Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch Harga Selangit - Human Rights Watch

13.01.2014 Views

Gagalnya “Pemberantasan” Bisnis Ilegal Kegiatan ekonomi secara gelap oleh pihak militer masih tetap menarik perhatian setelah sebentar saja bisnis militer mendapat sorotan tajam pemerintah. Tetapi, perhatianperhatian ini tidak membuahkan hasil yang efektif untuk menghentikan kegiatan tersebut. Apa yang dikatakan pemerintah mengenai keterlibatan militer dalam kasus penebangan liar sangat membantu memberikan gambaran jelas tentang kegagalan memberantas kegiatan ekonomi militer yang secara jelas telah melanggar hukum yang berlaku. Di tahun 2001, sebuah instruksi presiden (Inpres No. 5/2001) berusaha menjawab pertanyaan tentang peran pihak militer di dalam operasi kehutanan ilegal. Seperti yang dinyatakan oleh mantan panglima TNI Jendral Endriartono Sutarto, mandat ini mewajibkannya untuk “menindak tegas baik dengan sanksi administratif maupun pidana, terhadap oknum aparat di lingkungan TNI yang terbukti terlibat dalam kegiatan penebangan liar, pengangkutan/peredaran hasil hutan illegal [sic], maupun penyelundupan kayu.” Mandat tersebut juga memerintahkan untuk “menindak yayasan, usaha koperasi di bawah naungan TNI beserta oknum yang terlibat melakukan kegiatan penebangan kayu liar dan peredaran hasil hutan illegal [sic].” Mandat ini msecara khusus menyoroti pentingnya bagi angkatan laut untuk “menindak” setiap upaya penyelundupan kayu. 62 Hampir dua tahun habis sebelum Jendral Sutarto mengeluarkan suatu perintah kepada pasukannya berhubungan dengan ketentuan-ketentuan yang disebutkan di atas. Di awal tahun 2003, menurut penjelasannya sendiri, Jendaral Sutarto telah mengeluarkan surat perintah kepada semua prajurit TNI “untuk melarang dan menindak tegas kepada seluruh prajurit TNI yang terbukti [terlibat] secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan penebangan liar dan pengangkutan/peredaran/penyelundupan kayu secara illegal [sic].” 63 Jendral Sutarto tidak menyebutkan langkah-langkah apa yang telah diambilnya untuk menjamin dipatuhinya surat perintah yang dikeluarkannya. Surat perintah Jendral Sutarto tersebut tampaknya juga tidak membicarakan unsur-unsur lain yang terkandung di dalam 62 Endriartono Sutarto, “Komitmen TNI dalam Menjaga dan Mengawasi Penanggulangan Illegal Logging di Indonesia,” 7 September 2004, hal. 9-10. Lihat juga Instruksi Presiden No. 5/2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Illegal (Illegal Logging) dan Peredaran Hasil Hutan Illegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Tanjung Puting, salinan ada di Human Rights Watch. 63 Sutarto, “Komitmen TNI …,” hal. 10. Dia menyebutkan surat tersebut sebagai “Surat telegram No. STR/129/2003 ke seluruh jajaran TNI,” tertanggal 30 Januari 2003. Sutarto juga menggambarkan usaha-usaha TNI untuk mendukung program pelestarian di sebuah taman nasional, mempertinggi kerja sama dengan pejabat kehutanan, dan memperbaiki pengawasan perbatasan. Ibid. HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 26

Inpres yang tersebut di atas. Dia juga tidak menjelaskan apakah ada orang yang sempat diselidiki atau dihukum. Human Rights Watch tidak mengetahui adanya pemberantasan terhadap keterlibatan militer di dalam penebangan liar sebelum tahun 2005, sesuai dengan bahasa dari inpres tahun 2001 tersebut. 64 Sebaliknya, sampai dengan awal tahun 2005, TNI masih belum berhasil menindak seorang kapten dari kepolisian militer yang dua tahun sebelumnya telah dituduh oleh LSM-LSM terlibat erat dengan kegiatan penebangan liar di Papua. 65 Sebuah usaha pemberantasan bisnis militer lainnya diumumkan pada pertengahan tahun 2003, setelah terungkapnya sebuah skandal mengenai pembunuhan bayaran dimana dua orang tewas terbunuh (kasus ini diuraikan secara mendetil di bawah ini). Sutarto berjanji akan menjadikan keempat prajurit komando aktif yang tertuduh dalam kasus ini sebagai sebuah pelajaran. 66 Pada akhirnya, dua dari prajurit komando tersebut diadili di pengadilan militer dan terbukti bersalah melakukan dua pembunuhan. 67 Sutarto juga memberikan tanggapannya dengan mengeluarkan sebuah perintah yang melarang kegiatan kriminal oleh prajurit, termasuk perlindungan terhadap anggota-anggota kriminal: Saya telah memerintahkan semua satuan untuk menjamin tak seorangpun dari prajurit mereka terlibat di dalam bisnis (kriminal). Kita tidak akan membiarkan hal itu … TNI telah memecat banyak prajurit karena alasan ini dan akan terus mengambil tindakan serupa. 68 Laporan yang tersedia di media massa menunjukkan bahwa beberapa prajurit telah ditangkap karena keterlibatan mereka dalam kegiatan ekonomi ilegal, tetapi 64 TNI tidak menjawab pertanyaan tertulis yang disampaikan oleh Human Rights Watch mengenai sanksi terhadap prajurit-prajurit. Yang diberikan oleh TNI adalah suatu tabel berisi informasi tentang peradilanperadilan militer, seperti dibahas lebih lanjut di bawah ini, tetapi informasi tersebut bersifat umum dan tidak menyebutkan bentuk-bentuk kejahatan yang diadili. 65 Dua LSM, Environmental Investigation Agency (EIA) dan Telapak, melakukan penyelidikan bersama dan di tahun 2003 melaporkan temuan-temuan mereka kepada pejabat pemerintah yang selanjutnya memberitahu pimpinan TNI, tetapi sampai dengan awal tahun 2005, orang ini masih tetap terlibat dalam kegiatan penebangan hutan. EIA dan Telapak, “The Last Frontier: Illegal Logging in Papua and China’s Massive Timber Theft (Batas Terakhir: Penebangan Liar di Papua dan Pencurian Kayu Besar-besaran oleh Cina),” Februari 2005, hal. 18. 66 Fabiola Desy Unidjaja, “TNI to get tough on members backing criminals (TNI akan menghukum keras prajurit yang memberikan perlindungan terhadap kriminal),” Jakarta Post, 12 Agustus 2003. Sutarto berjanji prajuritprajurit tersebut akan mendapat “hukuman seberat mungkin” (hukuman mati) jika ditemukan bersalah. Ibid. Human Rights Watch menentang hukuman mati tanpa terkecuali. 67 Kedua tentara ini, yang telah dijatuhi hukuman mati, meloloskan diri dari penjara pada bulan Mei 2005. Sampai bulan Juni 2005, satu telah tertangkap. ID Nugroho, “Fugitive marine captured, shot (Tentara buronan tertangkap, ditembak),” Jakarta Post, 3 Juni 2005. 68 Unidjaja, “TNI to get tough…,” Jakarta Post. Juga lihat Siboro, “Generals told…,” Jakarta Post. 27 HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Inpres yang tersebut di atas. Dia juga tidak menjelaskan apakah ada orang yang sempat<br />

diselidiki atau dihukum. <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> tidak mengetahui adanya pemberantasan<br />

terhadap keterlibatan militer di dalam penebangan liar sebelum tahun 2005, sesuai<br />

dengan bahasa dari inpres tahun 2001 tersebut. 64 Sebaliknya, sampai dengan awal tahun<br />

2005, TNI masih belum berhasil menindak seorang kapten dari kepolisian militer yang<br />

dua tahun sebelumnya telah dituduh oleh LSM-LSM terlibat erat dengan kegiatan<br />

penebangan liar di Papua. 65<br />

Sebuah usaha pemberantasan bisnis militer lainnya diumumkan pada pertengahan tahun<br />

2003, setelah terungkapnya sebuah skandal mengenai pembunuhan bayaran dimana dua<br />

orang tewas terbunuh (kasus ini diuraikan secara mendetil di bawah ini). Sutarto berjanji<br />

akan menjadikan keempat prajurit komando aktif yang tertuduh dalam kasus ini sebagai<br />

sebuah pelajaran. 66 Pada akhirnya, dua dari prajurit komando tersebut diadili di<br />

pengadilan militer dan terbukti bersalah melakukan dua pembunuhan. 67 Sutarto juga<br />

memberikan tanggapannya dengan mengeluarkan sebuah perintah yang melarang<br />

kegiatan kriminal oleh prajurit, termasuk perlindungan terhadap anggota-anggota<br />

kriminal:<br />

Saya telah memerintahkan semua satuan untuk menjamin tak<br />

seorangpun dari prajurit mereka terlibat di dalam bisnis (kriminal). Kita<br />

tidak akan membiarkan hal itu … TNI telah memecat banyak prajurit<br />

karena alasan ini dan akan terus mengambil tindakan serupa. 68<br />

Laporan yang tersedia di media massa menunjukkan bahwa beberapa prajurit<br />

telah ditangkap karena keterlibatan mereka dalam kegiatan ekonomi ilegal, tetapi<br />

64<br />

TNI tidak menjawab pertanyaan tertulis yang disampaikan oleh <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> mengenai sanksi<br />

terhadap prajurit-prajurit. Yang diberikan oleh TNI adalah suatu tabel berisi informasi tentang peradilanperadilan<br />

militer, seperti dibahas lebih lanjut di bawah ini, tetapi informasi tersebut bersifat umum dan tidak<br />

menyebutkan bentuk-bentuk kejahatan yang diadili.<br />

65<br />

Dua LSM, Environmental Investigation Agency (EIA) dan Telapak, melakukan penyelidikan bersama dan di<br />

tahun 2003 melaporkan temuan-temuan mereka kepada pejabat pemerintah yang selanjutnya memberitahu<br />

pimpinan TNI, tetapi sampai dengan awal tahun 2005, orang ini masih tetap terlibat dalam kegiatan<br />

penebangan hutan. EIA dan Telapak, “The Last Frontier: Illegal Logging in Papua and China’s Massive Timber<br />

Theft (Batas Terakhir: Penebangan Liar di Papua dan Pencurian Kayu Besar-besaran oleh Cina),” Februari<br />

2005, hal. 18.<br />

66<br />

Fabiola Desy Unidjaja, “TNI to get tough on members backing criminals (TNI akan menghukum keras prajurit<br />

yang memberikan perlindungan terhadap kriminal),” Jakarta Post, 12 Agustus 2003. Sutarto berjanji prajuritprajurit<br />

tersebut akan mendapat “hukuman seberat mungkin” (hukuman mati) jika ditemukan bersalah. Ibid.<br />

<strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> menentang hukuman mati tanpa terkecuali.<br />

67<br />

Kedua tentara ini, yang telah dijatuhi hukuman mati, meloloskan diri dari penjara pada bulan Mei 2005.<br />

Sampai bulan Juni 2005, satu telah tertangkap. ID Nugroho, “Fugitive marine captured, shot (Tentara buronan<br />

tertangkap, ditembak),” Jakarta Post, 3 Juni 2005.<br />

68<br />

Unidjaja, “TNI to get tough…,” Jakarta Post. Juga lihat Siboro, “Generals told…,” Jakarta Post.<br />

27<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!