Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PEtir<br />
Bang Nelson tiba-tiba merepetkan kata-kata yang sama<br />
sekali tidak dimengerti. Bukan bahasa Indonesia, atau<br />
Inggris, atau Sunda, atau Batak. Bukan bahasa negara mana<br />
pun. Sa king asing dan rumitnya, aku bahkan tak mampu<br />
mengulang satu kata pun. Terdengar seperti bebunyian burung<br />
hutan rimba saat musim kawin. Lama. Lamaaa... sekali.<br />
Ka kiku mulai pegal dan agaknya Bang Nelson tahu. Ia pun<br />
memberi kejutan, sebuah teriakan keras.<br />
“Dalam nama Tuk Han Yeso, segala iblis di tubuh ini...<br />
KELUAR!”<br />
Suara itu, buset, keras amat! Badanku tersentak. Tak cuma<br />
itu, kesadaranku ikut terguncang. Semua mendadak gelap.<br />
Aku tak sadarkan diri.<br />
3.<br />
Bangun-bangun, aku sudah di rumah. Di tempat tidur Dedi.<br />
Badan ini lemas sekali rasanya, rahangku pegal seperti baru<br />
mengunyah segoni amplang. Pintu kamar terbuka setengah,<br />
telingaku yang mulai siaga perlahan menangkap pembicaraan<br />
orang-orang di luar sana. Ada Dedi, Watti, dan Bang Nelson.<br />
Perlu kalian ketahui bahwa Dedi itu ayah yang pendiam.<br />
Kenangan masa kecilku tentangnya otomatis tidak banyak sekalipun<br />
beliau praktis satu-satunya orangtua yang kupunya.<br />
Oleh karena itulah, kejadian ini sangat melekat di memori. Kali<br />
23