SupernovaAkar.pdf
KEPING 34 “Mamá, saya akan baik-baik saja,” ucap Gio pelan. Chaska tersenyum tawar. “Kamu tidak perlu bicara begitu. Semua orang yang mau pergi selalu berkata hal sama, mereka akan baik-baik saja, padahal tidak ada yang tahu. Señorita Anastasia juga pasti bilang begitu kepadamu dulu.” “Anggap saja saya pergi berenang ke sungai sebelah. Mamá tinggal nongkrong di teras depan sambil pegang sapu buat gebuk pantat,” celoteh Gio dengan nada jenaka. “Saya, juga Paulo, bakalan pulang dan mengubrak-abrik rumah ini.” Chaska tak bereaksi. Hanya menatap Gio lama. Asing. “Aku harus mengatakan sesuatu,” bisiknya. Gio sungguh hafal gaya berbisik itu. Cara Chaska setiap kali hendak mengatakan sesuatu yang menoreh batin. “Dua belas tahun yang lalu, aku pernah diberi mimpimimpi aneh. Selalu sama setiap malam. Dan, seminggu sebelum kamu sampai di sini dari Amazon, mimpi itu da tang lagi,” Chaska bertutur. Pelan, mengeja, dan semua kata terdengar jelas walau lirih. Gio tertegun. Meletakkan lagi ransel yang sudah menempel di bahu. “Kegelapan, Chawpi Tuta,” suara Chaska bergetar. Kalimatnya menggantung di sana. Perempuan itu mengerjapngerjapkan mata, mengusap rambutnya yang terkepang panjang dengan gugup, lalu kembali membuang pan dangan ke jendela. “Kegelapan?” Chaska menoleh. Gerakan yang terlampau mendadak. 12
Kabut taK tergenggam Sesuatu menumpangi bola mata cokelat itu. Sesuatu yang tak pernah Gio lihat sebelumnya. “Kegelapan itu hidup. Dia punya wajah. Aku tak bisa menggambarkan seperti apa, mi hijo. Tapi, dia bisa menyedot mu pergi dan kamu tidak akan pernah kembali lagi,” Chas ka berkata tersendat. “Saya masih belum mengerti—” “Suamiku, Juancho, meninggal dua belas tahun yang lalu. Kamu tahu itu, kan?” potong Chaska. “Dua belas tahun, Chawpi Tuta, aku tidak pernah memimpikan kege lapan itu. Baru sekarang aku mengalaminya lagi.” Gio membuang napas panjang. Berusaha mengenyah kan rasa ngeri yang mendesir masuk ke aliran darahnya. “Tapi, saya tetap harus pergi, Mamá. Saya tidak punya pilihan lain,” ia bergumam. “Lo sé, lo sé,” Chaska manggut-manggut, kembali memung gungi Gio, dan memandang entah apa di luar sana. Namun, ia seperti lelah. Perlahan, ransel yang bersandar di kaki dipungutnya dan disandangkan ke bahu. Gio mengelap mukanya se akan ingin menghapus sesuatu yang tak ia suka. Gio tidak suka hari ini. Bisakah ia kembali ke hari kemarin, saat bumi masih bertepi dan dirinya masih lengkap oleh orang-orang yang ia sayangi? “Aku sering berpikir, kegelapan adalah kematian. Dan, itu membuatku takut,” Chaska kembali berbisik. “Tapi, aku juga berharap, kegelapan dalam mimpiku adalah tem pat menyenangkan, yang bisa memberi kita damai. Jadi, biarpun Ju- 13
- Page 2 and 3: Undang-undang Republik Indonesia No
- Page 4 and 5: SUPERNOVA EPISODE: AKAR Karya Dee/D
- Page 7 and 8: BODHI berterima kasih kepada: Budi
- Page 9: Engkaulah gulita yang memupuskan se
- Page 12 and 13: KEPING 34 rango, que na, dan sepera
- Page 14 and 15: KEPING 34 sedagunya, dengan badan s
- Page 16 and 17: KEPING 34 dipandangi cuma akan mele
- Page 18 and 19: KEPING 34 mata hari. Dunia pun berb
- Page 20 and 21: KEPING 34 bernama belakang Anastasi
- Page 24 and 25: KEPING 34 ancho tidak kembali, aku
- Page 27 and 28: 2 0 0 2 Jakarta Tolong, yang di ka
- Page 29 and 30: aKar “Terpaksa Mas Bodhi harus ca
- Page 31 and 32: aKar The Alan Parsons Project, pref
- Page 33 and 34: aKar rumah bagiku adalah kotak. Bok
- Page 35 and 36: aKar “Tadi lo diantar ojek si Kim
- Page 37 and 38: aKar Syukur, Bong kembali menyadark
- Page 39 and 40: aKar terpaksa potong pendek. Sampai
- Page 41 and 42: aKar kadang tidak. Sering juga aku
- Page 43 and 44: aKar Dua anting di alis kirinya iku
- Page 45 and 46: aKar volume tubuh kami berlima. Den
- Page 47: aKar “Sakit sekali.” Tawaku mel
KEPING 34<br />
“Mamá, saya akan baik-baik saja,” ucap Gio pelan.<br />
Chaska tersenyum tawar. “Kamu tidak perlu bicara begitu.<br />
Semua orang yang mau pergi selalu berkata hal sama, mereka<br />
akan baik-baik saja, padahal tidak ada yang tahu. Señorita<br />
Anastasia juga pasti bilang begitu kepadamu dulu.”<br />
“Anggap saja saya pergi berenang ke sungai sebelah. Mamá<br />
tinggal nongkrong di teras depan sambil pegang sapu buat<br />
gebuk pantat,” celoteh Gio dengan nada jenaka. “Saya, juga<br />
Paulo, bakalan pulang dan mengubrak-abrik rumah ini.”<br />
Chaska tak bereaksi. Hanya menatap Gio lama. Asing.<br />
“Aku harus mengatakan sesuatu,” bisiknya. Gio sungguh hafal<br />
gaya berbisik itu. Cara Chaska setiap kali hendak<br />
mengatakan sesuatu yang menoreh batin.<br />
“Dua belas tahun yang lalu, aku pernah diberi mimpimimpi<br />
aneh. Selalu sama setiap malam. Dan, seminggu sebelum<br />
kamu sampai di sini dari Amazon, mimpi itu da tang<br />
lagi,” Chaska bertutur. Pelan, mengeja, dan semua kata terdengar<br />
jelas walau lirih.<br />
Gio tertegun. Meletakkan lagi ransel yang sudah menempel<br />
di bahu.<br />
“Kegelapan, Chawpi Tuta,” suara Chaska bergetar. Kalimatnya<br />
menggantung di sana. Perempuan itu mengerjapngerjapkan<br />
mata, mengusap rambutnya yang terkepang<br />
panjang dengan gugup, lalu kembali membuang pan dangan<br />
ke jendela.<br />
“Kegelapan?”<br />
Chaska menoleh. Gerakan yang terlampau mendadak.<br />
12