02.11.2014 Views

Petir

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

KEPiNG 38<br />

matanya hampir selalu tertutup. Ia tampak sedang memikul<br />

beban dunia. Kening berkerat-kerut seperti mau meledakkan<br />

tangis. Kapan dan di mana saja. Tak ada yang tahu. Tangan<br />

kanannya, yang memegang Alkitab, gemetaran seolah sedang<br />

angkat barbel 30 kilo.<br />

Kalau tadi kubilang penjiwaan Watti luar biasa, aku salah.<br />

Kakakku tidak ada apa-apanya dibandingkan yang satu<br />

ini. Tekanan tinggi yang membungkus semua kata-katanya<br />

mem buat Bang Nelson berlogat aneh. “Oh, Yesus”—yang<br />

men jadi kata pembuka pada ujung dan awal setiap kali matnya—ter<br />

dengar menjadi “O Yeso”. “Roh Kudus” menjadi “Oh<br />

Kodos”. “Tuhan” menjadi “Tuk Han”. Tambahkan lagi getar<br />

teng gorokan macam geraman ninja. Jantung ini seketika<br />

meng keret begitu nama “Elek-thrrra” tahu-tahu disebut.<br />

Bang Nelson memintaku bangkit berdiri.<br />

Sebuah nats lantas dibacakan, aku tak ingat apa dan ayat<br />

berapa. Intinya, aku tak bisa lahir baru kalau kuasa gelap itu<br />

tidak dibuang terlebih dulu. Dan, saat-saat penebusan pun<br />

dimulai. Bang Nelson menumpangkan tangannya di atas kepa<br />

laku yang terduduk di atas lutut. Ia berteriak dan ber teriak.<br />

Menyerukan, “Tuk Han”, “O Yeso”, “Oh Kodos”. Yang<br />

lain me nimpali dengan gumaman, “cas cus” dan letupan,<br />

“oh!”. Kete ganganku kian memuncak. Ruangan itu berubah<br />

menjadi sarang lebah. Dengung, desis, dan gumam, menguap<br />

naik dan menyesaki atmosfer.<br />

22

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!