Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Harga Selangit - Human Rights Watch
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Kotak 2: Yayasan Militer dan Aset-aset Mereka<br />
Gambaran berikut ini mencerminkan informasi yang dapat dikumpulkan oleh <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong><br />
saat penulisan laporan ini. 106<br />
Angkatan Darat: Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP). Yayasan militer terbesar, paling tidak<br />
karena reputasinya, yayasan ini didirikan di tahun 1972. Kekayaan yayasan sampai dengan tahun 2001<br />
meliputi sebelas anak perusahaan dan dua puluh dua kerja sama (joint venture). Beragam perusahaan ini<br />
saat itu masuk dalam enam kategori besar: kehutanan/perkebunan, konstruksi bangunan, perumahan,<br />
pabrik, jasa, dan pertambangan. 107 Kekayaan yayasan yang paling terkenal saat itu adalah sebagian dari<br />
Distrik Bisnis Sudirman (Sudirman Business District), sebuah daerah perkembangan real estate utama<br />
di Jakarta yang dijalankan oleh mitra kerja swasta, yang di tahun 1999 diperkirakan bernilai sebesar $3<br />
milyar. 108 Masih merasakan akibat dari krisis keuangan, YKEP menderita kerugian bersih dari<br />
investasi-investasinya sebesar kira-kira Rp. 8 milyar ($880.000) per tahun di tahun 2000 dan 2001. 109<br />
Panglima TNI mengatakan di tahun 2002 bahwa YKEP memperoleh keuntungan tidak lebih dari Rp.<br />
50 milyar ($5,5 juta). 110 Pola negatif ini tampaknya terus berlangsung: menurut mantan wakil kepala<br />
staf angkatan darat, Kiki Syahnakri, laba YKEP di tahun 2005 terus menurun jika dibandingkan<br />
dengan tahun-tahun sebelumnya. 111 Saat itu, YKEP dipercayai tetap memegang investasi-investasi<br />
yang telah dibuatnya sejak lama dan terus mempunyai, diantaranya, perusahaan kayu, hotel,<br />
perumahan, dan jasa angkutan. 112 Pada tahun 2006, Departemen Pertahanan mengumumkan bahawa<br />
satu dari bisnis angkatan darat yang paling terkenal, PT International Timber Corporation Indonesia<br />
106<br />
Selain menggunakan sumber-sumber yang ada masyarakat, seperti telah disebutkan, informasi berikut ini<br />
juga menggunakan data terperinci tentang yayasan militer dan investasi mereka yang telah diberikan oleh<br />
seorang peneliti independen kepada <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> di akhir tahun 2004. <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong><br />
selanjutnya mengecek kebenaran daftar ini dengan beberapa orang yang mengetahui seluk-beluk bisnis militer,<br />
termasuk dengan wakil-wakil dari TNI. Mereka semua menyatakan informasi tersebut pada umumnya akurat<br />
sampai dengan tahun 2006. Bilamana dapat dibuktikan bahwa bisnis-bisnis tersebut berada di tangan militer,<br />
nama perusahaan akan dicantumkan. Markas besar TNI hanya memberi <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> sedikit informasi<br />
saja kepada mengenai yayasan (dan koperasi) militer; informasi ini berisi nama-nama dari beberapa bisnis<br />
yang dimiliki oleh pihak militer. Catatan asal-usul informasi ini diberikan di bawah ini.<br />
107<br />
Ernst & Young, “YKEP: Strategic Review Report.”<br />
108<br />
Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan seorang peneliti yang telah mempelajari permasalahan bisnis<br />
militer, Jakarta, Agustus-September 2004; Rabasa dan Haseman, The Military and Democracy in Indonesia<br />
(Pihak Militer dan Demokrasi di Indonesia), hal. 74; Tom McCawley, “Business Reforms—Bullets and<br />
Bottomlines (Reformasi Bisnis—Peluru dan Batas Dasar Laba),” AsiaWeek, 5 Februari 1999.<br />
109<br />
Keuntungan keseluruhan yayasan di tahun 2001 adalah sebesar Rp. 8,11 milyar ($811.000), dibandingkan<br />
dengan Rp. 8,21 milyar ($985.200) tahun sebelumnya. Ernst & Young, “YKEP: Strategic Review Report.”<br />
110<br />
Dadan Wijaksana dan Musthofid, “TNI commander denies earning huge profits from businesses (Perwira<br />
TNI menyangkal telah mendapatkan untung besar dari bisnis-bisnisnya),” Jakarta Post, 17 September 2002.<br />
111<br />
Greenlees, “Indonesia wants…,” International Herald Tribune.<br />
112<br />
Daftar beberapa yayasan dan perusahaan-perusahaan yang dimilikinya [“Daftar Yayasan”], dikirimkan<br />
kepada <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>, tanpa diketahui oleh siapa, pada bulan Desember 2004; salinan ada di <strong>Human</strong><br />
<strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>. Pada tahun 2006, <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> menunjukkan daftar tersebut kepada pejabat-pejabat<br />
militer dan orang-orang lain yang memeriksa bisnis-bisnis TNI atas nama TNI. Semuanya sendiri-rsendiri<br />
menyatakan daftar tersebut tampak akurat dan sebagian besar sesuai dengan keadaan sekarang, seperti telah<br />
disebutkan, tetapi tak seorangpun bersedia memberikan rincian lebih lanjut atau inventorisasi mereka sendiri<br />
mengenai bisnis-bisnis ini.<br />
37<br />
HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)