1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...

1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ... 1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...

15.04.2014 Views

diberbagai kota, yang mana pada umumnya mereka mengambil nama yang lebut, yakni forum komunikasi. Mereka yang terdidik di dalam forum komnikasi ini selanjutnya setela tamat, cenderung memilih bekerja di Ngo dan wartawan. Oleh karena itu, ada pihak yang mengatakan bahwa pertumbuhan forum komunikasi mahasiswa di berbagai kota ini nantinya akan menjadi darah segar bagi dunia NGO dan jurnalisme. Selain dimasukkannya konsep partisipasi dalm strategi pembangunan, satu hal yang juga perlu dicatat terkait dengan perkembangan partisipasi masyarakat di era1980-an ini adalah adanya upaya NGO untuk melakukan advokasi kebijakan, dan oleh karena itu, partisipasi sudah mulai merambah pada aspek pengambilan keputusan. Hal ini setidaknya tercermin dari proses pembuatan undang-undang lingkungan hidup 65 . kamum miskin kota. Dan berbagai NGO tersebut pada Mei 1998, peran mereka cukup menonjol. Setelah pada Mei 1998 Presiden Suharto mundur, daya tarik Ngo semakin meningkat, baik karena dalam sejarahnya NGO turut berperan di dalam proses mendorong kemunduran Presiden Suharto juga karena banyak lembaga donor memberikan bantuan dana untuk mendorong terwujudnya konsolidasi demokrasi. Oleh karena itu, isu-isu hak asasi manusia yang merupakan salah satu pilar demokrasi, pada era ini semakin berkembang. Dan seiring dengan semakin liberalnya sistem politik –--yang dalam banyak hal berarti hak sipil dan politik mulai terealisasi--- belakangan ini banyak NGO kemudian mulai memberikan perhatian terhadap Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Dan oleh karena itu, sedikit banyak akan berbicara soal agenda pembangunan kembali. Dengan mendapat darah segar dari aktifis mahasiswa, peranan politik NGO pada era 1990-an semakin menguat dan mulai merambah pada isuisu politik, oleh karena itu banyak pihak mengatakan bahwa pada era 1980-an akhir dan awal 1990-an adalah pase dimana munculnya NGO- NGO radikal. Adapun beberapa Ngo yang menonjol pada masa ini antara lain, FIJAR, ALDERA, dan KIPP 66 . Agak berbeda dengan NGO yang lahir pada era 1970-an dan 1980-an awal, NGO yang lahir belakangan ini adalah NGO yang dalam banyak hal selain lebih memiliki idilogi tertentu, juga mulai memberikan perhatian pada keberadaan organisasi rakyat indevenden baik itu organisasi buruh organisasi petani maupun organisasi 65 Suharko op.cit Hal 108. 66 Ibid hal 110. Selain itu, satu hal yang perlu dicatat pada era penghujung 1990-an dan era 2000-an ini adalah tumbuhnya kehendak untuk mengkerankakan gerakan sosial yang sudah tumbuh kedalam kerangka konsep Masyarakat Sipil 67 . Dalam hal ini, masyarakat sipil diartikan sebagai ruang kehidupansosial yang memiliki keswadayaan dan mampu menjadi penyeimbang dari kekuatan negara dan dilain pihak masyarakat tersebut juga secara kultural memiliki kebiasaan untu mentaati norma dan hukum yang hidup di tengah warga 68 . Meski menurut berbagai kajian,, kondisi 67 Rustam Ibrahim, Strategi Mewujudkan Civil Socity, (1999) LP3ES dan Yapika.. 68 AS Hikam dalam Rustam Ibrahim, Strategi Mewujudkan Civil Socity, (1999) LP3ES dan Yapika. Dengan mengutip pendapatnya Toqueville, AS hikam memberikan penjelasan tentang masyarakat sipil sebagai wilayah 82

masyarakat sipil Indonesia masih sangat lemah (untuk tidak dikatakan tidak ada) akan tetapi konsep aksi atau penguatan Masyarakat Sipil ini dipandangan sangat relevan di tengah situasi transisi demokrasi yang dialami Indonesia sejak mundurnya Presiden Suharto. Dalam hubungan itu, menurut AS Hikam pengembangan masyarakat sipil setidaknya diarahkan pada dua hal: Pertama, pada aspek kewargaan aktif dan, kedua pada aspek hak. Dalam hal ini kewargaan harus dimengerti dalam konteks hak-hak. Dengan demikian, partisipasi warga didasarkan pada hak-haknya yang diakui oleh negara, dan dilain pihak partisiasi juga dijalankan sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku. II. Partisipasi Dalam Pengembanan Hukum A. Pentingnya Partisipasi dalam Pengembanan Hukum Terkait dengan partisipasi dalam pengembanan hukum, dengan agak mengejutkan, Prof Satjipto menulis tentang pentingnya partisipasi publik dalam dalam hukum dengan mendasarinya pada pandangan bahwa ketertiban, keadilan dan keamanan terbentuk tidak semata-mata karena hukum dan tidak bisa diserahkan seluruhnya kepada hukum. Pandangan tersebut selanjutnya dijustifikasi dengan dalil-dalil sebagai berikut: (1) kemampuan hukum itu terbatas, menyerahkan segala sesuatu kepada hukum itu tida realitis; (2) Masyarakat menyimpan kekuatan otonom untuk kehidupan sosial yang berbentuk orgnisasi-organisasi atau asosiasi dengan ciri kesukarelaan dan keswadayaan ketika berhadapan dengan negara. Di samping itu, masyarakat tersebut (organisasi atau asosiasi tersebut) memiliki komitmen untuk taat pada norma hukum yang hidup dan ditaati oleh warganya melindungi dan menata dirinya sendiri. Dengan dalil itu, Prof Tipto kemudian menyerukan kepada semua pihak untuk turut berpartisipasi, dan tidak membiarkan kehidupan hukum kita dimonopoli oleh kekuasaan institusi formal saja akan tetapi oleh bangkitnya kekuatan otonom masyarakat guna memulihkan hukum sebagai institusi yang bermartabat dan mebuata bangsa ini sejahtera dan bahagia 69 . Dalam kesempatan itu Prof Tjipto juga mengemukakan berbagai contoh tindakan masyarakat yang dapat di katakan sebagai salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam hukum. Misalnya: peranan pecalang pada saat Konres PDIP di Bali. Dalam hal ini, Pro Tipto ingin mengatakan bahwa meksipun hukum hanya memandatkan persoalan keamanan dan ketertiban kepada polisi akan tetapi dalam paraktiknya tidak bisa seluruhnya diserahkan kepada polisi. Dalam kondisi tertentu polisi tidak bisa bekerja sendiri, dalam banyak kasus untuk dapat bekerja dengan baik polisi masih membutuhkan peran serta masyarakat. Mungkin contoh-contoh yang dikemukakan oleh Prof Tjipto hanya relevan pada soal penegakan hukum, lantas bagaimana dalam soal pembentukan hukum? Dalam sebuah pertemuan tentang Kebijakan Partisipastif pada tahun 2006 yang sempat diikuti penulis, muncul sebuah pertanyaan yang cukup menarik, Apakah NGO relevan untuk mengurus soal pembentukan eraturan perundang-undangan bukankah ini tugas legislatif ? Oleh salah seorang narasumber, pertanyaan tersebut dijawab dengan singkat dan 69 Satjipto Raardjo, Mendorong Peran Publik di dalam Hukum, Harian Kompas 19 Februari 2003 83

diberbagai kota, yang mana pada umumnya mereka mengambil nama<br />

yang lebut, yakni forum komunikasi. Mereka yang terdidik di dalam forum<br />

komnikasi ini selanjutnya setela tamat, cenderung memilih bekerja di Ngo<br />

dan wartawan. Oleh karena itu, ada pihak yang mengatakan bahwa<br />

pertumbuhan forum komunikasi mahasiswa di berbagai kota ini nantinya<br />

akan menjadi darah segar bagi dunia NGO dan jurnalisme.<br />

Selain dimasukkannya konsep partisipasi dalm strategi pembangunan,<br />

satu hal yang juga perlu dicatat terkait dengan perkembangan partisipasi<br />

masyarakat di era1980-an ini adalah adanya upaya NGO untuk melakukan<br />

advokasi kebijakan, dan oleh karena itu, partisipasi sudah mulai<br />

merambah pada aspek pengambilan keputusan. Hal ini setidaknya<br />

tercermin dari proses pembuatan undang-undang lingkungan hidup 65 .<br />

kamum miskin kota. Dan berbagai NGO tersebut pada Mei 1998, peran<br />

mereka cukup menonjol.<br />

Setelah pada Mei 1998 Presiden Suharto mundur, daya tarik Ngo semakin<br />

meningkat, baik karena dalam sejarahnya NGO turut berperan di dalam<br />

proses mendorong kemunduran Presiden Suharto juga karena banyak<br />

lembaga donor memberikan bantuan dana untuk mendorong terwujudnya<br />

konsolidasi demokrasi. Oleh karena itu, isu-isu hak asasi manusia yang<br />

merupakan salah satu pilar demokrasi, pada era ini semakin berkembang.<br />

Dan seiring dengan semakin liberalnya sistem politik –--yang dalam<br />

banyak hal berarti hak sipil dan politik mulai terealisasi--- belakangan ini<br />

banyak NGO kemudian mulai memberikan perhatian terhadap Hak<br />

Ekonomi Sosial dan Budaya. Dan oleh karena itu, sedikit banyak akan<br />

berbicara soal agenda pembangunan kembali.<br />

Dengan mendapat darah segar dari aktifis mahasiswa, peranan politik<br />

NGO pada era 1990-an semakin menguat dan mulai merambah pada isuisu<br />

politik, oleh karena itu banyak pihak mengatakan bahwa pada era<br />

1980-an akhir dan awal 1990-an adalah pase dimana munculnya NGO-<br />

NGO radikal. Adapun beberapa Ngo yang menonjol pada masa ini antara<br />

lain, FIJAR, ALDERA, dan KIPP 66 . Agak berbeda dengan NGO yang lahir<br />

pada era 1970-an dan 1980-an awal, NGO yang lahir belakangan ini<br />

adalah NGO yang dalam banyak hal selain lebih memiliki idilogi tertentu,<br />

juga mulai memberikan perhatian pada keberadaan organisasi rakyat<br />

indevenden baik itu organisasi buruh organisasi petani maupun organisasi<br />

65 Suharko op.cit Hal 108.<br />

66 Ibid hal 110.<br />

Selain itu, satu hal yang perlu dicatat pada era penghujung 1990-an dan<br />

era 2000-an ini adalah tumbuhnya kehendak untuk mengkerankakan<br />

gerakan sosial yang sudah tumbuh kedalam kerangka konsep Masyarakat<br />

Sipil 67 . Dalam hal ini, masyarakat sipil diartikan sebagai ruang<br />

kehidupansosial yang memiliki keswadayaan dan mampu menjadi<br />

penyeimbang dari kekuatan negara dan dilain pihak masyarakat tersebut<br />

juga secara kultural memiliki kebiasaan untu mentaati norma dan hukum<br />

yang hidup di tengah warga 68 . Meski menurut berbagai kajian,, kondisi<br />

67 Rustam Ibrahim, Strategi Mewujudkan Civil Socity, (1999) LP3ES dan<br />

Yapika..<br />

68 AS Hikam dalam Rustam Ibrahim, Strategi Mewujudkan Civil Socity,<br />

(1999) LP3ES dan Yapika. Dengan mengutip pendapatnya Toqueville, AS<br />

hikam memberikan penjelasan tentang masyarakat sipil sebagai wilayah<br />

82

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!