Harga Selangit - Human Rights Watch

Harga Selangit - Human Rights Watch Harga Selangit - Human Rights Watch

13.01.2014 Views

Sebaliknya, pemerintah malah menunggu sampai pertengahan tahun 2005 untuk membentuk sebuah tim antar-departmen untuk merencanakan tahap-tahap transformasi bisnis militer. Tim ini, yang dikenal dengan nama Tim Supervisi Transformasi Bisnis TNI (TSTB), meliputi wakil-wakil dari Departemen Pertahanan, TNI, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Departemen Keuangan, dan Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). TSTB ini dikepalai oleh Said Didu, sekretaris Kementrian BUMN, bersama dengan Letjen. Sjafrie Sjamsoeddin, sekretaris-jendral Departemen Pertahanan, sebagai wakilnya. Dalam mandat resmi TSTB, yang dikeluarkan secara resmi pada akhir bulan November 2005, tim ini ditugaskan untuk melakukan pengecekan dan penilaian besarnya bisnis militer, termasuk penelitian atas aspek-aspek legal, bisnis, dan keuangan dari bisnis-bisnis tersebut. 538 Pemerintah menunda pengumpulan data pokok dengan memberikan pihak militer waktu sampai akhir bulan September 2005, satu tahun penuh setelah undang-undang TNI dikeluarkan, untuk menyerahkan hasil inventorisasi bisnis-bisnisnya. 539 Kemudian, tim antar-departemen yang disebutkan di atas, akan meneliti bisnis-bisnis yang termasuk dalam daftar inventorisasi tersebut berdasarkan beberapa kriteria. 540 Proses ini ternyata juga berlangsung lamban sekali dan sampai bulan Maret 2006 masih membuahkan hasil yang sangat kecil. Anggota-anggota TSTB menyatakan kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas ini dipersulit lagi ketika TNI menyerahkan daftar inventorisasi baru yang mencantumkan lebih dari 1.500 bisnis militer (meningkat dari 219). 541 Berdasarkan temuan TSTB bahwa banyak dari bisnis-bisnis ini tidak akan dapat diperbaiki, 542 pemerintah memutuskan untuk menunda rencana mengambil alih bisnis-bisnis yang tercantum dalam daftar tersebut sampai pemerintah dapat menentukan bisnis mana yang 538 Pemeriksaan ini akan dilakukan oleh konsultan-konsultan di bawah pengawasan kelompok kerja TSTB. Departemen Pertahanan, “Informasi Bisnis TNI,” ringkasan yang diberikan kepada Human Rights Watch untuk menjawab permintaan informasi [“Ringkasan Departemen Pertahanan untuk Human Rights Watch”], 12 April 2006. 539 Surat Departemen Pertahanan kepada Human Rights Watch. Anggota-anggota TSTB mengatakan bahwa berbagai penundaan adalah disebabkan oleh masalah legal dan teknis, bukan karena pertimbangan politik atau hambatan dari TNI. Human Rights Watch mewawancarai Letjen. Sjafrie Sjamsoeddin, sekretaris jendral Departemen Pertahanan dan wakil ketua TSTB; wawancara Human Rights Watch dengan Said Didu, sekretaris Kementrian Badan Usaha Milik Negara dan ketua TSTB. 540 Persyaratan yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: sifat dari kegiatan bisnis; nilai aset bisnis; struktur kepemilikan; dan tujuan bisnis (apakah untuk memperoleh keuntungan atau untuk tujuan kesejahteraan sosial). Sekretaris jendral Departemen Pertahanan Republik Indonesia, “Informasi Tentang Proses Pengalihan Bisnis TNI,” 9 September 2005, [online] http://www.dephan.go.id/. 541 Mereka mengatakan bahwa daftar yang lebih panjang ini hanya terbatas kegunaannya karena daftar itu mengikutsertakan banyak usaha ekonomi kecil-kecilan yang menurut pandangan mereka tidak pantas dianggap sebagai bisnis. Ketua TSTB, Said Didu, juga mengatakan bahwa banyak dari usaha-usaha ini yang tidak mempunyai data pokok. Wawancara Human Rights Watch dengan Letjen. Sjafrie Sjamsoeddin dan Said Didu. 542 Tidak adanya definisi resmi tentang bisnis militer di dalam undang-undang TNI mendorong TSTB untuk membuat konsepnya sendiri. Seperti dijelaskan lebih lanjut di bawah ini, TSTB menggunakan suatu definisi yang sangat terbatas yang dengan sengaja tidak mengikutisertakan beberapa kategori bisnis. HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 128

ingin diambil alih oleh pemerintah. 543 Sebagai upaya lanjutan, TSTB menyarankan dibentuknya sebuah badan baru, Badan Transformasi dan Pengelolaan Bisnis TNI (BTPB). Tugas BTPB adalah untuk meneliti dan mengecek informasi tentang badanbadan usaha militer (tugas yang sebelumnya telah diserahkan kepada TSTB), untuk mengambil alih kontrol manajemen atas badan-badan usaha ini, dan untuk memperbaiki struktur bisnis-bisnis ini menurut hukum-hukum yang berlaku. 544 Penundaan-penundaan di atas telah menekan balik langkah-langkah untuk menerapkan undang-undang TNI. Berbulan-bulan telah dihabiskan untuk mengumpulkan, meneliti, dan mengecek data tentang bisnis-bisnis ini satu persatu, tetapi ukuran-ukuran tentang bagaimana pemerintah akan mereformasi bisnis-bisnis tersebut belum juga ditentukan. Peraturan-peraturan, dalam bentuk peraturan presiden, yang telah dijanjikan sebelumnya oleh pemerintah akan dikeluarkan pada bulan Oktober atau awal 2005, lalu April 2006, tidak pernah terwujud, dan jadwal-jadwal tersebut lewat tanpa ada pengumuman apapun. 545 Sampai dengan bulan April 2006, apa yang diharapkan telah menjadi semakin diperendah. (Bulan itu, pemerintah, dengan terlambat, memulai penelitian atas yayasan yang ada dalam Departemen Pertahanan, seiring dengan proses yang dilakukan oleh TSTB atas bisnis-bisnis yang dimiliki oleh TNI. 546 ) Anggota-anggota TSTB yang berbicara dengan Human Rights Watch sangat menyadari tuntutan kuat masyarakat untuk mereformasi bisnis militer. Mereka menegaskan tekad mereka untuk melaksanakan tugas mereka, seperti juga TNI, tetapi mereka menegaskan bahwa mereka membutuhkan waktu yang lebih banyak. Menurut perkiraan mereka, badan yang baru akan selesai dibentuk sekitar pertengahan tahun 2006 berdasarkan peraturan presiden, dan transormasi bisnis militer akan dilaksanakan setelah pembentukan badan tersebut. 547 Ketua TSTB, Said Didu, mengatakan kepada Human Rights Watch bahwa badan tersebut mungkin akan membutuhkan waktu sampai tahun 543 Wawancara Human Rights Watch dengan Said Didu. Lihat juga “Indonesia sets up agency to clean up military business (Indonesia membentuk suatu badan untuk membenani bisnis militer),” AFP, 2 Maret 2006. 544 Ringkasan Departemen Pertahanan untuk Human Rights Watch; wawancara Human Rights Watch dengan Letjen. Sjafrie Sjamsoeddin dan Said Didu. Pada prinsipnya, paling tidak, TSTB telah memulai beberapa tugas ini di tahun 2005. Sebagai contoh, pemerintah telah mengumumkan di tahun 2005 bahwa dua firma audit akan memeriksa data keuangan dari bisnis-bisnis militer yang telah diinventorisai. Devi Asmarani, “Jakarta to take over only 10 military businesses (Jakarta akan mengambil alih 10 bisnis militer saja),” Straits Times, 26 Oktober 2005; “Verifikasi Bisnis Militer, Keppres Penetapan Auditor, April 2006,” Gatra, 28 Desember 2005, diterjemahkan oleh Human Rights Watch. TSTB selanjutnya menyimpulkan bahwa sebuah badan baru dibutuhkan untuk menganalisa sturktur rumit bisnis TNI seperti yang diperlihatkan oleh inventorisasi TNI. Wawancara Human Rights Watch dengan Said Didu. 545 “Verifying Military Business…,” Gatra. 546 Wawancara Human Rights Watch dengan seseorang yang ikut ambil bagian dalam proses penelitian bisnis militer, 18 April 2006. 547 Wawancara Human Rights Watch dengan Letjen. Sjafrie Sjamsoeddin dan Said Didu. Lihat juga Maslan, “Draft Presidential Regulation…, ” detikcom. 129 HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C)

Sebaliknya, pemerintah malah menunggu sampai pertengahan tahun 2005 untuk<br />

membentuk sebuah tim antar-departmen untuk merencanakan tahap-tahap transformasi<br />

bisnis militer. Tim ini, yang dikenal dengan nama Tim Supervisi Transformasi Bisnis<br />

TNI (TSTB), meliputi wakil-wakil dari Departemen Pertahanan, TNI, Departemen<br />

Hukum dan Hak Asasi Manusia, Departemen Keuangan, dan Kementrian Badan Usaha<br />

Milik Negara (BUMN). TSTB ini dikepalai oleh Said Didu, sekretaris Kementrian<br />

BUMN, bersama dengan Letjen. Sjafrie Sjamsoeddin, sekretaris-jendral Departemen<br />

Pertahanan, sebagai wakilnya. Dalam mandat resmi TSTB, yang dikeluarkan secara resmi<br />

pada akhir bulan November 2005, tim ini ditugaskan untuk melakukan pengecekan dan<br />

penilaian besarnya bisnis militer, termasuk penelitian atas aspek-aspek legal, bisnis, dan<br />

keuangan dari bisnis-bisnis tersebut. 538<br />

Pemerintah menunda pengumpulan data pokok dengan memberikan pihak militer waktu<br />

sampai akhir bulan September 2005, satu tahun penuh setelah undang-undang TNI<br />

dikeluarkan, untuk menyerahkan hasil inventorisasi bisnis-bisnisnya. 539 Kemudian, tim<br />

antar-departemen yang disebutkan di atas, akan meneliti bisnis-bisnis yang termasuk<br />

dalam daftar inventorisasi tersebut berdasarkan beberapa kriteria. 540 Proses ini ternyata<br />

juga berlangsung lamban sekali dan sampai bulan Maret 2006 masih membuahkan hasil<br />

yang sangat kecil. Anggota-anggota TSTB menyatakan kemampuan mereka untuk<br />

menyelesaikan tugas ini dipersulit lagi ketika TNI menyerahkan daftar inventorisasi baru<br />

yang mencantumkan lebih dari 1.500 bisnis militer (meningkat dari 219). 541 Berdasarkan<br />

temuan TSTB bahwa banyak dari bisnis-bisnis ini tidak akan dapat diperbaiki, 542<br />

pemerintah memutuskan untuk menunda rencana mengambil alih bisnis-bisnis yang<br />

tercantum dalam daftar tersebut sampai pemerintah dapat menentukan bisnis mana yang<br />

538<br />

Pemeriksaan ini akan dilakukan oleh konsultan-konsultan di bawah pengawasan kelompok kerja TSTB.<br />

Departemen Pertahanan, “Informasi Bisnis TNI,” ringkasan yang diberikan kepada <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> untuk<br />

menjawab permintaan informasi [“Ringkasan Departemen Pertahanan untuk <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>”], 12 April<br />

2006.<br />

539<br />

Surat Departemen Pertahanan kepada <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong>. Anggota-anggota TSTB mengatakan bahwa<br />

berbagai penundaan adalah disebabkan oleh masalah legal dan teknis, bukan karena pertimbangan politik atau<br />

hambatan dari TNI. <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> mewawancarai Letjen. Sjafrie Sjamsoeddin, sekretaris jendral<br />

Departemen Pertahanan dan wakil ketua TSTB; wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan Said Didu, sekretaris<br />

Kementrian Badan Usaha Milik Negara dan ketua TSTB.<br />

540<br />

Persyaratan yang digunakan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: sifat dari kegiatan bisnis; nilai aset<br />

bisnis; struktur kepemilikan; dan tujuan bisnis (apakah untuk memperoleh keuntungan atau untuk tujuan<br />

kesejahteraan sosial). Sekretaris jendral Departemen Pertahanan Republik Indonesia, “Informasi Tentang<br />

Proses Pengalihan Bisnis TNI,” 9 September 2005, [online] http://www.dephan.go.id/.<br />

541<br />

Mereka mengatakan bahwa daftar yang lebih panjang ini hanya terbatas kegunaannya karena daftar itu<br />

mengikutsertakan banyak usaha ekonomi kecil-kecilan yang menurut pandangan mereka tidak pantas<br />

dianggap sebagai bisnis. Ketua TSTB, Said Didu, juga mengatakan bahwa banyak dari usaha-usaha ini yang<br />

tidak mempunyai data pokok. Wawancara <strong>Human</strong> <strong>Rights</strong> <strong>Watch</strong> dengan Letjen. Sjafrie Sjamsoeddin dan Said<br />

Didu.<br />

542<br />

Tidak adanya definisi resmi tentang bisnis militer di dalam undang-undang TNI mendorong TSTB untuk<br />

membuat konsepnya sendiri. Seperti dijelaskan lebih lanjut di bawah ini, TSTB menggunakan suatu definisi<br />

yang sangat terbatas yang dengan sengaja tidak mengikutisertakan beberapa kategori bisnis.<br />

HUMAN RIGHTS WATCH VOL. 18, NO. 5(C) 128

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!