13.01.2014 Views

Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

kehilangan tanah adat mereka. 141 Keputusan ini juga menciptakan suatu pola yang tetap<br />

dianut selama berpuluh-puluh tahun: kepentingan ekonomi militer di bidang kehutanan<br />

lebih didahulukan dari kepentingan masyarakat setempat.<br />

Selama berpuluh-puluh tahun, Yamaker mengolah tanah tersebut secara tidak beraturan.<br />

Penduduk asli di daerah ini menyatakan bahwa penebangan besar-besaran yang<br />

dilakukan oleh Yamaker telah mengganggu kehidupan dan tradisi mereka dan<br />

menyebabkan “hutan gundul.” 142 Masyarakat setempat juga mengalami kesulitan lain<br />

ketika Yamaker sering menghalangi penduduk untuk memasuki daerah hutan tersebut<br />

dengan alasan keamanan. 143 Setelah pemerintahan Soeharto jatuh pada tahun 1998, dan<br />

dimulainya era reformasi, pemerintah yang baru memutuskan untuk menyelidiki dan<br />

membeberkan penyelundupan kayu besar-besaran yang dilakukan oleh Yamaker. 144<br />

Menteri Perhutanan dan Perkebunan saat itu, Muslimin Nasution, mengecam Yamaker<br />

karena perusahaan tersebut telah menjalankan bisnis secara ilegal, gagal memperbaiki<br />

kesejahteraan masyarakat setempat, dan “merampok [hutan] secara besar-besaran.” 145<br />

Berdasarkan temuan tersebut, di tahun 1999 pemerintah mencabut seluruh hak konsensi<br />

Yamaker. 146<br />

Meskipun demikian, pihak militer tetap saja mempunyai kaitan yang erat dengan daerah<br />

hutan tersebut. Pemegang hak konsesi yang baru, sebuah badan usaha milik negara,<br />

Perhutani, adalah mitra kerja Inkopad, sebuah koperasi angkatan darat yang aktif dalam<br />

kegiatan penebangan hutan di wilayah eks-Yamaker. 147 Selain itu, pihak militer juga<br />

Earth Netherlands dan The Swedish Society for Nature Conservation (SSNC), ”The Kalimantan Border Oil Palm<br />

Mega-Project (Proyek Minyak Kelapa Sawit Raksasa di Perbatasan Kalimantan),” ditulis oleh AIDEnvironment,<br />

April 2006, hal. 3.<br />

141<br />

Tanah ini telah ditetapkan sebagai hutan nasional, kemudian hak konsesi tanah tersebut diberikan kepada<br />

Yamaker tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada masyarakat pemilik tanah adat tersebut. Wawancara<br />

<strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seorang aktifis lingkungan yang bekerja di daerah tersebut awal tahun 2000-an,<br />

Jakarta, 19 April 2006.<br />

142<br />

Surat No. 015/FMKD/II/2001, dari dua kepala adat Dayak (dan ditandatangani oleh sembilan belas kepala<br />

desa) kepada Bupati Nunukan, 2 Februari 2001, salinan ada di <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>.<br />

143<br />

Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seseorang yang pernah tinggal di Nunukan, Jakarta, 19 April<br />

2006; wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seorang anggota LSM yang kenal baik dengan daerah ini,<br />

Jakarta, Desember 2004.<br />

144<br />

Pemerintah memperkirakan kehilangan pendapatan sebesar Rp. 134 milyar ($1.8 juta) akibat kegiatan<br />

penyelundupan Yamaker. “Timber firm linked…,” Jakarta Post; “Perhutani takes over Yamaker’s forest areas<br />

[Perhutani ambil alih wilayah hutan Yamaker],” Jakarta Post, 27 Mei 1999.<br />

145<br />

“Defence department’s Kalimantan timber license revoked [Lisensi kayu Departemen Pertahanan di<br />

Kalimantan dicabut],” BBC Monitoring Service: Asia-Pacific, 10 April 10 1999, mengutip Kompas, 8 April 1999;<br />

dan “Timber firm linked…,” Jakarta Post.<br />

146<br />

“Defence department’s Kalimantan… ,” BBC Monitoring Service.<br />

147<br />

Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seorang aktifis lingkungan yang bekerja di daerah ini di awal<br />

tahun 2000-an; wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seorang anggota LSM yang kenal baik dengan<br />

daerah ini. Pada bulan April 2000, Perhutani menulis sebuah kesepakatan bersama (memorandum of<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 42

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!