1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...

1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ... 1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...

15.04.2014 Views

perumusan berbagai peraturan perundang-undangan mendapat respon yang sangat tinggi dari masyarakat. Mulai dalam bentuk tanggapan yang ditulis di media massa oleh para ahli, demonstrasi massa yang menuntut agar pemerintah melakukan perubahan atau mempertahankan suatu undang-undang, pengajuan yudisial review atas suatu peraturan perundang-undangan ke Mahkamah Konstitusi atau ke Mahkamah Agung. Bahkan seringkali juga berbagai organisasi masyarakat sipil duduk satu meja dengan para pejabat pemerintah dalam rangka perumusan suatu peraturan perundang-udangan. Kenyataan seperti ini sangat jarang terjadi pada masa Orde Baru. Bahkan, tidak jarang, di dalam proses pembuatan suatu peraturan perundang-undangan, masyarakat memiliki draf tersendiri (draf peraturan perundang-undangan tandingan). Hal ini mengindikasikan bahwa perhatian masyarakat terhadap proses pembuatan suatu perturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah sangat tinggi. Terlepas berhasil atau tidaknya masyarakat memperjuangkan berbagai kepentingan atau pendapatnya dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut, namun fenomena tersebut adalah indikasi bahwa sekarang ini dari aspek keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan telah jauh lebih maju dari pada masa sebelumnya. Bahkan, selain adanya legaisasi untuk turut serta dalam pembangunan, akses masyarakat untuk terlibat di dalam proses pembentukan hokum sudah diatur dalam peraturan perundang-udangan sebagai hak yang harus dihormati oleh pemerintah. Hal ini setidaknya tercermin adanya jaminan bagi setiap orang (warga Negara) untuk memberikan masukan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur di dalam pasal UU No 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Adanya jaminan dan hak setiap warga Negara untuk dapat mengajukan pembatalan pemberlakuan suatu peraturan perundang-undangan guna untuk membela hak konstitusionalnya. Berbagai ketentuan tersebut sekarang ini juga telah dilengkapai dengan adanya kebebasan berpendapat sebagaimana yang diatur di dalam UU No 9 tahun 1999 tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum dan UU No 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak sipil dan Politik . Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, kurang lebih 3 tahun lalu (Juni 2004) telah diundangkan UU No 10 Tahun 2004, tentang peraturan perundang-undangan. Di dalam undang-undangn ini (pasal 53) ruang bagi partisipasi masyarakat dalam pembuatan peraturan perundang-undangan sudah terbuka lebar. Dalam hal ini, masyarakat diberikan hak untuk memberikan masukan dalam proses persiapan dan pembahasan peraturan perundang-undangan sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam tata tertib DPR atau DPRD 77 . 77 Pasal 53: masyarakat berhak untuk berpar untuk memberikan masukan secara lisan mapun tulisan dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang atau rancangan peraturan daerah yang dilaksanakan sesuai dengan tata tertib di dewan perwalilan rakyat atau dewan perwakilan rakyat daerah. 88

Adapun tata cara pengajuan masukan dalam proses penyusunan perturan perundang-undangan (khususnya Undang-undang) menurut tata tertib DPR-RI yang berlaku pada tahun 2004-2005 antara lain adalah: (1) Dalam proses penyiapan, Jika masukan disampaikan secara tertulis melalui pimpinan DPR, maka dalam waktu paling lambat 7 hari, pimpinan DPR sudah harus meneruskan masukan masyarakat tersebut kepada alat kelengkapan DPR. Prosedur yang sama berlaku juga jika masukan tertulis diajukan pada tahap pembahasan, akan tetapi dalam proses pembahasan ini, usulan tertulis dapat dilakukan jika masih pada pembahasan tahap II. Sementara, jika masukan tersebut hendak disampaikan secara lisan, maka pimpinan alat kelengkapan dewan harus segera menentukan waktu pertemuan dan mengundang pihak pengusul. (2) Berdasarkan pasal 139 (7) dan pasal 140 (8) Tata Tertib DPR tahun 2004-2005), masukan tertulis atau masukan yang disampaikan secara lisan tersebut, harus dijadikan pertimbangan dan masukan dalam penyusunan suatu rancangan undangundang oleh DPR. Hasil pertemuan dengan masyarakat DPRD 78 . Lebih dari itu, menurut Patra 79 , dalam menanggapi usulan dari masyarakat terkait dengan proses penyusunan undang-undang, DPRD berkewajiban untuk memfasilitasi masyarakat yang hendak menyampaikan usulannya, termasuk dengan menyediakan sarana dan prasarana sehingga masyarakat dapat berpartisipasi secara maksimal 80 . 78 A. Patra M. Zen, dkk. Mencegah Penyingkiran Partisipasi Masyarakat, (2006) Seknas KKP, YLBHI dan Yapika. Hal. 4 79 Ketua YLBHI 80 . A Patra M. zen dkk (2006). Op.cit. hal 5 Selain itu, dalam rangka untuk memudahkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses peraturan perundang-undangan, UU No 10 Tahun 2004 juga mewajibkan pihak pengusul (pemerintah/pemerintah daerah atau DPR/DPRD) untuk menyebarluaskan Rancangan Undangundang (RUU) atau Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) agar diketahui oleh masyarakat 81 . Lepas dari soal apakah sejauh ini, substansi usulan masyarakat diperhatikan atau tidak. Hal tersebut tentu merupakan kemajuan dari aspek partisipasi dalam proses pembentukan hukum. Di samping karena sebelum UU No 10 Tahun 2004 ini tidak ada dasar hukum yang tegas bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan, di dalamnya juga ada jaminan untuk memudahkan masyarakat berpartisipasi. Namun demikian, sangat disayangkan bahwa jaminan penghormatan terhadap hak masyarakat untuk berpartisipasi tersebut, di dalam UU No 10 Tahun 2004 tidak dilengkapai dengan penegasan tentang kewajiban pemerintah untuk proaktif menggalang partisipasi masyarakat dalam proses peraturan perundang-undangan. Jadi dalam hal ini, posisi pemerintah dan DPR sebagai penanggung jawab legislasi sebagai pihak 81 Lihat pasal 22 dan 30 UU No 10 Tahun 2004: Dalam hal ini Undangundang mewajibkan secretariat DPR-RI jika RUU tersebut diusulkan oleh DPR, atau secretariat DPRD jika yang mengusulkan Raperda adalah DPRD. Sementara jika usul RUU datang dari Pemerintah maka yang menyebarluaskan adalah secretariat Negara atau secretariat daerah jika Raperda diajukan oleh pemerintah daerah 89

perumusan berbagai peraturan perundang-undangan mendapat respon<br />

yang sangat tinggi dari masyarakat. Mulai dalam bentuk tanggapan yang<br />

ditulis di media massa oleh para ahli, demonstrasi massa yang menuntut<br />

agar pemerintah melakukan perubahan atau mempertahankan suatu<br />

undang-undang, pengajuan yudisial review atas suatu peraturan<br />

perundang-undangan ke Mahkamah Konstitusi atau ke Mahkamah Agung.<br />

Bahkan seringkali juga berbagai organisasi masyarakat sipil duduk satu<br />

meja dengan para pejabat pemerintah dalam rangka perumusan suatu<br />

peraturan perundang-udangan. Kenyataan seperti ini sangat jarang terjadi<br />

pada masa Orde Baru. Bahkan, tidak jarang, di dalam proses pembuatan<br />

suatu peraturan perundang-undangan, masyarakat memiliki draf tersendiri<br />

(draf peraturan perundang-undangan tandingan). Hal ini mengindikasikan<br />

bahwa perhatian masyarakat terhadap proses pembuatan suatu perturan<br />

perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah<br />

sangat tinggi.<br />

Terlepas berhasil atau tidaknya masyarakat memperjuangkan berbagai<br />

kepentingan atau pendapatnya dalam proses pembuatan peraturan<br />

perundang-undangan tersebut, namun fenomena tersebut adalah indikasi<br />

bahwa sekarang ini dari aspek keterlibatan masyarakat dalam proses<br />

pembuatan peraturan perundang-undangan telah jauh lebih maju dari<br />

pada masa sebelumnya. Bahkan, selain adanya legaisasi untuk turut serta<br />

dalam pembangunan, akses masyarakat untuk terlibat di dalam proses<br />

pembentukan hokum sudah diatur dalam peraturan perundang-udangan<br />

sebagai hak yang harus dihormati oleh pemerintah.<br />

Hal ini setidaknya tercermin adanya jaminan bagi setiap orang (warga<br />

Negara) untuk memberikan masukan dalam proses pembentukan<br />

peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur di dalam pasal UU<br />

No 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.<br />

Adanya jaminan dan hak setiap warga Negara untuk dapat mengajukan<br />

pembatalan pemberlakuan suatu peraturan perundang-undangan guna<br />

untuk membela hak konstitusionalnya. Berbagai ketentuan tersebut<br />

sekarang ini juga telah dilengkapai dengan adanya kebebasan<br />

berpendapat sebagaimana yang diatur di dalam UU No 9 tahun 1999<br />

tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum dan UU No<br />

12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak sipil dan<br />

Politik .<br />

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, kurang lebih 3 tahun lalu (Juni<br />

2004) telah diundangkan UU No 10 Tahun 2004, tentang peraturan<br />

perundang-undangan. Di dalam undang-undangn ini (pasal 53) ruang bagi<br />

partisipasi masyarakat dalam pembuatan peraturan perundang-undangan<br />

sudah terbuka lebar. Dalam hal ini, masyarakat diberikan hak untuk<br />

memberikan masukan dalam proses persiapan dan pembahasan<br />

peraturan perundang-undangan sesuai dengan mekanisme yang diatur di<br />

dalam tata tertib DPR atau DPRD 77 .<br />

77 Pasal 53: masyarakat berhak untuk berpar untuk memberikan masukan<br />

secara lisan mapun tulisan dalam rangka penyiapan atau pembahasan<br />

rancangan undang-undang atau rancangan peraturan daerah yang<br />

dilaksanakan sesuai dengan tata tertib di dewan perwalilan rakyat atau<br />

dewan perwakilan rakyat daerah.<br />

88

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!