You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
KEPING 35<br />
sampai pipiku semutan dan tumbuh sebesar ikan balon terancam,<br />
yang mukanya justru jadi lucu dan kalau dikeringkan<br />
bisa jadi wadah lampu.<br />
“Waalaikumsalam,” kusahut sapanya. Handuk di pinggang.<br />
Melangkah keluar sambil mengorek-ngorek hidung<br />
yang lembap. Tak ada lagi waktu lebih sip untuk menangkapi<br />
ko toran hidung.<br />
Laki-laki itu mendekat, begitu pasti seperti laju kereta<br />
api menuju stasiun tempat memuntahkan isi lambung.<br />
Dan, orang ini mengangkut bara dalam perutnya. Aku<br />
menyam butnya sambil terus bernapas. Bernapas. Kekerasannya<br />
me ngendur. Sinar matanya, yang tadi garang,<br />
me lembut. Gela gapan ia sibuk menelan dahak. “Tolong,<br />
nama jelasnya—ehm—Mas? [suaranya selip] Ehm!”<br />
“Bodhi.”<br />
“Begini Mas Budi—”<br />
“BO-dhi.”<br />
“Mas Bodhi,” katanya sopan sedikit medok, “saya ini<br />
orang suruhan Pak Yunus. Ada lima kamar indekos yang<br />
nung gak. Mas Bodhi ini yang paling—maaf—parah. Enam<br />
bulan, Mas. Kalau nggak dibayar segera, terpaksa saya harus<br />
ambil tindakan.”<br />
“Tindakan?”<br />
“Kita, sih, inginnya kekeluargaan. Jadi, tolong diberes kan<br />
secepatnya. Paling lambat lusa.”<br />
“Kalau nggak?”<br />
18