02.11.2014 Views

SupernovaAkar.pdf

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

KEPING 35<br />

berbenah, mengenakan jins hitam yang meng gantung agak<br />

jauh di atas mata kaki, mengancingkan spike berpaku runcing<br />

pemberian Bong di pergelangan kiri (nanti siang ba kal melewati<br />

tongkrongannya, takut ia tersinggung kalau tidak dipakai); menyu<br />

supkan kedua kakiku dalam sepatu Converse hitam highcut<br />

yang dulu pun kubeli bekas dan sekarang sudah bau<br />

tanah—kiasan maupun harfiah. Terakhir, di batok kepala, kubentangkan<br />

bandana. Disimpul mati.<br />

“U2!” Gun berteriak.<br />

Aku takjub. Konsistensi anak itu hanya bisa di tan dingi<br />

Rhoma Irama berdangdut, barangkali. U2 sebe narnya ti dak<br />

masuk kategori radio kami. Agak janggal kalau tiba-tiba aku<br />

harus menyetel Lemon di antara lagu-lagunya Propagandhi,<br />

Crass, atau Sex Pistol. Na mun, demi meng apresiasi ke gigihan<br />

orang-orang seperti ia, terpaksa kubuat program khusus<br />

berjudul POP SUCKS, ajang untuk menumpangkan lagu-lagu<br />

yang ditoleransi kuping orang banyak supaya kenclengan lancar<br />

mengalir. Contohnya, ya, si Gun ini. U2 itu agama dan Bono<br />

rasulnya. Ia tidur di bawah bendera Rattle and Hum dan<br />

menggelar upacara penghormatan setiap pagi. “MLK” menjadi<br />

lagu menje lang tidur dan “Sunday Bloody Sunday”<br />

menyubstitusi kokok ayam jago pada pagi hari dalam dimensi<br />

seorang Gun. Demi mendengar lima lagu U2, plus diembelembeli<br />

ucapan “Untuk Gun Vox di Slane Castle”, ia rela menyumbang<br />

goceng sampai noban per bulan.<br />

Program khusus itu juga jadi kesempatan bagiku me mutar<br />

20

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!