1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...
1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...
1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
yang pasif (menunggu bola).<br />
Dalam keadaan seperti ini, tentu akan membuat kelompok kelas bahwa<br />
seperti kelas tani, buruh dan nelayan serta kaum miskin kota, menjadi sulit<br />
untuk secara mandiri berpartisipasi memasukkan hak dan kepentingannya<br />
di dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan. Karena<br />
untuk dapat berpartisipasi itu pada dasarnya juga membutuhkan tenaga<br />
dan biaya yang tidak sedikit.<br />
Dalam praktiknya, partisipasi dalam proses penyusunan peraturan<br />
perundang-undangan, masih akan memperlihatkan suasana yang<br />
didominasi oleh kelompok bisnis (pengusaha). Kalaupun ada kelompok<br />
lain yang potensial bisa melakukan partisipasi adalah kelompok kelas<br />
tengah seperti NGO, Akademisi dan Organisasi Profesi. Adapun jika ada<br />
kelompok kelas bawah yang bisa iukut berpartisipasi biasanya karena<br />
diorgansir oleh kelompok-kelompok kelas tengah, terutama NGO.<br />
Berpartisipasi dalam proses penyususnan peraturan perundang-undangan<br />
memang bukan suatu yang mudah, selain membutuhkan tingkat<br />
pengetahuan tertentu, juga membutuhkan biaya dan tenaga yang tidak<br />
sedikit. Oleh karena itu tak mengherankan jika kelompok kelas bahwa<br />
seperti petani dan buruh (kecuali yang tergabung dalam organisasi yang<br />
mapan) masih belum bisa berpartisipasi pada proses pembuatan<br />
peraturan perundang-undangan. Bahkan untuk kelompok kelas tengah<br />
seperti NGO juga seringkali menghadapi berbagai kesulitan. Menurut<br />
pengakuan para aktivis NGO, untuk dapat berpartisipasi dalam proses<br />
penyusunan peraturan perundang-undangan secara maksimal (bisa<br />
mempengaruhi) bukanlah barang mudah, selain terhalang oleh faktor<br />
teknis pembahasan yang terkadang sampai malam, juga seringkali<br />
mengalami keterbatasan finansial, sikap DPR dan pemerintah yang<br />
cenderung pasif dan sulit untuk diajak berdialog 82 .<br />
Selain melalui legislasi, partisipasi dalam pembentukan hokum juga mulai<br />
dilakukan dengan memanfaatkan media yang tersedia di proses peradilan,<br />
baik yang disediakan oleh mekanisme Peradilan Tata Usaha Negara<br />
muapun mekanisme yudicial review melalui Mahkamah Agung maupun<br />
Mahkamah Konstitusi 83 .<br />
Mekanisme yudisial review ini, pada dasarnya adalah mekanisme yang<br />
sangat strategis bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam<br />
pembangunan hokum (peraturan perundang-udangan). Karena<br />
mekanisme ini memungkinkan bagi seorang warga yang hak<br />
konstituionalnya di langgar oleh karena berlakunya suatu peraturan<br />
perundang-undangan. Dalam hal ini seorang warga dapat menuntut ke<br />
Mahkamah Konstitusi agar suatu secara keseluruhan atau beberapa<br />
bagian dari suatu Undang-undang dibatalkan dengan alasan suatu<br />
82 A Patra M. zen dkk (2006). Op.cit. hal 20, 39,41<br />
83<br />
Ketiga lembaga pengadilan tersebut (PTUN, MA dan MK) adalah<br />
lembaga pengadilan yang bertugas mengadili dan memeriksa keabsahan<br />
suatu produk hukum. Dalam hal ini PTUN bertugas untuk mengadili dan<br />
memeriksa Surat Keputusan Eksekutif yang bersifat Individual, konkrit<br />
dan Final. MA bertugas mengadili dan memeriksa permohonan peninjaun<br />
atas keabsahan suatu peraturan pemerintah dan Perda. Sedangkan MK<br />
bertugas memeriksa dan mengadili permohonan peninjauan atas<br />
keabsahan Undang-undang.<br />
90