Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch Harga Selangit - Human Rights Watch

13.01.2014 Views

Selain itu, harus diakui juga bahwa beberapa kasus merupakan kejadian-kejadian yang terisolasi yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dalam tubuh militer. Pembunuhan bayaran adalah salah satu contoh yang paling ekstrim dari tindakan kriminal prajurit tertentu yang didorong oleh kepentingan ekonomi. Satu kasus yang terungkap adalah kasus yang menyangkut pembunuhan sewaan di bulan Juli 2003 terhadap seorang pengusaha dimana pengawalnya, seorang prajurit Kopassus yang bekerja sambilan, juga terbunuh. 287 Prajurit-prajurit marinir yang terbukti bersalah dalam pembunuhan tersebut dilaporkan telah mengakui bahwa mereka telah dibayar Rp. 2 juta ($237) per orang untuk melakukan pembunuhan tersebut. 288 Suatu kasus lain terungkap di awal tahun 2005; kali ini seorang prajurit angkatan darat disebutkan sebagai tersangka dalam sebuah pembunuhan bayaran. 289 Penebangan Liar Keterlibaran aparat militer dalam operasi kehutanan meliputi kegiatan gelap yang dilakukan oleh badan-badan usaha militer, seperti penebangan berlebihan di area konsesi milik yayasan militer atau pemrosesan kayu gelap di pabrik kayu yang dijalankan oleh komando militer. 290 Contoh yang disebutkan di atas (lihat “Investasi Militer di Kalimantan Timur,” di atas) memberikan satu gambaran tentang bisnis milik militer yang diduga terlibat dalam penebangan liar. Selain itu, raja-raja kayu setempat juga telah menggantungkan diri pada komando daerah militer untuk menggunakan intimidasi dan kekerasan guna mendapatkan persetujuan masyarakat setempat. 291 Raja-raja kayu ini menerima keuntungan dari kekebalan hukum yang timbul dari hubungan mereka dengan pasukan keamanan. 292 Seorang ahli kayu menjelaskan bahwa peran militer dapat diperpanjang ke “memberikan perlindungan bagi mafia-mafia kayu atau mengangkut dengan menggunakan truk-truk militer atau membantu menyelundupkan kayu bulat keluar batas negara atau perampasan—dengan jalan menyita kayu-kayu hasil tebangan legal ataupun ilegal.” 293 287 Unidjaja, “TNI to get tough…,” Jakarta Post; Siboro, “Generals told…,” Jakarta Post. 288 Artikel tanpa judul, Laksamana.net, 12 September 2003. Anak menantu dari pengusaha yang dibunuh terbukti bersalah melakukan pembunuhan dalam kasus ini. Dia dan dua prajurit marinir itu, secara terpisah, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan (dan prajurir-prajurit marinir ini juga dipecat secara tidak hormat). 289 Abdul Khalik, “Soldier implicated in brutal killing (Prajurit dituduh terlibat pembunuhan brutal),” Jakarta Post, 17 Februari 2005. 290 Lihat, sebagai contoh, Moch. N. Kurniawan, “Audit sought for illegal logging funds (Audit diminta dilakukan untuk dana yand didapat dari penebangan hutan liar),” Jakarta Post, 12 Agustus 2003. Sebagai kebiasaan, banyak perusahaan kehutanan yang resmi mempergunakan praktek-praktek ilegal seperti menggunakan alasan palsu untuk mendapatkan lisensi, menebang hutan di luar wilayah yang ditetapkan, memberikan taraf produksi yang lebih rendah, dan menghindari pembayaran pajak. Obidzinski, “Illegal logging…,” Jakarta Post. 291 Wawancara Human Rights Watch dengan seorang ahli kehutanan internasional, Jakarta, 3 September 2004. 292 ICG, “Indonesia: Natural Resources and Law Enforcement (Indonesia: Sumber Daya Alam dan Penegakan Hukum),” hal. 10. 293 Wawancara Human Rights Watch dengan seorang ahli kehutanan internasional. HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 72

Masalah ini telah diselidiki secara amat mendalam di daerah-daerah yang terpencil dan di daerah yang mengalami persengketaan di Indonesia. Sebagai contoh, sebuah laporan bersama oleh Environmental Investigation Agency (EIA) dan LSM Indonesia, Telapak, memperlihatkan peran militer “di dalam segala aspek penebangan liar” di Papua, dimana penyelundupan kayu besar-besaran sedang terjadi. Dua penyalur kayu yang diwawancarai oleh peneliti mengakui telah membayar puluhan prajurit untuk melindungi kepentingan gelap mereka di bidang perkayuan. Laporan ini juga menyoroti tuduhan-tuduhan atas tindakan intimidasi militer untuk mendukung operasi penebangan liar. 294 Akibat laporan EIA/Telapak tentang Papua, Presiden Yudhoyono mengumumkan akan memberantas penebangan liar yang menyebarluas ini dan berjanji tidak akan mengecualikan prajurit militer. 295 Presiden Yudhoyono mengeluarkan sebuah instruksi presiden untuk memberantas penebangan liar ini dan meminta prajurit militer untuk membantu memerangi penebangan liar. 296 Dari ratusan orang, segelintir prajurit militer ditangkap melalui operasi pemberantasan penebangan liar ini. 297 Petugas pemberantas menyampaikan kekecewaan mereka bahwa, pada akhirnya, banyak dari mereka yang ditangkap kemudian hanya dilepaskan tanpa diberi dakwaan apapun, dan dalam sebagian besar kasus, mereka tidak dapat memperoleh informasi mengenai hasil peradilan militer. 298 Dalam sebuah kasus yang terkenal, yang telah disebutkan sebelumnya, EIA/Telapak pertama kali melaporkan kepada pejabat berwenang di tahun 2003 bahwa seorang polisi militer terlibat erat di dalam kegiatan penebangan liar di Papua tetapi selama dua tahun tidak ada tindakan apapun yang diambil. Setelah laporan EIA/Telapak diterbitkan di masyarakat, orang ini dipanggil untuk diperiksa, tetapi peneliti Telapak diberitahu bahwa di sekitar akhir tahun 2005, dia telah dibebaskan. 299 Selain meremehkan kekuasaan hukum, keterlibatan militer di dalam kegiatan kehutanan secara ilegal telah dihubungkan dengan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia. Di Papua, contohnya, masyarakat yang berani menentang kegiatan penebangan hutan yang didukung oleh militer telah dituduh sebagai kelompok separatis. 300 Mereka juga telah 294 EIA dan Telapak, “The Last Frontier,” hal. 8, 16, 18. 295 “SBY Orders Arrest of Illegal Logging Bosses (SBY Memerintahkan Penahanan Boss-boss Penebangan Liar),” Laksamana.net, 23 Februari 2005. 296 Instruksi Presiden No. 4/2005, dikeluarkan tanggal 18 Maret 2005, diterjemahkan oleh Human Rights Watch. 297 “Army officers linked to illegal logging (Prajurit angkatan darat terkait dengan penebangan liar),” Jakarta Post, 14 April 2005. 298 Wawancara Human Rights Watch dengan wakil-wakil dari Telapak, Jakarta, 11 April 2006. 299 Ibid. Lihat juga EIA dan Telapak, “The Last Frontier,” hal. 18. 300 ICG, “Indonesia: Resources and Conflict in Papua (Indonesia: Sumber Daya Alam dan Konflik di Papua),” ICG Laporan Asia, no. 39, 13 September 2002, hal. 16. 73 HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Masalah ini telah diselidiki secara amat mendalam di daerah-daerah yang terpencil dan di<br />

daerah yang mengalami persengketaan di Indonesia. Sebagai contoh, sebuah laporan<br />

bersama oleh Environmental Investigation Agency (EIA) dan LSM Indonesia, Telapak,<br />

memperlihatkan peran militer “di dalam segala aspek penebangan liar” di Papua, dimana<br />

penyelundupan kayu besar-besaran sedang terjadi. Dua penyalur kayu yang diwawancarai<br />

oleh peneliti mengakui telah membayar puluhan prajurit untuk melindungi kepentingan<br />

gelap mereka di bidang perkayuan. Laporan ini juga menyoroti tuduhan-tuduhan atas<br />

tindakan intimidasi militer untuk mendukung operasi penebangan liar. 294<br />

Akibat laporan EIA/Telapak tentang Papua, Presiden Yudhoyono mengumumkan akan<br />

memberantas penebangan liar yang menyebarluas ini dan berjanji tidak akan<br />

mengecualikan prajurit militer. 295 Presiden Yudhoyono mengeluarkan sebuah instruksi<br />

presiden untuk memberantas penebangan liar ini dan meminta prajurit militer untuk<br />

membantu memerangi penebangan liar. 296 Dari ratusan orang, segelintir prajurit militer<br />

ditangkap melalui operasi pemberantasan penebangan liar ini. 297 Petugas pemberantas<br />

menyampaikan kekecewaan mereka bahwa, pada akhirnya, banyak dari mereka yang<br />

ditangkap kemudian hanya dilepaskan tanpa diberi dakwaan apapun, dan dalam sebagian<br />

besar kasus, mereka tidak dapat memperoleh informasi mengenai hasil peradilan militer. 298<br />

Dalam sebuah kasus yang terkenal, yang telah disebutkan sebelumnya, EIA/Telapak<br />

pertama kali melaporkan kepada pejabat berwenang di tahun 2003 bahwa seorang polisi<br />

militer terlibat erat di dalam kegiatan penebangan liar di Papua tetapi selama dua tahun<br />

tidak ada tindakan apapun yang diambil. Setelah laporan EIA/Telapak diterbitkan di<br />

masyarakat, orang ini dipanggil untuk diperiksa, tetapi peneliti Telapak diberitahu bahwa di<br />

sekitar akhir tahun 2005, dia telah dibebaskan. 299<br />

Selain meremehkan kekuasaan hukum, keterlibatan militer di dalam kegiatan kehutanan<br />

secara ilegal telah dihubungkan dengan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia. Di<br />

Papua, contohnya, masyarakat yang berani menentang kegiatan penebangan hutan yang<br />

didukung oleh militer telah dituduh sebagai kelompok separatis. 300 Mereka juga telah<br />

294<br />

EIA dan Telapak, “The Last Frontier,” hal. 8, 16, 18.<br />

295<br />

“SBY Orders Arrest of Illegal Logging Bosses (SBY Memerintahkan Penahanan Boss-boss Penebangan<br />

Liar),” Laksamana.net, 23 Februari 2005.<br />

296<br />

Instruksi Presiden No. 4/2005, dikeluarkan tanggal 18 Maret 2005, diterjemahkan oleh <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>.<br />

297<br />

“Army officers linked to illegal logging (Prajurit angkatan darat terkait dengan penebangan liar),” Jakarta<br />

Post, 14 April 2005.<br />

298<br />

Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan wakil-wakil dari Telapak, Jakarta, 11 April 2006.<br />

299<br />

Ibid. Lihat juga EIA dan Telapak, “The Last Frontier,” hal. 18.<br />

300<br />

ICG, “Indonesia: Resources and Conflict in Papua (Indonesia: Sumber Daya Alam dan Konflik di Papua),”<br />

ICG Laporan Asia, no. 39, 13 September 2002, hal. 16.<br />

73<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!