1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...
1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ... 1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...
mengandung ketidakstabilan. Oleh karena itu harus dicapai konsensus berdasarkan dan melalui proses demokratisasi. Bagi negara-negara di Asia Timur, tidak ada alasan untuk menunda pembangunan politik, karena pembangunan ekonomi telah menciptakan masyarakat kelas menengah yang mampu berpikir kritis, yang menjadi dasar bagi proses demokratisasi secara bertahap. Sesungguhnyalah, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, karena pembangunan ekonomi menciptakan ketidakstabilan, maka demokrasi dan partisipasi politik merupakan suatu keharusan. Hanya melalui pembangunan politik yang semakin tinggi sajalah, pemerintah dapat memperoleh dukungan politik yang memadai, yang akan diperlukan dalam menanggulangi krisis yang kini masih saja melanda negara-negara di Asia Timur. Ini berlaku di Korea Selatan dan Thailand, di mana perubahan pemerintahan mampu mendorong masyarakatnya untuk rela berkorban demi mencapai kondisi yang lebih baik. Walaupun demokrasi yang sedang mengalami krisis, sistem yang ada mampu menyesuaikan dan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang telah dibuat dan menanggulangi krisis secara lebih mudah dan lebih dini. Persoalan mendasar lainnya adalah apakah nilai-nilai yang berlaku di Asia semakin memperburuk krisis, dan apakah nilai-nilai itu harus diubah dan disesuaikan atau justru ditinggalkan agar dapat menanggulangi krisis. Perdebatan sebelumnya mengenai nilai-nilai yang berlaku di Asia sangatlah tidak produktif. Salah satu alasannya adalah arogansi beberapa pemimpin di Asia Timur sehubungan dengan kemajuan ekonomi yang berhasil dicapai baru-baru ini. Ini antara lain merupakan reaksi dan untuk mengimbangi sikap arogan yang juga ditunjukkan oleh beberapa pemimpin negara Barat. Alasan lain adalah hasrat untuk memperbaiki nilai-nilai Barat, yang dianggap terlalu condong kepada sikap individualis yang dapat menyebabkan kemunduran di dalam masyarakat (kejahatan, obat-obatan dan kemerosotan ekonomi). Meskipun memang ada benarnya, namun alas- an ini terlalu dibesar-besarkan tanpa memperhatikan bahwa upaya-upaya telah dilakukan di negara-negara Barat untuk mengoreksi penafsiran yang ekstrem ini. Namun, alasan lain adalah menggunakan nilai-nilai Asia sebagai dalih bagi para pemimpin Asia Timur untuk menetapkan sistem politik yang lebih bersifat paternalistik dan represif, yang mereka anggap sebagai syarat mutlak (condition sine qua non) bagi modernisasi dan pembangunan ekonomi di dalam masyarakatnya. Dalam prakteknya, tidak pernah ada satu nilai Asia yang berlaku umum karena masyarakatnya sangat majemuk. Beberapa prinsip yang diakui sebagai nilai Asia dapat bersifat universal dan serupa dengan nilainilai Victoria yang dianut Barat pada masa yang lalu. Nilai-nilai itu terbentuk pada tahapan pembangunan tertentu dan bukannya sematamata monopoli Asia atau Barat. Selain itu, dan barangkali yang terpenting, nilai-nilai ini selalu mengalami perubahan yang sangat mendasar dan cepat di belahan dunia manapun. Berbagai perubahan ini muncul akibat pengaruh pendidikan, peningkatan teknologi, khususnya dibidang informasi dan transportasi, dan juga globalisasi ekonomi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa terjadi proses penyatuan di antara nilai-nilai yang berlaku di dunia. Dalam pada itu harus disadari bahwa perbedaan-perbedaan tertentu akan selalu muncul akibat adanya perbedaan latar belakang 56
sejarah, tahapan pembangunan dan tradisi budaya yang dimiliki. Dan ini demi kebaikan dunia. Tentu saja, dan merupakan hal yang alami, ada perlawanan dari kaum nasionalis terhadap proses penyatuan global ini. Itulah sebabnya, mengapa dalam waktu yang bersamaan nasionalisme muncul sebagai mekanisme pertahanan di beberapa negara. Kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa hubungan antara pembangunan ekonomi dan modernisasi di satu pihak dengan sistem nilai di pihak lain, lebih rumit daripada yang disadari selama apa yang disebut sebagai perdebatan nilai-nilai Asia vs nilai-nilai Barat. Ini tidak dapat dimasukkan ke dalam paradigma sederhana, seperti: “Nilai-nilai Asia mempersulit krisis di Asia Timur dan oleh karena itu harus diubah dengan nilai-nilai Barat”. Keberadaan nilai-nilai Asia merupakan bahan perdebatan, dan kurangnya aspek good governance bukan hanya monopoli masyarakat di Asia Timur. Dapat pula dikatakan bahwa krisis yang terjadi itu lebih terkait dengan tahapan pembangunan dan bukannya sistem nilai. Sebagaimana negara-negara maju lainnya mengalami krisis sebelum menyelesaikan tahapan pembangunan mereka, negara-negara di Asia Timur akan melewati tantangan yang sama menuju tahap akhir pembangunannya. Sebagaimana masyarakat negara lain harus menerima siklus pembangunan ekonomi, masyarakat di Asia Timur kini sedang mengalami siklus tersebut. Persoalan utama yang perlu dibahas adalah, apakah mereka melihat krisis itu secara benar serta akan mampu bangkit menghadapi tantangan-tantangan baru ini dan mengatasinya. Secara lebih tegas lagi, apakah mereka mengetahui bahwa aspek good governance haruslah menjadi bagian yang intrisik dari kebijakan ekonomi makro yang baik. Lebih lanjut, apakah mereka sepakat bahwa untuk dapat mewujudkan good governance, maka sistem politik yang demokratis merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi: tanpa good governance, tidak akan mungkin untuk merumuskan kebijakan ekonomi makro yang konsisten dan transparan; tanpa demokrasi tidak akan mungkin dapat mewujudkan good governance. Good Governance adalah bagian yang sangat penting dari demokrasi. Meskipun terdapat beberapa pengecualian, seperti Singapura dan Hongkong, dan tahapan atau sistem demokrasi mungkin berbeda antarnegara, hendaknya dipahami secara jelas bahwa good governance merupakan satu-satunya dasar bagi kebijakan ekonomi makro yang baik. Dampak Good Governance Terhadap Stabilitas Kawasan 47 Berdasarkan kajian di atas, jelas bahwa good governance tidak dijumpai di hampir semua negara Asia Timur yang mengalami krisis mata uang. Jelas pula bahwa untuk menanggulangi krisis itu sekarang dan mencegah munculnya krisis lain di masa depan, maka good governance harus menjadi bagian dari paket kebijakan maupun tindakan yang akan diambil. Demikian pula jelas bahwa good governance merupakan bagian yang sangat penting dari demokrasi, dan bahwa hanya pengembangan demokratisasi sajalah yang dapat menjamin terwujudnya good governance. Demokrasi saja tidaklah cukup untuk menjamin terwujudnya good governance. Untuk itu diperlukan demokrasi yang matang, yaitu di mana peraturan perundang-undangan benar-benar dijunjung tinggi dan 47 Ibid, hal. 213-215. 57
- Page 5 and 6: Faktor keempat adalah sumber daya m
- Page 7 and 8: (GOOD GOVERNANCE) 1 A. Pendahuluan
- Page 9 and 10: kebijakan. 8 3. Aktualisasi Good Go
- Page 11 and 12: perundang-undangan di Nederland. 14
- Page 13 and 14: tepat untuk naik banding guna mempe
- Page 15 and 16: mendahulukan kesejahteraan umum den
- Page 17 and 18: pensiun dan biasanya ditanamkan unt
- Page 19 and 20: yang lebih baik. Pada organisasi pu
- Page 21 and 22: 8. Effectiveness and efficiency. Pr
- Page 23 and 24: digunakan di dalam manajemen sumber
- Page 25 and 26: dikembangkan pada organisasi-organi
- Page 27 and 28: Program Pem bangun a n da erah, Ren
- Page 29 and 30: menyusun jabatan dan fungsi yang le
- Page 31 and 32: 12. Tata pemerintahan yang memiliki
- Page 33 and 34: usaha yang lebih menguntungkan seke
- Page 35 and 36: (c) Mclaporkan dan mengumumkan keka
- Page 37 and 38: kajian dan literature akhir abad 20
- Page 39 and 40: publik sebagai format administrasi
- Page 41 and 42: moneter, fiscal dan perpajakan memp
- Page 43 and 44: Referensi Anderson, James E. (1979)
- Page 45 and 46: menjadi sekedar simbol kekuasaan da
- Page 47 and 48: mentolerir segala bentuk penyimpang
- Page 49 and 50: umum, pers, grup pelobi dan lain-la
- Page 51 and 52: kepentingan publik. Jenis lembaga t
- Page 53 and 54: informasi mengenai setiap aspek keb
- Page 55: ahwa good governance tidak dapat di
- Page 59 and 60: akan menjamin bahwa pertumbuhan eko
- Page 61 and 62: kecil saja, sebagaimana yang disimp
- Page 63 and 64: wenang. Sejak Indonesia merdeka, 62
- Page 65 and 66: merupakan konkritisasi terhadap cit
- Page 67 and 68: Kekuasaan merupakan formalitas kewi
- Page 69 and 70: Masyarakat harus memberikan respon
- Page 71 and 72: kepada legislatif. Pelaksanaan kewe
- Page 73 and 74: akan terus berkembang, sesuai denga
- Page 75 and 76: sejumlah harapan yang besar dari ra
- Page 77 and 78: melalui wacana partisipasi, konsep
- Page 79 and 80: Bahakan belakangan ini kita juga se
- Page 81 and 82: Dalam perkembangan selanjunya, mela
- Page 83 and 84: masyarakat sipil Indonesia masih sa
- Page 85 and 86: (1) Partisipasi dalam Pengelolaan S
- Page 87 and 88: mengambil peran sebagai penyelengga
- Page 89 and 90: Adapun tata cara pengajuan masukan
- Page 91 and 92: undang-undang secara keseluruhan at
- Page 93 and 94: 14. Nasution Adnan Buyung, Bantuan
- Page 95 and 96: setiap bangsa. Selama ini konsep go
- Page 97 and 98: Proses yang mengawali pembentukan p
- Page 99 and 100: penelitian yang komprehensif agar p
- Page 101 and 102: mengenai suatu masalah, sehingga be
- Page 103 and 104: yang efektif. Untuk itu harus ada s
- Page 105 and 106: Tentang Pembentukan Peraturan perun
mengandung ketidakstabilan. Oleh karena itu harus dicapai konsensus<br />
berdasarkan dan melalui proses demokratisasi. Bagi negara-negara di<br />
Asia Timur, tidak ada alasan untuk menunda pembangunan politik, karena<br />
pembangunan ekonomi telah menciptakan masyarakat kelas menengah<br />
yang mampu berpikir kritis, yang menjadi dasar bagi proses demokratisasi<br />
secara bertahap.<br />
Sesungguhnyalah, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,<br />
karena pembangunan ekonomi menciptakan ketidakstabilan, maka<br />
demokrasi dan partisipasi politik merupakan suatu keharusan. Hanya<br />
melalui pembangunan politik yang semakin tinggi sajalah, pemerintah<br />
dapat memperoleh dukungan politik yang memadai, yang akan diperlukan<br />
dalam menanggulangi krisis yang kini masih saja melanda negara-negara<br />
di Asia Timur. Ini berlaku di Korea Selatan dan Thailand, di mana<br />
perubahan pemerintahan mampu mendorong masyarakatnya untuk rela<br />
berkorban demi mencapai kondisi yang lebih baik. Walaupun demokrasi<br />
yang sedang mengalami krisis, sistem yang ada mampu menyesuaikan<br />
dan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang telah dibuat dan<br />
menanggulangi krisis secara lebih mudah dan lebih dini.<br />
Persoalan mendasar lainnya adalah apakah nilai-nilai yang<br />
berlaku di Asia semakin memperburuk krisis, dan apakah nilai-nilai itu<br />
harus diubah dan disesuaikan atau justru ditinggalkan agar dapat<br />
menanggulangi krisis. Perdebatan sebelumnya mengenai nilai-nilai yang<br />
berlaku di Asia sangatlah tidak produktif. Salah satu alasannya adalah<br />
arogansi beberapa pemimpin di Asia Timur sehubungan dengan kemajuan<br />
ekonomi yang berhasil dicapai baru-baru ini. Ini antara lain merupakan<br />
reaksi dan untuk mengimbangi sikap arogan yang juga ditunjukkan oleh<br />
beberapa pemimpin negara Barat. Alasan lain adalah hasrat untuk<br />
memperbaiki nilai-nilai Barat, yang dianggap terlalu condong kepada sikap<br />
individualis yang dapat menyebabkan kemunduran di dalam masyarakat<br />
(kejahatan, obat-obatan dan kemerosotan ekonomi). Meskipun memang<br />
ada benarnya, namun alas- an ini terlalu dibesar-besarkan tanpa<br />
memperhatikan bahwa upaya-upaya telah dilakukan di negara-negara<br />
Barat untuk mengoreksi penafsiran yang ekstrem ini.<br />
Namun, alasan lain adalah menggunakan nilai-nilai Asia sebagai<br />
dalih bagi para pemimpin Asia Timur untuk menetapkan sistem politik<br />
yang lebih bersifat paternalistik dan represif, yang mereka anggap sebagai<br />
syarat mutlak (condition sine qua non) bagi modernisasi dan<br />
pembangunan ekonomi di dalam masyarakatnya.<br />
Dalam prakteknya, tidak pernah ada satu nilai Asia yang berlaku<br />
umum karena masyarakatnya sangat majemuk. Beberapa prinsip yang<br />
diakui sebagai nilai Asia dapat bersifat universal dan serupa dengan nilainilai<br />
Victoria yang dianut Barat pada masa yang lalu. Nilai-nilai itu<br />
terbentuk pada tahapan pembangunan tertentu dan bukannya sematamata<br />
monopoli Asia atau Barat. Selain itu, dan barangkali yang terpenting,<br />
nilai-nilai ini selalu mengalami perubahan yang sangat mendasar dan<br />
cepat di belahan dunia manapun. Berbagai perubahan ini muncul akibat<br />
pengaruh pendidikan, peningkatan teknologi, khususnya dibidang<br />
informasi dan transportasi, dan juga globalisasi ekonomi. Oleh karena itu<br />
dapat dikatakan bahwa terjadi proses penyatuan di antara nilai-nilai yang<br />
berlaku di dunia.<br />
Dalam pada itu harus disadari bahwa perbedaan-perbedaan<br />
tertentu akan selalu muncul akibat adanya perbedaan latar belakang<br />
56