01.11.2012 Views

Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir

Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir

Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Filsafat</strong> Perennial yang mencoba mencari keabadian, memilih Aku-Subyek<br />

yang tak terhingga yang menenggelamkan diri pada pusat diri yang paling dalam,<br />

menutup segala permukaan inderawi, persepsi maupun pemikiran, dibungkus<br />

dalam kantung jiwa yang bersifat Ilahi, sehingga masuk pada suatu pencapaian<br />

yang bukan jiwa, bukan personal, melainkan Segala-Diri (all-self) yang<br />

melampaui segala kedirian. <strong>Filsafat</strong> Perennial menggariskan bahwa di dalam<br />

manusia “menginkarnasi” Tuhan yang tak terhingga, jika manusia mampu<br />

membuang penutup-penutup akal indrawi, membuang kerangkeng materi dan<br />

terbang melampaui ruang dan waktu. Kondisi semacam itulah mungkin yang<br />

diungkapkan oleh Gabriel Marcel “Semakin dalam aku menjangkau diriku,<br />

semakin tampak ia melampaui diriku” (lihat Mathias Haryadi, Membina<br />

Hubungan antar Pribadi Berdasarkan Prinsip Partisipasi, Persekutuan dan Cinta<br />

Menurut Gabriel Marcel, 1996:49-57).<br />

Manusia mampu menangkap limpahan Aku-Subyek yang tak terbatas di<br />

saat sedang tenggelam dalam tugas yang tidak memberikan sedikitpun perhatian<br />

pada kepentingan pribadi. Dalam bahasa I-Me tidak ada lagi me yang tersisa.<br />

Maqam itu dapat dicapai melalui empat level. Pertama, sebuah kehidupan yang<br />

secara primer diidentikkan dengan kesenangan dan kebutuhan fisik (memberi atau<br />

menerima, hidup sekedar menghabiskan umur) akan bersifat atau bernilai<br />

pinggiran; kedua seseorang yang dapat mengembangkan perhatian pada akal, ini<br />

dapat menjadi diri yang menarik; ketiga, jika manusia dapat beralih pada hati, ia<br />

akan menjadi orang baik; keempat, jika ia dapat melewatinya dan sampai ke roh,<br />

yang menjaga dari lupa diri dan mempertahankan egalitarianisme yakni<br />

kepentingan pribadi sama dengan kepentingan orang lain, ia akan menjadi orang<br />

sempurna (Houston Smith, 1979:18).<br />

<strong>Filsafat</strong> Perennial bukan berarti tidak menghargai akal. Namun dalam<br />

menghargai akal itu yang dihargai ialah orang yang menggunakannya bukan pada<br />

kemampuan akal itu.<br />

Etika. Suasana batin tertentu pada tataran psikologis ternyata sanggup<br />

menembus sampai kesejatiannya. Itu diperoleh melalui metode-metode tertentu.<br />

Metode itu ialah metode yang biasanya digunakan oleh pejalan mistik atau suluk.<br />

Tetapi <strong>Filsafat</strong> Perennial tidak membahas itu secara rinci.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!