitat yang utama, yaitu: terumbu tepi pulaupulau<br />
utama, taka dan terumbu tepi pulau-pulau luar, dan atoll selatan. Secara umum, kontur di bawah<br />
permukaan air cenderung dicirikan dengan rataan karang yang dangkal dan kemudian lebih dalam<br />
kemiringan yang curam hingga berakhir dengan dasar pasir di kedalaman 30-50 m. Seringkali<br />
terumbu karang sangat dekat dengan perairan dalam dengan dinamika perairan yang kuat (arus dan<br />
gelombang) dan upwelling (kenaikan massa air laut) di beberapa daerah yang membawa massa air<br />
dingin ke permukaan.<br />
2.2. SUHU PERMUKAAN LAUT<br />
Catatan Suhu Permukaan Laut (SPL) saat terjadinya peristiwa pemutihan diperoleh dari data satelit<br />
NOAA Coral Reef Watch Virtual Station di Wakatobi<br />
(http://coralreefwatch.noaa.gov/satellite/current/products_dhw.html). Data ini merupakan rata-rata<br />
dari pixel berukuran 50km 2 pada koordinat 5°S 124°E, kira-kira 50 kilometer dari garis pantai pulau-
pulau di Wakatobi. Catatan data mingguan sejak tahun 2000 diunduh dari website dan di-plot untuk<br />
setiap tahunnya.<br />
Maynard et al. (2000) menghitung anomali termal dari set data SPL yang lebih presisi dari satelit<br />
NOAA Pathfinder dengan resolusi 4-km 2 . Set data ini kemudian digunakan untuk menghitung Degree<br />
Heating Weeks (DHW) untuk TN Wakatobi sejak tahun 1998. Satu DHW tercatat jika suhu satu<br />
derajat lebih tinggi di atas normal selama satu minggu. Dua DHW dapat disebabkan oleh suhu dua<br />
derajat lebih tinggi di atas normal selama satu minggu atau satu derajat lebih panas selama dua<br />
minggu.<br />
2.3. SURVEI PEMUTIHAN KARANG<br />
Beberapa survei untuk mengukur sebaran dan besaran dampak peristiwa pemutihan karang tahun<br />
2010 telah dilaksanakan di TN Wakatobi dalam tiga kesempatan. Survei awal telah dilaksanakan saat<br />
peristiwa pemutihan karang terjadi pada April 2010. Survei pasca-pemutihan dilaksanakan masingmasing<br />
pada bulan September 2010 dan Januari 2011, lima dan sembilan bulan setelah peristiwa<br />
pemutihan (Tabel 1). Dalam survei bulan Januari 2011, beberapa lokasi yang diambil pada bulan<br />
September 2010 tidak bisa dikases karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan. Daftar lokasi,<br />
waktu survei dan atribut-atributnya disajikan dalam Lampiran 1.<br />
Tabel 1. Lokasi survei pemutihan karang dan pasca-pemutihan di Taman Nasional Wakatobi 2010-2011. S =<br />
dangkal, D = dalam.<br />
Tipe<br />
Kode No.<br />
2010 Apr 2010 Sep 2011 Jan<br />
Nama lokasi Lintang Bujur<br />
Pengelolaan<br />
lokasi lokasi S D S D S D<br />
No Take Blue Hole BHol -5.444083 123.757883 <br />
Bola Tiga Bol3 -5.473117 123.757533 <br />
Kaledupa 1 Kal1 5272 -5.473117 123.757533 <br />
Kaledupa 2 Kal2 5273 -5.497750 123.820750 <br />
Karang Bante KBan 5294 -5.874550 123.986000 <br />
Karang Gurita 1 KGur 5265 -5.391800 123.675250 <br />
Karang Kaledupa 6 KKl6 5260 -5.778900 123.658917 <br />
Karang Kaledupa 8 KKl8 5264 -5.926183 123.737383 <br />
Karang Kapota 2 KKp2 5252 -5.561067 123.415450 <br />
Karang Kapota 4 KKp4 5254 -5.585483 123.468767 <br />
Karang Koko 2 KKok 5287 -6.107091 124.334056 <br />
Karang Otiolo 1 KOti 5261 -5.812333 123.613867 <br />
Mantigola Mant -5.558267 123.754150 <br />
Matahora 2 Mat2 5269 -5.302600 123.653467 <br />
Matahora 3 Mat3 5270 -5.338483 123.645683 <br />
Moromaho Moro 5288 -6.592610 124.592061 <br />
Ndaa 1 Nda1 5279 -5.650483 124.052600 <br />
Open Access Ndaa 2 Nda2 5280 -5.653017 124.041017 <br />
Onemobaa Onem 5276 -5.775951 123.894316 <br />
Pak Kasim's PKas -5.464967 123.755283 <br />
Palahidu Pala 5293 -5.894117 124.028000 <br />
Pulau Sawa 1 PSaw 5277 -5.771033 123.874717 <br />
Sampela Samp -5.482050 123.745150 <br />
Sombu Somb -5.267917 123.517350 <br />
Table Coral City Tabl -5.752317 123.891067 <br />
Waha Waha -5.248117 123.527300 <br />
Pada bulan April 2010, survei pemutihan karang dilaksanakan di delapan lokasi secara acak<br />
berdasarkan kesempatan yang ada selama survei monitoring kesehatan karang di TN Wakatobi.<br />
Survei kuantitatif dilakukan pada rataan karang di kedalaman 10 m (dalam) di kedelapan lokasi dan<br />
juga pada kedalaman 2-5 m (dangkal) di empat lokasi diantaranya. Semua koloni dengan diameter<br />
lebih dari 10 cm di dalam satu transek sabuk (25x2 m) diidentifikasi hingga level genus atau bentuk<br />
pertumbuhan (lifeform) dan diklasifikasikan sebagai berikut: ‘sehat’ (tidak ada tanda pemutihan),<br />
‘pucat’ (warna lebih pucat dibanding koloni yang sehat), ‘putih’ (koloni benar-benar putih namun
masih hidup dan tidak ditutupi alga), atau koloni baru ‘mati’ (Wilson, 2010). Meski survei pemutihan<br />
karang hanya dapat diselesaikan di delapan lokasi, peristiwa pemutihan teramati oleh tim lapangan di<br />
42 lokasi yang dikunjungi dalam survei kesehatan karang dan ditinjau memiliki intensitas yang serupa<br />
dengan lokasi survei pemutihan karang (pengamatan J. Wilson).<br />
Survei pasca-pemutihan dilaksanakan pada bulan September 2010 di 24 lokasi dan pada bulan<br />
Januari-Februari 2011 di 19 lokasi (Tabel 1, Gambar 1). Data genera karang dan kondisinya<br />
dikumpulkan pada dua kedalaman – dangkal (2-5 m) dan dalam (10 m) – menggunakan metode yang<br />
berbeda di masing-masing kedalaman. Data dangkal dikumpulkan pada rataan karang dan/atau tubir<br />
dengan snorkeling, menggunakan metode acak (random swim). Pengamat mengumpulkan data di 15<br />
lingkaran masing-masing dengan diameter 2 m menggunakan pipa PVC sepanjang 1 m sebagai<br />
panduan radiusnya. Setiap lingkaran dipisahkan dalam jarak sekitar 10 kayuhan. Data dari lokasi<br />
terumbu dalam dikumpulkan dengan peralatan SCUBA menggunakan tiga transek sabuk berukuran<br />
15 x1 m, atau 25x1 m di beberapa lokasi. Pada kedua kedalaman koloni karang berukuran lebih besar<br />
dari 10 cm diidentifikasi hingga level genus dan bentuk pertumbuhannya dan dicatat persentase<br />
masing-masing koloni dengan kondisi normal, pucat, putih dan mati (McClanahan et al., 2001; Obura<br />
dan Grimsditch, 2009) (Tabel 2). Masing-masing koloni kemudian ditetapkan sebagai normal, pucat,<br />
putih atau mati, tergantung pada kondisi yang diterapkan berdasarkan luasan dari setiap koloni (lihat<br />
Tabel 2).<br />
Tabel 2. Kategori kondisi karang<br />
Kondisi<br />
koloni<br />
Normal<br />
Pucat<br />
Putih<br />
Mati<br />
Tolok ukur kondisi<br />
- 100% sehat<br />
- > 50% sehat dengan pucat dan/atau mati<br />
- 100% pucat<br />
- ≥ 50% pucat dengan normal dan/atau mati<br />
- B1 (sampai 20% koloni putih)<br />
- B2 (21% - 50% koloni putih)<br />
- B3 (51% - 80% koloni putih)<br />
- B4 (80%- 100% koloni putih)<br />
- ≥ 50% mati karena pemutihan tanpa ada kondisi masih ‘putih’<br />
Catatan<br />
Kategori ini<br />
diaplikasikan dalam<br />
pengumpulan data<br />
dalam survei acak<br />
2.4. GENERA RENTAN PEMUTIHAN<br />
Genera karang dimasukkan menjadi salah satu dari tiga kategori kerentanan terhadap pemutihan –<br />
rentan, sedang atau resisten (Lampiran 2). Kategori ini dialokasikan berdasarkan klasifikasi<br />
kerentanan genus karang oleh Marshall dan Baird (2000) dan Obura dan Grimsditch (2009).<br />
Persentase karang dengan masing-masing kondisi dan mortalitas karena pemutihan kemudian<br />
dikalkulasi untuk setiap lokasi dan kedalaman dan masing-masing genus. Regresi linear digunakan<br />
untuk membandingkan proporsi dari koloni yang terpengaruh dampak pemutihan dengan persentase<br />
komunitas karang yang terdiri atas genera rentan.
Gambar 1. Lokasi survei pemutihan karang dan pasca-pemutihan di kawasan Taman Nasional Wakatobi 2010-2011.
3.1. SUHU PERMUKAAN LAUT<br />
Di TN Wakatobi, SPL tidak biasanya tinggi di sepanjang tahun 2010 (Gambar 2). Suhu perairan tetap<br />
berada pada rentang 30°C dan 30.5°C selama sembilan minggu dari Maret hingga Mei 2010, dan dari<br />
musim suhu dingin hingga panas (Juni – September) tetap lebih tinggi 1-2 °C dibanding tahun-tahun<br />
sebelumnya. Maynard et al. (2012) menunjukkan bahwa peningkatan suhu ini berhubungan dengan<br />
6,5 DHW maksimum pada tahun 2010 dibanding dengan 4 DHW pada tahun 2002 dan 2008 (Gambar<br />
3). Anomali termal di TN Wakatobi ini lebih tinggi dan lebih lama dibanding tahun-tahun<br />
sebelumnya. Sehingga menjadi masuk akal untuk menyimpulkan bahwa pemutihan karang yang<br />
terlihat di TN Wakatobi pada tahun 2010 disebabkan oleh SPL yang lebih tinggi di atas normal.<br />
3.2. HASIL SURVEI PEMUTIHAN KARANG<br />
3.2.1. Survei pemutihan karang dan pasca-pemutihan<br />
Pemutihan karang tercatat di semua lokasi yang disurvei di TN Wakatobi pada April 2010. Dengan<br />
rata-rata 65% karang menunjukkan beberapa tanda pemutihan dengan 43-56% karang pucat dan<br />
ditambah 10-16% memutih seluruhnya (Gambar 4). Mortalitas karena pemutihan diestimasi cukup<br />
rendah dengan rata-rata
Suhu (°C)<br />
31<br />
30<br />
29<br />
2000<br />
28<br />
27<br />
26<br />
25<br />
J F M A M J J A S O N D<br />
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12<br />
Bulan<br />
2002<br />
2004<br />
2006<br />
2008<br />
2010<br />
2011<br />
Gambar 2. Rata-rata suhu permukaan laut (SPL) (°C) bulanan di Taman Nasional Wakatobi pada beberapa<br />
tahun antara 2000 dan 2011. Data dari NOAA Coral Reef Watch 50-km Satellite Virtual Station Time Series,<br />
sumber http://coralreefwatch.noaa.gov/satellite/index.html.<br />
Gambar 3. Degree heating weeks (DHW) tahunan selama 12 tahun terakhir di daerah Wakatobi dari near realtime<br />
and retrospective NOAA Coral Reef Watch datasets (Pathfinder resolusi 4-km). Sumber data dari Maynard<br />
et al. 2012).
Komposisi kondisi larang<br />
Komposisi kondisi karang<br />
Komposisi kondisi karang<br />
Komposisi kondisi karang<br />
D<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
70%<br />
60%<br />
4%<br />
3%<br />
50%<br />
2%<br />
40%<br />
30%<br />
20%<br />
1%<br />
0%<br />
S D S D<br />
Pucat<br />
Putih<br />
Mati<br />
10%<br />
2010 Sep 2011 Jan<br />
0%<br />
S D S D S D<br />
2010 Apr 2010 Sep 2011 Jan<br />
Gambar 4. Komposisi (%) kondisi koloni karang di Taman Nasional Wakatobi. Gambar inset adalah gambar<br />
yang sama dengan gambar utama, aksis-y disesuaikan dan hanya menampilkan kondisi September 2010 dan<br />
Januari 2011. S = terumbu dangkal (1-3 m) dan D = terumbu dalam (7-10 m).<br />
100%<br />
80%<br />
60%<br />
40%<br />
20%<br />
2010 Apr<br />
Normal<br />
Mati<br />
Putih<br />
Pucat<br />
0%<br />
BHolBol3 Kal1 Kal2 KBan KGur KKl6 KKl8 KKok KKp2 KKp4 KOti Mant Mat2 Mat3 Moro Nda1 Nda2 Onem Pala PKas PSaw Samp Somb Tabl Waha<br />
100%<br />
2010 Sep<br />
80%<br />
60%<br />
40%<br />
20%<br />
0%<br />
100%<br />
80%<br />
BHolBol3 Kal1 Kal2 KBan KGur KKl6 KKl8 KKok KKp2 KKp4 KOti Mant Mat2 Mat3 Moro Nda1 Nda2 Onem Pala PKas PSaw Samp Somb Tabl Waha<br />
2011 Jan<br />
60%<br />
40%<br />
20%<br />
0%<br />
BHolBol3 Kal1 Kal2 KBan KGur KKl6 KKl8 KKok KKp2 KKp4 KOti Mant Mat2 Mat3 Moro Nda1 Nda2 Onem Pala PKas PSaw Samp Somb Tabl Waha<br />
Gambar 5 Proporsi (%) semua koloni karang sebagai pucat, putih, mati dan normal pada masing-masing lokasi<br />
di Taman Nasional Wakatobi dari survei April 2010, September 2010 dan Januari 2011 pada kedalaman 10 m<br />
(D) dan 3 m (S).
Komposisi genera karang (%)<br />
Porites (massive)<br />
Montipora<br />
Porites (branching)<br />
Acropora<br />
Pocillopora<br />
Heliopora<br />
Millepora<br />
Fungia<br />
Favia<br />
Goniastrea<br />
Pavona<br />
Galaxea<br />
Favites<br />
Cyphastrea<br />
Turbinaria<br />
Montipora<br />
Porites (massive)<br />
Tubastrea<br />
Pavona<br />
Porites (branching)<br />
Acropora<br />
Pocillopora<br />
Fungia<br />
Goniastrea<br />
Echinopora<br />
Cyphastrea<br />
Favia<br />
Favites<br />
Heliopora<br />
Pachyseris<br />
3.2.2. Komposisi komunitas karang<br />
Komunitas karang di TN Wakatobi didominasi oleh Porites masif dan Montipora baik di transek<br />
dangkal maupun dalam (Gambar 6). Porites (cabang dan masif) dan Acropora lebih melimpah pada<br />
karang dangkal dibanding dalam. Komposisi ini lebih dipengaruhi oleh perbedaan tipe habitat dengan<br />
kemiringan karang yang landai atau rataan karang dan terumbu dalam yang terjal.<br />
2010 35 Sep Dangkal (S)<br />
30<br />
25<br />
35<br />
30<br />
25<br />
Dalam (D)<br />
Normal<br />
Mati<br />
Putih<br />
20<br />
20<br />
Pucat<br />
15<br />
15<br />
10<br />
10<br />
5<br />
5<br />
0<br />
0<br />
Genera Karang<br />
Genera Karang<br />
Gambar 6. Proporsi (%) komunitas karang dari 15 genera yang paling melimpah di Taman Nasional Wakatobi<br />
yang tercatat dari 24 lokasi pada September 2010.<br />
3.3. PERBEDAAN PEMUTIHAN ANTAR GENERA KARANG<br />
Di TN Wakatobi, proporsi koloni yang terpengaruh pemutihan berbeda antar genera. Proporsi koloni<br />
masing-masing kondisi dan kerentanan terhadap pemutihannya ditunjukkan pada Tabel 3 dan Gambar<br />
7. Di TN Wakatobi, karang yang rentan pemutihan mendominasi komunitas karang dua kali lebih<br />
banyak dibanding yang sedang dan tiga kali lebih banyak dibanding koloni yang resisten.<br />
Seperti yang telah diperkirakan, genera yang dianggap rentan terhadap pemutihan juga memiliki<br />
proporsi koloni yang tinggi dan tercatat sebagai pucat atau putih. Seriatopora bercabang paling<br />
terpengaruh oleh pemutihan dengan semua koloni Seriatopora pada kedalaman 10m seluruhnya<br />
memutih, sementara pada kedalaman 3 m 86% koloni yang putih dan sisanya pucat (Gambar 7).<br />
Nemun demikian, koloni Seriatopora hanya terdiri kurang dari 1% dari komunitas karang di kedua<br />
kedalaman (Gambar 6).<br />
Koloni Stylophora dan Pocillopora dari family Pocilloporidae juga terpengaruh cukup parah dengan<br />
mengalami pemutihan sekitar 80% dari koloni dalam kondisi pucat dan putih (Gambar 7). Genera ini<br />
dianggap sangat rentan terhadap pemutihan (Marshall dan Baird, 2000) dan merupakan komponen<br />
utama dalam komunitas karang di TN Wakatobi (Gambar 6).<br />
Acropora juga dianggap sangat rentan terhadap pemutihan. Namun saat peristiwa pemutihan di TN<br />
Wakatobi hanya sedikit persentase koloni Acropora yang tercatat sebagai putih (1-3%), tetapi pucat<br />
lebih banyak (25-57%) (Gambar 7). Pada bulan September, kemunculan pemutihan telah menurun<br />
namun pucat masih jelas ditemukan pada koloni Acropora dan masih bertahan hingga Januari 2011<br />
(Gambar 7). Sebagian besar karang ini tercatat di Table Coral City, satu-satunya lokasi di TN<br />
Wakatobi yang didominasi oleh Acropora bercabang dan karang meja dan Montipora. Hal ini<br />
dimungkinkan karena adanya fakta bahwa suhu perairan masih tetap berlangsung lebih tinggi di atas<br />
normal setelah peristiwa pemutihan dan pada bulan September 2010 masih sekitar 2 derajat di atas
% genera karang<br />
% genera karang<br />
% genera karang<br />
Diploastrea<br />
Fungia<br />
Seriatopora<br />
Ctenactis<br />
Herpolitha<br />
coral branching<br />
Herpolitha<br />
Hydnophora<br />
Pocillopora<br />
Acropora<br />
Acanthastrea<br />
Porites (branching)<br />
Seriatopora<br />
Diploastrea<br />
Stylophora<br />
Gardineroseris<br />
Stylophora<br />
Fungia<br />
Pocillopora<br />
Pocillopora<br />
Montipora<br />
Leptoria<br />
Leptoria<br />
Goniopora<br />
Platygyra<br />
Galaxea<br />
Acropora<br />
Acropora<br />
Fungia<br />
Faviidae<br />
Leptoseris<br />
Stylocoeniella<br />
Porites (massive)<br />
Echinopora<br />
Goniopora<br />
Tubipora<br />
Merulina<br />
coral encrusting<br />
Stylophora<br />
Galaxea<br />
Diploastrea<br />
Porites (massive)<br />
Pachyseris<br />
Hydnophora<br />
Merulina<br />
Seriatopora<br />
Physogyra<br />
Euphyllia<br />
Goniopora<br />
Diploastrea<br />
Ctenactis<br />
Stylophora<br />
Ctenactis<br />
Diploastrea<br />
Montipora<br />
Fungia<br />
Montipora<br />
Pocillopora<br />
Herpolitha<br />
Pocillopora<br />
Diploastrea<br />
Acropora<br />
Astreopora<br />
coral branching<br />
Pocillopora<br />
Pachyseris<br />
Faviidae<br />
Platygyra<br />
Pectinia<br />
Hydnophora<br />
Leptoria<br />
Stylophora<br />
Fungia<br />
Merulina<br />
Porites (massive)<br />
Porites (massive)<br />
Goniopora<br />
Goniopora<br />
Porites (branching)<br />
Stylocoeniella<br />
Turbinaria<br />
coral encrusting<br />
Lobophyllia<br />
Psammocora<br />
Acropora<br />
Echinophyllia<br />
Lobophyllia<br />
Symphyllia<br />
Goniastrea<br />
Fungia<br />
normal (Gambar 2). Meskipun karang jenis Acropora dianggap rentan, proporsi koloni pucat atau<br />
putih (44%) tidak lebih tinggi dari genera lain yang dianggap lebih resisten (misalnya famili<br />
Fungiidae dan Faviidae).<br />
Pemutihan lebih jelas terlihat pada beberapa genera seperti Montipora karena merupakan komponen<br />
dominan dari komunitas yang membangun 24% (dangkal) dan 43% (dalam) koloni karang (Gambar<br />
6) dan memiliki proporsi tinggi (75%) puth dan pucat. Pada September 2010, koloni Montipora telah<br />
pulih dengan hanya 1% koloni tercatat sebagai pucat di daerah dalam dan dangkal. Pada Januari 2011,<br />
4% koloni Montipora pucat di daerah dalam dan 2% mati.<br />
Genera karang yang diklasifikasikan dalam kategori sedang dan resisten juga terpengaruh oleh<br />
peningkatan suhu perairan dengan proporsi yang tinggi pada koloni Gonipora dan Diploastrea (Tabel<br />
3) yang tercatat dalam kondisi pucat.<br />
2010 Apr<br />
100<br />
90<br />
80<br />
70<br />
60<br />
50<br />
40<br />
30<br />
20<br />
10<br />
0<br />
100<br />
90<br />
80<br />
70<br />
201060Sep<br />
50<br />
40<br />
30<br />
20<br />
10<br />
0<br />
100<br />
90<br />
80<br />
70<br />
2011 Jan<br />
60<br />
50<br />
40<br />
30<br />
20<br />
10<br />
0<br />
Dangkal (S)<br />
Shallow<br />
Shallow<br />
Mati<br />
Putih<br />
Pucat<br />
Dead<br />
Bleaching<br />
Pale<br />
Dead<br />
Bleaching<br />
Pale<br />
Dalam (D)<br />
Deep<br />
Deep<br />
Genus/Famili/Tipe Karang<br />
Genus/Famili/Tipe Karang<br />
Gambar 7. Proporsi (%) koloni masing-masing genera karang pada tingkatan pemutihan yang berbeda pada<br />
bulan April 2010, September 2010 dan Januari 2011. Hanya 15 genera/tipe karang yang terpengaruh pemutihan<br />
yang ditampilkan.
Tabel 3. Proporsi koloni karang dengan masing-masing tingkatan pemutihan untuk masing-masing genera yang<br />
dicatat pada April 2010, diurut berdasarkan jumlah kumulatif tertinggi ke terendah, koloni diklasifikasi sebagai<br />
pucat, putih dan mati. Nilai dikalkulasi sebagai rata-rata data transek dalam dan dangkal.<br />
Genus n Normal (%) Pucat (%) Putih (%) Mati (%)<br />
Pucat +<br />
Putih + Mati Kerentanan<br />
(%)<br />
Seriatopora 25 0 12 88 100 Rentan<br />
Stylophora 142 16 51 33 84 Rentan<br />
Porites (branching) 75 20 77 3 80 Sedang<br />
Pocillopora 223 24 63 9 4 76 Rentan<br />
Goniopora 8 25 25 50 75 Resisten<br />
Montipora 1240 25 47 28 75 Rentan<br />
coral branching 339 28 62 10 72 Sedang<br />
Diploastrea 16 44 56 56 Sedang<br />
Fungia 104 48 46 6 52 Resisten<br />
Faviidae 441 50 47 3 50 Resisten<br />
Acropora 180 56 43 2 44 Rentan<br />
Porites (massive) 320 62 37 1 38 Sedang<br />
Tubipora 8 63 38 38 Resisten<br />
Hydnophora 19 63 32 5 37 Sedang<br />
coral encrusting 174 72 20 7 28 Sedang<br />
Symphyllia 19 74 26 26 Resisten<br />
Symphyllia /other massive 26 81 15 4 19 Resisten<br />
rentan 1810 27 49 24 1 73<br />
sedang 943 48 46 6 52<br />
resisten 606 51 44 5 49<br />
total 3359<br />
Apakah komposisi komunitas karang menjelaskan perbedaan pemutihan<br />
antar lokasi?<br />
Sebuah analisis persen komposisi komunitas karang dibandingkan terhadap persen koloni yang<br />
terpengaruh pemutihan (pucat dan putih) untuk masing-masing lokasi di TN Wakatobi, menunjukkan<br />
korelasi yang kuat (Gambar 8). Di delapan lokasi yang disurvei, proporsi komunitas karang yang<br />
disusun oleh jenis karang rentan pemutihan 43% menjelaskan variasi kemunculan pemutihan antar<br />
lokasi. Hal ini berarti makin banyak koloni karang yang rentan pemutihan (Seriatopora, Stylophora,<br />
Pocillpopora, Acropora) maka kemungkinan besar akan lebih parah terpengaruh oleh pemutihan.<br />
Informasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi lokasi yang bisa dijadikan ‘peringatan dini’<br />
untuk penilaian pemutihan karang jika kondisi suhu perairan lebih tinggi di atas normal diprediksi<br />
atau terjadi di TN Wakatobi. Lokasi-lokasi ini tersaji di Tabel 4.
% koloni terkena dampak<br />
80<br />
70<br />
R² = 0.4297<br />
60<br />
50<br />
40<br />
0 20 40 60 80<br />
% genera rentan<br />
Gambar 8. Scatter plot persen genera yang rentan dibandingkan dengan persentase karang pucat dan putih yang<br />
tercatat pada survei pemutihan karang April 2010. Persentase genera rentan pemutihan dalam komunitas karang<br />
43% menjelaskan variasi pemutihan antar lokasi.<br />
Tabel 4. Sepuluh besar lokasi dengan komposisi persentase koloni karang rentan pemutihan tertinggi dan juga<br />
mudah diakses<br />
Nama % koloni genera rentan Dangkal atau<br />
dalam<br />
Dekat atau jau dari<br />
pulau utama<br />
1 Table Coral City >85% dangkal Dekat<br />
2 Kaledupa 1 >30% dangkal Dekat<br />
3 Karang Bante 30-40% dalam Dekat<br />
4 Matahora 2 40% dalam Dekat<br />
5 Mantigola 40% dalam Dekat<br />
6 Matahora 3 40% dalam Dekat<br />
7 Kaledupa 2 30-40% dalam Dekat<br />
8 Karang Koko >60% dangkal Jauh<br />
9 Karang Otiolo >60% dangkal Jauh<br />
10 Moromaho >60% dangkal Jauh<br />
3.4. PEMBAHASAN<br />
Pemutihan karang yang diamati di TN Wakatobi tersebar merata dengan lebih dari 60% karang<br />
menunjukkan tanda-tanda pemutihan dan 10-20% koloni memutih seluruhnya. Namun mortalitas<br />
yang ditemukan cukup rendah kurang dari 1% dari koloni karang yang dicatat sebagai mati karena<br />
pemutihan. Namun juga ada indikasi bahwa mortalitas mungkin kurang tercatat dengan baik karena<br />
lamanya jarak waktu dengan survei pasca-pemutihan. Sejumlah besar proporsi koloni Montipora<br />
dictatat dalam kondisi putih atau pucat, tetapi sedikit yang tercatat baru mati pada bulan September.<br />
Sejumlah koloni mungkin telah mati segera setelah pemutihan tetapi tidak dapat dianggap pemutihan<br />
karang sebagai penyebab kematiannya. Namun demikian, komunitas karang masih berada dalam<br />
kondisi relative sehat saat survei pasca-pemutihan sehingga estimasi mortalitas karang tidak lebih dari<br />
10-15%.<br />
Secara spesifik pemutihan karang mengikuti fenomena La Nina/El Nino, yang menyebabkan<br />
peningkatan suhu regional secara berkelanjutan (Baker et al., 2008). Pada tahu 2010, fenomena La<br />
Nina/El Nino menyebabkan pemutihan karang di seluruh wilayah Indo-Pasifik (GCRMN, 2010).<br />
Studi serupa yang berjalan bersamaan mengenai dampak pemutihan karang di Bali dan Aceh
menunjukkan bahwa Bali juga mengalami pemutihan dan mortalitas karang yang terbatas, sementara<br />
pemutihan karang lebih parah terjadi di Aceh dengan mortalitas lebih dari 50% (Maynard et al.,<br />
2012). Meskipun fakta menunjukkan bahwa Aceh mengalami tekanan termal yang lebih rendah saat<br />
peristiwa pemutihan karang. Sementara itu Wakatobi dan Bali menerima rentang variasi termal yang<br />
lebih besar selama bulan-bulan panas dan kondisi ini menolong terumbu karang untuk terbiasa<br />
menghadapi peristiwa kenaikan suhu perairan. Fenomena serupa juga didokumentasikan di wilayah<br />
terumbu karang di tempat lain saat peristiwa pemutihan karang ini (Guest et al., 2012)<br />
Survei pemutihan karang dilaksanakan oleh para praktisi dari The Nature Conservancy bersama mitra<br />
lain dengan kemampuan identifikasi karang dan pengenalan status pemutihan karang. Namun akan<br />
lebih ekonomis dan logis jika survei dilaksanakan oleh staf dari TN Wakatobi dan mitra local lainnya.<br />
Staf dengan kemampuan survei bawah air mereka saat ini dapat dengan mudah dilatih dengan<br />
kemampuan survei pemutihan karang. Mereka juga bisa dilatih untuk menggunakan produk SPL<br />
berbasis satelit seperti NOAA Coral Reef Watch untuk waspada terhadap fenomena peningkatan<br />
SPLdi wilayahnya.<br />
Meski terumbu karang di TN Wakatobi tidak begitu parah terkena dampak pemutihan karang tahun<br />
2010, namun frekuensi dan tingkat keparahan pemutihan karang nampaknya akan semakin meningkat.<br />
Karena tingginya proporsi komunitas karang di TN Wakatobi yang tersusun oleh genera yang rentan<br />
terhadap pemutihan, ada peluang bahwa terumbu karang di TN Wakatobi akan terkena dampak<br />
pemutihan karang lagi di masa yang akan datang. Salah satu cara terbaik adalah pengelola<br />
meningkatkan kelentingan terumbu karang terhadap pemutihan untuk menjamin terumabu karang<br />
memperoleh peluang terbaik untuk pemulihan dari pemutihan karang dan kerusakan lainnya. Dua<br />
konsisi yang paling penting untuk pemulihan karang adalah ketersediaan substrat yang stabil untuk<br />
penempelan larva karang, dan komunias ikan herbivora yang beragam dan melimpah untuk mencegah<br />
pertumbuhan alga berlebih (Grimsditch dan Salm, 2006). Oleh karena itu ada dua prioritas<br />
pengelolaan yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kelentingan terumbu karang Wakatobi.<br />
Pertama, menghilangkan ancaman penangkapan ikan yang destruktif dan kegiatan lain yang merusak<br />
substrat karang seperti penambangan karang/pasir dan perusakan oleh jangkar. Kedua, pengelolaan<br />
perikanan melalui regulasi dan pengawasan sistem zonasi untuk memastikan populasi ikan herbivora<br />
yang sehat di TN Wakatobi.
Pemutihan karang tercatat di Wkatobi pada bulan April 2010 dan disebabkan oleh SPL<br />
yang lebih tinggi di atas normal, tekait dengan fenomena El Nino/La Nina.<br />
Lebih dari 60% koloni karang yang tercatat sebagai pucat atau putih saat survei April 2010<br />
namun dengan mortalitas yang rendah
Baker, A.C., P.W. Glynn, B. Riegl. 2008. Climate Change and Coral Reef Bleaching: An Ecological<br />
Assessment of Long-term Impacts, Recovery Trends and Future Outlook. Estuarine, Coastal and<br />
Shelf Science (2008) 1-37.<br />
GCRMN (Global Coral Reef Monitoring Network). 2010. Status of Coral Reefs in East Asian Seas<br />
Region: 2010. Ministry of Environment, Japan. 121 pp<br />
Grimsditch, G. D. and R.V. Salm. 2006. Coral Reef Resilience and Resistance to Bleaching. IUCN,<br />
Gland, Switzerland. 52pp.<br />
Guest, J.R., A.H. Baird, J.A. Maynard, E. Muttaqin, A.J. Edwards, et al. 2012. Contrasting Patterns of<br />
Coral Bleaching Susceptibility in 2010 Suggest an Adaptive Response to Thermal Stress. PLoS<br />
ONE 7(3): e33353. doi:10.1371/journal.pone.0033353<br />
Hermansyah, H., M.F. Aziz, M.H. Sofita. 2008. Law Enforcement Statistics 2008. The Judicial Data<br />
Centre. 420 pp<br />
Hoegh-Guldberg, O., P.J. Mumby, A.J. Hooten, R.S. Steneck, P. Greenfield, E. Gomez, C.D. Harvell,<br />
P.F. Sale, A.J. Edwards, K. Caldeira, N. Knowlton, C.M. Eakin, R. Iglesias-Prieto, N. Muthiga,<br />
R.H. Bradbury, A. Dubi, M.E. Hatziolos. 2007. ‘Coral reefs under Rapid Climate Change and<br />
Ocean Acidification’. Science 318: 1737-1742.<br />
Marshall, P.A. and A.H. Baird. 2000. Bleaching of corals on the Great Barrier Reef: differential<br />
susceptibilities among taxa. Coral Reefs (2000) 19:155-163.<br />
Marshall, P. and H. Schuttenberg. 2006. A Reef Manager’s Guide to Coral Bleaching. Great Barrier<br />
Reef Marine Park Authority Publication, Townsville, Australia.<br />
Maynard, J., J. Wilson, S. Campbell, S. Mangubhai, N. Setiasih, J. Sartin, R. Ardiwijaya, D. Obura, P.<br />
Marshall, R. Salm, S. Heron, and J. Goldberg. 2012. Assessing coral resilience and bleaching<br />
impacts in the Indonesian archipelago. Technical Report to The Nature Conservancy with<br />
contributions from Wildlife <strong>Conservation</strong> Society and Reef Check Indonesia. 62 pp.<br />
McClanahan, T.R., N.A. Muthiga, S. Mangi. 2001. Coral and algal changes after the 1998 coral<br />
bleaching: interaction with reef management and herbivores on Kenyan reefs. Coral Reefs 19,<br />
380– 391.<br />
Obura, D.O. and G. Grimsditch, 2009. Resilience Assessment of coral reefs – Assessment protocol for<br />
coral reefs, focusing on coral bleaching and thermal stress. IUCN working group on Climate<br />
Change and Coral Reefs. IUCN, Gland, Switzerland. 70 pages.<br />
Wilkinson C.R. 2000. Status of coral reefs of the world: 2000. Global Coral Reef Monitoring Network<br />
and Australian Institute of Marine Science, Townsville, Australia 363 pp<br />
Wilson, J. 2010. Report on Coral Bleaching at Wakatobi National Park – April 2010. The Nature<br />
Conservancy. 10 pp.
Lampiran 1. Deskripsi lokasi di TN Wakatobi untuk survei pemutihan karang dan pasca-pemutihan 2010-2011.<br />
Periode survei Tanggal Nama lokasi Kode lokasi Tipe pengelolaan<br />
2010 Apr 20-Apr-10 Moromaho Moro Zona Inti<br />
21-Apr-10 Karang Koko 2 KKok Zona Perlindungan Laut<br />
Palahidu Pala Pemanfaatan Lokal<br />
23-Apr-10 Karang Gurita 1 KGur Zona Perlindungan Laut<br />
Matahora 3 Mat3 Pemanfaatan Lokal<br />
24-Apr-10 Karang Kaledupa 8 KKl8 Zona Perlindungan Laut<br />
25-Apr-10 Karang Kapota 4 KKp4 Zona Pariwisata<br />
Karang Otiolo 1 KOti Zona Pariwisata<br />
2010 Sep 21-Sep-10 Sombu Somb KKP Masyarakat<br />
Waha Waha KKP Masyarakat<br />
22-Sep-10 Bola Tiga Bol3 Zona Pariwisata<br />
Pak Kasim's PKas Zona Pariwisata<br />
Sombu Somb KKP Masyarakat<br />
Waha Waha KKP Masyarakat<br />
23-Sep-10 Blue Hole BHol Zona Pariwisata<br />
Bola Tiga Bol3 Zona Pariwisata<br />
Pak Kasim's PKas Zona Pariwisata<br />
24-Sep-10 Ndaa 1 Nda1 Pemanfaatan Lokal<br />
Ndaa 2 Nda2 Pemanfaatan Lokal<br />
Table Coral City Tabl Zona Pariwisata<br />
25-Sep-10 Ndaa 1 Nda1 Pemanfaatan Lokal<br />
Ndaa 2 Nda2 Pemanfaatan Lokal<br />
Pulau Sawa 1 PSaw Zona Pariwisata<br />
Table Coral City Tabl Zona Pariwisata<br />
26-Sep-10 Karang Bante KBan Zona Pariwisata<br />
Karang Kaledupa 6 KKl6 Pemanfaatan Lokal<br />
Karang Kaledupa 8 KKl8 Zona Perlindungan Laut<br />
Karang Otiolo 1 KOti Zona Pariwisata<br />
Mantigola Mant Pemanfaatan Lokal<br />
Onemobaa Onem Zona Pariwisata<br />
Palahidu Pala Pemanfaatan Lokal<br />
Pulau Sawa 1 PSaw Zona Pariwisata<br />
27-Sep-10 Kaledupa 1 Kal1 Pemanfaatan Lokal<br />
Kaledupa 2 Kal2 Zona Perlindungan Laut<br />
Karang Gurita 1 KGur Zona Perlindungan Laut<br />
Karang Kaledupa 6 KKl6 Pemanfaatan Lokal<br />
Karang Kaledupa 8 KKl8 Zona Perlindungan Laut<br />
Karang Otiolo 1 KOti Zona Pariwisata<br />
Mantigola Mant Pemanfaatan Lokal<br />
Sampela Samp Pemanfaatan Lokal<br />
28-Sep-10 Kaledupa 1 Kal1 Pemanfaatan Lokal<br />
Kaledupa 2 Kal2 Zona Perlindungan Laut<br />
Karang Gurita 1 KGur Zona Perlindungan Laut<br />
Karang Kapota 2 KKp2 Pemanfaatan Lokal<br />
Karang Kapota 4 KKp4 Zona Pariwisata<br />
Sampela Samp Pemanfaatan Lokal<br />
29-Sep-10 Karang Kapota 2 KKp2 Pemanfaatan Lokal<br />
Karang Kapota 4 KKp4 Zona Pariwisata<br />
30-Sep-10 Matahora 2 Mat2 Zona Perlindungan Laut<br />
Matahora 3 Mat3 Pemanfaatan Lokal<br />
2011 Jan 24-Jan-11 Sombu Somb KKP Masyarakat<br />
25-Jan-11 Karang Bante KBan Zona Pariwisata<br />
Sombu Somb KKP Masyarakat<br />
Table Coral City Tabl Zona Pariwisata<br />
26-Jan-11 Karang Bante KBan Zona Pariwisata<br />
Ndaa 1 Nda1 Pemanfaatan Lokal<br />
Ndaa 2 Nda2 Pemanfaatan Lokal<br />
Onemobaa Onem Zona Pariwisata<br />
Table Coral City Tabl Zona Pariwisata<br />
27-Jan-11 Ndaa 1 Nda1 Pemanfaatan Lokal<br />
Ndaa 2 Nda2 Pemanfaatan Lokal<br />
Onemobaa Onem Zona Pariwisata<br />
Palahidu Pala Pemanfaatan Lokal<br />
Pulau Sawa 1 PSaw Zona Pariwisata<br />
28-Jan-11 Karang Kaledupa 6 KKl6 Pemanfaatan Lokal<br />
Karang Kaledupa 8 KKl8 Zona Perlindungan Laut<br />
Palahidu Pala Pemanfaatan Lokal<br />
Pulau Sawa 1 PSaw Zona Pariwisata<br />
29-Jan-11 Karang Kaledupa 6 KKl6 Pemanfaatan Lokal<br />
Karang Kaledupa 8 KKl8 Zona Perlindungan Laut<br />
Mantigola Mant Pemanfaatan Lokal<br />
Pak Kasim's PKas Zona Pariwisata<br />
30-Jan-11 Bola Tiga Bol3 Zona Pariwisata<br />
Kaledupa 1 Kal1 Pemanfaatan Lokal<br />
Kaledupa 2 Kal2 Zona Perlindungan Laut<br />
Mantigola Mant Pemanfaatan Lokal<br />
Pak Kasim's PKas Zona Pariwisata<br />
31-Jan-11 Bola Tiga Bol3 Zona Pariwisata<br />
Kaledupa 1 Kal1 Pemanfaatan Lokal<br />
Kaledupa 2 Kal2 Zona Perlindungan Laut<br />
Karang Gurita 1 KGur Zona Perlindungan Laut<br />
Matahora 2 Mat2 Zona Perlindungan Laut<br />
Matahora 3 Mat3 Pemanfaatan Lokal<br />
1-Feb-11 Karang Gurita 1 KGur Zona Perlindungan Laut<br />
Matahora 2 Mat2 Zona Perlindungan Laut<br />
Matahora 3 Mat3 Pemanfaatan Lokal<br />
Waha Waha KKP Masyarakat<br />
2-Feb-11 Waha Waha KKP Masyarakat<br />
16
Lampiran 2. Klasifikasi kerentanan genera karang keras<br />
Susceptible (Rentan) Intermediate (Sedang) Resistant (Resisten)<br />
Acropora Acanthastrea Coeloseris<br />
Montipora Alveopora Coscinaraea<br />
Pocillopora Astreopora Ctenactis<br />
Seriatopora Caulastrea Cyphastrea<br />
Stylophora coral branching Dendrophyllia<br />
coral encrusting Distichopora<br />
Cycloseris<br />
Echinomorpha<br />
Diploastrea<br />
Echinophyllia<br />
Echinopora<br />
Euphyllia<br />
Favia<br />
Faviidae<br />
Favites<br />
Fungia<br />
Goniastrea<br />
Galaxea<br />
Hydnophora<br />
Gardineroseris<br />
Leptoria<br />
Goniopora<br />
Lobophyllia<br />
Halomitra<br />
Merulina<br />
Heliofungia<br />
Millepora<br />
Heliopora<br />
Montastrea<br />
Herpolitha<br />
Mycedium<br />
Leptastrea<br />
Oulophyllia<br />
Leptoseris<br />
Oxypora<br />
Pavona<br />
Pachyseris<br />
Physogyra<br />
Pectinia<br />
Plerogyra<br />
Platygyra<br />
Podabacia<br />
Plesiastrea<br />
Psammocora<br />
Porites (branching) Sandalolitha<br />
Porites (massive) Stylocoeniella<br />
Scolymia<br />
Symphyllia<br />
Symphyllia/other massive<br />
Tubastrea<br />
Tubipora<br />
Turbinaria<br />
Lampiran 3. Skor kelentingan rata-rata di Wakatobi (Maynard et al., 2012)<br />
17
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
Komposisi genera karang (%)<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
Komposisi genera karang (%)<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
S<br />
D<br />
Komposisi genera karang (%)<br />
Lampiran 4. Komposisi (%) genera yang rentan di level lokasi pada karang dalam (D, 7-10 m) dan dangkal (S,<br />
1-3 m) dalam tiga periode survei<br />
100<br />
80<br />
60<br />
40<br />
2010 Apr Stylophora<br />
Seriatopora<br />
Pocillopora<br />
Montipora<br />
Acropora<br />
20<br />
0<br />
BHolBol3 Kal1 Kal2 KBan KGur KKl6 KKl8 KKok KKp2 KKp4 KOti Mant Mat2 Mat3 Moro Nda1 Nda2 Onem Pala PKas PSaw Samp Somb Tabl Waha<br />
100<br />
80<br />
60<br />
40<br />
2010 Sep Stylophora<br />
Seriatopora<br />
Pocillopora<br />
Montipora<br />
Acropora<br />
20<br />
0<br />
BHolBol3 Kal1 Kal2 KBan KGur KKl6 KKl8 KKok KKp2 KKp4 KOti Mant Mat2 Mat3 Moro Nda1 Nda2 Onem Pala PKas PSaw Samp Somb Tabl Waha<br />
100<br />
80<br />
60<br />
40<br />
2011 Jan Stylophora<br />
Seriatopora<br />
Pocillopora<br />
Montipora<br />
Acropora<br />
20<br />
0<br />
BHolBol3 Kal1 Kal2 KBan KGur KKl6 KKl8 KKok KKp2 KKp4 KOti Mant Mat2 Mat3 Moro Nda1 Nda2 Onem Pala PKas PSaw Samp Somb Tabl Waha<br />
18
Lampiran 5. Komposisi (%) genera karang survei September 2010, diurut dari tertinggi ke terendah akumulasi<br />
kondisi koloni pucat, putih dan mati.<br />
Genus n Normal (%) Pucat (%) Putih (%) Mati (%)<br />
Pucat +<br />
Putih + Mati Kerentanan<br />
(%)<br />
Fungia 67 80 14 0.3 6 20 Resisten<br />
Herpolitha 28 82 14 4 18 Resisten<br />
Diploastrea 15 86 11 3 14 Sedang<br />
Acropora 17 90 9 0.5 1 10 Rentan<br />
Pocillopora 198 92 5 0.3 2 8 Rentan<br />
Ctenactis 51 92 4 2 2 8 Resisten<br />
Platygyra 175 93 6 1 7 Sedang<br />
Hydnophora 12 93 2 4 1 7 Sedang<br />
Acanthastrea 17 94 6 6 Sedang<br />
Leptoria 35 94 3 3 6 Sedang<br />
Physogyra 18 94 6 6 Resisten<br />
Merulina 15 95 3 1 5 Sedang<br />
Stylophora 196 96 3 1 1 4 Rentan<br />
Goniopora 174 97 1 1 2 3 Resisten<br />
Leptoseris 177 97 2 2 3 Resisten<br />
Echinopora 332 97 2 2 3 Sedang<br />
Lobophyllia 126 97 2 2 3 Sedang<br />
Goniastrea 65 97 1 0.2 1 3 Sedang<br />
Euphyllia 34 97 3 3 Resisten<br />
Pachyseris 24 97 1 0.5 1 3 Sedang<br />
Plerogyra 114 97 3 3 Resisten<br />
Montastrea 255 98 1 2 2 Sedang<br />
Galaxea 37 98 1 1 2 Resisten<br />
Stylocoeniella 57 98 2 2 Resisten<br />
Echinophyllia 243 98 2 2 Resisten<br />
Astreopora 66 98 2 2 Sedang<br />
Cyphastrea 462 99 1 0.2 0.2 1 Resisten<br />
Leptastrea 156 99 1 1 Resisten<br />
Pectinia 84 99 1 1 Sedang<br />
Psammocora 92 99 1 1 Resisten<br />
Symphyllia 17 99 1 1 Resisten<br />
Favia 542 99 0.4 0.2 0.4 1 Sedang<br />
Montipora 4155 99 0.2 0.2 0.4 1 Rentan<br />
Favites 465 99 1 0.2 1 Sedang<br />
Millepora 484 99 1 1 Sedang<br />
Porites (massive) 5349 100 0.3 0.1 0.4 Sedang<br />
Pavona 97 100 0.3 0.3 Resisten<br />
Porites (branching) 1858 100 0.3 0.3 Sedang<br />
Alveopora 8 100 Sedang<br />
Caulastrea 3 100 Sedang<br />
Coeloseris 167 100 Resisten<br />
Coscinaraea 8 100 Resisten<br />
Cycloseris 2 100 Sedang<br />
Dendrophyllia 1 100 Resisten<br />
Distichopora 1 100 Resisten<br />
Echinomorpha 1 100 Resisten<br />
Gardineroseris 31 100 Resisten<br />
Halomitra 6 100 Resisten<br />
Heliofungia 3 100 Resisten<br />
Heliopora 613 100 Resisten<br />
Mycedium 155 100 Sedang<br />
Oulophyllia 19 100 Sedang<br />
Oxypora 7 100 Sedang<br />
Plesiastrea 5 100 Sedang<br />
Podabacia 9 100 Resisten<br />
Sandalolitha 13 100 Resisten<br />
Scolymia 48 100 Sedang<br />
Seriatopora 37 100 Rentan<br />
Tubastrea 11 100 Resisten<br />
Tubipora 67 100 Resisten<br />
Turbinaria 216 100 Resisten<br />
rentan 7186 96 3 0.4 1 4<br />
sedang 11264 99 1 0.2 0.4 1<br />
resisten 5887 97 2 0.1 1 3<br />
Total 24337<br />
19
Lampiran 6. Komposisi (%) genera karang survei Januari 2011, diurut dari tertinggi ke terendah akumulasi<br />
kondisi koloni pucat, putih dan mati.<br />
Genus n Normal (%) Pucat (%) Putih (%) Mati (%)<br />
Pucat +<br />
Putih + Mati Kerentanan<br />
(%)<br />
Ctenactis 20 85 10 5 15 Resisten<br />
Diploastrea 141 87 10 4 13 Sedang<br />
Euphyllia 11 91 9 9 Resisten<br />
Acropora 1654 92 7 0.1 2 8 Rentan<br />
Herpolitha 25 92 8 8 Resisten<br />
Pocillopora 1055 94 5 0.2 1 6 Rentan<br />
Seriatopora 17 94 6 6 Rentan<br />
Gardineroseris 20 95 5 5 Resisten<br />
Montipora 2475 95 3 1 0.4 5 Rentan<br />
Leptoria 23 96 4 4 Sedang<br />
Galaxea 230 96 3 1 4 Resisten<br />
Fungia 519 97 3 0.2 0.2 3 Resisten<br />
Stylophora 497 97 3 0.4 3 Rentan<br />
Pachyseris 112 97 3 3 Sedang<br />
Goniopora 112 97 3 3 Resisten<br />
Pectinia 77 97 3 3 Sedang<br />
Porites (massive) 5545 98 2 0.02 0.5 2 Sedang<br />
Stylocoeniella 44 98 2 2 Resisten<br />
Astreopora 90 98 2 2 Sedang<br />
Psammocora 62 98 2 2 Resisten<br />
Merulina 134 99 1 1 Sedang<br />
Pavona 621 99 0.3 1 0.3 1 Resisten<br />
Goniastrea 580 99 1 0.2 0.2 1 Sedang<br />
Coeloseris 84 99 1 1 Resisten<br />
Porites (branching) 2822 99 1 0.04 0.04 1 Sedang<br />
Lobophyllia 93 99 1 1 Sedang<br />
Plerogyra 95 99 1 1 Resisten<br />
Favia 542 99 0.4 1 1 Sedang<br />
Symphyllia 113 99 1 1 Resisten<br />
Mycedium 114 99 1 1 Sedang<br />
Leptoseris 115 99 1 1 Resisten<br />
Montastrea 281 99 1 1 Sedang<br />
Echinophyllia 183 99 1 1 Resisten<br />
Cyphastrea 390 99 1 1 Resisten<br />
Turbinaria 217 100 0.5 0.5 Resisten<br />
Favites 414 100 0.2 0.2 Sedang<br />
Acanthastrea 27 100 Sedang<br />
Alveopora 14 100 Sedang<br />
Echinopora 166 100 Sedang<br />
Hydnophora 94 100 Sedang<br />
Millepora 455 100 Sedang<br />
Oulophyllia 12 100 Sedang<br />
Oxypora 2 100 Sedang<br />
Platygyra 233 100 Sedang<br />
Scolymia 52 100 Sedang<br />
Dendrophyllia 21 100 Resisten<br />
Distichopora 14 100 Resisten<br />
Halomitra 2 100 Resisten<br />
Heliofungia 3 100 Resisten<br />
Heliopora 1035 100 Resisten<br />
Leptastrea 226 100 Resisten<br />
Physogyra 33 100 Resisten<br />
Podabacia 29 100 Resisten<br />
Sandalolitha 8 100 Resisten<br />
Tubastrea 1151 100 Resisten<br />
Tubipora 3 100 Resisten<br />
rentan 5357 94 4 1 1 6<br />
sedang 11813 98 1 0.1 0.3 2<br />
resisten 5331 99 1 0.1 0.1 1<br />
Total 22501<br />
20