01.11.2012 Views

Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir

Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir

Filsafat Ilmu Prof. Dr. Ahmad Tafsir

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

DULU KINI KELAK<br />

NORMAL<br />

SCIENCE 1<br />

Netral?<br />

ANOMALI<br />

KRISIS<br />

NORMAL<br />

SCIENCE 2<br />

Netral?<br />

ANOMALI<br />

KRISIS<br />

NORMAL<br />

SCIENCE 3<br />

Netral?<br />

PARADIGMA 1 PARADIGMA 2 PARADIGMA 3<br />

Sain Emperikal disebut Kuhn Sain Normal (Normal Science). Sain Normal<br />

muncul dari paradigma, yaitu suatu pijakan, dari seseorang pakar. Dalam<br />

perkembangannya Sain Normal mengahadapi fenomena yang tidak dapat<br />

diterangkan oleh teori sain yang ada, ini disebut anomali. Selanjutnya anomali ini<br />

menimbulkan krisis (ketidakpercayaan para pakar terhadap teori itu) sehingga<br />

akan timbul paradigma baru atau pijakan baru. Inilah perkembangan sain, berubah<br />

dari paradigma yang satu ke paradigma yang lain. Karena itu Sain Normal itu<br />

tidak netral.<br />

Masalah utama Sain Normal ialah masalah penginderaan. Padahal kita<br />

tahu bahwa metode andalan – bahkan metode satu-satunya bagi Sain Normal ialah<br />

observasi (dalam arti luas), sementara observasi itu sangat mengandalkan<br />

penginderaan. Tetapi pada penginderaan inilah kelemahan utama Sain Normal.<br />

Menurut cara berpikir Empirisisme penginderaan adalah modal<br />

fundamental bagi manusia untuk mengetahui jagad raya. Tetapi, seperti dikatakan<br />

Kuhn, yang orang ketahui itu tidaklah bersifat tetap, melainkan sementara dan<br />

akan berubah setelah terjadi anomali. Kini pertanyaannya ialah: Mengapa<br />

pengideraan itu ada cacatnya sehingga pendapat para pakar itu sering tidak sama<br />

dan sering berubah? Ini dijawab oleh Richard Tarnas. Tarnas mengatakan bahwa<br />

di depan mata manusia itu ada “lensa” yang memfilter penglihatan “lensa” itu<br />

dipengaruhi oleh nilai, pengalaman, keterbatasan, trauma dan harapan. Maka, kata<br />

Tarnas, sama dengan Kant, yang ada di benak manusia itu bukanlah jagad raya<br />

yang sebenarnya melainkan sesuatu jagad raya ciptaan manusia itu. Karena itu<br />

kausalitas yang dibangun oleh akal manusia itu menjadi kausalitas yang terlalu<br />

sederhana. Bila manusia mengubah jagad raya (jagad raya buatannya), memang<br />

manusia akan memperoleh apa yang diharapkannya, akan tetapi seringkali disertai

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!