15.04.2014 Views

1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...

1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...

1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

masyarakat sipil Indonesia masih sangat lemah (untuk tidak dikatakan<br />

tidak ada) akan tetapi konsep aksi atau penguatan Masyarakat Sipil ini<br />

dipandangan sangat relevan di tengah situasi transisi demokrasi yang<br />

dialami Indonesia sejak mundurnya Presiden Suharto. Dalam hubungan<br />

itu, menurut AS Hikam pengembangan masyarakat sipil setidaknya<br />

diarahkan pada dua hal: Pertama, pada aspek kewargaan aktif dan, kedua<br />

pada aspek hak. Dalam hal ini kewargaan harus dimengerti dalam konteks<br />

hak-hak. Dengan demikian, partisipasi warga didasarkan pada hak-haknya<br />

yang diakui oleh negara, dan dilain pihak partisiasi juga dijalankan sesuai<br />

dengan norma dan hukum yang berlaku.<br />

II.<br />

Partisipasi Dalam Pengembanan Hukum<br />

A. Pentingnya Partisipasi dalam Pengembanan Hukum<br />

Terkait dengan partisipasi dalam pengembanan hukum, dengan agak<br />

mengejutkan, Prof Satjipto menulis tentang pentingnya partisipasi publik<br />

dalam dalam hukum dengan mendasarinya pada pandangan bahwa<br />

ketertiban, keadilan dan keamanan terbentuk tidak semata-mata karena<br />

hukum dan tidak bisa diserahkan seluruhnya kepada hukum. Pandangan<br />

tersebut selanjutnya dijustifikasi dengan dalil-dalil sebagai berikut: (1)<br />

kemampuan hukum itu terbatas, menyerahkan segala sesuatu kepada<br />

hukum itu tida realitis; (2) Masyarakat menyimpan kekuatan otonom untuk<br />

kehidupan sosial yang berbentuk orgnisasi-organisasi atau asosiasi dengan<br />

ciri kesukarelaan dan keswadayaan ketika berhadapan dengan negara. Di<br />

samping itu, masyarakat tersebut (organisasi atau asosiasi tersebut)<br />

memiliki komitmen untuk taat pada norma hukum yang hidup dan ditaati<br />

oleh warganya<br />

melindungi dan menata dirinya sendiri. Dengan dalil itu, Prof Tipto<br />

kemudian menyerukan kepada semua pihak untuk turut berpartisipasi, dan<br />

tidak membiarkan kehidupan hukum kita dimonopoli oleh kekuasaan<br />

institusi formal saja akan tetapi oleh bangkitnya kekuatan otonom<br />

masyarakat guna memulihkan hukum sebagai institusi yang bermartabat<br />

dan mebuata bangsa ini sejahtera dan bahagia 69 .<br />

Dalam kesempatan itu Prof Tjipto juga mengemukakan berbagai contoh<br />

tindakan masyarakat yang dapat di katakan sebagai salah satu bentuk<br />

partisipasi masyarakat dalam hukum. Misalnya: peranan pecalang pada<br />

saat Konres PDIP di Bali. Dalam hal ini, Pro Tipto ingin mengatakan<br />

bahwa meksipun hukum hanya memandatkan persoalan keamanan dan<br />

ketertiban kepada polisi akan tetapi dalam paraktiknya tidak bisa<br />

seluruhnya diserahkan kepada polisi. Dalam kondisi tertentu polisi tidak<br />

bisa bekerja sendiri, dalam banyak kasus untuk dapat bekerja dengan baik<br />

polisi masih membutuhkan peran serta masyarakat.<br />

Mungkin contoh-contoh yang dikemukakan oleh Prof Tjipto hanya relevan<br />

pada soal penegakan hukum, lantas bagaimana dalam soal pembentukan<br />

hukum? Dalam sebuah pertemuan tentang Kebijakan Partisipastif pada<br />

tahun 2006 yang sempat diikuti penulis, muncul sebuah pertanyaan yang<br />

cukup menarik, Apakah NGO relevan untuk mengurus soal pembentukan<br />

eraturan perundang-undangan bukankah ini tugas legislatif ? Oleh salah<br />

seorang narasumber, pertanyaan tersebut dijawab dengan singkat dan<br />

69 Satjipto Raardjo, Mendorong Peran Publik di dalam Hukum, Harian<br />

Kompas 19 Februari 2003<br />

83

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!