01.11.2012 Views

Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir

Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir

Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

dan manusia pada dasarnya hanyalah tajalli atau penampakan infinite atau spirit<br />

yang dalam Islam disebut al-Haqq (Komaruddin Hidayat, 1995:xxxii). Karena<br />

adanya dua level ini maka diyakini dunia ini bersifat hirarkis.<br />

Tingkat-tingkat eksistensi ini menjelaskan bahwa tradisi (agama misalnya)<br />

adalah jalan yang memberi tahu kita tentang cara menempuh “pendakian” dan<br />

tingkat eksistensi yang lebih rendah, yaitu kehidupan sehari-hari, ke tingkat yang<br />

lebih tinggi, yaitu Tuhan melalui pengalaman mistis atau pengalaman kesatuan.<br />

Wujud real ini dapat disamakan dengan klaim Realisme mengenai apa<br />

yang tampak nyata. Tetapi real di sini adalah real dengan sendirinya. Bagi orang<br />

yang telah terbiasa dengan Rasionalisme atau Empirisme pembedaan ini agak sulit<br />

dilakukan. Bukankah manusia sudah real lalu ada realitas lain yang lebih real yang<br />

tampak?<br />

Mengenai hal ini Houston Smith mengemukakan alegori Plato sebagai<br />

analognya. Mengenai alegori Plato bacalah uraian Plato mengenai manusia guna<br />

(cave man) lihat misalnya dalam <strong>Ahmad</strong> <strong>Tafsir</strong>, <strong>Filsafat</strong> Umum, (1990:49-50).<br />

Dalam legenda Plato itu orang yang punya bayangan orang itu adalah sesuatu<br />

yang real, tetapi orang yang punya bayangan adalah lebih real dibandingkan<br />

dengan bayangannya.<br />

Di dalam alegori itu hendak digambarkan juga (oleh Plato) bahwa manusia<br />

yang tidak dilengkapi dengan “cahaya” akan terus berkutat pada bentuk tertentu<br />

dan tidak akan tiba pada dimensi yang lebih tinggi. Hanya dengan “cahaya” itulah<br />

manusia akan mampu melihat adanya dimensi lain yang lebih real daripada ia<br />

lihat sekarang.<br />

Inti alegori itu adalah untuk menggambarkan kemungkinan adanya sesuatu<br />

kehidupan yang lebih tinggi yang sekarang sulit dipahami karena manusia tidak<br />

mampu ikut serta dalam penampakannya. Manusia dikelilingi oleh benda-benda,<br />

benda-benda itu membatasi manusia untuk meningkat ke kualitas lebih tinggi.<br />

Manusia mampu meningkat ke tingkat lebih tinggi itu dengan kemampuan<br />

“cahaya”. Dengan demikian, jelaslah bahwa ada hirarki realitas.<br />

Realitas tanpa batas hanya dapat diungkapkan melalui citra-citra. Melalui<br />

pencitraan itu realitas tanpa batas dapat diukur dalam enam hal yakni energi,<br />

durasi, ruang lingkup, kesatuan, nilai penting, dan kebaikan (lihat Komaruddin

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!