Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch Harga Selangit - Human Rights Watch

13.01.2014 Views

hasil. 167 Beberapa waktu setelah itu, pada tahun itu juga, ABK mendatangkan sebuah perusahaan Malaysia untuk menebang hutan di wilayah sekitar kabupaten Nunukan dan untuk memasarkan kayu hasil tebangan tersebut bagi ABK. 168 Pola Yang Berulang Di pertengahan tahun 2004, seorang bupati baru di depan umum mengeluh bahwa pejabat-pejabat kabupaten secara mudah telah mengeluarkan ijin penebangan hutan kepada perusahaan-perusahaan kehutanan, tetapi beliau tidak menyebut nama-nama perusahaan tersebut; perusahaan-perusahaan ini telah menjanjikan akan menanam modal mendirikan perkebunan kelapa sawit tetapi sebaliknya hanya menebang hutan untuk diekspor ke Malaysia. 169 Beliau menuduh perusahaan-perusahaan ini telah merusak sekitar dua puluh lima ribu hektar hutan di Nunukan dan memperburuk masalah penebangan liar. 170 Bupati tersebut juga menyebutkan ongkos-ongkos yang timbul di segi sosial. Menurutnya, apa yang terjadi menimbulkan ketegangan dan keresahan sosial yang disebabkan oleh kekecewaan masyarakat atas janji pekerjaan di perkebunan yang tidak pernah menjelma (jadi kenyataan). 171 Yang selanjutnya terjadi menunjukkan bahwa yang dimaksud oleh bupati tersebut adalah ABK. Perusahaan yang disewa oleh ABK itu tidak dapat memperbaharui ijin penebangan hutannya setelah habis masa berlakunya pada bulan April 2004. 172 Perusahaan induk di 167 Penentang-penentang proyek ini menulis sebuah surat protes yang menjabarkan keluhan-keluhan tentang tuduhan ketidakberesan surat ijin yang dikeluarkan oleh bupati Nunukan. Lampiran Surat No. lst/LSM-VI/2001, 27 Juni 2001, salinan ada di Human Rights Watch. Sepucuk surat lain kepada bupati dan anggota DPRD Nunukan memberikan penjelasan yang lebih terperinci. Surat kepada bupati dan anggota DPRD Nunukan, salinan ada di Human Rights Watch. 168 ABK mengontrak TH Group untuk menebang habis 145 ribu hektar hutan di perbatasan antara kabupaten Tarakan dan Bulungan, di Kalimantan Timur. TH Group mendirikan kantor-kantor di Nunukan untuk tujuan ini. Situs web perusahaan menyebutkan daerah kontrak adalah Simenggaris/Kalimantan Timur, menyebut kliennya (dengan kesalahan ejaan kecil) adalah PT Agrosilva Beta Karti, dan menjelaskan bahwa TH Group telah mendirikan sebuah anak perusahaan yang terdaftar di Indonesia kepada siapa TH Group telah menyerahkan pekerjaan tersebut. Lihat TH Group, “Contact Us: Contracting Services: Land Clearing Works (Hubungi Kami: Jasa Kontrakan: Pekerjaan Pembersihan Tanah),” “Location of Contracting Services in East Malaysia (Lokasi Jasa Kontrakan di Malaysia),” dan “Contracting Services: Current Projects: Land Clearing (Jasa Kontrakan: Proyek yang Sedang Berjalan: Pembersihan Tanah),” [online] http://www.thgroup.com.my/thgroup11/office.html, http://www.thgroup.com.my/thgroup11/location2, dan http://www.thgroup.com.my/thgroup11/current.html. 169 “Cirebon council urges stop to illegal log shipments (Dewan di Cirebon mendorong dihentikannya pengiriman kayu gelap),” Jakarta Post, 2 Agustus 2004. 170 Ibid. 171 “Cirebon council urges stop..,” Jakarta Post. 172 Rizal Hammim, “TH Group submits application to renew Indon timber license (TH Group menyerahkan surat permohonan untuk memperbaharui lisensi kayu Indonesia),” Malay Mail, 16 April 2004. Di awal tahun 2005, kontraktor ini telah menghentikan dan membatalkan semua kegiatan pembersihan tanahnya di Kalimantan Timur untuk ABK. Lim Ai Leen, “Corporate: TH Group faces setback in Indonesia (Perusahaan: TH Group menemui halangan di Indonesia),” The Edge, 7 Maret 2005. HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 46

Malaysia, BOT, tidak menjawab pertanyaan yang disampaikan Human Rights Watch, tetapi menurut rekan kerja-samanya, Inkopad, ABK menghentikan semua kegiatan bisnisnya pada tanggal 9 Juli 2004, dan setelah itu telah dicabut ijinnya. 173 Pada bulan Agustus 2004, pejabat-pejabat daerah mengatakan mereka akan menyelidiki tuduhan bupati itu sebelum mengambil tindakan terhadap perusahaan manapun. 174 Pada bulan Desember 2004, LSM-LSM melaporkan, sebuah penyelidikan resmi Departemen Dalam Negeri menyimpulkan bahwa ABK telah melakukan kegiatan penebangan hutan dan jual-beli kayu ilegal antar-negara secara besar-besaran. 175 Di bulan yang sama, laporanlaporan yang beredar bebas di masyarakat menunjukkan bahwa Departemen Perhutanan Indonesia telah mencabut ijin ABK. 176 Seolah menghidupkan kembali pengalaman dengan Yamaker bertahun-tahun sebelumnya, satu badan usaha militer sekali lagi diduga telah melanggar hukum, menyebabkan kerusakan lingkungan, dan turut ambil bagian dalam menimbulkan keresahan sosial, tetapi hukuman yang diterima oleh badan usaha itu hanyalah kehilangan hak konsesinya. Sepengetahuan Human Rights Watch, badan usaha militer ini tidak pernah dihukum atas keterlibatan mereka dalam kegiatan ilegal, oknum-oknum yang terlibat tidak pernah diajukan di depan hukum, dan masyarakat setempat tidak mendapatkan ganti rugi atas pengrusakan yang dilakukan terhadap tanah hutan mereka. 177 Inkopad menjelaskan kepada Human Rights Watch bahwa mereka telah melepas saham mereka di ABK dan mengembalikan saham tersebut ke perusahaan induknya, BOT dari Malaysia. 178 Koperasi milik angkatan darat ini tidak bersedia memberikan penjelasan tentang peran mereka dalam penebangan hutan, permasalahan tanah, atau masalah lingkungan yang berkaitan dengan 173 Surat dari Inkopad menjawab pertanyaan dari Human Rights Watch [“Inkopad letter to Human Rights Watch (Surat dari Inkopad kepada Human Rights Watch)”], 6 Desember 2005. 174 “Cirebon council urges stop…,” Jakarta Post. 175 Milieudefensie dan SSNC, ”The Kalimantan Border Oil Palm Mega-Project,” hal. 3, mengutip “Analysis of Indonesian Border Policy Relating to Social, Cultural, and Economic Problems of Border Regions, PT xx together with the Interior Ministry of the Republic of Indonesia (Analisa Kebijakan Perbatasan Indonesia Mengenai Masalah Sosial, Budaya, dan Ekonomi di Wilayah Perbatasan, PT xx bersama dengan Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia),” Desember 2004. 176 Surat Keputusan Menteri Perhutanan, SK. 460/Menhut-II/04, “Pembatalan Keputusan Bupati Nunukan No.522.11/027/EK-PRODA/II/2002 tgl. 27-2-2002 ttg Pemberian IUPHHK-HT kepada PT. AGROSILVA BETA KARTIKA seluas 50.000 ha di Simanggaris, Kecamatan Nunukan, Kab. Nunukan, Prop. Kaltim,” 3 Desember 2004, dirujuk dalam Peraturan Perundang-undangan Kehutanan Tahun 2004, [online] http://www.dephut.go.id/INFORMASI/BUKU2/DI_2004/II_16.pdf. 177 Wawancara Human Rights Watch dengan seorang pegawai LSM yang kenal baik dengan daerah tersebut; wawancara Human Rights Watch dengan seorang aktifis lingkungan yang bekerja di daerah itu di awal tahun 2000-an. Sudah biasa bahwa pemegang hak konsesi tidak diminta pertanggungjawabannya atas penebangan liar yang terjadi. Lihat juga Milieudefensie dan SSNC, ”The Kalimantan Border Oil Palm Mega-Project,” yang menyebutkan bahwa pemegang hak konsesi yang telah melanggar hukum jarang sekali diminta pertanggungjawabannya, terutama hal. 32-33. 178 Inkopad juga menyatakan bahwa wakil dari pihak militer yang membantu mendirikan ABK sudah tidak bekerja di koperasi. Surat Inkopad kepada Human Rights Watch. 47 HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Malaysia, BOT, tidak menjawab pertanyaan yang disampaikan <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>,<br />

tetapi menurut rekan kerja-samanya, Inkopad, ABK menghentikan semua kegiatan<br />

bisnisnya pada tanggal 9 Juli 2004, dan setelah itu telah dicabut ijinnya. 173 Pada bulan<br />

Agustus 2004, pejabat-pejabat daerah mengatakan mereka akan menyelidiki tuduhan<br />

bupati itu sebelum mengambil tindakan terhadap perusahaan manapun. 174 Pada bulan<br />

Desember 2004, LSM-LSM melaporkan, sebuah penyelidikan resmi Departemen Dalam<br />

Negeri menyimpulkan bahwa ABK telah melakukan kegiatan penebangan hutan dan<br />

jual-beli kayu ilegal antar-negara secara besar-besaran. 175 Di bulan yang sama, laporanlaporan<br />

yang beredar bebas di masyarakat menunjukkan bahwa Departemen Perhutanan<br />

Indonesia telah mencabut ijin ABK. 176<br />

Seolah menghidupkan kembali pengalaman dengan Yamaker bertahun-tahun sebelumnya,<br />

satu badan usaha militer sekali lagi diduga telah melanggar hukum, menyebabkan<br />

kerusakan lingkungan, dan turut ambil bagian dalam menimbulkan keresahan sosial, tetapi<br />

hukuman yang diterima oleh badan usaha itu hanyalah kehilangan hak konsesinya.<br />

Sepengetahuan <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>, badan usaha militer ini tidak pernah dihukum atas<br />

keterlibatan mereka dalam kegiatan ilegal, oknum-oknum yang terlibat tidak pernah<br />

diajukan di depan hukum, dan masyarakat setempat tidak mendapatkan ganti rugi atas<br />

pengrusakan yang dilakukan terhadap tanah hutan mereka. 177 Inkopad menjelaskan kepada<br />

<strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> bahwa mereka telah melepas saham mereka di ABK dan<br />

mengembalikan saham tersebut ke perusahaan induknya, BOT dari Malaysia. 178 Koperasi<br />

milik angkatan darat ini tidak bersedia memberikan penjelasan tentang peran mereka dalam<br />

penebangan hutan, permasalahan tanah, atau masalah lingkungan yang berkaitan dengan<br />

173<br />

Surat dari Inkopad menjawab pertanyaan dari <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> [“Inkopad letter to <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong><br />

(Surat dari Inkopad kepada <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>)”], 6 Desember 2005.<br />

174<br />

“Cirebon council urges stop…,” Jakarta Post.<br />

175<br />

Milieudefensie dan SSNC, ”The Kalimantan Border Oil Palm Mega-Project,” hal. 3, mengutip “Analysis of<br />

Indonesian Border Policy Relating to Social, Cultural, and Economic Problems of Border Regions, PT xx<br />

together with the Interior Ministry of the Republic of Indonesia (Analisa Kebijakan Perbatasan Indonesia<br />

Mengenai Masalah Sosial, Budaya, dan Ekonomi di Wilayah Perbatasan, PT xx bersama dengan Departemen<br />

Dalam Negeri Republik Indonesia),” Desember 2004.<br />

176<br />

Surat Keputusan Menteri Perhutanan, SK. 460/Menhut-II/04, “Pembatalan Keputusan Bupati Nunukan<br />

No.522.11/027/EK-PRODA/II/2002 tgl. 27-2-2002 ttg Pemberian IUPHHK-HT kepada PT. AGROSILVA BETA<br />

KARTIKA seluas 50.000 ha di Simanggaris, Kecamatan Nunukan, Kab. Nunukan, Prop. Kaltim,” 3 Desember<br />

2004, dirujuk dalam Peraturan Perundang-undangan Kehutanan Tahun 2004, [online]<br />

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/BUKU2/DI_2004/II_16.pdf.<br />

177<br />

Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seorang pegawai LSM yang kenal baik dengan daerah tersebut;<br />

wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seorang aktifis lingkungan yang bekerja di daerah itu di awal tahun<br />

2000-an. Sudah biasa bahwa pemegang hak konsesi tidak diminta pertanggungjawabannya atas penebangan<br />

liar yang terjadi. Lihat juga Milieudefensie dan SSNC, ”The Kalimantan Border Oil Palm Mega-Project,” yang<br />

menyebutkan bahwa pemegang hak konsesi yang telah melanggar hukum jarang sekali diminta<br />

pertanggungjawabannya, terutama hal. 32-33.<br />

178<br />

Inkopad juga menyatakan bahwa wakil dari pihak militer yang membantu mendirikan ABK sudah tidak<br />

bekerja di koperasi. Surat Inkopad kepada <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>.<br />

47<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!