Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir
Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir
Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Hidayat, 1995:10). Energi atau kekuatan misalnya, merupakan suatu pengaruh<br />
yang menyebabkan yang lain memberikan respon atas keberadaannya. William<br />
James mengatakan bahwa dikatakan real jika sesuatu menyebabkan kita<br />
berkewajiban untuk berurusan dengannya (William James, Some Problems of<br />
Philosophy, 1971:101).<br />
Suatu wujud dikatakan tak terhingga jika ia memasuki enam kategori di<br />
atas. Misalnya jika energi atau power tak terhingga, ia Maha Kuasa, jika durasi<br />
tak terhingga, artinya durasinya tak terputus, maka ia Abadi; jika ruang<br />
lingkupnya tak terbatas, ia Ada dimana-mana; jika kesatuannya tanpa syarat, ia<br />
Murni (tidak memuat apapun); jika nilai pentingnya diutamakan, ia menjadi<br />
Mutlak; jika kebaikannya ditonjolkan, ia Mahasempurna. Kesemuanya itu adalah<br />
Tuhan.<br />
Pembicaraan mengenai objek utama <strong>Filsafat</strong> Perennial tentu akan sulit bila<br />
tidak dihubungkan dengan alam sebagai citraan Tuhan. Tuhan dan alam sesuai<br />
dengan hirarkinya masing-masing harus dibicarakan. Pembicaraan ini berakibat<br />
pada penciptaan eksistensi yang hirarkis dari atas ke bawah, yang lebih atas<br />
berarti lebih real yaitu Godhead atau Yang Tak Terhingga, yaitu Tuhan<br />
menyatakan adanya level lebih real bukan berarti level di bawahnya tidak real<br />
melainkan kurang real dibandingkan dengan eksistensi level di atasnya.<br />
Psikologi. Manusia adalah makhluk yang mencerminkan alam raya,<br />
demikian juga sebaliknya. Manusia suatu saat dapat menjadi makrokosmos pada<br />
saat yang lain menjadi mikrokosmos. Kedua kemungkinan itu akan berpengaruh<br />
pada penilaian mana yang lebih baik dalam hirarki kemanusiaan. Yang terbaik<br />
dalam diri manusia adalah yang paling “dalam”, ia adalah basis dan dasar bagi<br />
wujud manusia. Pada basis yang paling dalam inilah kaum sufi menemukan suatu<br />
lokus percakapan antara mansuia dengan Tuhan (lihat K. Bertens, Sejarah <strong>Filsafat</strong><br />
Barat Abad XX, 1983:58).<br />
Untuk memahami lebih jauh tentang kondisi “dalam” manusia, <strong>Filsafat</strong><br />
Perennial melihat dua kecenderungan dalam manusia, yaitu Aku-Objek (me) yang<br />
bersifat terbatas dan Aku-Subyek (I) yang dalam kesadarannya tentang<br />
keterbatasan ini mampu membuktikan bahwa dalam dirinya sendiri ia bebas dari<br />
keterbatasannya.