1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...
1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ... 1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...
legislasi). Setiap kegiatan pemerintahan berhubungan dengan suatu kebijakan. Pada setiap langkah dalam proses, fungsi, rute, dan siklus kebijakan, pihak yang diperintah terlibat atau dapat dilibatkan. Hal itu terlihat pada analisis kebijakan pada umumnya, yang juga berlaku bagi kebijakan pemerintahan, dimana Taliziduhu Ndraha membedakannya menjadi: 1. Kebijakan pemerintah berdasarkan pertimbangan kemanusiaan. Inputnya berasal dari hasil penelitian filsafat pemerintahan, teologi pemerintahan, dan sebagainya. 2. Kebijakan pemerintahan berdasarkan pertimbangan kependudukan. Inputnya berasal dari penelitian demografi pemerintahan, geografi pemerintahan, dll. 3. Kebijakan pemerintahan berdasarkan pertimbangan kemasyarakatan. Inputnya berasal dari penelitian sosiologi pemerintahan, ekonomi pemerintahan dsb. 4. Kebijakan pemerintahan berdasarkan pertimbangan kebangsaan. Inputnya dari penelitian budaya pemerintahan, sosiologi pemerintahan, politik pemerintahan, hukum pemerintahan, dsb. 5. Kebijakan pemerintahan berdasarkan pertimbangan kenegaraan. Inputnya berasal dari penelitian politik pemerintahan, hukum pemerintahan dsb. 6. Kebijakan pemerintahan berdasarkan pertimbangan hubungan pemerintahan. Inputnya berasal dari penelitian administrasi pemerintahan, ekologi pemerintahan, seni pemerintahan, etika pemerintahan, bahasa pemerintahan dsb. (Taliziduhu Ndraha, 2003:498) Berbagai kebijakan serta sumber inputnya tersebut akan sangat bermanfaat bila dapat dikelola dengan baik dalam suatu manajemen legislasi yang tidak hanya sekedar demokratis, tetapi juga harus bisa efektif dan efisien sebagaimana prinsip good governance dan sekaligus prinsip manajemen organisasi. Efektifitas biasanya berkaitan erat dengan demokratis dan aspiratif. Artinya apabila manajemen legislasi itu telah demokratis maka hampir bisa dipastikan akan efektif berlaku di dalam masyarakat. Tetapi sifat efisien kadang harus berlawanan dengan sisi demokratis, karena efisiensi cenderung identik dengan penggunaan anggaran sekecil-kecilnya, penggunaan waktu yang sesingkat-singkatnya, serta prosedur yang sesederhana mungkin. Padahal demokrasi adalah sebuah proses yang harus dibayar dengan mahal, dan membutuhkan waktu yang lama. Sebuah kesuksesan yang luar biasa apabila tiga elemen, yaitu demokratis, efektif dan efisien dapat dikelola sedemikian rupa dalam suatu manajemen legislasi. Efisiensi di sini bisa diwujudkan di antaranya dengan menghilangkan tumpang tindih kegiatan, duplikasi fungsi dari lembaga yang berbeda, perampingan organisasi, serta penyederhanaan mekanisme legislasi, mulai dari pra legislasi hingga pasca legislasi. 2. Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance Dalam Manajemen Legislasi Terselenggaranya pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (clean and good governance) menjadi cita-cita dan harapan 94
setiap bangsa. Selama ini konsep governance dalam clean and good governance banyak dirancukan dengan konsep government. Konsep governance lebih inklusif daripada konsep government. Konsep government menunjuk pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan kewenangan tertinggi (negara dan pemerintah). Konsep governance melibatkan tidak sekedar pemerintah dan negara, tetapi juga peran berbagai aktor di luar pemerintah dan negara, sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas. (Joko Widodo, 2001:18) Herwin Nur, dalam tulisannya yang berjudul Meruwat Good Governance Sebagai Tradisi Kerja Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe Dalam Format Birokrasi Dinamis, di http://www.pu.go.id/ itjen/ buletin/ 4546 ruwat.htm melihat bahwa Good governance tidak bisa hanya dititikberatkan pada birokrasi atau kalangan eksekutif saja, karena good governance mempunyai tiga domain, yaitu; Negara atau pemerintahan (state), sektor swasta atau dunia usaha (private sector), dan masyarakat (society). Good governance juga bisa berarti aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan. Hal ini diukur dari beberapa prinsip good governance seperti dalam beberapa versi berikut: Pertama, menurut Bhata adalah akuntabilitas (accountability), transparansi (tranparency), keterbukaan (openess), dan rule of law. Kedua, Ganie Rochman menyebutkan ada empat unsur utama, yaitu accountability, adanya kerangka hukum (rule of law), informasi, dan transparansi. Ketiga, United Nations Development Programme (UNDP) sebagaimana dikutip Lembaga Administrasi Negara (LAN) memberi karakteristik antar lain: participation, rule of law, transparency, responsiveness, consensus orientation, equity, effectiveness and efficiency, accountability, strategic vision. (Joko Widodo, 2001: 1-2); Keempat, Taufik Effendi dalam makalahnya berjudul Kebijakan Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance): Rencana Strategis Pemerintah, yang disampaikan pada acara Rapat Pleno Komite Nasional Kebijakan Governance, sabtu, 8 Januari 2005, di Jakarta, prinsip-prinsip good governance adalah kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas publik, profesionalitas, moralitas, proporsionalitas dan netralitas. Kelima, menurut Susilo Bambang Yudhoyono, prinsip-prinsip good governance adalah commpetence, transparancy, accountability, participation, rule of law, dan social justice (Azhari Idham, 2003: 9-10). Pelaksanaan tata pemerintahan yang baik sebagaimana diuraikan di atas memerlukan beberapa hal sebagai berikut: 1. Instrumen yang menjamin tata pemerintahan yang baik, entah itu melalui peraturan-peraturan yang bersifat umum, berlaku untuk semua, pada setiap situasi dan setiap saat, maupun peraturanperaturan yang bersifat umum, berlaku untuk semua, pada setiap situasi dan setiap saat, maupun peraturan-peraturan khusus pada situasi tertentu. 2. Instrumen yang mendorong pelaksanaan tata pemerintahan yang baik secara stimulan dan korektif, misalnya melalui pedoman dan petunjuk, prosedur perijinan, pedoman tingkah laku, sistem subsidi dan penghargaan. 3. Instrumen yang memantau pelaksanaan tata pemerintahan yang baik melalui evaluasi kinerja oleh aparat pemerintah sendiri maupun 95
- Page 43 and 44: Referensi Anderson, James E. (1979)
- Page 45 and 46: menjadi sekedar simbol kekuasaan da
- Page 47 and 48: mentolerir segala bentuk penyimpang
- Page 49 and 50: umum, pers, grup pelobi dan lain-la
- Page 51 and 52: kepentingan publik. Jenis lembaga t
- Page 53 and 54: informasi mengenai setiap aspek keb
- Page 55 and 56: ahwa good governance tidak dapat di
- Page 57 and 58: sejarah, tahapan pembangunan dan tr
- Page 59 and 60: akan menjamin bahwa pertumbuhan eko
- Page 61 and 62: kecil saja, sebagaimana yang disimp
- Page 63 and 64: wenang. Sejak Indonesia merdeka, 62
- Page 65 and 66: merupakan konkritisasi terhadap cit
- Page 67 and 68: Kekuasaan merupakan formalitas kewi
- Page 69 and 70: Masyarakat harus memberikan respon
- Page 71 and 72: kepada legislatif. Pelaksanaan kewe
- Page 73 and 74: akan terus berkembang, sesuai denga
- Page 75 and 76: sejumlah harapan yang besar dari ra
- Page 77 and 78: melalui wacana partisipasi, konsep
- Page 79 and 80: Bahakan belakangan ini kita juga se
- Page 81 and 82: Dalam perkembangan selanjunya, mela
- Page 83 and 84: masyarakat sipil Indonesia masih sa
- Page 85 and 86: (1) Partisipasi dalam Pengelolaan S
- Page 87 and 88: mengambil peran sebagai penyelengga
- Page 89 and 90: Adapun tata cara pengajuan masukan
- Page 91 and 92: undang-undang secara keseluruhan at
- Page 93: 14. Nasution Adnan Buyung, Bantuan
- Page 97 and 98: Proses yang mengawali pembentukan p
- Page 99 and 100: penelitian yang komprehensif agar p
- Page 101 and 102: mengenai suatu masalah, sehingga be
- Page 103 and 104: yang efektif. Untuk itu harus ada s
- Page 105 and 106: Tentang Pembentukan Peraturan perun
- Page 107 and 108: secara historis telah tumbuh dan be
- Page 109: Naisbitt, John, Global Paradox: Sem
setiap bangsa. Selama ini konsep governance dalam clean and good<br />
governance banyak dirancukan dengan konsep government. Konsep<br />
governance lebih inklusif daripada konsep government. Konsep<br />
government menunjuk pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan<br />
kewenangan tertinggi (negara dan pemerintah). Konsep governance<br />
melibatkan tidak sekedar pemerintah dan negara, tetapi juga peran<br />
berbagai aktor di luar pemerintah dan negara, sehingga pihak-pihak yang<br />
terlibat juga sangat luas. (Joko Widodo, 2001:18)<br />
Herwin Nur, dalam tulisannya yang berjudul Meruwat Good<br />
Governance Sebagai Tradisi Kerja Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe<br />
Dalam Format Birokrasi Dinamis, di http://www.pu.go.id/ itjen/ buletin/<br />
4546 ruwat.htm melihat bahwa Good governance tidak bisa hanya<br />
dititikberatkan pada birokrasi atau kalangan eksekutif saja, karena good<br />
governance mempunyai tiga domain, yaitu; Negara atau pemerintahan<br />
(state), sektor swasta atau dunia usaha (private sector), dan masyarakat<br />
(society).<br />
Good governance juga bisa berarti aspek-aspek fungsional dari<br />
pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk<br />
mencapai tujuan. Hal ini diukur dari beberapa prinsip good governance<br />
seperti dalam beberapa versi berikut: Pertama, menurut Bhata adalah<br />
akuntabilitas (accountability), transparansi (tranparency), keterbukaan<br />
(openess), dan rule of law. Kedua, Ganie Rochman menyebutkan ada<br />
empat unsur utama, yaitu accountability, adanya kerangka hukum (rule of<br />
law), informasi, dan transparansi. Ketiga, United Nations Development<br />
Programme (UNDP) sebagaimana dikutip Lembaga Administrasi Negara<br />
(LAN) memberi karakteristik antar lain: participation, rule of law,<br />
transparency, responsiveness, consensus orientation, equity,<br />
effectiveness and efficiency, accountability, strategic vision. (Joko Widodo,<br />
2001: 1-2); Keempat, Taufik Effendi dalam makalahnya berjudul<br />
Kebijakan Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance): Rencana<br />
Strategis Pemerintah, yang disampaikan pada acara Rapat Pleno Komite<br />
Nasional Kebijakan Governance, sabtu, 8 Januari 2005, di Jakarta,<br />
prinsip-prinsip good governance adalah kepastian hukum, keterbukaan,<br />
akuntabilitas publik, profesionalitas, moralitas, proporsionalitas dan<br />
netralitas. Kelima, menurut Susilo Bambang Yudhoyono, prinsip-prinsip<br />
good governance adalah commpetence, transparancy, accountability,<br />
participation, rule of law, dan social justice (Azhari Idham, 2003: 9-10).<br />
Pelaksanaan tata pemerintahan yang baik sebagaimana<br />
diuraikan di atas memerlukan beberapa hal sebagai berikut:<br />
1. Instrumen yang menjamin tata pemerintahan yang baik, entah itu<br />
melalui peraturan-peraturan yang bersifat umum, berlaku untuk<br />
semua, pada setiap situasi dan setiap saat, maupun peraturanperaturan<br />
yang bersifat umum, berlaku untuk semua, pada setiap<br />
situasi dan setiap saat, maupun peraturan-peraturan khusus pada<br />
situasi tertentu.<br />
2. Instrumen yang mendorong pelaksanaan tata pemerintahan yang baik<br />
secara stimulan dan korektif, misalnya melalui pedoman dan petunjuk,<br />
prosedur perijinan, pedoman tingkah laku, sistem subsidi dan<br />
penghargaan.<br />
3. Instrumen yang memantau pelaksanaan tata pemerintahan yang baik<br />
melalui evaluasi kinerja oleh aparat pemerintah sendiri maupun<br />
95