02.11.2014 Views

Petir

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

PEtir<br />

an. Sementara, kalau kulihat-lihat, lingkar pinggang dan<br />

pinggul ku tak jauh beda. Dadaku timbul seada-adanya. Mau<br />

bagai mana masa depanku, coba?<br />

Mami meninggal karena usus buntu. Apendiksnya pecah<br />

sebelum sempat ditangani dokter. Dedi-lah orang yang paling<br />

menyesal dari semua. Ia menebusnya dengan hidup<br />

selibat selama sisa hidup. Dalam sunyi. Aku ingin ketemu<br />

Mami karena kupikir hidup kami akan lebih menyenangkan.<br />

Dedi bisa lebih banyak bicara, Watti akan lebih banyak diam,<br />

dan aku? Aku bisa lebih keluar dari kepalaku yang<br />

pengap. Aku juga ingin ketemu Mami agar kami bisa becermin<br />

berdua, mencari kemiripanku dengan wajah cantiknya.<br />

Sungguh. Aku tak merasa buruk-buruk amat, tetapi tak terurus.<br />

Itulah ung kapan yang tepat.<br />

7.<br />

Tercatat semenjak kakakku pacaran dengan Anggatama<br />

Subagja, yang dipanggilnya Kang Atam, dokter lulusan Univer<br />

sitas Padjadjaran yang kini bekerja di Freeport dengan<br />

ru mah dinas cantik yang berperabot seragam di Kota Temba<br />

ga pura, Watti pun menasihatiku setiap hari. Pada setiap<br />

ke sem patan. “Etra,” katanya, “kita jual saja rumah Dedi.”<br />

Rumah kami yang besar tanpa cita rasa itu ditaksir sampai<br />

em-em-an. Lokasinya memang strategis, dekat perumah-<br />

37

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!