Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
• “Bayaran harian kecil-kecilan” untuk menambah gaji prajurit. Selama beberapa<br />
waktu, pembayaran ini diberikan kepada komandan setempat, tetapi setelah<br />
Freeport bersikeras agar satuan militer tersebut membuka rekening bank,<br />
perusahaan selanjutnya mengirimkan dana ke rekening-rekening tersebut. Akibat<br />
“kesalahan administratif dalam memberikan nama” sebagian dari pembayaran<br />
tunai ini dijuluki sebagai ongkos makanan di dalam buku-buku perusahaan<br />
sampai praktek ini bisa dibetulkan.<br />
• Penggantian untuk ongkos administrasi dan logistik yang dikeluarkan oleh satuan<br />
militer di lapangan, seperti untuk komunikasi atau penggunaan helikopter, yang<br />
disediakan oleh perusahaan karena telah dinilai bahwa “dana [yang telah<br />
dianggarkan] dari Jakarta tidak cukup untuk operasi normal.” Pembayaran oleh<br />
Freeport untuk tujuan ini bernilai sebesar kira-kira $1000 sampai $1500 per<br />
bulan bagi komando daerah militer (Kodam).<br />
• Pembiayaan bagi proyek-proyek “pembangunan” tertentu yang diminta oleh<br />
pihak militer, seperti untuk renovasi rumah sakit. Freeport melaksanakan<br />
pemeriksaaan terbatas terhadap kira-kira setiap satu dari lima proyek-proyek<br />
ini. 235<br />
Mantan pejabat eksekutif Freeport ini juga menyebutkan bahwa aliran dana ke pihak<br />
militer telah diatur oleh prosedur yang dijelaskan di dalam “perjanjian tertulis<br />
[pemberian] dukungan,” atau, menurut pejabat-pejabat eksekutif Freeport lainnya, dalam<br />
“sebuah kontrak dengan pihak militer mengenai hubungan [keamanan].” 236 Dokumen<br />
tersebut telah diserahkan kepada komandan militer di Jayapura, ibukota propinsi Papua,<br />
serta kepada pejabat yang setara di pihak kepolisian, pejabat-pejabat eksekutif ini<br />
mengatakan, tetapi dokumen tersebut dikembalikan tanpa ditandatangani. 237 Meskipun<br />
demikian, mantan pejabat eksekutif di atas mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan dari<br />
235<br />
Ibid. Lihat juga John McBeth, “Freeport in Indonesia: Filling in the holes (Freeport di Indonesia: Menutup<br />
lubang),” Asia Times, 22 Februari 2006, [online]<br />
http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/HB22Ae01.html. Patut diingat bahwa artikel Asia Times di atas<br />
memperkirakan bahwa sebanyak 25 persen dari pengeluaran total Freeport untuk aparat keamanan pemerintah<br />
dibagikan dengan cara ini, selebihnya diberikan berupa barang dan jasa. Ibid.<br />
236<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> melalui telepon dengan seorang mantan pejabat eksekutif Freeport;<br />
wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan wakil-wakil dari perusahaan, Maret 2005. Pejabat-pejabat ini<br />
mengatakan bahwa dokumen itu berasal dari awal tahun 2000-an, dan satu orang di antara mereka<br />
menyatakan bahwa dokumen tersebut didahului oleh (dan didasarkan secara kuat atas) sederetan perjanjian<br />
dengan pejabat dari pihak militer (dan kepolisian) di propinsi tersebut.<br />
237<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan wakil-wakil perusahaan; wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> melalui<br />
telepon dengan seorang mantan pejabat eksekutif Freeport. Mantan pejabat eksekutif ini menduga bahwa<br />
komandan dan pihak militer tidak bersedia menandatangani dokumen tersebut karena mereka tidak mau<br />
secara pribadi terkait dengan pengaturan tersebut dan dengan tuduhan bahwa mereka “menjual” jasa pasukan<br />
yang dipimpin mereka.<br />
59<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)