15.04.2014 Views

1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...

1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...

1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Proses yang mengawali pembentukan peraturan perundangundangan<br />

(pra legislasi)<br />

Proses pembentukannya sendiri (legislasi)<br />

Proses setelah pembentukan tersebut, baik setelah penerapan<br />

maupun penegakan dan pengembangan hukum tertulis atau peraturan<br />

perundang-undangan (pasca Legislasi) (Ahmad Ubbe, 1999:29)<br />

Pada dasarnya proses ini merupakan sebuah siklus dari pra legislasi,<br />

legislasi, pasca legislasi dan kembali ke pra legislasi dan seterusnya.<br />

Hal ini disebabkan karena proses pada tahap pasca legislasi<br />

kemudian bisa menjadi bahan masukan bagi proses di tahap pra<br />

legislasi kembali. Dengan menggunakan alur atau proses di atas<br />

maka penelitian merupakan kegiatan yang masuk dalam tahap pra<br />

legislasi.<br />

Bivitri Susanti, dalam tulisannya mengenai Politik Legislasi Dalam<br />

Program Legislasi Nasional (Koran Tempo 23 Februari 2005) ada sebuah<br />

kesimpulan yang menarik yang pada intinya menyatakan bahwa “Politik<br />

legislasi Indonesia masih bercorak elitis dan dijauhkan dari rakyat”.<br />

Penulis setuju dengan pendapat ini dengan catatan bahwa harus ada<br />

sebuah kesadaran bahwa politik legislasi yang bersifat elitis ini tidak<br />

selamanya merupakan cermin kebobrokan. Dalam sebuah masyarakat<br />

yang terjerembab dalam budaya yang corrupt misalnya, adalah tidak layak<br />

untuk mengeluarkan suatu kebijakan atau pengaturan yang bersifat<br />

populis karena yang populis itu berarti permisif terhadap budaya corrupt.<br />

Pembentukan hukum tertulis pada dasarnya bisa dilakukan<br />

dengan pola modifikasi dan kodifikasi. Pola modifikasi menginginkan<br />

pembentukan hukum didasarkan pada kebutuhan saat ini serta prediksi<br />

kebutuhan di masa yang akan datang. Pola modifikasi ini lebih dekat<br />

dengan fungsi hukum sebagai tool as social engineering. Konsekuensinya<br />

adalah hukum yang terbentuk seringkali tidak bisa diterima oleh<br />

masyarakat atau tidak sesuai dengan rasa keadilan di masyarakat<br />

meskipun sebenarnya produk hukum ini menginginkan terciptanya<br />

masyarakat yang lebih maju.<br />

Kedua, pola kodifikasi merupakan pola pembentukan hukum<br />

tertulis berdasarkan nilai-nilai yang telah mengendap di dalam<br />

masyarakat. Hukum yang dihasilkan dengan pola ini lebih mudah diterima<br />

masyarakat karena sesuai dengan keadilan masyarakat. Meskipun<br />

aspiratif, pembentukan hukum dengan pola yang demikian cenderung<br />

menjadikan masyarakat yang statis menjadi sukar berkembang di satu<br />

sisi. Di sisi yang lain, dalam masyarakat yang dinamis, hukum selalu<br />

tertinggal oleh perkembangan masyarakat. Kedua pola ini merupakan<br />

perwakilan dari watak elitis dan watak populis yang seharusnya<br />

dikombinasikan dalam proses pembentukan hukum tertulis.<br />

Dikotomi elitis-populis bukanlah persoalan yang tepat untuk<br />

diperdebatkan lagi saat ini apabila proses legislasi ini tidak hanya<br />

dipahami secara sempit sebagai penyusunan RUU saja melainkan sebuah<br />

proses panjang mulai dari perencanaan, penelitian, penyusunan naskah<br />

akademis, penyusunan RUU, pembahasan, pengesahan hingga<br />

pengundangan. Tidaklah penting darimana asal suatu rancangan undangundang,<br />

apakah dari elite atau dari grass root, karena sebenarnya tidak<br />

ada satu pun lembaga yang ada saat ini bisa dikatakan sebagai<br />

representasi rakyat –tidak pula DPR. Bahkan DPR perlu pula dipantau<br />

mengingat beberapa hal sebagai berikut; pertama, sebagai bentuk<br />

97

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!