Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch Harga Selangit - Human Rights Watch

13.01.2014 Views

Selama masa Soeharto, pihak militer tetap aktif dalam usaha komersial di segala tingkat, dari markas besar ke satuan militer. Sampai dengan tahun 1998, satuan wilayah di seluruh Indonesia dianggap “mandiri dalam bidang keuangan.” 20 Sebagian besar uang yang dihasilkan oleh bisnis militer masuk ke kantong pejabat-pejabat tinggi. Sebagai contoh, sebuah audit untuk tahun 1997 dan 1998 terhadap sebuah perusahaan yang terkait dengan pihak militer menemukan pembayaran-pembayaran besar kepada pejabat-pejabat tinggi militer, kebanyakan disebutkan sebagai “uang saku.” 21 Investasi bisnis pihak militer ini juga berhubungan erat dengan hasrat ekonomi keluarga Soeharto dan teman-teman mereka, dan pihak-pihak ini sering terkumpul di dalam satu konglomerat yang kuat. Tetapi, di akhir masa pemerintahan Soeharto, para penanam modal swasta mulai mengadakan kerja sama secara langsung dengan anggota-anggota keluarga Soeharto, sehingga pihak militer kehilangan kedudukannya sebagai mitra kerja istimewa. 22 Krisis Keuangan dan Dampaknya Keperkasaan ekonomi militer menurun tajam sebagai akibat krisis ekonomi Asia yang akhirnya juga menjatuhkan pemerintahan Soeharto dan menandai awal masa reformasi. Seorang peneliti memperkirakan bahwa hanya sekitar sepertiga perusahaan-perusahaan militer selamat dari krisis itu. 23 Secara keseluruhan, daya beli pihak militer dikabarkan mengalami penurunan sebesar 30 persen dari tahun 1997 sampai tahun 1998. 24 Dividen 20 Mietzner, “Business as Usual?,” hal. 247. 21 Widoyoko dkk., Bisnis Milter Mencari Legitimasi, hal. 59; Danang Widoyoko, “Questioning the Military Business Restructuring (Mempertanyakan Restrukturisasi Bisnis-MIliter),” dalam Moch. Nurhasim, ed., Practices of Military Business: Experiences from Indonesia, Burma, Philippines and South Korea (Praktekpraktek Bisnis Militer: Pengalaman Indonesia, Burma, Filipina dan Korea Selatan) (Jakarta: The Ridep Institute dan Friedrich-Ebert-Stiftung, 2005), hal. 122-123. (Buku ini adalah terjemahan dalam bahasa Inggris dari volume asli yang diterbitkan pertama kali di tahun 2003.) Kedua sumber mengutip sebuah laporan audit atas PT Manunggal Air Service (PT MAS). Pembayaran ini, yang bernilai total sebesar kira-kira Rp. 68-90 juta (sekitar $15.000 – $20.000) per orang untuk jangka waktu itu, diduga telah diberikan kepada kepala komandan ABRI saat itu, asisten bidang logistik, kepala staf umum, dan asisten perencanaan umum. (PT adalah singkatan dari Perseroan Terbatas dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dipegang oleh pihak perorangan. Dalam laporan ini, sebutan "PT" tersebut tidak akan diulangi setelah disebutkan untuk pertama kalinya bagi tiap-tiap perusahaan.) 22 Salil Tripathi, “Merchants in Uniform: Indonesia’s generals may make good business partners (Pedagang Berseragam: Jendral-jendral Indonesia dapat menjadi mitra bisnis yang baik),” Far Eastern Economic Review (FEER), 5 Februari 5 1998. 23 Perkiraan ini disampaikan oleh Sukardi Rinakit, pengarang buku tentang aparat militer Indonesia. Donald Greenlees, “Indonesia wants its army out of business (Indonesia ingin angkatan bersenjatanya keluar dari bisnis),” International Herald Tribune, 4 Mei 2005. 24 David Bourchier, “Skeletons, vigilantes and the Armed Forces’s fall from grace (Tulang-belulang, kelompok berandalan, dan hilangnya wibawa Angkatan Bersenjata),” di dalam Arief Budiman, Barbara Hatley, dan Damien Kingsbury, eds., Reformasi: Crisis and change in Indonesia (Reformasi: Krisis dan perubahan di Indonesia) (Clayton, Australia: Monash Asia Institute, 1999), hal. 152, mengutip Patrick Walters, “Political Update (Pembaharuan Politik),” presentasi dalam konprensi Indonesian Update (Pembaharuan Indonesia) HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 16

dari suatu investasi besar militer, sebuah perusahaan kayu, menurun dari 30 juta dolar AS di tahun 1996 ke kira-kira $19 juta di tahun 1998. 25 Penelitian keuangan atas bisnis-bisnis yang dimiliki pihak militer membenarkan penurunan ini. Sebuah audit terhadap yayasan terbesar milik angkatan darat menemukan bahwa di tahun 2000 perusahaan-perusahaan yayasan menderita kerugian bersih sebesar Rp. 8,21 milyar ($985.000). 26 Menghadapi tantangan yang sangat besar ini, TNI melepaskan beberapa bisnis yang dimilikinya, termasuk di sektor perkayuan yang dulunya sangat menguntungkan. TNI juga menutup bisnis-bisnis yang menderita kerugian, dan merombak struktur beberapa bisnis yang lain. Masalah keuangan juga menjadi alasan bagi konsolidasi beberapa yayasan militer. Menteri pertahanan dari tahun 1999 sampai tahun 2000, Juwono Sudarsono (yang kemudian menduduki jabatan yang sama di bulan Oktober 2004), menyatakan kekhawatiran tentang situasi yayasan militer: “Kita harus cepat bertindak untuk menghentikan penghamburan dana negara.” 27 Beberapa bisnis militer berhasil membatasi kesulitan keuangan yang diderita. 28 Tetapi secara keseluruhan, gambaran masa depan bisnis tersebut tetap suram. Asisten perencanaan umum TNI saat itu memperkirakan yayasan militer di tahun 2000 menyumbangkan secara keseluruhaan hanya sekitar 1 persen dari anggaran militer dan malah lebih sedikit (0,7 persen) di tahun 2001. 29 tahun 1998 tentang “Post-Suharto Indonesia: Renewal or Chaos (Indonesia Pasca-Soeharto: Pembaharuan atau Khaos),” Australian National University, Canberra, 25 September 1998. 25 Angka ini diatribusikan kepada Abbas Adhar, presiden-direktur International Timber Corp saat itu. Tripathi, “Merchants in Uniform...,” FEER. 26 Ernst & Young, “Yayasan Kartika Eka Paksi: Strategic Review Report Phase II (Yayasan Kartika Eka Paksi: Laporan Penelitian Strategis Tahap II )” [“YKEP: Strategic Review Report (YKEP: Laporan Penelitian Strategis)”], Desember 2001, salinan ada di Human Rights Watch. Kecuali jika disebutkan, semua angka dalam dolar berarti mata uang AS. Apabila sumber-sumber kutipan tidak memberikan ekuivalensi dalam dolar AS, Human Rights Watch memberikan konversi jumlah-jumlah uang tersebut dengan menggunakan kurs valuta asing yang berlaku untuk saat itu (dalam hal ini, rata-rata untuk tahun 2000). Konversi ini dilakukan dengan menggunakan alat konversi mata uang online, yang tersedia di http://www.oanda.com/converter/fxhistory. 27 McCulloch, “Trifungsi,” hal. 117, mengutip wawancara dengan Sudarsono di bulan Juli 2000. 28 Contohnya, setelah mengalami tahun yang sulit di tahun 1997, yayasan angkatan laut dikabarkan memperoleh peningkatan laba menjadi sebesar Rp. 8 milyar ($800.000) di tahun 1998 dan Rp. 10 milyar di tahun 1999 ($1,3 juta), yang memungkinkan yayasan untuk melakukan investasi sebesar Rp. 8 milyar ($1,04 juta) pada saat itu di dalam agrobisnis dan membuat rencana untuk pengembangan lebih lanjut. Ibid., hal. 121. Di tahun 2001, Asisten Perencanaan Umum TNI, Kolonel Poerwadi memperkirakan bahwa yayasan ini memberikan sumbangan sebesar Rp. 8–10 milyar ($800.000 – $1 juta) untuk membantu menutupi biaya militer. Dia mengatakan sumbangan total dari yayasan angkatan udara tahun itu adalah sebesar Rp. 6–7 milyar ($600.000 – $700.000). Widoyoko dkk., Bisnis Milter Mencari Legitimasi, hal. 95, catatan kaki 9. 29 Iniformasi ini diatribusikan kepada Asisten Perencanaan Umum TNI, Kolonel Poerwadi. Ibid., hal. 95. 17 HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

dari suatu investasi besar militer, sebuah perusahaan kayu, menurun dari 30 juta dolar AS<br />

di tahun 1996 ke kira-kira $19 juta di tahun 1998. 25<br />

Penelitian keuangan atas bisnis-bisnis yang dimiliki pihak militer membenarkan<br />

penurunan ini. Sebuah audit terhadap yayasan terbesar milik angkatan darat menemukan<br />

bahwa di tahun 2000 perusahaan-perusahaan yayasan menderita kerugian bersih sebesar<br />

Rp. 8,21 milyar ($985.000). 26 Menghadapi tantangan yang sangat besar ini, TNI<br />

melepaskan beberapa bisnis yang dimilikinya, termasuk di sektor perkayuan yang dulunya<br />

sangat menguntungkan. TNI juga menutup bisnis-bisnis yang menderita kerugian, dan<br />

merombak struktur beberapa bisnis yang lain. Masalah keuangan juga menjadi alasan<br />

bagi konsolidasi beberapa yayasan militer. Menteri pertahanan dari tahun 1999 sampai<br />

tahun 2000, Juwono Sudarsono (yang kemudian menduduki jabatan yang sama di bulan<br />

Oktober 2004), menyatakan kekhawatiran tentang situasi yayasan militer: “Kita harus<br />

cepat bertindak untuk menghentikan penghamburan dana negara.” 27<br />

Beberapa bisnis militer berhasil membatasi kesulitan keuangan yang diderita. 28 Tetapi<br />

secara keseluruhan, gambaran masa depan bisnis tersebut tetap suram. Asisten<br />

perencanaan umum TNI saat itu memperkirakan yayasan militer di tahun 2000<br />

menyumbangkan secara keseluruhaan hanya sekitar 1 persen dari anggaran militer dan<br />

malah lebih sedikit (0,7 persen) di tahun 2001. 29<br />

tahun 1998 tentang “Post-Suharto Indonesia: Renewal or Chaos (Indonesia Pasca-Soeharto: Pembaharuan<br />

atau Khaos),” Australian National University, Canberra, 25 September 1998.<br />

25<br />

Angka ini diatribusikan kepada Abbas Adhar, presiden-direktur International Timber Corp saat itu. Tripathi,<br />

“Merchants in Uniform...,” FEER.<br />

26<br />

Ernst & Young, “Yayasan Kartika Eka Paksi: Strategic Review Report Phase II (Yayasan Kartika Eka Paksi:<br />

Laporan Penelitian Strategis Tahap II )” [“YKEP: Strategic Review Report (YKEP: Laporan Penelitian<br />

Strategis)”], Desember 2001, salinan ada di <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>. Kecuali jika disebutkan, semua angka dalam<br />

dolar berarti mata uang AS. Apabila sumber-sumber kutipan tidak memberikan ekuivalensi dalam dolar AS,<br />

<strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> memberikan konversi jumlah-jumlah uang tersebut dengan menggunakan kurs valuta<br />

asing yang berlaku untuk saat itu (dalam hal ini, rata-rata untuk tahun 2000). Konversi ini dilakukan dengan<br />

menggunakan alat konversi mata uang online, yang tersedia di http://www.oanda.com/converter/fxhistory.<br />

27<br />

McCulloch, “Trifungsi,” hal. 117, mengutip wawancara dengan Sudarsono di bulan Juli 2000.<br />

28<br />

Contohnya, setelah mengalami tahun yang sulit di tahun 1997, yayasan angkatan laut dikabarkan<br />

memperoleh peningkatan laba menjadi sebesar Rp. 8 milyar ($800.000) di tahun 1998 dan Rp. 10 milyar di<br />

tahun 1999 ($1,3 juta), yang memungkinkan yayasan untuk melakukan investasi sebesar Rp. 8 milyar ($1,04<br />

juta) pada saat itu di dalam agrobisnis dan membuat rencana untuk pengembangan lebih lanjut. Ibid., hal. 121.<br />

Di tahun 2001, Asisten Perencanaan Umum TNI, Kolonel Poerwadi memperkirakan bahwa yayasan ini<br />

memberikan sumbangan sebesar Rp. 8–10 milyar ($800.000 – $1 juta) untuk membantu menutupi biaya militer.<br />

Dia mengatakan sumbangan total dari yayasan angkatan udara tahun itu adalah sebesar Rp. 6–7 milyar<br />

($600.000 – $700.000). Widoyoko dkk., Bisnis Milter Mencari Legitimasi, hal. 95, catatan kaki 9.<br />

29<br />

Iniformasi ini diatribusikan kepada Asisten Perencanaan Umum TNI, Kolonel Poerwadi. Ibid., hal. 95.<br />

17<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!