You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
Kabut taK tergenggam<br />
merah menyala. Mendekat, semakin dekat, begi tu dekat,<br />
hingga matanya seakan dipulas darah merah.<br />
Paulo terus berbicara, “Gio, dengar, mereka sudah ber usaha.<br />
Bertahan di sana sampai dua puluh hari, lewat empat hari dari<br />
jadwal. Karena kehabisan suplai makanan, mereka terpaksa<br />
kembali ke Cusco. Tidak ada pilihan. Kamu tahu persis<br />
keadaan di sana seperti apa.” Dan, da lam keprihatinan<br />
bercampur rasa takjub yang tak mampu disembunyikan, Paulo<br />
melanjutkan, “Diva—dia lenyap begitu saja. Seperti....”<br />
“Seperti kabut,” desis Gio.<br />
Paulo terdiam. “Lamento mucho oir eso.” Akhirnya, ha nya<br />
sesal yang sanggup ia ucap.<br />
“Tunggu saya di Cusco. Saya berangkat hari ini juga.” Gio<br />
menutup telepon. Duduk dan diam. Namun, bumi di bawah<br />
kakinya seolah memekar tanpa tepi, menga caukan semua<br />
peta, semua yang ia tahu, dan dirinya menjadi sangat kecil.<br />
Tak berdaya.<br />
Dibukanya lagi telapak tangan yang menggenggam em pat<br />
batu kehitaman. Empat tanda tanya tanpa ja waban. “Minha<br />
sol,” Gio memanggil pelan. Pada ke gelapan.<br />
Dengan hati-hati, tiket pesawat ke Cusco diselipkannya ke<br />
kantong ransel. Gio berhenti sesaat. Ekor matanya me nangkap<br />
Chaska yang tengah membuang pandangan jauh ke<br />
jendela. Wajah itu muram.<br />
11