Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Kabut taK tergenggam<br />
Sesuatu menumpangi bola mata cokelat itu. Sesuatu yang tak<br />
pernah Gio lihat sebelumnya.<br />
“Kegelapan itu hidup. Dia punya wajah. Aku tak bisa<br />
menggambarkan seperti apa, mi hijo. Tapi, dia bisa menyedot<br />
mu pergi dan kamu tidak akan pernah kembali lagi,”<br />
Chas ka berkata tersendat.<br />
“Saya masih belum mengerti—”<br />
“Suamiku, Juancho, meninggal dua belas tahun yang lalu.<br />
Kamu tahu itu, kan?” potong Chaska. “Dua belas tahun,<br />
Chawpi Tuta, aku tidak pernah memimpikan kege lapan itu.<br />
Baru sekarang aku mengalaminya lagi.”<br />
Gio membuang napas panjang. Berusaha mengenyah kan<br />
rasa ngeri yang mendesir masuk ke aliran darahnya. “Tapi,<br />
saya tetap harus pergi, Mamá. Saya tidak punya pilihan lain,”<br />
ia bergumam.<br />
“Lo sé, lo sé,” Chaska manggut-manggut, kembali memung<br />
gungi Gio, dan memandang entah apa di luar sana.<br />
Namun, ia seperti lelah.<br />
Perlahan, ransel yang bersandar di kaki dipungutnya dan<br />
disandangkan ke bahu. Gio mengelap mukanya se akan ingin<br />
menghapus sesuatu yang tak ia suka. Gio tidak suka hari ini.<br />
Bisakah ia kembali ke hari kemarin, saat bumi masih bertepi<br />
dan dirinya masih lengkap oleh orang-orang yang ia sayangi?<br />
“Aku sering berpikir, kegelapan adalah kematian. Dan, itu<br />
membuatku takut,” Chaska kembali berbisik. “Tapi, aku juga<br />
berharap, kegelapan dalam mimpiku adalah tem pat menyenangkan,<br />
yang bisa memberi kita damai. Jadi, biarpun Ju-<br />
13