1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...
1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ... 1 LAPORAN AKHIR TIM KOMPENDIUM BIDANG HUKUM ...
erorientasi pasar, investasi yang tinggi di bidang pendidikan serta defisit neraca berjalan dan neraca pembayaran yang tidak terlalu besar. Kurangnya aspek good governance telah mendorong terciptanya monopoli, koncoisme, nepotisme dan korupsi, yang telah merusak kebijakan ekonomi makro pemerintah negara-negara Asia Timur. Oleh karena itu sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa krisis yang terjadi di Asia Timur pada hakikatnya bersumber dari masalah ekonomi dan politik. Kurangnya aspek good governance merupakan penyebab utama dari kekacauan tersebut. Meningkatnya campur tangan pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi makro yang tepat, telah merusak perekonomian dan menciptakan ekonomi biaya tinggi, disamping juga menurunnya produktivitas dan daya saing. Kurangnya aspek good governance juga telah mendorong diterapkannya kebijakan yang keliru oleh pemerintah, seperti memberikan hak oligopolistik kepada para konglomerat di Korea Selatan, mendorong munculnya monopoli, nepotisme dan koncoisme, dan juga korupsi di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Persoalan yang lebih filosofis, tetapi juga real adalah mengenai hubungan antara good governance dan demokrasi. Persoalan ini mengemuka karena dalam hal Singapura dan Hongkong, good governance tidak pernah disertai dengan demokrasi yang matang. Dampak krisis mata uang terhadap kedua negara dapat dikatakan terbatas. Yang dimaksudkan dengan demokrasi yang matang adalah pemerintahan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan pemilu secara berkala, yang membuka peluang nyata bagi perubahan pemerintahan, dan di mana pemerintah di kontrol oleh masyarakat madani (civil society) yang sudah mapan. Singapura dan Hongkong merupakan pengecualian, barangkali karena keduanya merupakan negara kota. Di samping itu, dalam hal Hongkong, sebagai bagian dari Cina dan mantan koloni Inggris selama beberapa dasawarsa, terdapat pemisahan yang nyata antara ekonomi dan politik, dan terdapat batasan-batasan dalam kebebasan mengemukakan pendapat maupun unjuk rasa masyarakat, yang merupakan faktor penting bagi pembangunan yang berkelanjutan. Dalam hal Singapura, pertimbangan geopolitik telah membatasi keluwesan sistem politik yang berlaku. Menarik untuk diamati cara apakah yang akan ditempuh oleh negara itu dalam memenuhi tuntutan generasi mudanya bagi pembangunan politik dan seperti apakah keluwesan sistem politik yang didominasi oleh satu partai. Perlu disadari bahwa di kedua negara, konsep Aristoteles dan Konghucu telah dijalankan oleh pemerintahan yang bersih dan cakap. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang keras yang ditetapkan oleh Inggris, Singapura dan Hongkong telah menjadi teladan dalam rangka penerapan good governance di kawasan itu. Ini menunjukkan bahwa good governance tidak mustahil diterapkan di kawasan. Namun demikian, kedua negara merupakan kasus khusus dan oleh karena itu tidak dapat ditandingi oleh negara-negara lain di kawasan ini, yang politiknya jauh lebih majemuk dan rumit akibat latar belakang sejarah, luas wilayah, kemajemukan, tahapan pembangunan, dan dinamika sosial politik masyarakatnya. Di negara-negara Asia Timur lainnya, pemisahan antara aspek good governance dan perkembangan demokrasi sulit dilakukan. Ini berarti 54
ahwa good governance tidak dapat dikembangkan secara sungguhsungguh tanpa disertai dengan demokrasi dan perkembangan demokratisasi dalam waktu yang bersamaan. Ini dapat terjadi karena di negara-negara Asia Timur lainnya itu dibutuhkan keluwesan dan partisipasi yang lebih besar dari masyarakatnya yang mejemuk. Sistem demokrasi, dan bukannya sistem yang bersifat represif, yang dalam jangka panjang dapat menanggulangi kemajemukan serta masalah partisipasi dan keluwesan tersebut. Ada pendapat yang mengatakan bahwa pembangunan yang ideal adalah di mana pembangunan politik tertinggal selangkah dibandingkan dengan pembangunan ekonomi, dan pembangunan politik saja tidak akan menjadi faktor penghalang bagi keberhasilan pembangunan ekonomi. Meskipun pendapat ini mungkin benar secara teoretis, karena hingga taraf tertentu pembangunan politik dapat membawa ketidakstabilan, perlu pula disadari bahwa penyesuaian politik dalam pembangunan nasional tidak pernah dapat dijalankan dengan mudah. Penyesuaian politik juga dapat diselewengkan sebagai alasan untuk menangguhkan pembangunan politik selamanya. Dapat dikatakan secara lebih meyakinkan bahwa pembangunan politik dan demokratisasi harus berjalan bersamaan dengan pembangunan ekonomi, karena pembangunan ekonomi pada awalnya akan menciptakan kesenjangan dan ketidak-merataan pendapatan. Ini hanya dapat ditanggulangi melalui pembangunan politik, di mana demokrasi atau partisipasi politik dapat mengimbangi ketidakmerataan pembangunan ekonomi, sedangkan good governance dapat menjamin diterapkannya kebijakan ekonomi makro yang tepat. Lebih lanjut dengan beberapa pengecualian (Singapura dan Hongkong), good governance hanya dapat dibentuk berdasarkan proses demokratisasi. Karena bentuk pemerintahan yang ideal sebagaimana dibayangkan para ahli filsafat, seperti Aristoteles dan Plato, tidak mungkin diwujudkan, maka satusatunya cara hanyalah demokrasi. Bentuk demokrasi yang bagaimana dan seberapa cepat pelaksanaannya akan tergantung pada kondisi yang dihadapi oleh masing-masing negara. Model Jafferson atau Westminster tidak berlaku untuk semua negara, sebagaimana yang dapat dilihat dari model-model yang terdapat di benua Eropa. Akan tetapi, agar demokrasi dapat berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan, demokrasi itu harus bersandar kepada masyarakat madani yang kuat. Bagaimanapun, demokrasi adalah suatu kondisi yang dibentuk, misalnya melalui pemilu, pemisahan kekuasaan dan sistem partai, sedangkan substansinya dijamin oleh kehadiran masyarakat madani yang kuat. Sejauh mana dan seberapa cepat pembangunan politik yang harus dijalankan oleh negara-negara di Asia Timur akan tergantung pada latar belakang sejarah, tradisi dan tahapan pembangunan di masingmasing negara. Akan tetapi tidak boleh ada alasan untuk menunda demokrasi sampai tahapan pembangunan ekonomi tertentu berhasil dicapai, sebagaimana yang terlihat dari apa yang disebut sebagai model pembangunan Korea. Proses mencoba-coba (trials and errors) diharapkan dapat dilakukan, seandainya demokrasi dan partisipasi politik ingin dijalankan pada setiap tahap pembangunan ekonomi. Proses tersebut harus dijalankan secara bertahap, karena setiap tahap pembangunan selalu 55
- Page 3 and 4: pekerjaan administrasi negara yang
- Page 5 and 6: Faktor keempat adalah sumber daya m
- Page 7 and 8: (GOOD GOVERNANCE) 1 A. Pendahuluan
- Page 9 and 10: kebijakan. 8 3. Aktualisasi Good Go
- Page 11 and 12: perundang-undangan di Nederland. 14
- Page 13 and 14: tepat untuk naik banding guna mempe
- Page 15 and 16: mendahulukan kesejahteraan umum den
- Page 17 and 18: pensiun dan biasanya ditanamkan unt
- Page 19 and 20: yang lebih baik. Pada organisasi pu
- Page 21 and 22: 8. Effectiveness and efficiency. Pr
- Page 23 and 24: digunakan di dalam manajemen sumber
- Page 25 and 26: dikembangkan pada organisasi-organi
- Page 27 and 28: Program Pem bangun a n da erah, Ren
- Page 29 and 30: menyusun jabatan dan fungsi yang le
- Page 31 and 32: 12. Tata pemerintahan yang memiliki
- Page 33 and 34: usaha yang lebih menguntungkan seke
- Page 35 and 36: (c) Mclaporkan dan mengumumkan keka
- Page 37 and 38: kajian dan literature akhir abad 20
- Page 39 and 40: publik sebagai format administrasi
- Page 41 and 42: moneter, fiscal dan perpajakan memp
- Page 43 and 44: Referensi Anderson, James E. (1979)
- Page 45 and 46: menjadi sekedar simbol kekuasaan da
- Page 47 and 48: mentolerir segala bentuk penyimpang
- Page 49 and 50: umum, pers, grup pelobi dan lain-la
- Page 51 and 52: kepentingan publik. Jenis lembaga t
- Page 53: informasi mengenai setiap aspek keb
- Page 57 and 58: sejarah, tahapan pembangunan dan tr
- Page 59 and 60: akan menjamin bahwa pertumbuhan eko
- Page 61 and 62: kecil saja, sebagaimana yang disimp
- Page 63 and 64: wenang. Sejak Indonesia merdeka, 62
- Page 65 and 66: merupakan konkritisasi terhadap cit
- Page 67 and 68: Kekuasaan merupakan formalitas kewi
- Page 69 and 70: Masyarakat harus memberikan respon
- Page 71 and 72: kepada legislatif. Pelaksanaan kewe
- Page 73 and 74: akan terus berkembang, sesuai denga
- Page 75 and 76: sejumlah harapan yang besar dari ra
- Page 77 and 78: melalui wacana partisipasi, konsep
- Page 79 and 80: Bahakan belakangan ini kita juga se
- Page 81 and 82: Dalam perkembangan selanjunya, mela
- Page 83 and 84: masyarakat sipil Indonesia masih sa
- Page 85 and 86: (1) Partisipasi dalam Pengelolaan S
- Page 87 and 88: mengambil peran sebagai penyelengga
- Page 89 and 90: Adapun tata cara pengajuan masukan
- Page 91 and 92: undang-undang secara keseluruhan at
- Page 93 and 94: 14. Nasution Adnan Buyung, Bantuan
- Page 95 and 96: setiap bangsa. Selama ini konsep go
- Page 97 and 98: Proses yang mengawali pembentukan p
- Page 99 and 100: penelitian yang komprehensif agar p
- Page 101 and 102: mengenai suatu masalah, sehingga be
- Page 103 and 104: yang efektif. Untuk itu harus ada s
ahwa good governance tidak dapat dikembangkan secara sungguhsungguh<br />
tanpa disertai dengan demokrasi dan perkembangan<br />
demokratisasi dalam waktu yang bersamaan. Ini dapat terjadi karena di<br />
negara-negara Asia Timur lainnya itu dibutuhkan keluwesan dan<br />
partisipasi yang lebih besar dari masyarakatnya yang mejemuk. Sistem<br />
demokrasi, dan bukannya sistem yang bersifat represif, yang dalam<br />
jangka panjang dapat menanggulangi kemajemukan serta masalah<br />
partisipasi dan keluwesan tersebut.<br />
Ada pendapat yang mengatakan bahwa pembangunan yang ideal<br />
adalah di mana pembangunan politik tertinggal selangkah dibandingkan<br />
dengan pembangunan ekonomi, dan pembangunan politik saja tidak akan<br />
menjadi faktor penghalang bagi keberhasilan pembangunan ekonomi.<br />
Meskipun pendapat ini mungkin benar secara teoretis, karena hingga taraf<br />
tertentu pembangunan politik dapat membawa ketidakstabilan, perlu pula<br />
disadari bahwa penyesuaian politik dalam pembangunan nasional tidak<br />
pernah dapat dijalankan dengan mudah. Penyesuaian politik juga dapat<br />
diselewengkan sebagai alasan untuk menangguhkan pembangunan<br />
politik selamanya.<br />
Dapat dikatakan secara lebih meyakinkan bahwa pembangunan<br />
politik dan demokratisasi harus berjalan bersamaan dengan<br />
pembangunan ekonomi, karena pembangunan ekonomi pada awalnya<br />
akan menciptakan kesenjangan dan ketidak-merataan pendapatan. Ini<br />
hanya dapat ditanggulangi melalui pembangunan politik, di mana<br />
demokrasi atau partisipasi politik dapat mengimbangi ketidakmerataan<br />
pembangunan ekonomi, sedangkan good governance dapat menjamin<br />
diterapkannya kebijakan ekonomi makro yang tepat. Lebih lanjut dengan<br />
beberapa pengecualian (Singapura dan Hongkong), good governance<br />
hanya dapat dibentuk berdasarkan proses demokratisasi. Karena bentuk<br />
pemerintahan yang ideal sebagaimana dibayangkan para ahli filsafat,<br />
seperti Aristoteles dan Plato, tidak mungkin diwujudkan, maka satusatunya<br />
cara hanyalah demokrasi.<br />
Bentuk demokrasi yang bagaimana dan seberapa cepat<br />
pelaksanaannya akan tergantung pada kondisi yang dihadapi oleh<br />
masing-masing negara. Model Jafferson atau Westminster tidak berlaku<br />
untuk semua negara, sebagaimana yang dapat dilihat dari model-model<br />
yang terdapat di benua Eropa. Akan tetapi, agar demokrasi dapat berjalan<br />
sesuai dengan yang dicita-citakan, demokrasi itu harus bersandar kepada<br />
masyarakat madani yang kuat. Bagaimanapun, demokrasi adalah suatu<br />
kondisi yang dibentuk, misalnya melalui pemilu, pemisahan kekuasaan<br />
dan sistem partai, sedangkan substansinya dijamin oleh kehadiran<br />
masyarakat madani yang kuat.<br />
Sejauh mana dan seberapa cepat pembangunan politik yang<br />
harus dijalankan oleh negara-negara di Asia Timur akan tergantung pada<br />
latar belakang sejarah, tradisi dan tahapan pembangunan di masingmasing<br />
negara. Akan tetapi tidak boleh ada alasan untuk menunda<br />
demokrasi sampai tahapan pembangunan ekonomi tertentu berhasil<br />
dicapai, sebagaimana yang terlihat dari apa yang disebut sebagai model<br />
pembangunan Korea.<br />
Proses mencoba-coba (trials and errors) diharapkan dapat<br />
dilakukan, seandainya demokrasi dan partisipasi politik ingin dijalankan<br />
pada setiap tahap pembangunan ekonomi. Proses tersebut harus<br />
dijalankan secara bertahap, karena setiap tahap pembangunan selalu<br />
55